Anda di halaman 1dari 16

KAJIAN TERHADAP SUMBER AJARAN ISLAM (HADIS)

Dosen Pengampu: Habawati, SH.,MH

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

NADYA TRI SEPTIANA (742352023008)


ANGGUN MUTIARA (742352023018)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE


IAIN BONE
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadhirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga penyusunan Makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria
mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah
Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh
dalam ajaran beliau.
Penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca,
baik dikalangan Mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya yang diajukan sebagai
bahan diskusi pada tatap muka perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
khususnya kepada Dosen pembimbing guna untuk menyempurnakan Makalah ini dan pada
akhirnya bisa bermanfaat bagi semua pembaca.

Watampone, September 2023

Penyusun
Kelompok 7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

a. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1

b. Rumusan Makalah.............................................................................. 1

c. Tujuan Masalah.................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 2

a. Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam............................. 2

b. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits............................................................. 5

c. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an..................................................... 9

BAB III PENUTUP.................................................................................... 14

Kesimpulan.............................................................................................. 14

Saran……………………………………………………………………..................................
14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia untuk
memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia dunia dan akhirat.
Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam, petunjuk yang benar. Hukum
Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh sebagai pembuat hukum) baik yang sumbernya
pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih
dugaan kuat (zanni tsubut) seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an. Hadis
memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi tersebut hadis
menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang dapat dimengerti di
dalamnya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis terhadap Al
Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis.

B. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaigamana kedudukan hadits dalam sumber hukum islam?
B. Apa saja dalil- dalil kehujahan hadis ?
C. Bagaimana fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ?
C. TUJUAN
A. Mengetahui sumber hadits dalam keedudukan hukum
B. Mengetahui apa saja dalil dalil yang berkaitan dengan kehujahan hadis
C. Mengetahui fungsi hadis terhadap Al Qur’an
BAB II
PEMBAHASAAN

1. KEDUDUKAN HADIST SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua
setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber
hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber
hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam,
bukan saja memperoleh dosa, tetapi juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri
telah cukup menjadi alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber
hukum Islam.

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat
dalam beberapa dalil seperti dibawah ini :

 AL – QUR’AN

Banyak ayat Al – Qur’an yang menerangkan mempercayai dan menerima segala


sesuatu yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya untuk dijadikan pedoman
hidup. Diantaranya adalah : Ali Imran yang artinya “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan
orang-orang mukmin seperti keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia memisahkan yang
buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan
kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi, Allah akan memilih siapa yang dikehendaki-Nya
diantara

Rasul-Rasulnya. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya dan jika
kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar.”

Dalam surat An-Nisa ayat 136 Allah SWT Berfirman, yang artinya sebagai berikut
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta Kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasulnya,
dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”.

Dalam surat Ali Imran diatas, Allah memisahkan antara orang-orang mukmin dengan
orang-orang yang munafik. Dia juga akan memperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan
memperkuat iman mereka. Oleh karena itu, orang mukmin dituntut agar tetap beriman kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya.

Pada surat An-Nisa ayat 136, sebagaimana halnya pada surat Ali Imran ayat 179,
Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad SAW),
Alqur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat, Allah SWT
Mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-Nya.

Selain memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasulullah SAW, Allah juga
menyerukan agar umat-Nya menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang
dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan, Tuntutan taat dan patuh kepada
Rasulullah SAW.

 DALIL AL-HADIST

Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW Berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadist
sebagai pedoman hidup di samping Al- Qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah dalam
sabdanya :

Artinya :

“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat selama-
lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan
Sunah Rasul-Nya.” (H.R Hakim)

Hadist tersebut diatas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadist
atau menjadikan hadist, sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah wajib, sebagaimana
wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.
 KESEPAKATAN ULAMA (IJMA’)

Umat Islam telah sepakat menjadikan Hadist sebagai salah satu dasar hukum dalam
amal perbuatan karena sesuai dengan yang dikehendakinya oleh Allah. Penerimaan hadist
sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an, karena keduanya sama-sama
merupakan sumber hukum Islam.

Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan


segala ketentuan yang terkandung didalam hadist telah dilakukan sejak masa Rasulullah,
sepeninggal beliau, masa Khulafaur Ar-Rasyidin hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada
yang mengingkarinya. Banyak di antara mereka yang tidak hanya memahami dan
mengamalkan isi kandunganya, tetapi menyebarluaskanya kepada generasi-generasi
selanjutnya.

1. DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS

Sunnah atau Hadis Nabi Saw merupakan salah satu sumber ajaran agama Islam
sekaligus merupakan wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja perbedaan antara
keduanya terletak pada sisi lafaz dan makna. dimana lafaz dan makna al-Qur’an berasal dari
Allah Swt semetara Hadis maknanya dari Allah Swt dan lafaznya dari Rasulullah Saw,
kedudukannya dalam ajaran agama sebagai sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling
melengkapi antara satu dengan yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum muslimin
sebagaimana wajibnya mentaati Al-Qur’an.
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah antara lain:

 Al-Qur’an

Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan akan kehujjahan Sunnah diantaranya


adalah ayat-ayat yang memerintahkan kepada kaum muslim untuk taat kepada Rasulullah
saw. firman Allah Swt :
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن َآَم ُنوا َأِط يُعوا َهَّللا َو َأِط يُعوا الَّرُسوَل َو ُأوِلي اَأْلْم ِر ِم ْنُك ْم َف ِإْن َتَن اَز ْعُتْم ِفي َش ْي ٍء َف ُر ُّد وُه ِإَلى ِهَّللا َو الَّرُس وِل ِإْن ُكْنُتْم‬
)59( ‫ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اَآْلِخ ِر َذ ِلَك َخْيٌر َو َأْح َس ُن َتْأِو ياًل‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya”. (QS An-Nisa : 59)
Kembali kepada Allah maksudnya kembali kepada Al-Qur’an, dan kembali kepada
Rasul maksudnya kembali kepada Sunnah atau hadis beliau Saw.

Perintah untuk mengikuti segala apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw dan
menjauhi segala apa yang dilaranagnnya, Allah Swt berfirman:

‫َو َم ا َآَتاُك ُم الَّرُسوُل َفُخ ُذ وُه َو َم ا َنَهاُك ْم َع ْنُه َفاْنَتُهوا‬


Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr :7)
Allah Swt telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi segala apa yang
diperintahkan oleh Rasulullah Saw, Allah berfirman:

‫َفْلَيْح َذ ِر اَّلِذ يَن ُيَخ اِلُفوَن َع ْن َأْم ِر ِه َأْن ُتِص يَبُهْم ِفْتَنٌة َأْو ُيِص يَبُهْم َع َذ اٌب َأِليم‬
Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS An-Nu>r : 63)
Pada Banyak ayat, Allah Swt menyandingkan kata Kitab yang berarti al-Qur’an
dengan kata Hikmah yang berarti hadis atau sunnah diantara ayat-ayat tersebut adalah firman
Allah Swt:

‫َو َأْنَز َل ُهَّللا َع َلْيَك اْلِكَتاَب َو اْلِح ْك َم َة َو َع َّلَم َك َم ا َلْم َتُك ْن َتْع َلُم َو َك اَن َفْض ُل ِهَّللا َع َلْيَك َع ِظ يًم ا‬
Artinya : “Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah kepadamu
(Muhammad), dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah
karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS. An-Nisa> : 113)
Imam al-Syafi’I berkomentar perihal ayat yang terakhir ini dengan mengatakan:
“Allah swt menyebutkan al-Kitab yaitu al-Qur’an dan juga Sunnah (Hadis). Aku teelah
mendengar ahli ilmu al-Qur’an mengatakan; Hikmah adalah Sunnah Rasulullah
saw. Karena al-Qur’an disebutkan dan dibarengi dengan kata Hikmah. Allah swt.
Menyebutkan anudrah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya dengan mengajari mereka al-
Kitab dan Hikmah, maka tidak boleh –Wallahu a’lam- ditafsiri maksud Hikmah disini
kecuali Sunnah Rasulullah saw”.

 Hadits Nabi

Terdapat banyak hadis-hadis Rasulullah saw. yang menunjukkan kewajiban untuk


mengikuti Sunnah Nabawiyah dan menegaskan bahwa Sunnah itu memliki kedudukan yang
sama seperti al-Qur’an dari segi keadaannya sebagai sumber untuk menetapkan hukum-
hukum. Diantara hadis-hadis tersebut:

 Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan sanadnya dari sahabat Abu
Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

‫ُك ُّل ُأَّمِتي َيْدُخ ُلوَن اْلَج َّنَة ِإاَّل َم ْن َأَبى َقاُلوا َيا َر ُسوَل ِهَّللا َو َم ْن َيْأَبى َقاَل َم ْن َأَطاَع ِني َد َخ َل اْلَج َّنَة َو َم ْن َع َص اِني َفَقْد َأَبى‬
Artinya : “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang enggan dan tidak mau”.
Para Sahabat kemudian bertanya (keheranan); ‘Siapakah yang tidak mau memasukinya itu
wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “orang yang mentaatiku akan masuk surga dan orang
yang mendurhakaiku (melangkar ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”.

 Hadis yang menjelaskan bahwa dengan berpegangteguh kepada Al-Qur’an dan


Sunnah, maka tidak akan tersesat untuk selamnya sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Malik bin Anas bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

‫َتَر ْكُت ِفيُك ْم َأْمَر ْيِن َلْن َتِض ُّلوا َم ا َتَم َّسْكُتْم ِبِهَم ا ِكَتاَب ِهَّللا َو ُس َّنَة َنِبِّيِه‬
Artinya : “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan
sesat untuk (selamanya) selama kalian berpegangteguh kepada keduanya yaitu Kitab
Allah dan Sunnah Nabi-Nya”

Hadis yang memerintahkan untuk senantiasa ber-tamassuk (berpegangteguh) Sunnah


Rasulullah saw dan para sahabat.

 beliau saw dan larangan melakukan kebid’ahan. Sebagaimana sabda Rasulullah


saw:
‫َع َلْيُك ْم ِبُس َّنِتي َو ُس َّنِة اْلُخَلَفاِء اْلَم ْهِد ِّييَن الَّراِشِد يَن َتَم َّسُك وا ِبَها َو َعُّض وا َع َلْيَها ِبالَّنَو اِج ِذ َو ِإَّياُك ْم َو ُم ْح َد َثاِت اُأْلُم وِر َف ِإَّن ُك َّل ُم ْح َد َث ٍة‬
‫ِبْد َع ٌة َو ُك َّل ِبْد َعٍة َض اَل َلٌة‬
Artinya : “Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah para khalifah
ra>syidah yang telah mendapatkan hidayah, berpegangteguhlah kepadanya, dan
gigitlah (Sunnah tersebut) dengan gigi grahammu, dan jauhilah oleh kalian perkara-
perkara yang baru, krena segala bentuk yang bersifat baru adalah bid’ah dan semua
bentuk bid’ah adalah sesat”.

 Hadis yang menjelaskan bahwa telah diturunkan kepada Rasulullah saw al-Quran
dan yang semidal dengannya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud
dari sahabat al-Miqdam bin Ma’di Karib ra, Rasulullah saw bersabda:

‫َأاَل ِإِّني ُأوِتيُت اْلِكَتاَب َوِم ْثَلُه َم َع ه‬


Artinya : “Sesungguhnya telah diberikan (diturunkan) kepadaku al-Kitab (al-Qura’n) dan
bersamanya sesuatu yang semisal dengannya (al-Sunnah)”.

 Ijma’ (Kesepakatan)
Para Sahabat seluruhnya telah menyepakati kewajiban mengikuti Sunnah Nabi saw,
karena sunnah tersebut merupakan wahyu dari Allah swt dan telah memerintahkan kepada
kita untuk mengikutinya demikian pula dengan Rasul-Nya sebagiaman dalam riwayat-
riwayat yang telah disebutkan terdahulu. Fakta-fakta yang menunjukkan kesepakatan mereka
akan kehujjahan sunnah dalam agama cukup banyak dan tidak terbilang jummlahnya dan
tidak diketahui ada seorang pun diantara mereka yang menyalahi dan menentang hal tersebut.
Kemudian para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil dan
mengikuti apa yang terdapat (warid ) dalam Sunnaah berupa hukum, adab, dan tidak seorang
dari mereka (Taabi’in) berani memenentang Sunnah yang shahih.
Kemudian keum muslimin sesudah mereka hingga hari ini telah menyepakati akan
kewjiban menerima dan mengambil hukum-hukum yang di-nuqil dari Sunnah dan barang
siapa yang menentang hal tersebut dianatara mereka, makka mereka telah menentang Al-
Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta mengikuti jalan selain jalan orang mu’min.
Oleh karena itu, kaum muslimin sangat setia menuqilnya, memeliharanya, dan
berpegang teguh dengannya karena taat kepada Allah swt dan mengikuti Rasulullah saw.

1. FUNGSI HADIS TERHADAP AL-QUR’AN


Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan
(bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl(16)
Artinya “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan .”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat
dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan
cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.
Penjelasan yang dimaksud di atas kemudian oleh para ulama di perinci ke pelbagai
bentuk penjelasan. Secara garis besar terdapat empat bentuk fungsi penjelasan hadis terhadap
al-Qur’an sebagai berikut;

1. Bayan at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang
dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di
dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an.
Suatu contoh hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai
berikut:

)‫َفِإَذ ا َر َأْيـُتُم اْلِهَالَل َفُصْو ُم ْو ا َوِإَذ ا َر َأْيـُتُم ْو ُه َفَأْفِط ُرْو ا (رواه مسلم‬
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu
maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:
“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa”
(QS. Al-Baqoroh : 185)
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan istilah bayan al-
muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-hadis itu sealur (sesuai)
dengan nas al-Qur’an.

2. Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap ayat-ayat
yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-
ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadith dalam hal ini memberikan perincian
(tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan
memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum.
a. Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat, global)
Sebagai contoh hadis berikut:

)‫َص ُّلْو ا َك َم ا َر َاْيُتُم ْو ِني ُأَص ِّلْي (رواه البخارى‬


“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak
menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku'.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 43)

. b. Men-taqyid ayat-ayat yang mutlaq


Kata mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu sendiri apa adanya,
dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Men-taqyid dan mutlaq artinya
membatasi ayat-ayat mutlaq denngan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Sebagai
contoh hadis Rasul SAW berikut:

)‫التقطع يد السارق ا في ربع دينار فصاعدا (رواه مسلم‬


“Tangan pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai) seperempat dinar
atau lebih.” (HR. Muslim)
Hadith di atas men-taqyid ayat al-Qur’an berikut:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.” (QS. Al Maidah
[5]: 38)

c. Men-takhsis ayat yang ‘am


Kata ‘am ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna, dalam jumlah yang
banyak. Sedangkan takhsis atau khash, ialah kata yang menunjukkan arti khusus, tertentu
atau tunggal. Yang dimaksud men-takhsis yang ‘am ialah membatasi keumuman ayat Al-
Qur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu. Mengingat fungsinya ini, maka
ulama berbeda pendapat apabila mukhasis-nya dengan hadith ahad. Menurut Syafi’i dan
Ahmad bin Hambal, keumuman ayat bisa ditakhsish oleh hadith ahad yang menunjukkan
kepada sesuatu yang khash, sedang menurut ulama Hanafiah sebalikanya.
Sebagai contoh:
‫اليرث القتل من المقتول شيأ‬
“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)
Hadith tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat an-Nisa’ ayat 44 berikut:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan...”

1. Bayan al-Nasakh
Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada
yang mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap sebagian hukum Al-
Qur’an dan ada yang juga yang menolaknya.

Kata nasakh secarabahasa


berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan),
dan taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh ini banyak yang melalui
pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam
menta’rifnya. Menurut ulama mutaqoddimin, bahwa terjadinya nasakh ini karena adanya
dalil syara’ yang mengubah suatu hukum (ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir
masa keberlakuannya serta tidak bisa diamalkan lagi, dan syar’i (pembuat sayari’at)
menurunkan ayat tersebut tidak diberlakukan untuk selama-lamanya (temporal).

Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadith terhadap al-Qur’an
juga berbeda pendapat dalam macam hadith yang dapat dipakai untuk me-nasakh-nya. Dalam
hal ini mereka terbagi menjadi tiga kelompok.

Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadith, meskipun


dengan hadith Ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin
dan Ibn Hazm serta sebagian para pengikut Zahiriyah.
Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat hadith tersebut harus mutawatir.
Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.
Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadith masyhur, tanpa harus
dengan hadith mutawatir. Pendapat ini dipegang diantaranya oleh ulama Hanafiyah.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan
(bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl[16]: 44.
Artinya “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat
dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan
cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.
Adapun Dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan Hadis telah dibuktikan oleh hal hal
berikut antara lain ;
 Al Qur’an karim
 Hadis Nabi
 Ijma’ (Kesepakatan)

Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an itu
bermacam-macam. Berikut beberapa hal yang yang merupakan fungsi hadis terhadap Al
Qur’an
 Bayan At-taqrir
 Bayan At-tafsir
 Bayan At-tasyri
 Bayan Al-nasakh

SARAN
Penulis dalam menyusun makalah mempunyai saran bahwa dalam mempelajari agama
Islam adalah hendaknya dimulai dari sumber ajaran agama tersebut di mana di dalam sumber
ajaran Islam tersebut terdapat hal yang otentik dan mendasar untuk di ketahui sehingga
pengetahuan mengenai ajaran Islam tersebut akan dicapai dan diperoleh dengan baik dan
benar.

Mempelajari agama Islam secara komprehensif adalah hal yang wajib dilakukan
sehingga diperlukan metodologi dalam mempelajarinya maka akan tercapai pengetahuan
akan agama Islam dengan sesuai apa yang diharapkan dan dapat mencapai tujuan dari studi
Agama Islam tersebut.
Daftar pustaka

Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis. Semarang: Rasail Media
Group
Abdurrahman, Mifdhol (2008). Pengantar Studi Ilmu Hadits. jakarta: Pustaka
Al-Kautsar
Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Akbar Media
Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadith .Ponorogo: STAIN PO Press
Suparta, Munzier (2008). Ilmu Hadis .Jakarta: PT RajaGrafindo Persad

Anda mungkin juga menyukai