Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

AL-QURAN DAN SEJARAHNYA

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an Wal Hadits

Dosen Pengampu: Yanti Numianti M.Pd

Disusun oleh:

Siti Aisyah

Sri Fitri Rohani

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSATUAN UMAT ISLAM


MAJALENGKA

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha Esa yang
telah menciptakan makhluk yang begitu sempurna yang telah memberikan akal sehingga
kami dapat menyelesaikan Makala yang berjudul “Al-quran dan sejaranya”.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen kami yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Terima kasih kepada rekan kami semua yang telah mendukung
kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami selaku penyusun makalah ini menyadari bahwa laporan makalah yang kami
buat ini masih jau dari kata sempurna baik dari segi penulisan, penataan, Bahasa maupun
susunannya. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang akan menjadikan
dorongan buat kami untuk menjadi yang lebi baik di masa yang akan datang.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk kemajuan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………...…………………i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………5
1.3 Tujuan Makalah……………………………………………………………5

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………..………6

2.1 Pengertian dan Nama-nama Al-Quran…………………………………….6

2.2 Sejarah Turunnya Al-Quran (Nuzulul Quran)……………………..………9

2.3 Hikmah Diturunkan Al-Quran Secara Gradual…………………………..11

2.4 Sejarah Pemeliharaan Dan Pemurnian Al-Quran……………………...…13

2.4.1 Al-Quran pada Masa Nabi Muhammad………………………..16

2.4.2 Al-Quran pada Masa Khulafaur-Rasyidin……………………..16

2.4.3 Al-Quran pada Masa Modern………………………..…………24

2.5 Cakupan Kandungan Al-Quran…………………………………..………26

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………29

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………29

3.2 Saran………………………………………………………………..……29

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-qur‟an adalah kalam Alloh SWT. Yang telah diwahyukan1 kepada Nabi
Muhammad SAW. Memiliki urgensi ganda dan sangat mutlak kebenarannya, yaitu
sebagai hidayah dan burhan bagi segenap manusia yang beriman di muka bumi ini
manakala mengharap rido Allah dan ampunannya.

Al-qur‟an sebagai kitab suci sangat terjaga kemurniannya dan keasliannya, baik
nash, tulisan, bacaan, maupun tingkat insfirasi yang maha tinggi. Kebenaran Al-
Qur‟an wajib kita imani dan dibuktikan dengan pengalaman yang harus didukung
oleh niat “muhlisina lahuddin”, dimana keberadaannya bukan sekedar kitab suci yang
mengandung dasar-asar hukum, berita sejarah terdahulu, peringatan, berita ghaib,
akan tetapi al-qur‟an merupakan sumber informasi saint dan teknologi yang sangat
digandrungi oleh setiap manusia dimuka bumi ini dan di dalamnya mampu menjawab
berbagai tantangan zaman dan peradaban manusia yang hidup di setiap kurunnya,
baik yang telah lalu, sekarang atu yang akan datang2 .

Betapa agungnya alqur‟an itu, sehingga memberikan keutamaan bagi siapa saja
yang membaca dan mengamalkan isi dari Al-Qur‟an tersebut.

1
Al-qur‟an surat al-baqoroh ayat 185
2
Surat yusuf ayat 111. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orangorang yang
mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang
sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

1
Berbagai keutamaan disandangnya yang diantaranya, alqur‟an menjelaskan segala
sesuatu bentuk kejadian dan kehidupan secara global (QS al-a‟rof ayat 52), Al-Quran
benar-benar dari Allah (QS Al-baqoroh ayat 23), sebagai perkataan terbaik, (QS az-
zumar ayat 23), menenangkan hati saat dibacakannya (QS arro‟du ayat 28), gunung
pun hancur jika Al-Qur‟an diturunkan diatasnya (QS alhasyr 21), sebagai obat yang
manjur (QS Al-Isra ayat 82), jalan keluar dari fitnah (QS al-An‟am ayat 157), dan
masih banyak lagi keutamaan yang dimiliki AlQur‟an3 . Sungguh begitu agung dan
begitu sempurna kitab suci Al-Qur‟an itu. Namun, jika telah masuk kedalam ranah
kehidupan manusia, seiring dengan perkembangannya, maka mulai lah muncul satu
persatu permasalahan yang salahsatunya adalah masalah bacaan. Masalah bacaan,
atau membaca, dalam ajaran Islam merupakan suatu hal yang mendapat perhatian
khusus. Hal tersebut tidak lain karena kitab suci Al-Qur‟an ditirunkan oleh Allah
kepada Nabi Muhammad sebagian besar melalui suara atau bacaan, kemudian Nabi
Muhammad menyampaikan ayat-ayat yang diterimanya itu melalui bacaan pula4.

Disamping itu pula, telah menjadi kesepakatan seluruh umat Islam bahwa
membaca Al-Qur‟an tidak dapat dengan asal baca5. Dari sekian banyak bacaan,
tentunya tidak semua riwayat bacaan itu benar dan boleh diamalkan, dalam kitabnya
syarah Al-muhazzab Imam Nawawi mengatakan bahwa Qiro‟ah yang syadz tidak
boleh dibaca baik di dalam atau diluar sholat. Seiring dengan perkembangannya,
dalam tatacara bacanya Al-Qur‟an memiliki aneka ragam bacaan, dan aneka ragam
bacaaan ini pula berkaitan dengan periwayat-periwayat bacaaan itu sendiri, yang
mana telah tersebar dan terkenal di kalangan ahli Qiro‟at. Adanya banyak sanad
periwayat bacaan al-qur‟an yang jika dilihat dari kemutawatiran perawinya
dikelasipikasikan dengan adanya Qira‟at tujuh, Qira‟at Sepuluh, dan Qira‟at empat
belas, kesemua qiro‟at itu memiliki runtutan sanad masing-masing,

Pengkelasipikasian tersebut hanya merupakan induk-induknya saja, karena


didalamnya masing-masing memiliki perawi yang berbeda, seperti Qiro‟at sab‟ah,
yang menjadi induk dalam qiro‟at tujuh ini yaitu: Imam Nafi‟, Ibnu Katsir, Abu Amr,
Ibnu Amir, „Ashim, Hamzah, dan Al-kisai‟. Semua induk Riwayat ini masing-masing
memiliki dua orang peiwayat, jadi dikatakan tujuh qiro‟at itu adalah tujuh Imam

3
Mukodimah tafshilu ayatilqur‟an F.a SUMATRA Bandung
4
Mukodima “Al-bayan” (kaida qira‟at al-asyra) nadwah press Cirebon
5
Ilmu dan seni QIro‟atil Qur‟an oleh misbahul munir, binawan semarang hal 377.

2
qiro‟at, dan jika dari setiap imam masing-masing terdapat dua orang periwayat,
berarti tujuh qiro‟at itu sama dengan empat belas macam riwayat 6 . Kemudian jika
ditinjau dari keshohihan sanadnya, Qiroa‟t terdiri dalam beberapa tingkatan yaitu:
Mutawatir7 , Masyhur8 , Ahad9 , Syaadz10 , Mudroj11, dan Maudlu12 .

Pada zaman Rasulullah, keberadaan bacaan Al-Qur‟an sudah


bermacammacam. Salahsatu penyebeb adanya macam bacaan tersebut berkaitan
dengan keberadaan orang arab yang mempunyai aneka ragam lahjah (dialek) yang
timbul dari fitrah mereka dalam langgam, suara, dan huruf. sebagaimana diterangkan
secara kompherehensip dalam kitab-kitab sastra, setiap kabilah memiliki irama
tersendiri dalam mengucapkan kata-kata yang tidak dimiliki oleh kabilah-kabilah
lain13 .

Hal ini berkaitan dengan adanya hadits-hadits Rasul yang salahsatunya hadits
riwayat Ibnu Masu‟d yang berbunyi: ‫سسه اهلل صي اهلل‬
٘ ‫قبه‬: ‫عٖٖب أ قبه‬
َ ‫سعد سض اهلل‬
٘ ٍ ‫ع اب‬
‫قبه‬: ‫ ٗصاد ٍسي‬.‫ ذ حخ اخٖ اى سبعت أحشف‬ٝ‫ ٖٗض‬ٝ ‫ ذ‬ٝ‫جبشو عي حشف فشاجعخ في أصه اسخض‬ ٝ ‫أقشأ‬: ‫عي ٗسي‬
‫ً )سٗ ا اىبخبس ٗ ٍسي‬.‫الخخيف ف حاله ٗحشا‬ٝ ‫ ٘ن ٗاحذا‬ٝ ‫(اب شبة بيغٖ أ حسيل اىسبعت ف األٍش اىز‬.

"Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam shahihnya mereka dari Ibnu
Abbas ra. Bahwasanya dia berkata :Rosulullah SAW Bersabda:" Jibril telah
membacakan Al-Qur`an dalam satu huruf, maka aku minta kepadanya untuk ditinjau
kembali, aku juga selalu meminta kepada untuk ditambah sampai tujuh huruf. Imam
Muslim menambahkan: Ibnu Syihab berkata: Telah sampai kepadaku (kabar) bahwa
tujuh itu dalam perkara yang sebenarnya satu, tidak berbeda dengan halal dan
haram."14(H R Bukhori Muslim.

6
Ibid Ilmu dan seni qiro‟atil qur‟an hal 396-401
7
Qiroa‟t yang disampaikan oleh sejumlah periwayat yang cukup banyak, sehingga tidak memungkinakan bagi
mereka untuk sepakat berdusta
8
Qiro‟at yang sanadnya shohih, tapi jumlah periwayatnya tidak sebanyak mutawatir
9
Bacaan yang memiliki sanad yang shohih, namun di dalamnya banyak menyalahi kaidah-kaidah tata bahasa
atau dengan khot usmani
10
Bacaan yang tidak memiliki sanad yang shohih disamping itu pula, menyalahi tata bahasa dank hot usmani.
11
Qiro‟at yang secara jelas dapat dikenal sebagai kalimat tambahan bagi ayat-ayat al-qur‟an yang biasanya
dipakai untuk memperjelas maksud atau penafsiran ayat.
12
Qiroa‟t yang disandarkan kepada seseorang tanpa dasan serta tidak memiliki sanad maupun rawi.
13
Manna khali al-qattan studi ilmu qur‟an litera antar nusa halim jaya cet ke 13.hal 225
14
Imam Abi Husain Muslim, Shahîh Muslim, (Bairut : Dar-Fikr, 2006), cetakan ke 1, Jilid 1, hlm. 361, dan, Abi
Abdillâh bin Muhammad bin Ismâ‟îl Bukhâri, Shahîh Bukhâri (Riyad : Darussalam, 1999), cetakan ke 2, hlm.
895 dan Jalâluddîn as-Suyuthi, Tanwîru al-Hawâlik, (Syarah al-Muatha Imam Mâlik), (Surabaya : Darul Ihya.th
), hlm. 206

3
Keberadaan hadits di atas, atau hadits-haits riwayat lain yang sejenis,
mengindikasikan bahwa maksud hadits diatas adalah adanya tujuh macam riwayat
bacaan, bahkan menurut segolongan ulama makna tujuh huruf itu adalah tujuh riwayat
bacaan15. disamping demikian macam-maacam Qira‟at di Indonesia belum begitu
bermasyarakat, maka sangat memungkinkan sekali banyak orang memahami bahwa
maksud hadits di atas adalah tujuh macam bacaan itu, karena yang baru sayup-sayup
terngiang ditelinga masyarakat awam Indonesia adalah Qira‟at Sab‟ah dengan
beredarya kaset lantunan Qori Internasional yang telah terkenal sejak tahun delapan
puluhan yaitu, H.Muammar Z.A dengan menggunakan bacaan Qiro‟at Ssab‟ah.

Namun yang menjadi latar belakang permasalahan dalam penyusunan sekripsi


ini adalah dengan dicetuskannya bahwa “Qira‟at yang paling shohih adalah Qiro‟at
Sab‟ah”, oleh Imam Ibn Mujahid dalam kitabnya as-sab‟ah, inisiatif Imam Ibnu
Mujahid16 ini sempat mendapat kecaman dari kalangan ulama ahli Qira‟at karena
akan melahirkan sebuah tendensi banyak orang memahami hadits tentang sab‟atu
ahruf (tujuh huruf) itu dimaknai dengan tujuh imam qiro‟at17. Artinya akan banyak
orang salah memaknai hadits-hadits tentang sab‟atu ahruf, yang dalam kenyataannya
yang telah terjadi di kalangan ulama pun berbeda pendapat mengenai makna Tujuh
Huruf tersebut.

15
Op cit. khalil al-qatthan,study ilmu-ilmu qur‟an hal 234
16
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin musa bin abbas bin mujahid at-tamimy al-hafidz al-ustadz Abu bakar
bin mujahid al-bagdady lahir pada tahun 245 Hijriyah di bagdad, wafat pada tahun 324 Hijriyah, (al-madkhol
wa tamhid, fii ilmi qiro‟at watajwid)
17
Qiro‟at sab‟ah adalah tujuh imam qiro‟at yang terdiri dari:

4
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas bahwa rumusan masalahnya yaitu:
1. Apa pengertian dan nama-nama al-quran?
2. Bagaimana sejarah turunnya al-quran?
3. Apa hikmah di turunkannya al-qurn secara gradual?
a. Bagaimana al-quran pada masa Nabi Muhammad?
b. Bagaimana al-quran pada masa Khulafaur-rasyidin?
c. Bagaimana al-quran pada zaman Modern?
4. Apa saja cakupan kandungan al-quran?
1.3 Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan maakalahnya yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian al-quran dan nama-nama al-quran.
2. Untuk mengetahui sejarah turunnya al-quran.
3. Untuk mengetahui hikmah di turunkannya al-quran secara gradual.
a. Untuk mengetahui al-quran pada masa nabi muhammad
b. Untuk mengetahui pada masa khulafaur-rasyidin.
c. Untuk mengetahui al-quran pada zaman modern.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Al-Quran dan Nama-nama Al-Quran

secara bahasa diambil dari kata: ‫ ا قر‬- ‫يقرا‬- ‫قراة‬- ‫ وقرانا‬yang berarti sesuatu yang
dibaca. Arti ini mempunyai makna anjuran kepada umat Islam untuk membaca Alquran.
Alquran juga bentuk mashdar dari ‫ القراة‬yang berarti menghimpun dan mengumpulkan.
Dikatakan demikian sebab seolah-olah Alquran menghimpun beberapa huruf, kata, dan
kalimat secara tertib sehingga tersusun rapi dan benar.18 Oleh karena itu Alquran harus
dibaca dengan benar sesuai sesuai dengan makhraj dan sifat-sifat hurufnya, juga
dipahami, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan apa yang dialami
masyarakat untuk menghidupkan Alquran baik secara teks, lisan ataupun budaya.

Menurut M. Quraish Shihab, Alquran secara harfiyah berarti bacaan yang sempurna.
Ia merupakan suatu nama pilihan Allah yang tepat, karena tiada suatu bacaanpun sejak
manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Alquran,
bacaan sempurna lagi mulia.19

Dan juga Alquran mempunyai arti menumpulkan dan menghimpun qira’ah berarti
menghimpun huruf-huruf dan katakata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang
tersusun rapih. Quran pada mulanya seperti qira’ah, yaitu mashdar dari kata qara’a,
qira’atan, qur’anan.20

Allah berfirman: ٩ َ‫انَّا نَحۡ ن ن ََّز ۡلنَا الذ ۡك َر َوانَّا لَهٗ لَحٰ ـفظ ۡون‬

Artinya: “Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Qur’an, dan pasti Kami pula
yang memeliharanya.” (Al-Hijr/15:9).21

Sedangkan menurut istilah Alquran menurut istilah adalah firman Allah SWT. Yang
disampaikan oleh Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah SWT. Kepada Nabi
Muhammad SAW, dan yang diterima oleh umat Islam dari generasi ke generasi tanpa

18
Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), p.17
19
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), p.3
20
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2015),p. 15
21
4Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media),...p. 262

6
ada perubahan.22 Menurut Andi Rosa Alquran merupakan qodim pada makna-makna
yang bersifat doktrin dan makna universalnya saja, juga tetap menilai qodim pada
lafalnya. Dengan demikian Alquran dinyatakan bahwasannya bersifat kalam nafsi berada
di Baitul Izzah (al-sama’ al-duniya), dan itu semuanya bermuatan makna muhkamat yang
menjadi rujukan atau tempat kembalinya ayat-ayat mutasyabihat, sedangkan Alquran
diturunkan ke bumi dan diterima oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir,
merupakan kalam lafdzi yang bermuatan kalam nafsi, karena tidak mengandung ayat
mutasyabihat, tetapi juga ayat atau maknamaknanya bersifat muhkamat.23

Sementara menurut para ahli ushul fiqh Alquran secara istilah adalah: Artinya:
“Alquran adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat (sesuatu yang luar biasa yang
melemahkan lawan), diturunkan kepada penutup para Nabi dan Rosul (yaitu Nabi
Muhammad SAW), melalui Malaikat Jibril, tertulis pada mushaf, diriwayatkan kepada
kita secara mutawatir, membacanya dinilai ibadah, dimulai dari surah Al-Fatihah dan
diakhiri dengan surah An-Nas”.24 Berdasarkan definisi di atas, maka setidaknya ada lima
faktor penting yang menjadi faktor karakteristik Alquran, yaitu:

1. Alquran adalah firman atau kalam Allah SWT, bukan perkataan mMalaikat Jibril
(dia hanya penyampai wahyu dari Allah), bukan sabda Nabi Muhammad SAW.
(beliau hanya penerima wahyu Alquran dari Allah), dan bukan perkataan manusia
biasa, mereka hanya berkewajiban mengamalkannya.
2. Alquran hanya diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak diberikan kepada
Nabi-nabi sebelumnya. Kitab suci yang diberikan kepada para nabi sebelumnya
bukan bernama Alquran tapi memiliki nama lain; Zabur adalah nama kitab yang
diberikan kepada Nabi Daud, Taurat diberikan kepada Nabi Musa, dan Injil adalah
kitab yang diberikan kepada Nabi Isa as.
3. Alquran adalah mukjizat, maka dalam sepanjang sejarah umat manusia sejak
awal turunnya sampai sekarang dan mendatang tidak seorangpun yang mampu
menandingi Alquran, baik secara individual maupun kolektif, sekalipun mereka
ahli sastra bahasa dan sependek-pendeknya surat atau ayat.
4. Diriwayatkan secara mutawatir artinya Alquran diterima dan diriwayatkan oleh
banyak orang yang secara logika mereka mustahil untuk berdusta, periwayatan
itu dilakukan dari masa ke masa secara berturut-turut sampai kepada kita.
22
Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),...p.18
23
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer, (Banten: Depdikbud Banten Press, 2015),
24
Muhammad Ali al-Subhani, al-Tibyan Fi Ulum Quran, (Bairut: Dar alIrsyad, 1970), p. 10

7
5. Membaca Alquran dicatat sebagai amal ibadah. Di antara sekian banyak bacaan,
hanya membaca Alquran saja yang di anggap ibadah, sekalipun membaca tidak
tahu maknanya, apalagi jika ia mengetahui makna ayat atau surat yang dibaca dan
mampu mengamalkannya. Adapun bacaam-bacaan lain tidak dinilai ibadah
kecuali disertai niat yang baik seperti mencari Ilmu.25 Jadi, pahala yang diperoleh
pembaca selain Alquran adalah pahala mencari Ilmu, bukan substansi bacaan
sebagaimana dalam Alquran.

Al-quran mempunyai banyak nama yang kesemuanya menunjukan ketinggian peran


dan kedudukannya. Dengan kata lain, Alquran merupakan kitab samawi yang paling mulia.
Di antara nama-nama Alquran adalah: al-Furqan, at-Tanzil, adz-Dzikr, al-Kitab. Selain itu,
alquran juga memiliki beberapa sifat yang mulia seperti, nur, hudan, rahmah, syifa, mau’izah,
aziz, mubarak, basyir, nadzir, dan semacamnya.26

1. Dinamakan Alquran sebagaimana QS. Al-Isra [17]: (9)


ّٰ ‫ى ا َ ۡق َوم َو يبَشر ۡالم ۡؤمن ۡينَ الَّذ ۡينَ يَعۡ َمل ۡونَ ال‬
٩ ‫صلحٰ ت ا َ َّن لَه ۡم اَ ۡج ًرا كَب ۡي ًرا‬ ۡ
َ ‫ا َّن ٰهذَا الق ۡر ٰانَ يَهۡ د ۡى للَّت ۡى ه‬
Artinya: “Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih
Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan
amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” QS. Al-Isra [17]: (9) 27
2. Dinamakan Al-Furqon sebagaimana QS Al-Furqon [25]: (1)
١ ‫ع ۡبده ل َيك ۡونَ ل ۡل ٰعلَم ۡينَ نَذ ۡي َرا‬ َ َ‫ـركَ الَّذ ۡى ن ََّز َل ۡالـف ۡرقَان‬
َ ‫ع ٰلى‬ َ ‫ت َٰب‬
Artinya: “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada
hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”. QS Al-
Furqon [25]: (1)28
3. Dinamakan At-Tanzil sebagaimana QS. Asy-Syua’ra [26] : (192-193)
ُّ ‫ نَزَ َل به‬١٩٢ َ‫َوانَّهٗ لَـت َۡنز ۡيل َرب ۡال ٰعلَم ۡين‬
َ ۡ ‫الر ۡوح‬
١٩٣ ‫اۡلم ۡين‬
Artinya: “dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan
semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril)”. QS. Asy-Syua’ra [26]
: (192-193)29
4. Dinamakan Adz-Dzikr sebagaimana QS. Al-Hijr [15]: (9)
َ ُ َ َ َّ ۡ ِّ َ ۡ َ َ َّ
٩ ‫ِانا ن ۡحن ن َّزلنا الذك َر َوِانا له ل ٰح ِـفظ ۡون‬

25
Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),...p.18-19
26
Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),...p. 20
27
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media),...p.283
28
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media),...p. 359
29
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media),...p.375

8
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya”. QS. Al-Hijr [15]: (9)30
5. Dinamakan al-Kitab sebagaimana QS. Ad-Dukhan [44] (1-3)
َ ‫انَّا ا َ ۡنزَ ۡل ٰنه ف ۡى لَ ۡيلَ ٍة ُّم ٰب‬٢ ٖۛ ‫ َو ۡالك ٰتب ۡالمب ۡين‬١ ٖۛ ‫حٰ م‬
٣ َ‫ـر َك ٍة انَّا كنَّا م ۡنذر ۡين‬
Artinya: “ Haa miim, demi kitab (Al Quran) yang menjelaskan” QS. AdDukhan [44]
(1-3).31

2.2 Sejarah Turunnya Al-Quran (Nuzulul Quran)

Allah SWT menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW untuk


membimbing umat manusia. Turunnya Al-Quran merupakan peristiwa besar yang
sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan bumi.

Dilansir dari buku Pengantar Studi Ilmu Al-Quran oleh Syaikh Manna Al-Qaththan,
turunnya Al-Quran merupakan pemberitahuan kepada alam samawi yang dihuni malaikat
tentang kemuliaan umat Nabi Muhammad. Umat ini telah dimuliakan oleh Allah dengan
risalah barunya agar menjadi umat paling baik di antara manusia.

Peristiwa turunnya Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW dikenal dengan istilah
Nuzulul Quran. Nuzulul Quran merupakan peringatan turunnya Al-Quran Pertama kali
dari Lauhul Mahfuz pada malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan.

Secara bahasa, Nuzulul memiliki arti sebagai menurunkan sesuatu dari tempat yang
tinggi ke tempat yang rendah dan Al-Quran yang berarti kitab suci bagi umat Islam.
Maka, Nuzulul Quran bisa didefinisikan sebagai peristiwa turunnya Al-Quran dari
tempat yang tinggi ke muka bumi.

Ayat Al-Quran yang pertama kali turun adalah surat Al-Alaq ayat 1-5. Al-Quran
pertama kali turun untuk Nabi Muhammad yaitu di Gua Hira, pada tanggal 17 Ramadhan
tahun 610 sehingga tanggal 17 Ramadhan diperingati sebagai Nuzulul Quran hingga saat
ini.

30
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media),...p.262
31
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media),...p. 499

9
Turunnya ayat ini sekaligus menjadi awal dari kenabian Muhammad SAW. Turunnya
Al-Quran juga menjadi awal perjuangan untuk menyebarkan ajaran agama Islam.

Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT pada malam Lailatul Qadar dari Lauh Mahfuz
ke langit dunia. Syekh Manna' Al Qaththan dalam Mabahits fi Ulumil Qur'an
mengatakan bahwa turunnya Al-Quran merupakan pemberitahuan untuk alam samawi
yang dihuni malaikat tentang kemuliaan yang dimiliki oleh umat Muhammad dan Al-
Quran turun sebagai risalah baru agar menjadi umat yang paling baik.

Allah SWT menurunkan kitab Al-Quran kepada Nabi Muhammad melalui perantara
Malaikat Jibril secara bertahap. Al-Quran diturunkan secara bertahap selama kurang
lebih 23 tahun kepada Muhammad untuk menjadi pedoman dalam kehidupan.

Sejarah turunnya Al-Quran dimulai ketika Nabi Muhammad SAW berusia 40 tahun
pada 610 Masehi. Pada saat itu, Nabi Muhammad berada di Gua Hira lelu didatangi oleh
Malaikat Jibril yang memberikan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad. Ayat yang
pertama kali diturunkan adalah surat Al-Alaq ayat 1-5. Peristiwa ini sekaligus menjadi
pertanda dimulainya kenabian Muhammad.

Setelah itu, Al-Quran turun secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun. Turunnya
ayat Al-Quran menyesuaikan dengan permasalahan sosial, krisis moral, keagamaan yang
sedang terjadi. Sejarah turunnya Al-Quran juga terbagi ke dalam dua periode, yaitu
periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah disebut dengan ayat Makkiyah,
sementara periode Madinah disebut dengan ayat Madaniyah. Dalam periode Mekkah,
ayat yang turun berisi ajaran tentang akidah dan ajaran-ajaran tauhid. Periode Mekkah
menurunkan 86 surat yang diturunkan dalam jangka waktu 12 tahun 5 bulan.

Dalam periode Madinah, ayat yang turun umumnya berkaitan dengan hubungan
manusia sebagai makhluk sosial, aturan-aturan dalam kehidupan Islam, serta hukum
Islam. Periode ini dimulai setelah hijrahnya Rasul ke Madinah. Periode Madinah
menurunkan 28 surat dalam jangka waktu sembilan tahun sembilan bulan. Ayat yang
terakhir diturunkan kepada Rasulullah adalah Surat Al-Maida ayat 5. Nah, itulah dia
penjelasan mengenai sejarah turunnya Al-Quran yang berperan sebagai pedoman hidup
umat Islam. Sebagai umat Islam, tentunya kita perlu mengamalkan isi Al-Quran dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan mengumumkan kepada penguhuni alam

10
samawi bahwa kitab Al-Quran ini merupakan kitab yang terakhir dari kitab-kitab yang
diturunkan dan disampaikan kepada rasul terakhir untuk umat yang paling mulia.

2.3 Hikmah Di turunkannya Al-Quran Secara Gradual

Menurut menurut kitab at-Tibyan fi Adab Hamalatil Quran karya an-Nawawi


menjelaskan beberapa hikmah tentang diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap.

1. Menguatkan Hati Nabi Muhammad SAW dalam Menyampaikan Dakwah

Pada saat Nabi Muhammad dan para sahabat berdakwah era Makkiyah
kerapkali mendapatkan banyak penentang, dijauhi bahkan dicemooh dan disiksa.
Sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah yang artinya: “Berkatalah orang-orang
yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”;
demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya
secara tartil (teratur dan benar).”(QS. al-Furqan :32) Selain itu, dukungan agar
semakin kukuh dan kuat atas kedzoliman orang kafir, Allah mencoba menenangkan
hati Nabi Muhammad SAW dengan turunnya Surat Al-An’am ayat 34 yang artinya:
“Dan sesungguhnya rasul-rasul sebelum engkau pun telah didustakan, tetapi mereka
sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka,
sampai datang pertolongan Kami kepada mereka.” (QS. Al-An’am: 34)

2. Menantang Orang-orang Kafir yang Mendustakan Al-Qur’an

Pada dasarnya tujuan kaum musyrik ingin sekali melemahkan Nabi Muhammad
SAW dalam dorongan berdakwah, sehingga berbagai cara akan dilakukan oleh kaum
Kafir. Seperti memberikan pertanyaan-pertanyaan sulit dan tidak masuk akal, seperti
hari kiamat yang dilontarkan orang-orang musyrik dengan tujuan melemahkan Nabi
Muhammad SAW.

Maka turunnya wahyu yang secara berangsur-angsur itu tidak saja menjawab
pertanyaan itu, namun bisa juga menantang mereka untuk membuat sesuatu yang
serupa dengan Al-Qur-an. Kemudian ketika mereka tidak mampu memenuhi
tantangan itu, maka hal itu sekaligus merupakan salah satu mu`jizat Al-Qur-an yang
datang dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

11
3. Menyesuaikan dengan Peristiwa-peristiwa dalam Penetapan Hukum

Al-Qur’an diturunkan mengikuti setiap kejadian dan melakukan pentahapan


dalam penetapan aqidah yang benar, hukum-hukum syari`at, dan akhlak
mulia.Misalnya, dalam menentukan ke haraman khamar, ia tidak diharamkan secara
mutlak namun melalui penahapan.

Pertama, Al Quran menyebut mudharatnya lebih besar dari manfaatnya, dalam


Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 219 menjelaskan:“Mereka bertanya kepadamu
tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.
Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang
lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir.” (QS. 2 : 219)

Kedua, Alquran melarang orang yang mabuk karena khamr dari salat, tercantum
dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 43 yang artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu
mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam
keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah
kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. 4 : 43)

Ketiga, baru diharamkan secara tegas dalam Surat al-Maidah Ayat 90-91 yang
artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
(QS. 5 : 90-91)

4. Memperkuat Bukti dan Keyakinan Bahwa Al-Qur’an Adalah Benar Dari Allah SWT

Walaupun Al-Qur-an turun secara berangsur-angsur dalam tempo 22 tahun 2


bulan 22 hari dan dengan banyak sekali perselisihan serta ujian dari kaum kafir atau
musyrik. Akan tetapi secara keseluruhan terdapat keserasian di antara satu bagian al-

12
Qur-an dengan bagian lainnya. Hal ini tentunya hanya dapat dilakukan Allah yang
Maha Bijaksana.

5. Mempermudah dalam Menghafal Serta Memahami Al-Qur’an

Dengan Al-Qur’an diturunkan secara bertahap, tentu hal ini akan mempermudah
umat muslim dalam membaca serta menghafal tulisan. Karena tidak semua
masyarakat Arab saat itu pandai membaca dan menulis, sehingga pengetahuan
mereka adalah daya hafalan dan ingatan. Pada saat itu Nabi Muhammad SAW
memberi petunjuk kepada para sahabatnya untuk mempelajari dan menghafalkan
setiap ayat-ayat Al-Qur’an yang turun agar tidak ada yang terlewatkan

Terlebih, ketika ayat itu turun dengan latar belakang peristiwa tertentu atau yang
biasa disebut Asbabun Nuzul, maka semakin kuatlah pemahaman dan ingatan para
sahabat.

Itulah sebabnya kenapa Dompet Dhuafa sebagai lembaga Filantropi gencar


menciptakan generasi penerus penghafal Al-Qur’an atau Hafiz karena generasi yang
Qurani saat ini semakin jarang ditemukan. Sudah sepatutnya sebagai umat beragama
dan beriman kita turut berkontribusi, seperti membantu dalam pengadaan Al-Qur’an
yang layak untuk para calon Hafiz di Indonesia, khususnya di wilayah pelosok-
pelosok yang serba terbatas dari jangkauan.

2.4. Sejarah Pemeliharaan dan Pemurnian Al-quran

1. Al-quran Pada Masa Nabi Muhammad SAW

Pemeliharaan Al-Quran pada masa nabi Muhammad saw dilakukan dengan dua
cara utama, yaitu: menyimpannya ke dalam “dada manusia” atau menghafalnya; dan
merekamnya secara tertulis di atas berbagai jenis bahan untuk menulis, seperti pelepah
kurma dan kulit hewan. Jadi, ketika para sarjana muslim berbicara mengenai jam’ul
Qur’an pada masa nabi, maka yang dimaksud adalah pengumpulan wahyu Al-
Quran melalui dua cara tersebut.

Pada mulanya, bagian-bagian Al-Quran yang diwahyukan kepada nabi Muhammad


saw dipelihara dalam ingatan beliau dan para sahabat. Setelah itu, setiap pengikut nabi

13
secara massif menghafalkan Al-Quran. Tradisi hafalan yang kuat di kalangan
masyarakat Arab turut membantu proses pemeliharaan Al-Quran pada masa nabi ini.

Nabi saw juga memotivasi pengikutnya untuk menghafal Al-Quran. Terdapat


Sejumlah hadis menjelaskan berbagai upaya Nabi dalam merangsang penghafalan
wahyu-wahyu yang telah diterimanya. Salah satu di antaranya adalah hadis yang
diriwayatkan oleh Utsman bin Affan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Yang terbaik
di antara kamu adalah mereka yang mempelajari al-Quran dan kemudian
mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Dalam proses pemeliharaan Al-Quran pada masa nabi Muhammad saw, ada
beberapa sahabat yang terkenal sebagai huffzahul Qur’an, yakni: Ubay bin Ka‘ab (w.
642 M), Mu‘adz bin Jabal (w. 639 M), Zaid bin Tsabit, dan Abu Zaid al-Anshari (w.
15H) Ali bin Abi Thalib, Sa‘d bin Ubaid (w.637 M), Abu al-Darda (w.652 M), dan
Ubaid bin Mu‘awiyah. Utsman bin Affan, Tamim al-Dari (w. 660 M), Abdullah bin
Mas‘ud (w. 625 M), Salim bin Ma‘qil (w. 633 M), Ubadah bin Shamit, Abu Ayyub (w.
672 M), dan Mujammi‘ bin Jariyah.

Tulisan Sebagai Mnemonic Bagi Penghafal Al-Quran

Jika kita menengok sejarah pemeliharaan Al-Quran pada masa nabi Muhammad
saw, maka dapat ditemukan adanya upaya penulisan Al-Quran. Hanya saja, perekaman
Al-Quran dalam bentuk tulisan selalu dipandang sebagai alat bantu untuk mengingat,
bukan tujuan utama (Mnemonic). Jadi – sebelum ditulis – setiap unit-unit wahyu Al-
Quran telah tersimpan seluruhnya dalam ingatan para sahabat.

Riwayat paling awal tentang pengumpulan wahyu Al-Quran melalui tulisan pada
masa nabi saw bisa ditemukan dalam kisah keislaman Umar bin Khaththab, yakni empat
tahun menjelang hijrahnya nabi ke Madinah. Dalam riwayat tersebut diterangkan bahwa
beberapa muslim membaca surah Taha melalui perantara shahifah (lembaran). Bahkan
keislaman Umar terjadi setelah ia membaca shahifah ini.

14
Dari kisah tersebut dapat dipahami bahwa sejak awal Islam di Mekah, telah ada
usaha serius untuk menulis Al-Quran. Kesimpulan semacam ini mendapat justifikasi dari
al-Quran sendiri. Nama-nama yang digunakan untuk merujuk pesan Ilahi yang dibawa
Muhammad, seperti Al-Quran, al-kitab atau wahy, secara tersamar mengungkapkan
suatu gambaran latar belakang tertulis.

Salah satu ayat Al-Quran yang turun pada periode Mekah juga telah menyiratkan
perekaman wahyu-wahyu yang diterima Nabi secara tertulis, yakni surah al-Ankabut
[29] ayat 48: “Dan engkau (Muhammad) tidak pernah membaca sesuatu kitab sebelum
(Al-Quran) dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu;
sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis), niscaya ragu orang-orang yang
mengingkarinya.”

Setelah hijrah ke Madinah, Nabi mempekerjakan sejumlah sekretaris untuk


menuliskan wahyu (kuttab al-wahy). Di antara para sahabat yang biasa menuliskan
wahyu adalah empat khalifah pertama, Mu‘awiyah (w. 680), Ubay bin Ka‘ab, Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Mas‘ud, Abu Musa al-Asy‘ari (w. 664), dan lain-lain. Syaikh Abu
Abdullah az-Zanjani, salah satu sarjana Syi‘ah terkemuka abad ke-20, bahkan menyebut
34 nama sahabat Nabi yang ditugaskan mencatat wahyu.

Para sekretaris itu bertanggung jawab dalam penulisan Al-Quran secara langsung
kepada nabi. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Nabi saw menitahkan para
sekretarisnya menempatkan bagian Al-Quran yang baru diwahyukan pada posisi tertentu
dalam rangkaian wahyu terdahulu atau surah tertentu, sehingga susunan mushaf Al-
Quran dianggap tauqifi atau berdasarkan petunjuk langsung nabi.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Utsman ibn Affan bahwa apabila diturunkan
kepada Nabi suatu wahyu, ia memanggil sekretaris untuk menuliskannya, kemudian
bersabda “Letakkanlah ayat ini dalam surat yang menyebutkan begini atau begitu.”

15
Imam al-Suyuthi juga mengungkapkan suatu riwayat dari Zaid: “Kami biasa
menyusun Al-Quran dari catatan-catatan kecil dengan disaksikan Rasulullah.” Banyak
riwayat jenis ini yang bisa ditemukan dalam kitab-kitab hadis. Riwayat-riwayat semacam
itu pada dasarnya menunjukkan bahwa penggabungan unit-unit wahyu atau
penempatannya ke dalam bagian surah-surah Al-Quran dilakukan atas petunjuk Nabi
Muhammad saw.

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa pengumpulan wahyu Al-Quran melalui


tulisan telah dilakukan pada masa nabi saw. Bahkan, dalam kasus wahyu-
wahyu Madaniyah yang memuat ketentuan-ketentuan hukum, pasti merupakan suatu
kebutuhan yang mendesak untuk segera merekamnya secara tertulis. Hanya saja ketika
nabi wafat, Al-Quran belum dikumpulkan ke dalam suatu mushaf tunggal.

Dari penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pemeliharaan Al-Quran


pada masa nabi Muhammad saw dilakukan dengan dua cara, yakni pengumpulan wahyu
Al-Quran melalui hafalan dan pengumpulan wahyu Al-Quran melalui tulisan. Dua cara
ini saling menguatkan antara satu sama lain dalam rangka menjaga otentisitas dan
kesinambungan Al-Quran di dunia.

2.4.2 Al-Quran pada Masa Khulafaur-rasyidin

A. Pemeliharaan Al-Qur’an di Masa Abu Bakar RA


Ketika Rasulullah SAW meninggal, Al-Qur’an belum dihimpun di dalam satu
mushaf karena masih menunggu kemungkinan adanya penghabisan sebagian hukum
dan tilawahnya. Ketika penurunan wahyu sudah terputus dengan meninggalnya
Rasulullah maka Allah mengilhamkan kepada para khalifah yang terpimpin melakukan
penghimpunan Al-Qur’an. Saat itu kondisi yang ada Al-Qur’an hanya dihapal oleh para
sahabat dan orang-orang yang terpilih, maka sesuai dengan janji Allah SWT yang akan
menjamin keterpeliharaannya bagi ummat ini.

Pada hakekatnya Al Quran juga telah dihimpun pada masa Rasulullah SAW atas
petunjuk Jibril kepadanya, kemudian yang kedua masa Abu Bakar al-Shiddiq dan
16
ketiganya pada masa Usman bin Affan dengan penerbitan surat-suratnya.
Pada masa Rasulullah SAW terdapat beberapa sahabat yang bertugas sebagai penulis
wahyu. Apabila diturunkan ayat-ayat Al-Qur’an, Nabi memanggil mereka agar
menulisnya diatas sarana penulisan yang ada pada waktu; satu nashkah untuk disimpan
di tempat Nabi SAW dan yang lainnya untuk penulis itu sendiri. Pada waktu Nabi
SAW meninggal, lembaran-lembaran tulisan itu dan yang lainnya berada pada istri-istri
beliau .

Diceritakan bahwa Bukhari meriwayatkan di dalam shahihnya dari Zaid bin Tsabit
, ia berkata : “Abu Bakar ra memintaku datang berkenan dengan kematian para sahabat
di peristiwa Yamamah , pada saat itu Umar ra berada di sisinya, lalu Abu Bakar
berkata: “Sesungguhnya Umar ra datang kepadaku mengatakan bahwa para penghapal
Al-Qur’an banyak terbunuh di peristiwa Yamamah dan sesungguhnya aku khawatir
akan terbunuhnya para penghapal Al-Qur’an (yang masih ada ini) di berbagai tempat
lalu dengan itu banyak bagian Al-Qur’an yang hilang; karena itu aku mengusulkan agar
kamu memerintahkan penghimpunan Al-Qur’an. Kemudian aku berkata pada Umar:
“Bagaimana kita akan melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi
SAW?.

Lalu Umar berkata: “demi Allah, ini adalah kebaikan”. Maka Umar pun terus
mendesakku sehingga Allah SWT melapangkan dadaku untuk itu dan aku (sekarang)
sependapat dengan Umar.

Zaid berkata bahwa, “Abu Bakar berkata: Sesungguhnya kamu adalah pemuda
yang bijaksana, kami tidak menyangsikanmu, karena kamu pernah menjadi penulis
wahyu bagi Nabi SAW maka periksalah Al-Qur’an dan himpunlah”. Demi Allah
seandainya mereka menugasiku untuk memindahkan salah satu gunung, sungguh itu
tidaklah lebih berat bagiku ketimbang apa yang ia perintahkan kepadaku yaitu
menghimpun Al-quran.

17
Jati diri Zaid bin Tsabit sendiri begitu istimewa sehingga tak heran Abu Bakar dan
Umar diberikan kelapangan dada untuk memberikan tugas tersebut pada Zaid bin
Tsabit, yang mana sebagai pengumpul dan pengawas komisi ini Zaid bin Tsabit
dibantu Umar sebagai sahibul fikrah yakni pembantu khusus. Beberapa keistimewaan
tersebut diantaranya adalah:

1) Berusia muda, saat itu usianya di awal 20-an (secara fisik & psikis kondisi
prima).
2) Akhlak yang tak pernah tercemar, ini terlihat dari pengakuan Abu Bakar yang
mengatakan bahwa, “Kami tidak pernah memiliki prasangka negatif terhadap
anda.”
3) Kedekatannya dengan Rasulullah SAW, karena semasa hidup nabi, zaid
berdekatan dengan beliau.

4) Pengalamannya di masa Rasulullah SAW masih hidup sebagai penulis wahyu


dan dalam satu kondisi tertentu pernah Zaid berada di antara beberapa sahabat
yang sempat mendengar bacaan Al-Qur’an malaikat Jibril Bersama Rasulalloh
SAW di bulan Ramadhan.

5) Kecerdasan yang dimilikinya menunjukkan bahwa tidak hanya karena


memiliki vitalitas dan energi namun kompetensinya dalam kecerdasan spiritual
dan intelektual.

Di sebutkan Abu Bakar RA mengatakan pada Zaid, “Duduklah di depan pintu


gerbang Masjid Nabawi jika ada orang membawa (memberi tahu) anda tentang sepotong
ayat dari Kitab Allah SWT dengan kesaksian 2 orang maka tulislah. Hal ini bermakna
bahwa kesaksian 2 orang saksi erat hubungannya dengan hafalan yang diperkuat dengan
bukti tertulis dimana Qur’an diwahyukan. Bukan itu saja 2 orang sahabat tersebut juga
menyaksikan bahwa orang yang menerima ayat tersebut seperti yang diperdengarkan
Rasulullah SAW. Tujuannya adalah agar menerima sesuatu yang telah ditulis di hadapan
Nabi bukan hanya berdasarkan hafalan semata-mata.

18
Ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis di hadapan Nabi Muhammad SAW dan yang disimpan

dirumahnya.

2) Ayat-ayat yang dihafal oleh para sahabat yang hapal Al-Qur’an

Buah hasil kerja Zaid sangat teliti dan hati-hati sehingga memiliki akurasi yang sangat tinggi

Waktu pengumpulan Zaid terhadap Al-Qur’an sendiri sekitar 1 tahun, ini dikarenakan
dalam mengerjakannya Zaid sangat hati-hati sekalipun ia seorang pencatat wahyu yang
utama dan hafal seluruh Al-Qur’an. Dalam melakukan pekerjaannya ini Zaid
berpegangan pada:

1) Hal ini di karenakan.:

1) Menulis hanya ayat Al-Qur’an yang telah disepakati mutawatir riwayatnya


2) Mencakup semua ayat Al-Qur’an yang tidak mansukh at-tilawah
3) Susunan ayatnya seperti yang dapat kit abaca pada ayat-ayat yang tersusun dalam
Al-Qur’an sekarang ini
4) Tulisannya mencakup al-ahruf al-sab’ah sebagaimana Al-Qur’an itu diturunkan
5) Membuang segala tulisan yang tidak termasuk bagian dari Al-Qur’an.
Senada dengan itu, Az-zargani menyebut bahwa ciri-ciri penulisan Al-quran pada
masa khalifah abu bakar ini adalah:

1) Seluruh ayat Al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf berdasarkan
penelitian yang cermat dan seksama
2) Tidak termasuk di dalamnya ayat-ayat Al-Qur’an yang telah mansukh atau di
Nasakh bacaannya
3) Seluruh ayat Al-Qur’an yang ditulis di dalamnya telah diakui kemutawatirannya.
Kekhusususan hasil kerja Zaid sendiri membedakan dengan catatan para sahabat yang
menjadi dokumentasi pribadi. Catatan mereka yang masih mencakup ayat-ayat yang
mansukh at-tilawah, ayat-ayat yang termasuk kategori riwayat al-ahad, catatan doa
dan tulisan yang diklasifikasikan sebagai sebagai tafsir dan takwil.

Maka sebagaimana Allah telah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar sebelumnya
dan akhirnya Allah pulalah yang melapangkan dadaku maka aku periksa Al Qur’am
dan aku menghimpunnya dari pelepah kurma, batu-batu tulis dan dada-dada para

19
sahabat sehingga aku mendapati akhir surat At-Taubah pada Abu Khuzaimah al-
Anshari ; aku tidak mendapatkannya pada sahabat lainnya , yaitu ayat laqad ja’akum
rasulu(n)….. sampai akhirAt-Taubah. Maka mushaf-mushaf itu disimpan oleh Abu
Bakar sampai ia meninggal kemudian disimpan oleh Umar sampai ia meninggal dan
selanjutnya disimpan oleh Hafsah binti Umar.

B. Pemeliharaan Al-Qur’an dari Masa Usman bin Affan r.a Hingga Sekarang
Pada masa khalifahan Usman bin Affan ra umat Islam mulai menyebarkan jihad Islam ke
arah utara sampai Azerbaijan dan Armenia. Berasal dari suku kabilah dan provinsi yang
beragama sejak awal pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan. Nabi Muhammad
SAW sendiri memang telah mengajarkan membaca Al-Qur’an berdasarkan dialek mereka
masing-masing lantaran dirasa sulit untuk meninggalkan dialek mereka secara spontan.
Namun kemudian adanya perbedaan dalam penyebutan atau membaca Al-Qur’an yang
kemudian menimbulkan kerancuan dan perselisihan dalam masyarakat.

Bukhari meriwayatkan dari Anash bahwa Hudzaifah bin al-Yaman pernah datang
kepada Usman , waktu itu Hudzaifah memimpin penduduk Syam dan Iraq dalam
menaklukkan Armenia dan Azarbaijan, maka ia terkejut oleh perselisihan mereka (antara
penduduk Syam dan Iraq) dalama qira’ah 135, lalu ia berkata pada Usman, “Selamatkanlah
umat ini sebelum mereka berselisih sebagaimana perselisihan orang-orang Yahudi dan
Nashrani”.

Maka Usman meminta pada Hafsah agar meminjamkan mushaf-nya untuk ditranskrip
dalam beberapa mushaf kemudian Usman meminta pada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin al-
Zubair , Sa’d bin Abi Waqqash dan Abdul Rahman bin al-Harits bin Hisyam lalu mereka
pun menterjemahkan kepada beberapa mushaf . Usman berkata kepada kepada 3 tokoh
Quraisy tersebut, “Apabila kalian bertiga berselisih dengan Zaid tentang sesuatu dari Al-
Qur’an maka tulislah ia dengan bahasa Quraisy karena ia diturunkan dengan bahasa
mereka”.

Pesan ini mereka lakukan dengan baik. Kemudian setelah penulisan beberapa mushaf
tersebut maka dikirimkan setiap mushaf ke berbagai pusat Islam, masing-masing salinan Al-
Qur’an ini disediakan sebagai otoritas rujukan bagi masyarakat yang dari situ mereka
membuat lagi salinannya dan kepadanya mereka merujukkan bila muncul perbedaan

20
pembacaan mushaf antar kota. Adapun mushaf di Madinah sebagai mushaf al-Iman yang
menjadi rujukan terakhir umat Islam. Ide tentang penyeragaman bacaan Al-Qur’an sendiri
digulirkan sahabat Huzaifah bin al Yaman. Kesaksian Huzaifah tentang perselisihan umat
Islam disebabkan perbedaan bacaan ditanggapi oleh Usman dengan positif. Ia menyadari
bahwa perbedaan bacaan ini muncul lantaran adanya perbedaan bacaan para guru yang
mengajarinya berpangkal pada beberapa alternatif yang dimunculkan oleh sab’atu ahruf.
Dalam kaitan ini seperti yang dikutip Sirojuddin dalam Nur Faizah berkata bahwa Usman
tidak bermaksud seperti maksud Abu bakar dalam mengumpulkan Al-Qur’an namun hanya
ingin menyatukan versi qira’at umat Islam ke dalam Qira’at tetap yang diketahui berasal
dari Rasulullah SAW serta membatalkan berbagai Qira’at yang bukan dari beliau. Sehingga
Usman telah memberikan ruang ragam dialeknya menjadi satu dialek saja yakni dialek
quraisy.

Adapun mushaf Hafsah binti Umar kelak dimusnahkan pada masa pemerintahan Marwan
bin Hakam dari Dinashti Umayyah. Tindakan Marwan dilakukan demi mengamankan
keseragaman mushaf Al-Qur’an yang telah diupayakan oleh Khalifah Usman serta untuk
menghindari keragu-raguan umat Islam di masa yang akan datang terhadap mushaf Al-
Qur’an jika masih terdapat dua macam mushaf yakni mushaf Usman dan mushaf Hafsah.

Az Zarqani sendiri mencatat bahwa ciri-ciri mushaf yang disalin pada Khalifah Usman
adalah sebagai berikut:

1) Ayat-ayat Al-Qur’an yang tertulis di dalamnya seluruhnya berdasarkan riwayat yang


mutawwir berasal dari Rasulullah.
2) Tidak terdapat di dalamnya ayat-ayat Al Quran yang mansukh atau diNasakh
bacaannya
3) Susunan menurut urutan wahyu
4) Tidak terdapat di dalamnya yang tidak tergolong pada Al-Qur’an seperti apa yang
ditulis oleh sebagian sahabat dalam mushaf masing-masing sebagai penjelasan atau
keterangan terhadap ayat-ayat tertentu
5) Mushaf yang ditulis pada masa khalifah usman tersebut mencakup “tujuh huruf”
dimana Al-Qur’an diturunkan dengannya.

Dari penjelasan ini maka periodesasi pengumpulan Al Quran tersebut terdapat


perbedaan yang prinsipil yang diutarakan oleh Az Zargani yakni:

21
1) Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad dilakukan untuk mencatat dan
menulis setiap wahyu yang diturunkan kepadanya dengan menertibkan ayat-ayat di
dalam surah-surah tertentu sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW
2) Saat khalifah Abu Bakar pengumpulan tulisan-tulisan Al Quran menurut urutan
turunnya wahyu, dikarenakan kekhawatiran banyaknya penghafAl-Qur’an yang
meninggal dalam peperangan
3) Saat khalifah Usman dilakukan penyalinan mushaf menjadi beberapa mushaf dengan
tertib ayat maupun surahnya sebagaimana yang ada sekarang, dikarenakan adanya
perpecahan dikalangan umat Islam dipicu oleh perbedaan Qira’at Al-Qur’an.
Kondisi umat Islam sesudah adanya mushaf yang dilakukan pada khalifah Usman
sendiri sangat hati-hati, cermat dan teliti ketika menyalin dengan bahasa mereka. Salah
satunya terlihat pada gubernur Mesir Abdul Aziz ibn Marwan yang menyuruh orang
untuk menunjukkan bahwa suatu kesalahan dalam salinan tersebut jika terjadi kesalahan
maka berikan padanya seekor kuda dan 30 dinar, diantaranya yang memeriksa adalah
seorang qori yang dapat menunjukkan suatu kesalahan yaitu kesalahan naj’ah padahal
sebenarnya na’jah. Mushaf Utsmani tidak memakai tanda baca seperti titik dan syakal
karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab murni di
mana mereka tidak memerlukan syakal, titik dan tanda baca lainnya seperti yang kita
kenal sekarang ini. Pada masa itu tulisan hanya terdiri atas beberapa simbol dasar, hanya
melukiskan struktur konsonan dari sebuah kata yang sering menimbulkan kekAburan
lantaran hanya berbentuk garis lurus semata. Ketika bahasa Arab mulai mendapat
berbagai pengaruh dari luar karena bercampur dengan bahasa lainnya maka para
penguasa mulai melakukan perbaikan-perbaikan yang membantu cara membaca yang
benar. Perlunya pembubuhan tanda baca dalam penulisan Qur’an mulai dirasakan ketika
Ziyad bin Samiyah menjadi gubernur Basrah pada masa pemerintahan khalifah
Mu’awiyah bin Abi Sufyan (661-680M). Ia melihat telah terjadi kesalahan di kalangan
kaum muslimin dalam membaca Al-Qur’an. Sebagai contoh kesalahan dalam membaca
firma Allah SWT dalam surat 9:3. Melihat kenyataan seperti itu Ziyad meminta Abu al-
Aswad al Duali untuk memberikan syakal. Ia memberi tanda fathah atau tanda bunyi (a)
dengan membubuhkan tanda titik satu di atas huruf, tanda kasrah atau tanda bunyi (i)
dengan membubuhkan tanda titik satu dibawah huruf, tanda dammah atau tanda bunyi
(u) dengan membubuhkan tanda titik satu terletak di antara bagian-bagian huruf
sementara tanda sukun atau tanda konsonan (huruf mati) ditulis dengan cara tidak
22
membubuhkan tanda apa-apa pada huruf yang bersangkutan .

Kemudian tanda baca Abu Al-Aswad tersebut disempurnakan lagi oleh ulama
sesudahnya pada masa dinashti Abbasiyah yaitu oleh al-Khalil bin Ahmad. Ia
bersependapat bahwa asal usul fathah ialah alif, kasrah dan ya dan dammah adalah
wawu.

Kemudian fathah dilambangkan dengan tanda sempang di atas huruf, kasrah di bawah
huruf dan dammah dengan wawu kecil di atas huruf sedangkan tanwin dengan
mendobelkannya.

Ia juga memberi tanda pada tempat alif yang dibuang dengan warna merah, pada tempat
hamzah yang dibuang dengan hamzah warna merah tanpa huruf. Pada nun dan tanwin
yang berhadapan dengan huruf ba diberi tanda iqlab dengan warna merah. Nun dan
tanwin berhadapan dengan huruf halqiyah diberi tanda sukun dengan warna merah.
Begitu pula pada masa khalifah Bani Umayyah yang Kelima,, Abdul Malik bin Marwan
memerintahkan seorang ulama bernama al-Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi untuk
menciptakan tanda-tanda huruf Qur’an. Untuk mewujudkan hal tesebut diberikan tugas
tersebut al-Hajjaj menugaskan kepada Nashr bin Ashin dan Yahya bin Ya’mur .
Akhirnya mereka berhasil menciptakan tanda-tanda pada huruf Al-Qur’an dengan
membubuhkan titik pada huruf-huruf yang serupa untuk membedakan huruf yang satu
dengan yang lainnya. Misalnya, huruf dal dengan huruf zal, huruf ba dengan huruf ta
dan huruf sa. Demikianlah huruf-huruf sebagaimana yang kita kenal seperti saat ini.

Jadi tampak bahwa perbaikan Rasm al-Utsmani terjadi melalui tiga proses yakni:
1) Pemberian syakal yang dilakukan oleh Abu al-Aswad al-Duali
2) Pemberian a’jam, titik yang dilakukan oleh Abdul Malik bin Marwan dan al-Hajjaj
3) Perubahan syakal pemberian Abu al-Aswad ad-Duali menjadi seperti sekarang ini
yang dilakukan oleh al-Khalil.

Al-Qur’an sendiri pertama kali dicetak di Hamburg Jerman pada tahun 1113 H. Salah
satu mushaf hasil cetakan pertama ini konon terdapat di Dar al-Kutub al-Arabiyah,
Kairo Mesir. Sementara di Turki pertama kali dicetak pada 1129 H kemudian menyusul
di Iran 1248 H. Madinah saat ini terdapat percetakan Al-Qur’an yang diklaim terbesar di
23
dunia. Percetakan itu mulai dibangun oleh Raja Fahd pada tanggal 2 November 1982.
Pada Oktober 1984 dimulai diproduksi dengan berbagai ukuran, dengan komplek yang
lengkap mulai dari masjid, show room produksi sekaligus toko tempat penjualan,
asrama karyawan, klinik dan perpustakaan.

Percetakan ini juga mencetak dan diterjemahkan ke dalam 50 bahasa di dunia termasuk
di Indonesia. Al-Qur’an disini dicetak di percetakan dan dibagikan secara gratis ke
seluruh dunia seperti melalui masjid-masjid. Demikian juga yang dibagikan kepada
jamaah haji, mereka akan mendapatkan Al-Qur’an secara gratis pada waktu hendak
menaiki peSAWat terbang untuk kembali ke negeri mereka masing-masing.

2.4.3 Al-quran Pada Masa Modern

Allah SWT telah menegaskan dalam Al-quran surah Alhijr ayat 9, Allah SWT
dengan firman-Nya, “Sesungguhnya, Kami-lah yang menurunkan Alquran dan Kami
pula yang akan menjaganya.” Penegasan ini menunjukkan bahwa Alquran senantiasa
terjaga dari pemalsuan hingga akhir zaman. Alquran merupakan kalamullah sehingga
tidak mungkin akan dipalsukan oleh makhluknya.

Secara historis, Al-Quran terjaga dan terpelihara dalam tiga fase sejarah. Yaitu,
pertama; adalah Pemeliharaan dan Pemurnian Al-Quran pada masa Rasulullah, yang
terdiri dari dua tahap; pemeliharaan dalam dada atau hafalan, kemudian pemeliharaan
melalui tulisan.

Selanjutnya, kedua; selepas masa Rasul, dilanjutkan pemeliharaan dan pemurnian


al-quran pada masa sahabat. Kemudian, ketiga; pemeliharaan dan pemurnian Al-Quran
pada Masa Sekarang.

Meskipun Al-Qur’an telah dibukukan pada masa Usman bin Affan dan semua umat
islam menyakini bahwa di dalamnya tidak ada perubahan dari apa yang telah
diturunkan kepada Rasulullah SAW. 14 abad yang lalu.

Namun orang orientalis masih saja ada yang meragukan keotentikan Al-Qur’an.
Diantara mereka ada yang mencoba melakukan ‫ من تغير النص القرأن‬yaitu perubahan
terhadap isi Al-Qu’ran dengan merubah sebagian teksnya, serta melakukan ‫من تحريف‬

24
‫ النص القرأن‬yaitu merubah satu huruf yang mirip seperti ‫ خ‬dirubah jadi ‫ ح‬sehingga
berubah arti dan maknanya.

Upaya-upaya kaum orientalis ini tidak pernah mengalami keberhasilan karena


sangat banyak umat Islam yang menghafal Al-Qur’an, sehingga perubahan sedikit pun
dari redaksi Al-Qur’an pasti ditemukan. Karena upaya tersebut tidak berhasil maka
mereka mencoba cara lain dengan melakukan ‫ تأ ويل القرأن على حسب الهوي‬yaitu melakukan
penafsiran tidak sesuai dengan makna yang sebenarnya.

Apalagi banyaknya kisah israiliyyat yang merasuki penafsiran al-Qur’an. kisah dan
dongeng yang disusupkan dalam tafsir dan hadits yang asal periwayatannya kembali
kepada sumbernya yaitu Yahudi, Nashrani dan yang lainnya. Cerita-cerita yang sengaja
diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadits tersebut sama sekali
tidak dijumpai dasarnya dalam sumber-sumber lama.

Mufassir dituntut untuk memperhatikan cakupan pengertian dan keserasian makna


yang ditunjuk oleh redaksi ayat Al-Qur’an. Di samping itu harus tetap memelihara dan
memperhatikan semua konsekuensi makna yang terkandung dalam redaksi ayat, serta
makna lain yang mengarah kepadanya, yaitu makna yang tidak terjangkau oleh
penyebutan redaksi ayat, tetapi relevan dengannya.

Menurut para ulama, seseorang yang hendak menafsirkan ayat Al-Qur’an,


hendaklah lebih dahulu mencari tafsir ayat tersebut di dalam Al-Qur’an sendiri, karena
kerap kali ayat-ayat itu bersifat global di suatu tempat, sedang penjelasannya terdapat di
tempat lain (ayat lain), terkadang ayat itu bersifat ringkas di suatu tempat, dan
penjelasannya ditemukan di tempat lain (ayat lain).

Lantaran yang lebih mengetahui makna Al-Qur’an secara tepat hanyalah Allah.
Jika tidak ada ayat yang dapat dijadikan tafsir bagi ayat itu, hendaklah memeriksa
hadis-hadis Nabi. Karena sunnah merupakan penjelas makna ayat Al-Qur’an. Jika tidak
menemukan di dalam sunnah hendaklah merujuk kepada perkataan sahabat,
sesungguhnya mereka lebih tahu mengenai hal itu lantaran mereka mendengar sendiri
dari mulut Rasulullah dan menyaksikan sebab-sebab turunnya ayat dan suasana yang
meliputi ketika turunnya, mereka juga memiliki pemahaman bahasa Arab yang benar,
ilmu yang benar dan amal shalih.

25
Dalam hal tersebut di atas, maka pemeliharaan Al-Qur’an tidaklah berhenti sampai
di situ, melainkan umat Islam di masa sekarang haruslah senantiasa memelihara dan
menjaga keotentikan al-Qur’an dengan cara berusaha menghafal, mempelajari dan
mengkaji Al-Qur’an, serta memahami makna yang sebenarnya berdasarkan kaidah
tafsir, sehingga setiap perubahan isi Al-Qur’an serta adanya upaya untuk menafsirkan
tidak sesuai dengan makna yang sebenarnya dapat diketahui.

Dengan mengetahui secara mendalam tentang pengumpulan al-Qur’an, serta


memeliharanya dengan menghafal dan memahami maknanya, maka kita akan
menjadikannya pedoman yang diyakini kebenarannya karena sebuah kitab suci harus
dipertanggung jawabkan keotentikannya sehingga tetap bisa dianggap sebagai kitab
suci dan untuk membuktikan keotentikan sebuah kitab suci salah satu caranya adalah
dengan mengetahui sejarah turun ataupun cara pengumpulannya serta untuk
mengetahui sampai dimana usaha para sahabat setelah Rasululllah saw. wafat, dalam
memelihara dan melestarikan Al-Qur’an.

2.5 Cakupan Kandungan Ak-Quran

A. Akidah

Akidah secara bahasa berarti keyakinan. Sedangkan secara istilah artinya suatu
kepercayaan yang harus diyakini dengan sepenuh hati dinyatakan dengan lisan, dan
dibuktikan dengan amal perbuatan. Inti pokok dari akidah adalah tauhid atau keyakinan
penuh akan keesaan Allah SWT. Seorang Muslim hendaknya tidak meragukan lagi
keesaan dan kebesaran Allah, Tuhan alam semesta. Selain itu, konsep keimanan ini
juga berlaku pada rukun iman lainnya. Adapun rukun iman tersebut adalah iman kepada
malaikat, iman kepada kitab-kitab, iman kepada rasul, iman kepada hari kiamat, dan
iman kepada takdir baik buruk Allah.

2. Ibadah dan Muamalah

Eksistensi manusia di muka bumi ini tentu karena kuasa Allah SWT. Kuasa Allah
sebagai pencipta menjadikan-Nya satu-satunya zat yang pantas untuk disembah.
Untuk itu setiap manusia diperintahkan untuk menyembah Allah dengan melakukan
ibadah. Artinya, manusia diperintahkan untuk menyembah atau mengabdi sepenuhnya

26
kepada Allah SWT dengan tunduk, taat, dan patuh kepada-Nya. Selain beribadah,
manusia juga memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
manusia lain. Untuk itu, Allah mengatur hubungan antarmanusia dalam Alquran yang
disebut muamalah.

3. Hukum

Hukum dalam Alquran berisikan kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan dasar


serta menyeluruh bagi umat manusia. Hukum ini dapat menjadikan hidup manusia
menjadi lebih tentram, adil, dan sejahtera.

Adapun hukum yang tercantum dalam Alquran meliputi hukum perkawinan,


hukum waris, hukum perjanjian, hukum pidana, hukum perang, dan hukum
antarbangsa.

4. Sejarah

Alquran mengungkapkan sejarah dan cerita masa lalu untuk dijadikan pelajaran
('ibrah) bagi umat Islam. Pelajaran ini bisa menjadi pedoman untuk menjalani
kehidupan agar senantiasa diridhoi Allah SWT.

Banyak diceritakan kisah para sahabat yang memiliki akhlak baik, senantiasa
mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dan begitu pula sebaliknya,
supaya manusia bisa mengambil pelajaran dari kisah tersebut.

5. akhlak

Isi kandungan yang tak kalah penting untuk dijadikan pedoman manusia adalah
akhlak. Secara istilah, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia dan
muncul secara spontan dalam tingkah laku sehari-hari.

Figur yang bisa dijadikan suri tauladan bagi umat Islam adalah Rasulullah SAW.
Sebab, kepribadian beliau bersumber langsung pada Alquran. Dengan mengikuti
akhlak Rasulullah, seorang Muslim akan menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan
jauh dari akhlak tercela.

6. Ilmu Pengetahuan

27
Alquran banyak mengandung ayat yang mengisyaratkan ilmu pengetahuan sains
dan teknologi. Ilmu ini sangat potensial untuk kemudian dikembangkan guna
kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia.

Ayat yang pertama kali diturunkan Allah adalah Al-Alaq, yang memerintahkan
umat Islam untuk membaca sebagai jembatan utama untuk mendalami ilmu
pengetahuan. Ini mengisyaratkan Alquran ada sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi
manusia.

28
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Al-qur‟an adalah kalam Alloh SWT. Yang telah diwahyukan32 kepada
Nabi Muhammad SAW. Memiliki urgensi ganda dan sangat mutlak
kebenarannya, yaitu sebagai hidayah dan burhan bagi segenap manusia yang
beriman di muka bumi ini manakala mengharap rido Allah dan ampunannya.
Al-qur‟an sebagai kitab suci sangat terjaga kemurniannya dan
keasliannya, baik nash, tulisan, bacaan, maupun tingkat insfirasi yang maha
tinggi. Kebenaran Al-Qur‟an wajib kita imani dan dibuktikan dengan
pengalaman yang harus didukung oleh niat “muhlisina lahuddin”, dimana
keberadaannya bukan sekedar kitab suci yang mengandung dasar-asar hukum,
berita sejarah terdahulu, peringatan, berita ghaib, akan tetapi al-qur‟an
merupakan sumber informasi saint dan teknologi yang sangat digandrungi
oleh setiap manusia dimuka bumi ini dan di dalamnya mampu menjawab
berbagai tantangan zaman dan peradaban manusia yang hidup di setiap
kurunnya, baik yang telah lalu, sekarang atu yang akan datang33 .
Betapa agungnya alqur‟an itu, sehingga memberikan keutamaan bagi
siapa saja yang membaca dan mengamalkan isi dari Al-Qur‟an tersebut.

32
Al-qur‟an surat al-baqoroh ayat 185
33
Surat yusuf ayat 111. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orangorang yang
mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang
sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Pemeliharaan Al-quran Pada Masa Khulafaurrasyidin.


https://tafsiralquran.id/pemeliharaan-al-quran-pada-masa-nabi-muhammad-saw/.

Anonym. Isi kandungan al-quran. https://kumparan.com/berita-hari-ini/isi-kandungan-


alquran-sebagai-pedoman-bagi-umat-islam-1v3o8R4TO5I/full.

Desthian Pahlephi Rully. Sejarah turunnya al-quran.


https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6646083/menelusuri-sejarah-turunnya-al-quran-
kisah-penuh-makna-dan-hikmah/amp. (diakses sore 03 maret 2023).

Oktaviani Lilis. Hikmah turunnya al-quran secara berangsur-angsur.


https://zakat.or.id/hikmah-turunnya-al-quran-secara-berangsur-angsur/.

Hidayatuna. Sejarah pemurnian dan pemeliharaan al-quran.


https://hidayatuna.com/sejarah-pemeliharaan-dan-pemurnian-al-quran-di-masa-
sekarang/#google_vignette. (diakses siang 2024)

Rafi Muhammad. Pemeliharaan Al-quran pada masa Nabi Muhammad SAW.


https://tafsiralquran.id/pemeliharaan-al-quran-pada-masa-nabi-muhammad-saw/. (Diakses sore
02 2024).

Ramadanti Farah.5 nama lain alquran. https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-


6608107/5-nama-lain-al-quran-lengkap-dengan-arti-dan-dalilnya/amp. (diakses sore 03 maret).

30
31

Anda mungkin juga menyukai