Anda di halaman 1dari 16

ULUMUL QUR’AN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an

Dosen Pengampuh:
Mhd. Syahdan Lubis, MA

Disusun Oleh
Alwi Rachman Chaniago
Leli Hatari Nasution
Riaty Risanna Saragi Munte

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAHRIYATUL ‘ULUM
KH. ZAINUL ARIFIN PANDAN
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, sumber segala nikmat dan karunia yang tiada

tara, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya terhadap ciptaan-Nya.

Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad

SAW, manusia pilihan yang telah memerikan cahaya kepada manusia dan alam

semesta sampai akhir zaman.

Berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan

meskipun masih banyak kekurangan. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah

satu tugas pada mata kuliah Ulumul Qur’an

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak

kekurangan untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

kami harapkan demi perbaikan makalah ini.

Pandan, Oktober, 2023

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................ii

Daftar Isi................................................................................................................iii

Latar Belakang ......................................................................................................1

Tujuan Pembahasan...............................................................................................1

Pengertian Ulumul Qur’an....................................................................................2

Sejarah Pertumbuhan Ulumul Qur'an....................................................................3

Perkembangan Ulumul Qur’an..............................................................................4

Ruang Lingkup Ulumul Qur’an.............................................................................9

Kesimpulan............................................................................................................12

Daftar Pustaka.......................................................................................................13
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sering kita mendengar tentang kata ‘Ulimul Qur’an. Apa yang disebut
‘UlumulQur’an itu?. sebelum kita membahas pengertian ‘Ulumul Qur’an kita
harus mengetahui asal-usul kata Al-Qur’an. Imam As Syafi’i berpendapat, bahwa
kata Al-Qur’an bukan merupakan kata yang mempunyai asal-usul seperti lafadh-
lafadh lainnya dalam bahasa Arab, tetapi kata yang satu ini merupakan nama
(alam asma) yang secara spesifik dianugerahkan oleh Yang Maha Pengatur
sebagai nama bagi kitab suci yang terakhir yang diturunkan kepada nabi terakhir
yang menyeru umatnya dalam kehidupan di zaman akhir demi mencapai
kebahagiaan di alam akhir sebagai tujuan terakhir.

Oleh karena itu, kami tertarik menulis makalah tentang ‘Ulumul Qur’an
ini, untuk memahami lebih dalam tentang ‘Ulumul Qur’an dan
memberitahukannya kepada masyarakat tentang ‘Ulumul Qur’an.

‫َو َيْو َم َنْبَع ُث ِف ي ُك ِّل ُأَّم ٍة َش ِه ي ًد ا َع َل ْي ِه ْم ِم ْن َأْنُف ِس ِه ْم ۖ َو ِج ْئَن ا ِب َك َش ِه ي ًد ا‬

‫َع َل ٰى َٰه ُؤ اَل ِء ۚ َو َنَّز ْل َن ا َع َل ْي َك ا ْل ِك َت ا َب ِتْبَي ا ًن ا ِلُك ِّل َش ْي ٍء َو ُه ًد ى َو َر ْح َم ًة َو ُبْش َر ٰى‬


‫ِل ِل ِم‬
‫ْل ُمْس ي َن‬

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas
mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas
seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl: 89)

B. Tujuan Pembahasan

1. Untuk Mengetahui Sejarah Pertumbuhan Ulumul Qur’an

2. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Ulumul Qur’an

1
3. Untuk Mengetahui Cabang-Cabang Ulumul Qur’an

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ulumul Qur’an

Kata ‘Uluum jamak dari kata ‘ilmu. ‘Ilmu berarti al-fahmu walidraak
(“paham dan menguasai”). Kemudian arti kata ini berubah menjadi masalah-
masalah yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah.1

Jadi; yang dimaksud dengan ‘ULUUMUL QUR’AN’ ialah yang


membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Qur’an dari segi asbaabun
nuzuul, an-Nasikh wal mansukh, al-muhkam wal mutasyaabih, al-Makki wal
Madani, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Qur’an. Terkadang ilmu
ini dinamakan juga USUULUT TAFSIIR (“dasar-dasar tafsir”), karena yang
dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang
mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur’an.

Terdapat berbagai defenisi tentang yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an


(ilmu ilmu al-qur’an). contohnya yaitu :

1. Imam Al-Zarqani dalam kitabnya manahil al-irfan fi ulum al-qur’an


merumuskan Ulumul Qur’an sebagai berikut: “Pembahasan-pembahasan masalah
yang berhubungan dengan al-qur’an, dari segi turunnya, urut-urutannya,
pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, mukjizatnya, nasikh mansukhnya,
dan bantahan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keragu-raguan terhadap
al-qur’an dan sebagainya”.

2. Imam Al-Suyuthi dalam kitab itmamu al-dirayah mengatakan, Ulumul


Qur’an adalah: “ilmu yang membahas tentang keadaan al-qur’an dari segi
turunnya, sanadnya, adabnya, makna – maknanya, baik yang berhubungan dengan
1
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), Cet. VIII, h. 277

2
lafal-lafalnya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan
sebagainya”.

B. Sejarah Pertumbuhan Ulumul Qur'an

1. Ulumul Qur'an pada masa Nabi dan Sahabat

Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sangat mengetahui makna-


makna Al-Qur'an dan ilmu-ilmunya, sebagaimana pengetahuan para ulama
sesudahnya. Hal itu disebabkan karena Rasulullah yang menerima wahyu dari sisi
Allah SWT, juga mendapatkan rahmat-Nya yang berupa jaminan dari Allah
bahwa kalian pasti bisa mengumpulkan wahyu itu ke dalam dada beliau.

Setiap Rasulullah selesai menerima wahyu ayat Al-Qur'an, beliau


menyampaikan wahyu itu kepada para sahabatnya. Rasulullah SAW menjelaskan
tafsiran-tafsiran ayat Al-Qur'an kepada mereka dengan sabda, perbuatan, dan
persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan sifat beliau. Para sahabat
dahulu tidak / belum membutuhkan pembukuan Ulumul Qur'an itu adalah karena
hal-hal sebagai berikut:

a. Mempunyai daya hafalan yang kuat


b. Mempunyai otak cerdas
c. Mempunyai daya tangkap yang sangat tajam
d. Mempunyai kemampuan bahasa yang luas terhadap segala macam
bentuk ungkapan, baik prosa, puisi, maupun sajak.
e. Kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang yang Ummi, tetapi cerdas.
f. Ketika mereka mengalami kesulitan, langsung bertanya kepada
Rasulullah SAW.
g. Waktu dulu belum ada alat-alat tulis yang memadai.
2. Perintis Dasar Ulumul Qur'an

Setelah periode pertama berlalu, datanglah masa pemerintahan kahlifah


Utsman bin Affan. Negara-negara Islam pun telah berkembang luas. Orang-orang
Arab murni telah bercampur baur dengan orang-orang asing yang tidak kenal

3
bahasa Arab. Percampuran bangsa dan akulturasi kebudayaan ini menimbulkan
kekhawatiran-kekhawatiran Karena itu, Kholifah Utsman bin Affan
memerintahkan

Kaum muslimin agar seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang telah dikumpulkan


pada masa Kholifah Abu Bakar itu dikumpulkan lagi dalam satu mushhaf,
kemudian di kenal dengan nama Mushhaf Utsman. Dengan usahanya itu, berarti
Kholifah Utsman bin Affan telah meletakkan dasar pertama, yang kita namakan
Ilmu Rasmil Qur'an atau Rasmil Utsmani.

3. Pembukuan Tafsir Al-Qur'an

Setelah dirintis dasar-dasar Ulumul Qur'an, kemudian datanglah masa


pembukuan / penulisan cabang-cabang Ulumul Qur'an. Cita-cita yang pertama
kali mereka laksanakan ialah pembukuan Tafsir Al-Qur'an. Sebab, tafsir Al-
Qur'an dianggap sebagai induk dari ilmu-ilmu Al-Qur'an yang lain.

C. Perkembangan Ulumul Qur’an

Ulumul Qur’an itu sendiri bermula dari Rasulullah SAW, tetapi saat itu
Rasulullah S.A.W tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dari dia selain
Qur’an, karena ia khawatir Qur’an akan tercampur dengan yang lain. “Muslim
meriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri, bahwa rasulullah S.A.W berkata :

“Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa yang menuliskan dari aku selain
Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku; dan itu tiada halangan
baginya. Dan barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati
tempatnya di api neraka.”

Sekalipun sesudah itu, Rasulullah S.A.W baru mengizinkan kepada


sebagian sahabat untuk menulis hadist, tetapi hal yang berhubungan dengan
Qur’an, para sahabat menulis tetap didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk
di zaman Rasulullah S.A.W., dimasa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.

4
Kemudian datang masa kekhalifahan Usman r.a dan keadaan menghendaki
untuk menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf. Dan hal itu pun terlaksana.
Mushaf itu disebut mushaf imam. Salinan salinan mushaf itu juga dikirimkan ke
beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan Rasmul ‘Usmani yaitu
dinisbahkan kepada Usman.r.a. Dan ini dianggap sebagai permulaan dari ‘Ilmu
Rasmil Qur’an.

Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abul
Aswad ad-Du’ali meletakkan kaidah kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat,
baku, dan memberikan ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga dianggap sebagai
permulaan ‘Ilmu I’rabil Qur’an.

Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan


makna-makna Qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya yang berbeda-beda dalam
memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup
bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid
mereka, yaitu para tabi’in.

Diantara para mufasir yang termasyhur dari para sahabat adalah empat
orang khalifah, kemudian Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas, Ubai bin Ka’b, Zaid bin Sabit,
Abu Musa al- Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.

Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin Mas’ud, dan Ubai bin Ka’b. Dan apa yang diriwayatkan dari mereka
tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur’an yang sempurna. Tetapi terbatas hanya
pada makna beberapa ayat dengan penafsiran tentang apa yang masih samara dan
penjelasan apa yang masih global. Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada
satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping
mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan
ayat.

Diantara murid-murid Ibn Abbas di Mekkah yang terkenal ialah Sa’id bin
jubair, Mujahid, ‘Ikrimah bekas sahaya (maula) Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-
Yamani dan ‘Ataa’ bin Abi Rabaah.

5
Dan terkenal pula diantara murid-murid Ubai bin Ka’b di medinah, Zaid bin
Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’b al-Qurazi.

Dari murid-murid Abdullah bin Mas’ud di Irak yang terkenal ‘Alqamah


bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid, ‘Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan
Qatadah bin Di’amah as-Sadusi.

Ibnu Taimiyah berkata : “Adapun mengenai Ilmu tafsir, orang yang paling
tahu adalah penduduk Mekkah, karena mereka sahabat Ibn Abbas, seperti
Mujahid, ‘Ataa’ bin Abi Rabaah, ‘Ikrimah maula Ibn Abbas dan sahabat sahabat
Ibn Abbas lainnya. Begitu juga penduduk Kufah dari sahabat Ibn Mas’ud; dan
mereka itu mempunyai kelebihan dari ahli tafsir yang lain. Ulama penduduk
Medinah dalam ilmu tafsir diantaranya adalah Zubair bin Aslam, Malik dan
anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb.

Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu Tafsir, ilmu
Gariibil Qur’an, ilmu Asbaabun Nuzuul, ilmu Makki Wal Madani, dan ilmu
Nasikh dan Mansukh. Tetapi semua itu tetap didasarkan pada riwayat dengan cara
didiktekan.

Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan (tadwiin)yang dimulai dengan
pembukuan hadist dengan segala babnya yang bermacam-macam; dan itu juga
menyangkut hal berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan
tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, dari para sahabat atau dari
para tabi’in.

Diantara mereka itu, yang terkenal adalah Yazid bin Harun as-Sulami
(wafat 117H), Syu’bah bin Hajjaj (wafat 160H), Waki’ bin Jarraah (wafat 197H),
Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 198), dan ‘Abdurrazzaq bin hammam (wafat 112H).
Mereka semua adalah para ahli hadist. Sedang tafsir yang mereka susun
merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada
yang sampai ke tangan kita.

6
Kemudian langkah mereka diikuti oleh segolongan ulama. Mereka
menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang
paling terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir at-Tabari (wafat 310H).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukilkan (dipindahkan) melalui penerimaan
(dari mulut ke mulut) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian
hadist; selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses
kelahiran at-tafsir bil ma’sur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir
ra’yi (berdasarkan penalaran).

Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai
pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan Qur’an, dan hal ini
sangat diperlukan oleh seorang mufasir.

Pada abad ketiga hijri, ada:

a. Ali bin al-Madani (wafat 234H), guru Bukhari, menyusun karangannya


mengenai asbaabun nuzuul.
b. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224H), menulis tentang Nasikh-
Mansukh dan Qira’aat.
c. Ibn Qutaibah (wafat 276H), menyusun tentang problematika Qur’an /
Musykilatul Qur’an.
d. Muhammad bin khalaf bin Marzaban (wafat 309H), menyusun al-Haawii
faa ‘Uluumil Qur’an.
e. Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat 351H), juga menulis
tentang ilmu-ilmu Qur’an.
f. Abu Bakar as-Sijistani (wafat 330H), menyusun Ghariibil Qur’an.
g. Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388H), menyusun al-Istignaa’fi
‘Uluumil Qur’an.
Setiap penulis dalam karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu
yang berhubungan dengan ilmu-ilmu Qur’an.

Sedang pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai


ilmu-ilmu Qur’an, semuanya atau sebagian besarnya dalam satu karangan, maka
Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Aziim az-Zarqaani menyebutkan didalam kitabnya

7
Manaahilul ‘Irfan fi ‘Uluumil Qur’an bahwa ia telah menemukan didalam
perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Sa’id yang
terkenal dengan al-Hufi, judulnya al-Burhaan fi ‘uluumil Qur’an yang terdiri atas
tiga puluh jilid.

Pengarang membicarakan ayat-ayat Qur’an menurut tertib mushaf. Dia


membicarakan ilmu-ilmu Qur’an yang dikandung ayat itu secara tersendiri,
masing-masing diberi judul sendiri pula, dan judul yang umum disebut dengan al-
Qaul fii Qaulihi ‘Azza wa jalla (pendapat mengenai firman Allah ‘Azza wa jalla).
Kemudian dibawah judul ini dicantumkan :

a. al-Qaul fil I’rab (pendapat mengenai morfologi)


b. al-Qaul fil ma’naa wat Tafsir (pendapat mengenai makna dan
tafsirnya)
c. al-Qaul fil waqfi wat tamaam (pendapat mengenai tanda berhenti dan
tidak)
Sedangkan Qira’at diletakkan dalam judul tersendiri pula, yang disebut al-
Qaul fil Qira’at (pendapat mengenai qira’at). Dan kadang ia berbicara tentang
hukum-hukum dalam Qur’an.

Dengan metode seperti ini, al-Hufi (wafat 330H) dianggap sebagai orang
pertama yang membukukan ‘Ulumul Qur’an/ ilmu-ilmu Qur’an. Meskipun
pembukuannya memakai cara tertentu seperti yang disebut diatas.

Kemudian karang mengarang tentang ilmu-ilmu Qur’an terus berlanjut, seperti


ada

a. Ibnul jauzi (wafat 597H), dengan menulis sebuah kitab berjudul


Funuunul Afnaan fi ‘Aja’ibi ‘Uluumil Qur’an.

b. Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794H), menulis sebuah kitab lengkap


dengan judul al-Burhaan fi ‘Uluumil Qur’an.

c. Jalaluddin al-Balqini (wafat 824H), memberikan tambahan atas kitab


al-Burhan didalam kitabnya Mawaqi’ul ‘Uluum min Mawaaqi’in Nujuum.

8
d. Jalaluddin as-Suyuti (wafat 911H), menyusun kitab yang terkenal al-
Itqaan fi Uluumil Qur’an.

Kepustakaan ilmu-ilmu Qur’an pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih


kecil daripada nasib ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang yang menghubungkan diri
dengan gerakan pemikiran islam telah mengambil langkah yang positif dalam
membahas kandungan Qur’an dengan metode baru pula, seperti:

a. Kitab I’jaazul Qur’an, yang ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi’i.


b. Kitab at-Taswiirul Fanni fil Qur’an dan Masyaahidul Qiyaamah fil Qur’an,
oleh Sayid Qutb.
c. Kitab Tarjamatul Qur’an, oleh Muhammad Mustafa al-Maragi.
d. Kitab Mas’alatu Tarjamatil Qur’an, oleh Mustafa Sabri.
e. Kitab an-Naba’ul ‘Aziim, oleh Dr. Muhammad ‘Abdullah Daraz.
f. Kitab Mukaddimah tafsir Mahaasinut Ta’wil, oleh Jamaluddin al-Qasimi.
g. Kitab at-Tibyaan fi ‘uluumil Qur’an, oleh Syaikh Tahir al-Jaza’iri.
h. Kitab Manhajul Furqaan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Muhammad ‘Ali
Salamah.
i. Kitab Manaahilul ‘irfan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Muhammad ‘Abdul ‘Azim
az- Zarqani.
j. Kitab Muzakkiraat ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Ahmad ‘Ali.
Dan akhirnya muncul Kitab Mabaahisu fi ‘Uluumil Qur’an oleh Dr. Subhi as-
Salih. Juga diikuti oleh Ustadz Ahmad Muhammad Jaml yang menulis beberapa
studi sekitar masalah “Maa’idah” dalam Qur’an.

Pembahasan-pembahasan tersebut diatas dikenal dengan sebutan


‘ULUUMUL QUR’AN, dan kata ini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi
ilmu-ilmu tersebut.

D. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an

Dari uraian diatas tersebut tergambar bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu
ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan

9
membahas al-qur’an. Subhi al-shalih lebih lanjut menjelaskan bahwa para perintis
ilmu al-qur’an adalah sebagai berikut :

1. Dari kalangan sahabat nabi


2. Dari kalangan tabi’in di madinah
3. Dari kalangan tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin)
4. Dan dari generasi-generasi setelah itu.
Para ulama mufasir dari semua kalangan dan generasi-generasi yang tercakup
dalam lingkup Uluumul Qur’an menafsirkan Qur’an selalu berpegang pada:

1. Al-Qur’anul Karim

Sebab apa yang yang dikemukakan secara global di satu tempat/ayat


dijelaskan secara terperinci ditempat/ayat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat
datang dalam bentuk mutlaq atau umum namun kemudian disusul oleh ayat lain
yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah yang dinamakan “Tafsir Qur’an
dengan Qur’an”.

2. Nabi S.A.W

Mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan Qur’an. Karena


itu wajarlah kalau para sahabat bertanya kepada beliau ketika mendapatkan
kesulitan dalam memahami sesuatu ayat. Diantara kandungan Qur’an terdapat
ayat ayat yang tidak dapat diketahui ta’wilnya kecuali melalui penjelasan
Rasulullah. misalnya rincian tentang perintah dan larangan-Nya serta ketentuan
mengenai hukum-hukum yang difardhukan-Nya.

‫َو ِإْذ َق ا َل ِع ي َس ى ا ْبُن َم ْر َيَم َي ا َبِن ي ِإْس َر ا ِئي َل ِإِّني َر ُس و ُل ال َّل ِه ِإَلْي ُك ْم ُمَص ِّد ًقا ِلَم ا‬

‫َبْي َن َي َد َّي ِم َن ال َّتْو َر ا ِة َو ُمَب ِّش ًر ا ِبَر ُس و ٍل َي ْأ ِتي ِم ْن َبْع ِد ي ا ْس ُم ُه َأْح َم ُد ۖ َفَل َّم ا‬
‫ِس‬ ‫ِت‬ ‫ِب‬
‫َج ا َء ُه ْم ا ْل َبِّيَن ا َقا ُلوا َٰه َذ ا ْح ٌر ُم ِب ي ٌن‬

10
Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan
memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku,
yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka
dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata".
(QS. As-Saff: 6)

3. Para Sahabat

Mengingat para sahabatlah yang paling dekat dan tahu dengan apa yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari
Rasulullah SAW cukup menjadi acuan dalam mengembangkan ilmu-ilmu Qur’an.
Dan yang cukup banyak menafsirkan Qur’an seperti empat orang khalifah dan
para sahabat lainnya.

4. Pemahaman dan ijtihad

Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Qur’an dan


tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari
Rasulullah, dan banyak perbedaan-perbedaan dari kalangan sahabat, maka mereka
melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini mengingat
mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab,
memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek yang ada didalamnya.

Pada masa kalangan sahabat, tidak ada sedikit pun tafsir / ilmu ilmu
tentang Qur’an yang dibukukan, sebab pembukuan baru dilakukan pada abad
kedua hijri. Masa pembukuan dimulai pada akhir dinasti Bani Umayah dan awal
dinasti Abbasiyah

11
PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa kata
Ulumul Qur’an secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua
kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata
“ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-
Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan
sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya
sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang
terkandung di dalamnya. Sedangkan secara terminologi dapat disimpulkan bahwa
ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-
Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek
pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.

Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup


pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya
dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-
ilmu bahasa Arab. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di
dalamnya.
Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang
membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an,
waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan
penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta
mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid Ramli.Drs, Ulumul Qur’an, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Al-Alwi Sayyid Muhammad Ibn Sayyid Abbas, Faidl Al-Khobir, Al-Hidayah,


Surabaya

https://catatananakdakwah.blogspot.com/2018/07/.html

https://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/

Imam Al-Suyuthi itmamu al-dirayah

Imam Al-Zarqani, manahil al-irfan fi ulum al-qur’an

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), Cet.


VIII, h. 277

Nata Abuddin, Al-Qur’an dan Hadits, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1992

13

Anda mungkin juga menyukai