Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SUMBER AJARAN ISLAM


‘’HADITS’’

OLEH :

KELOMPOK 2
ANGGOTA :

ANNISA SEPTIANI
ARTIKA OCTAVIA MELPANI
CLAUDIA MADONNA

DOSEN PEMBIMBING :

Muslim, S.Ag., M. Ag.

D-IV KEBIDANAN PADANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PADANG

TAHUN AJARAN 2013/2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karna hanya dengan
rahmat dan hidayah-Nya kami dari kelompok 2 Mahasiswa DIV Kebidanan Poltekkes Kemenkes
Padang dapat menyelesaikan tugas makalah Agama ”SUMBER AJARAN ISLAM : HADITS”
dengan tepat waktu.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan tugas makalah agama terutama terhadap masalah
Hadits, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang ikut membantu dalam pencarian
data, dan proses penulisan makalah ini. Terutama kepada dosen pembimbing : Bapak Muslim,
S.Ag, M.Ag. Makalah ini kami susun secara sistematis sehingga memudahkan pembaca untuk
mengetahui seputar Hadits. Kami dari team penulis mengakui masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah, karna itu kami akan bersifat terbuka dan sangat berterima kasih kepada
pembaca yang ingin memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun, dan semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca sesuai dengan harapan penyusun dan hanya kepada
ALLAH jualah kami memohon taufik dan ridha Nya.

Padang, 12 September 2013

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................................................ i
Daftar Isi................................................................................................................................................. ii
Bab I. Pendahuluan................................................................................................................................. 1
1.1 Latar belakang masalah..................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah.............................................................................................................................. 1
1.3 Tujuan masalah.................................................................................................................................. 1
Bab II. Pembahasan................................................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Hadits................................................................................................................. 3
2.2 Dalil Kekuatan Hukum Hadits.............................................................................................. 4
2.3 Hubungan Al-hadits dengan Al-qur’an................................................................................. 5
2.4 Perbedaan Al-qur’an dan Hadits............................................................................................6
2.5 Perawi Hadits.........................................................................................................................6
Bab III .penutup..................................................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................................... 11
3.2 Saran................................................................................................................................................. 11
Daftar pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah kenyataan yang tak
dapat diragukan lagi.Hadist sebagai sumber ajaran Islam yang ke dua setelah Al-quran,
keberadaan hadist sebagai sumber ajaran Islam telah mewarnai masyarakat dalam berbagai
bidang kehidupannya. Penelitian terhadap hadist baik dari segi keotentikannya, kandungan
makna dan ajaran yang terdapat di dalam nya, macam-macam tingkatannya maupun fungsinya
dalam menjelaskan kandungan Al-quran dan lain sebagainya telah banyak dilakukan para ahli
bidangnya.
Walaupun Al-quran dan Hadis merupakan sumber dari segala sumber ajaran Islam,
namun ajaran-ajaran yang terdapat dalam kedua sumber tersebut tidak dapat pula dipahami
dengan baik, apabila tidak adanya ijtihad para pakar di bidang ini untuk mengemukakan maksud
dari ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-quran dan Hadis. Hal ini dipandang penting agar para
pelajar dan masyarakat muslim tidak salah memahami Al-quran dan hadits. Oleh karena
kita pun harus mengetahui dan mengenal sumber hukum Islam ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang pengertian hadits?


2. Apa saja dalil-dalil dalam Al-qur’an yang menjelaskan tentang hadits?
3. Apa fungsi hadits terhadap Al-qur’an?
4. Apa saja perbedaan antara Al-qur’an dan hadits?
5. Siapa saja perawi-perawi hadits ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui apa itu pengertian hadits
2. Untuk mengetahui dalil-dalil dalam Al-qur’an yang menjelaskan tentang hadits
3. Untuk mengetahui fungsi hadits terhadap Al-qur’an
4. Untuk mengetahui perbedaan anatara Al-qur’an dan hadits
5. Untuk mengetahui perawi-perawi hadits
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hadits

Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam,
antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Pada garis besarnya pengertian hadits
dapat dilihat melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan kebahasaan (linguistik) dan pendekatan
istilah (terminologi).

Menurut bahasa kata hadits memiliki arti;

1) al jadid minal asyya (sesuatu yang baru), lawan dari qodim. Hal ini mencakup
sesuatu (perkataan), baik banyak ataupun sedikit.

2) Qorib (yang dekat).

3) Khabar (warta), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang
kepada orang lain dan ada kemungkinan benar atau salahnya. Dari makna inilah
diambil perkataan hadits Rasulullah SAW.

Dalam hal ini, Allah juga menggunakan kata hadits dengan arti khabar, dalam firman-
Nya:

.‫فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صادقين‬

“maka hendaklah mereka mendatangkan khabar yang sepertinya jika


mereka orang yang benar” (QS. At Thur; 24).

Adapun hadits menurut istilah ahli hadits hampir sama (murodif) dengan sunah, yang
mana keduanya memiliki arti segala sesuatu yang berasal dari Rasul, baik setelah dingkat
ataupun sebelumnya. Akan tetapi kalau kita memandang lafadz hadits secara umum adalah
segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW setelah diangkat menjadi nabi,
yang berupa ucapan, perbuatan, dan taqrir beliau.Oleh sebab itu, sunah lebih umum daripada
hadits.
Dan pengertian hadis menurut ahli ushul adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Muhammad SAW. Baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum
atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain itu tidak bisa
dikatakan hadis. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan diri Muhammad SAW sebagai rasul
dan sebagai manusia biasa.Yang dikatakan hadits adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi dan
ajaran Allah yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW. Inipun, menurut mereka harus berupa
ucapan dan perbuatan beliau serta ketetapan-ketetapannya. Sedangkan kebiasaan-kebiasaannya,
tata cara berpakaian, cara tidur dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan sifat
kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadits.

2.2 Dalil Kekuatan Hukum Hadits

Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan


menerima segala yang datang daripada Rasulullah SAW untuk dijadikan pedoman hidup.
Diantaranya adalah:

Firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 179 yang berbunyi:

Artinya:

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu
sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min). Dan
Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah
memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada
Allah dan rasul-rasulNya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang
besar.” (QS:Ali Imran:179)

Dalam ayat di atas telah jelas bahwa kita sebagai umat Islam harus beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya (Nabi Muhammad Saw), Al-Qur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumya..

Selain Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam agar percaya kepada Rasulullah
SAW. Allah juga memerintahkan agar mentaati segala peraturan dan perundang-undangan yang
dibawanya. Tuntutan taat kepada Rasul itu sama halnya dengan tuntutan taat dan patuh kepada
perintah Allah SWT. Banyak ayat Al-Qur’an yang mnyerukan seruan ini.

Perhatikan firman Allah SWT. Dalam surat Ali-Imran ayat 32

Artinya:

“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (QS:Ali Imran : 32).
Dalam surat An-Nisa ayat 59 Allah Swt juga berfirman:

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(QS.An-
Nisa : 59).

Juga dalam Surat An-Nur ayat 54 yang berbunyi:

Artinya:

“Katakanlah: “Ta’at kepada Allah dan ta’atlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka
sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu
sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya,
niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan
(amanat Allah) dengan terang”.(Q.S.An-Nur:54)

2.3 Hubungan Al-Hadits dengan Al-Quran

Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka hadits berfungsi sebagai penafsir, pensyarah,
dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadits dalam
hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :

a. Bayan Tafsir

Yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu
kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah
merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan
shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku perbuatan hajiku)
adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).

b. Bayan Taqrir

Yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti
hadits yang berbunyi: “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat
bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-
Baqarah : 185.

c. Bayan Taudhih,
Yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah
tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”,
adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34, yang artinya
sebagai berikut : “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak
membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Pada
waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini,
maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.

2.4 Perbedaan Al-qur’an dan Hadits

Al-Quran termasuk Kalamullah, namun terdapat perbedaan antara Al-Quran dan Hadits .
Beberapa perbedaannya di antaranya adalah:

1. Ketika seseorang membaca Hadits hanya sekedar membaca, maka hal tesebut tidak
dianggap sebagai ibadah kepada Allah Ta’ala. Berbeda dengan Al-Quran yang jika
dibaca, maka setiap huruf akan diganjar pahala. Dan setiap hurufnya akan dibalas dengan
10 kebaikan.
2. Allah Ta’ala menantang siapa saja yang mampu membuat tandingan semisal Al-Quran.
Dan hal ini tidak dijumpai pada Hadits.
3. Al-Quran Allah sendiri yang menjaga keshahihannya dan keontetikannya. Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya), “ Sesunggungnya Kami lah yang menurunkan Al-Quran, dan
Kami pula yang akan menjaganya.” (QS: Al-Hijr: 9) dan Hadits berbeda dengan Al-
Quran, boleh jadi Hadits tersebut mempunyai derajat yang shahih, hasan, bahkan ada
yang dha’if (lemah) dan maudhu’ (palsu). Di dalam Hadits juga terdapat
tambahan/pengurangan riwayat, dan tambahan/pengurangan riwayat tidak mungkin
dijumpai dalam Al-Quran.
4. Al-Quran disyari’atkan dibaca di dalama shalat, dan shalat tidak akan sah jika tanpa
bacaan Al-Quran (misalnya surah Al-Fatihah). Dan hal ini berbeda dengan Hadits .
5. Mushaf Al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang yang dalam keadaan suci (telah
berwudhu’). Berbeda dengan Hadits yang jika dikumpulkan menjadi suatu buku, maka
boleh menyentuhnya meskipun dalam keadaan belum berwudhu’.
6. Al-Quran tidak boleh dibaca seseorang yang sedang dalam keadaan junub (berhadats
besar). Ia hanya boleh membacanya ketika telah mandi junub (mandi wajib), atas
pendapat yang paling kuat. Dan hal ini berbeda dengan Hadits

2.5 Perawi Hadits

a. Imam Bukhari (194-256 H/ 773-835 M)

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari bin Ibrahim
bin Al Mughirah bin Bardizbah. Beliau dilahirkan di Bukhara, Uzbekistan setelah Shalat Jumat,
pada tanggal 13 Syawal 194 H/810 M. Sejak umur 10 tahun, dia sudah mempunyai hafalan
hadits yang tidak sedikit jumlahnya. Beliau telah menulis Kitab Hadits yang memuat 600.000
hadits kemudian beliau pilih lagi menjadi 100.000 hadits shahih dan 1000 hadits tidak shahih.

Shahih al-Bukhari adalah karya utama Imam Bukhari. Judul lengkap buku beliau ini
adalah Al-Jami’ ash-Shahih al- Musnad al-Mukhtashar min Umūri Rasūlillah Shallallahu
’alayhi wa Sallam wa Ayyamihi (Jami’us Shahih), yakni kumpulan hadits-hadits shahih. Beliau
menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk menyusun bukunya ini. Beliau memperoleh hadits
dari beberapa hafizh, antara lain Maky bin Ibrahim, Abdullah bin Usman Al Marwazy, Abdullah
bin Musa Al Abbasy, Abu Ashim As Syaibany dan Muhammad bin Abdullah Al Anshari.

b. Imam Muslim (204-261 H/ 783-840 M)


Beliau mempunyai nama lengkap Abul Husain Muslim bin Al Hajaj Al Qusyairy. Beliau
dilahirkan di Nisabur, Iran tahun 204 H/820 M. Dia adalah muhadditsin dan hafidz yang
terpercaya. Dia pergi ke berbagai kota untuk berguru hadits kepada Yahya bin Yahya, Ishaq bin
Rahawaih, Muhammad bin Mahran, Abu Hasan, Ibnu Hanbal, Abdullah bin Maslamah, Yazid
bin Mansur dan Abu Mas’ad, Amir bin Sawad, Harmalah bin Yahya, Qatadah bin Sa’id, Al
Qa’naby, Ismail bin Abi Uwais, Muhammad bin Al Mutsanna, Muhammad bin Rumhi dan lain-
lain.

Dalam bidang hadits, beliau memiliki karya Jami’ush Shahih. Jumhur ulama mengakui
kitab Shahih Muslim adalah secermat-cermat isnadnya dan sekurang-kurang perulangannya.
Kitab ini berisikan 7.273 buah hadits, termasuk dengan yang terulang. Beliau wafat pada hari
Minggu, Rajab tahun 261 H/875 M dan dikebumikan pada hari Senin di Nisabur. Imam Muslim
menulis Kitab Shahih Muslim yang terdiri dari 7180 Hadits . Guru-guru beliau: Imam Ahmad
bin Hanbal dan Imam Bukhari. Adapun murid murid beliau: Imam at-Tirmidzi, Abū Hatim ar-
Razi dan Abū Bakr bin Khuzaimah termasuk. Buku beliau memiliki derajat tertinggi di dalam
pengkategorisasian (tabwib).

Kedua Ulama Ahli hadits ini biasa disebut dengan As Syaikhani (‫ ) الشيخان‬dan kedua kitab
Shahih beliau berdua disebut Shahihain (‫ )الصحيحين‬sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh
mereka berdua dari sumber sahabat yang sama disebut muttafaq ‘alaih (‫) متفق عليه‬.

c. Imam Abu Daud (202-275 H/ 817-889 M)


Nama lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin
Syidad bin Amr bin Amran Al Azdi As Sijistani. Ia dilahirkan di Sijistan (antara Iran dan
Afganistan) pada 202 H/817 M. Ia seorang ulama, hafizh (penghafal Al Qur’an) dan ahli dalam
berbagai ilmu pengetahuan tentang ke-Islaman khususnya dalam bidang ilmu fiqih dan hadits.
Dia berguru kepada para pakar hadits, seperti: Ibnu Amr Ad Darir, Qa’nabi, Abi Al Walid At
Tayalisi, Sulaiman bin Harb, Imam Hambali, Yahya bin Ma’in, Qutaibah bin Sa’id, Utsman bin
Abi Syaibah, Abdullah bin Maslamah, Musaddad bin Marjuq, Abdullah bin Muhammad An
Nafili, Muhammad bin Basyar, Zuhair bin Harb, Ubaidillah bin Umar bin Maisarah, Abu bakar
bin Abi Syaibah, Muhammad bin Mutsanna, dan Muhammad bin Al Ala.

Abu Dawud menghasilkan sebuah karya terbaiknya yaitu Kitab Sunan Abi Dawud. Kitab
ini dinilai sebagai kitab standar peringkat 2 (kedua) dalam bidang hadits setelah kitab standar
peringkat pertama yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Dalam kitabnya tersebut Abu
Dawud mengumpulkan 4.800 buah hadits dari 500.000 hadits yang ia catat dan hafal. Karangan
Abu Dawud yang berjumlah 20 judul dan tidak kurang dari 13 judul kitab telah mengulas karya
tersebut dalam bentuk syarh (komentar), mukhtasar (ringkasan), tahzib (revisi),dll.

Beliau tinggal dan menetap di Basra dan akhirnya wafat di Basrah pada tahun 275 H/889
M dalam usia 73 tahun. Buku beliau ini, utamanya menggabungkan antara riwayat-riwayat yang
berkaitan dengan ahkam dengan ringkasan (mukhtasar) permasalahan fiqih yang berkaitan
dengan hukum. Bukunya tersusun dari 4.800 ahadits. Al Khathaby mengomentari bahwa Kitab
Sunan Abu Dawud itu adalah kitab yang lebih banyak fiqih-nya daripada Kitab As Shahihain.

d. Imam At-tirmizi (209-279 H/ 824-892 M)


Beliau mempunyai nama lengkap Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at Tirmidzi bin
Musa bin Dahhak As Sulami Al Buqi. Ia lahir di Termez, Tadzikistan pada bulan Dzulhijah 209
H/824 M. Ia merupakan ilmuwan Islam, pengumpul hadits kanonik (standar buku). Abu Ya’la Al
Khalili, seorang ahli hadits menyatakan bahwa At Tirmidzi adalah seorang Siqah (terpercaya)
dan hal ini disepakati oleh para ulama. Ibnu Hibban Al Busti (ahli hadits) mengakui kemampuan
At Tirmdzi dalam hal menghafal, menghimpun dan menyusun hadits.
At Tirmidzi adalah seorang murid dari Imam Bukhari dan beberapa guru lainnya seperti:
Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Musa. Kitab beliau yang terkenal, Jami’ at-Tirmidzi menyebutkan
seputar permasalahan fiqh dengan penjelasan yang terperinci.Beliau juga memiliki kitab Ilalul
Hadits. Pada usia 70 tahun, ia meninggal di tempat kelahirannya Termez pada akhir Rajab tahun
279 H/892 M.

e. Imam Nasa’i (215-303 H/ 830-915 M)


An-Nasa’i memiliki nama lengkap Abu Abdir Rahman Ahmad bin Syu’aib an-Nasa’i bin
Ali bin Bahr bin Sinan. Sedangkan nama panggilannya adalah Abu Abdul Rahman An-Nasa’i.
Beliau lahir di Nasa’, Khurasan 215 H/830 M. Seorang ahli hadits ini memilih Mesir sebagai
tempat menyiarkan hadits-hadits. Beliau mempunyai keahlian dalam bidang hadits dan ahli fiqih
dalam mazhab Syafi’i. Di kota Damaskus ia menulis kitab Khasais Ali ibn Abi Thalib
(Keistimewaan Ali bin Abi Thalib). Kitab Al Kubra merupakan karya Imam Nasa’i. Beliau
memiliki guru-guru dalam bidang hadits antara lain: Qutaibah bin Sya’id, Ishaq bin Ibrahim,
Ahmad bin Abdul Amru bin Ali, Hamid bin Mas’adah, Imran bin Musa, Muhammad bin
Maslamah, Ali bin Hajar, Muhammad bin Mansyur, Ya’kub bin Ibrahim, dan Haris bin
Miskin.An-Nasa’i meninggal dunia di kota Ramlah, Palestina dan dikuburkan di antara Shafa
dan Marwah di Mekah pada hari Senin, 13 Safar tahun 303 H/915 M dalam usia 88 tahun.

f. Imam Ibnu Majah (209-273 H/ 824-887 M)


Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qadziani Ar
Raba’i Al Qazwani. Beliau lahir di Qazwin, Iran 209 H/824 M. Majah adalah nama gelar
(Laqab) bagi Yazid, ayahnya yang dikenal juga dengan nama Majah Maula Rab’at. Ada juga
pendapat yang menyebutkan bahwa Majah adalah kakeknya Ibnu Majah. Ibnu Majah memiliki
keahlian dalam bidang hadits, ahli tafsir dan ahli sejarah Islam. Ada 2 (dua) keahliannya dalam
bidang tafsir yaitu tafsir Al Qur’an Al Karim dan At Tarikh.

Pada usia 21 tahun dia mulai mengadakan perjalanan untuk mengumpulkan hadits.
Dengan cara tersebut dia telah mendapatkan hadits-hadits dari para ulama terkenal yang mana
juga sebagai gurunya seperti Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin
Numaayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al Azhar, Basyar bin Adam serta para pengikut
Imam Malik dan Al Layss.
Karya utama Ibnu majah dalam bidang hadits adalah Sunan Ibnu Majah yang dikenal
sebagai salah satu dari enam kitab kumpulan hadits yang terkenal dengan julukan Al Kutub As
Sittah (kitab yang enam). Lima kitab hadits yang lain dari kumpulan tersebut adalah Shahih
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi dan Sunan An Nasa’i (disebut
dengan Sunan, karena kitab ini mengandung ahadits yang menyinggung masalah
duniawi/mu’amalah).Ibnu Majah wafat di tempat kelahirannya Qazwin hari Selasa, tanggal 20
Ramadhan 273 H/18 Pebruari 887 M dalam usia 64 tahun.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

 Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-quran, dimana kita diwajibkan
mempercayai hadits sebagaimana kita mempercayai Al-Qur’an.
 Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an adalah sebagai bayan al-taqrir (penjelasan memperkuat apa
yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an: sebagai bayan al-Tafsir (menjelaskan dan
menafsirkan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an): sebagai bayan al-tasyri’
(mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur’an hanya
terdapat pokok-pokoknya saja); sebagai bayan al-Nasakh (menghapus, menghilangkan, dan
mengganti ketentuan yang teradapat dalam Al-Qur’an).
 Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai penafsir, pensyarah dan
penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.
 Hadist merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Al-Quran sebagai pegangan hidup setiap
muslim sebab ia mempunyai kedudukan yang sama dalam mengamalkan ajaran Islam.
Tanpa hadis, ajaran Al-Quran tidak dapat dilaksanakan.
 Hadist sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya
berpegang teguh kepada Al-Qur’an

3.2 SARAN

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat
lebih baik lagi di kemudian hari.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai