Anda di halaman 1dari 24

Makalah

Penulisan Mushaf Al-Qur’an Fase Pertama Dan Keummian Nabi Muhammad SAW

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tarikh al-Mushaf

Dosen: KH. Abdul Muhaimin Zein, M. Ag

Oleh :

Nur Kholili Wasik (NIM. 2020.09.0018)

M. Ariq Hilmi (NIM. 2020.09.0013)

M. Izharuddin (NIM. 2020.09.0016)

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI KULLIYATUL QUR’AN AL-HIKAM DEPOK

Jl. H. Amat No.21, RT.6 / RW.1, Kukusan, Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16425
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan terima kasih kepada kehadirat Allah swt. atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga terwujudnya makalah berjudul “Penulisan Mushaf
Al-Qur’an Fase Pertama Dan Keummian Nabi Muhammad SAW”. Makalah ini dibuat
untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan sekaligus memenuhi tugas mata kuliah
Tarikh al-Mushaf dengan dosen pengajar Dr. KH. Muhaimin Zen. Kami ucapkan terima
kasih kepada dosen pengajar yang selalu membimbing dan memberikan arahan serta
ilmu yang telah beliau sampaikan
Makalah ini memuat hal-hal yang berkaitan dengan berbagai hal tentang Ayat-
ayat yang dianggap kontradiksi. Diharapkan kepada para pembaca dapat lebih
mengetahui kepada materi yang akan disampaikan kali ini sehingga dapat bermanfaat
dan diterapkan dalam kehidupan nantinya.
Kami mengucapkan mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini, untuk itu penulis menerima segala bentuk kritik membangun
demi terciptanya kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Depok, 20 Februari 2022

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
1. Latar Belakang.................................................................................................................1
2. Rumusan Masalah............................................................................................................1
BAB II............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................................................3
A. Penulisan Mushaf Al-Qur’an..........................................................................................3
1. Penulisan Mushaf pada Masa Rasulullah..................................................................3
2. Media dan Huruf yang Digunakan untuk Penulisan Al-Qur’an.............................4
3. Ketika Wahyu Turun Pertama Kali Turun, Para Sahabat Menghafal Dan
Menuliskannya......................................................................................................................5
4. Para Sahabat Penulis Wahyu......................................................................................5
5. Penulisan Mushaf pada Masa Abu Bakar.................................................................6
6. Cara Pengumpulan Al-Qur’an di Masa Abu Bakar.................................................7
B. Konsep Keummian Nabi Muhammad SAW..................................................................7
1. Definisi dan Lafal Ummi..............................................................................................7
2. Bentuk Lafadz Ummi Dalam AL-Qur’an..................................................................8
3. Penisbatan Lafal Ummiyun Kepada Nabi Muhammad SAW.................................8
4. Pendapat Para Mufassir tentang Al-Ummiyyun.......................................................9
5. Analisis Keummian Nabi Muhammad SAW...........................................................11
BAB III........................................................................................................................................13
PENUTUP...................................................................................................................................13
Kesimpulan.............................................................................................................................13
Saran........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci diwahyukan kepada Nabi Muẖammad saw.
melalui perantara malaikat Jibrîl as. serta diturunkan secara berangsur-angsur,
membacanya dinilai sebagai ibadah. Ia terpelihara dari sisi keaslian bahasa tanpa
ada perubahan, tambahan maupun pengurangan dan relevan dalam segala ruang dan
waktu. Proses penjagaan Al-Qur’an dilakukan dengan dua cara, yakni melalui
hafalan dan tulisan. Tulisan Al-Qur’an yang ditulis oleh para kuttab wahyu atas
perintah Nabi saw. dikumpulkan menjadi sebuah mushaf di kemudian hari pada
masa khulafa ar-Rasyidin. Berkat usaha mereka dan izin Allah membuat AL-
Qur’an terjaga kevaliditasannya hingga dapat kita nikmati sekarang.
Mengkaji mushaf mulai dari masa pembentukan hingga masa setelahnya
merupakan hal yang penting. Hal itu karena eksistensi Al-Qur’an sebagai kitab suci
yang istimewa yang senantiasa terjaga keotentikannya hingga akhir zaman
dibandingkan dengan kitab-kitab sebelumnya. Dengan mengkajinya juga akan
memperkaya wawasan kita terkait perkembangan penulisan mushaf pada masa
wahyu turun pertama kali dan ketika Nabi saw. telah wafat.
Kondisi Nabi saw. yang ummi mengindikasikan bahwa beliau memang adalah
utusan Allah, karena jika tidak mungkin saja akan terjadi penyelewangan Al-
Qur’an sehingga keberadaan Al-Qur’an akan dianggap tidak orisinil lagi
sebagaimana kitab- kitab yang diturunkan sebelumnya. Namun, beberapa ulama
juga memiliki pandangan yang berbeda perihal keummian Nabi saw. Di antara
mereka ada yang berpendapat bahwa keummian Nabi itu berlaku permanen dan
adapula yang berpendapat hanya sementara sampai beliau diangkat sebagai Nabi
dan Rasul
Melihat permasalahan di atas, pemakalah tertarik untuk melakukan kajian
mengenai sejarah penulisan mushaf Al-Qur’an yang terjadi ketika Rasulullah hidup
dan masa ketika beliau telah wafat. Selain itu, wawasan keummian juga tak luput
dari perhatian pemakalah.

2. Rumusan Masalah
a. Bagaiamana Penulisan Mushaf al-Qur’an masa Rasulullah dan Abu Bakar ra.

1
b. Bagaiamana proses ketika wahyu turun pertama kali turun, para sahabat
menghafal dan menuliskannya
c. Bagaimana ayat ayat yang baru turun dihafal dan ditulis oleh para sahabat
d. Siapa saja para penulis wahyu
e. Bagaiaman huruf dan alat apa yang dipakai dalam penulisan mushaf al-Qur’an
f. Jelaskan wawasan keummian definisi bentuk dan lafaz
g. Jelaskan penisbatan lafal ummiyun kepada Nabi Muhammad
h. Bagaimana Pandangan para mufassir tentang al-Ummiyun
i. Sebutkan analisis keummian NAbi Muhammad, apakah permanen atau
sementara

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penulisan Mushaf Al-Qur’an


Kata mushaf berasal dari kata shahifah dan suhuf (bentuk jamak). Menurut Ibnu
Duraid al-Azdi bahwa shahifah berarti kulit yang berwarna keputihan atau
lempengan tipis yang biasa ditulis sebuah tulisan. Sedangakan menurut Abu Nasr
al- Jauhari bahwa shahifah adalah kitab. Disebut dengan kata mushaf karena di
dalamnya dikumpulkan sejumlah lembaran-lembaran yang diapit oleh dua jilid.1
Sedangkan secara istilah, musẖaf adalah sebutan untuk kitab yang terhimpun di
antara dua jilid dari awal sampai akhir dengan surah-surah dan ayat-ayat yang
berurutan sebagaimana yang dikumpulkan di masa ‘Utsman ibn ‘Affân ra.2
Sejak pertama kali turun, Al-Qur’an sudah mulai dihafal oleh Nabi Saw dan
diikuti oleh para sahabatnya. Nabi Muhammad SAW telah memperlihatkan
perhatian dan keseriusannya sejak malaikat Jibril menyampaikan pertama kali
kepadanya. Beliau senantiasa gigih untuk dapat menghafalkannya di luar kepala,
hingga atas izin Allah akhirnya beliau mampu menghafalnya di luar kepala tanpa
ada cacat sedikitpun. Bisa dikatakan bahwa Nabi saw. adalah sosok yang pertama
kali mengumpulkan al-Qur’an di dalam dadanya.3
Bukan hanya Nabi Muhammad saw. sendiri, bahkan hal itu juga dilakukan para
sahabat yang gigih menghafal, mempelajari, dan mengamalkan al-Qur’an. Di antara
para sahabat dari kalangan Muhajirin yang terkenal sebagai al-Qurra’ atau
pembaca al-Qur’an adalah khulafa ar-rasyidin, Talhah bin Ubadillah, Sa’ad, Ibnu
Mas’ud, Hudziafah, Salim, Abu Hurairah, Abdullah bin Saib, Aisyah, Hafsah, dan
Ummu Salamah. Sedangkan dari kalangan Ansar seperti Ubadah bin Samit,
Majma’ bin Jariyah, dan Fadalah bin Ubaid.4

1. Penulisan Mushaf pada Masa Rasulullah


Praktik yang biasa berlaku di kalangan para sahabat tentang penulisan
AlQur'an, menyebabkan Nabi Muhammad melarang orang-orang menulis sesuatu
darinya

1
Cece Abdulwaly, Sejarah Singkat Penulisan Mushaf Al-Qur’an Memahami Penegertian Mushaf,
Sejarah dan Perkembangannya, (Sukabumi: CV. Farha Pustaka), hal. 18
2
Cece Abdulwaly, … hal. 20
3
Cece Abdulwaly, …. hal. 28-29

3
4
Mustofa Bugho, Al-WAdhih fi Ulumil Qur’an 1998 (Damaskus: Dar al-Ulum al-Insaniyah), hal. 74

4
kecuali Al-Qur’an, “dan siapa yang telah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an,
maka ia harus menghapusnya”. Beliau ingin agar Al-Qur’an dan hadis tidak ditulis
pada halaman yang sama agat tidak terjadi kekeliruan. Para sahabat yang tak dapat
menulis, mereka selalu hadir di masjid sambil memegang kertas kulit dan meminta
orang lain untuk menuliskannya. Berdasarkan kebiasaan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pada masa Nabi Muhammad saw. seluruh Al-Qur’an sudah
tersedia dalam bentuk tulisan.5
2. Media dan Huruf yang Digunakan untuk Penulisan Al-Qur’an
Di antara keterangan yang menunjukan bahwa penulisan al-Qur’an telah dimulai
sejak masa Nabi saw. adalah perkataan Zaid ibn Tsâbit ra. yang dapat ditemukan
dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shaẖîẖain:

“Kami pernah berada di sisi Rasulullah saw. dan menulis al-Qur’an dari kulit-kulit
(ar-riqâ’).”
Berikut adalah di antara media yang digunakan oleh para sahabat untuk menuliskan
al-Qur’an:
1. Ar-riqâ’, jamak dari ar-riq’ah, yaitu lembaran kulit, atau bisa juga dari kertas
atau kain.
2. Al-aktâf, jamak dari al-katf, yaitu tulang keledai atau kambing yang telah kering.
3. Al-‘usub, jamak dari al-‘asîb, yaitu pelepah kurma.
4. Al-likhâf, jamak dari al-lakhfah, yaitu lempengan-lempengan.
5. Al-aqtâb, jamak dari al-qatb, yaitu pelana kuda.
6. Ash-shuẖuf (lembaran-lembaran), al-alwâẖ (papan-papan), al-karânîf (akar-akar),
dan lain-lain.6
Penulisan Al-Qur’an di masa Rasulullah belum menggunakan kertas sebagai
media tulis. Hal tersebut dikarenakan keberadaan kertas yang sulit didapati dan
belum masyhur (dikenal) oleh masyarakat Arab pada waktu itu. Kertas hanya
digunakan oleh beberapa kalangan kaum tertentu seperti orang-orang Persia dan
Romawi, namun keberadaannya masih jarang dan belum tersebar. Dengan
demikian, orang-orang Arab ketika itu menggunakan media yang layak yang
mereka dapati di hadapan mereka.7

5
Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilas (Jakarta: GEMA INSANI), hal. 73-74
6
Cece Abdulwaly, ….hal. 32-33
7
Ashhobuni, At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, hal. 78

5
Sedangkan huruf yang digunakan adalah khat kufi Kuno yaitu khat yang
digunakan oleh orang-orang Arab pra Islam. Khat yang banyak digunakan orang
Irak (khusunya Anbar) ini dipelajari oleh orang Quraisy ketika mereka sering
berniaga ke Irak-Syam yang di kemudian hari mereka ajarkan kepada penduduk
Mekah. Khat ini adalah khat kelanjutan dari khat Nabti (selatan Madinah) yang
mewarisi tulisan bangsa Aramis. Bangsa Aramis melanjutkan tulisan dari bangsa
Smith/Semit. Tulisan tersebut diperkirakan sudah ada sejak abad ke-9 SM.8

3. Ketika Wahyu Turun Pertama Kali Turun, Para Sahabat Menghafal Dan
Menuliskannya

Penulisan al-Qur’an yang ditulis oleh para sahabat dilakukan tidak berselang
lama setelah ayat-ayat atau surah kepada Nabi saw. Jika ayat-ayat atau surah al-
Qur’an turun pada malam hari, maka pada waktu itu pula para sahabat akan segera
menuliskannya. Misalnya, seperti apa yang berkaitan dengan surah al-An’am, Ibn
‘Abbâs ra. mengatakan: “Surah al-An’âm adalah surah makkiyah, turun sekaligus
pada malam hari, dan pada malam itulah mereka (para sahabat), kecuali enam ayat
darinya yang merupakan ayat madaniyah.9

Nabi Muhammad saw. juga memerintahkan kepada para sahabatnya untuk


menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an tiap kali beliau terima, kendatipun pada waktu itu
alat tulis- menulis sangat sukar diperoleh. Namun karena motivasi dan perhatian
yang sangat justru membuat kelangkaan itu bukan menjadi rintangan bagi para
sahabat dan Nabi saw. Hingga akhirnya, selain tertanam kuat melalui hafalan Nabi
saw. dan para sahabat, Al-Qur’an juga terhimpun dalam bentuk tulisan yang
disimpan dalam berbagai media.10

4. Para Sahabat Penulis Wahyu

Nabi saw. memiliki beberapa sahabat yang ia tugaskan untuk menuliskan setiap
wahyu yang diturunkan kepadanya. Bahkan, tercatat ada yang menghitungnya
hingga 44 sahabat. Kemungkinan jumlah diperoleh jika digabungkan antara
sahabat- sahabat yang menuliskan apapun yang dibutuhkan oleh Nabi saw dan
sahabat yang

10
Cece Abdulwaly,…..,hal.

6
8
Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an (Jakarta: Qaf Media) hal. 88
9
Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilas (Jakarta: GEMA INSANI), hal. 34-35

10
Cece Abdulwaly,…..,hal.

7
khusus menulis al-Qur’an. Para penulis wahyu adalah orang-orang pilihan diantara
para sahabat. Nabi saw. memilih mereka karena kemutqinan dan keterampilan yang
mereka miliki agar dapat melaksanakan tugas yang mulia ini. Para penulis itu
antara lain Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Muawiyah bin Abu
Sufyan dan para khulafa ar-rasyidin. 11

Selain para penulis yang ditunjuk langsung oleh Nabi saw., sebenarnya banyak
sahabat-sahabat lain yang memiliki tulisan-tulisan al-Qur’an. Mereka menulis atas
inisatif sendiri, tanpa diperintahkan oleh Nabi saw. seperti Mushaf Ibnu Mas’ud,
mushaf Ali, Mushaf Aisyah dan para sahabat lainnya.12

5. Penulisan Mushaf pada Masa Abu Bakar


Pasca wafatnya Nabi saw., kondisi sosial masyarakat muslim mengalami
ketidakstabilan. Demi merespon fenomena tersebut, para sahabat segera berunding
untuk mengangkat dengan segera pemimpin pengganti setelah Nabi saw. agat
kondisi kembali kondusif. Akhirnya Abu Bakar terpilih menjadi khalifah.
Belum selang lama kekuasaannya, Abu Bakar harus berhadapan dengan
beberapa situasi dan persoalan yang sangat serius. Termasuk diantaranya kasus
pemurtadan yang terjadi di banyak tempat membuat beliau terpaksa mengambil
keputusan untuk memerangi mereka. Selain itu, Abu Bakar juga dihadapkan dengan
gerakan pembangkangan dalam membayar zakat yang dimotori oleh Musailamah
al- Kadzdzab.
Pada tahun 12 H terjadi perang Yamamah yang menyebabkan banyak sahabat
yang syahid. Di antara mereka yang syahid itu, ada 70 orang sahabat yang diakui
sebagai ahli al-Qur’an.13
Peristiwa tersebut menimbulkan kecemasan pada diri Umar bin Khattab ra.
terhadap eksistensi al-Qur’an, sehingga beliau menyampaikan usulan kepada Abu
Bakar agar al-Qur’an dikumpulkan dalam sebuah lembaran-lembaran (suhuf).
Meski diawali dengan penolakan dan diskuis panjang, pada akhirnya Abu Bakar
bersedia menerima usulan tersebut dan memahaminya sebagai suatu kebaikan yang
harus segera dikerjakan demi memelihara eksistensi al-Qur’an yang merupakan
pegangan

13
Cece Abdulwaly,…..,hal. 48-

8
11
Ashobuni, …. 77.
12
Cece Abdulwaly,…..,hal. 35-56

13
Cece Abdulwaly,…..,hal. 48-

9
hidup umat Islam. Dalam merealisasikan tugasnya, Abu Bakar mengangkat Zaid
bin Tsabit sebagai pelaksana.
6. Cara Pengumpulan Al-Qur’an di Masa Abu Bakar
Dalam mengkodifikasi al-Qur’an ada 4 langkah yang langkah yang dilakukan
oleh Zaid bin Tsabit dalam mengumpulkan AL-Qur’an :
1. Mengumpulkan berbagai selebaran dan catatan yang pernah ditulis di masa
Nabi saw. kemudian menyalinnya dalam bentuk kumpulan lembaran.
2. Mengumpulkan al-Qur’an berdasarkan hafalan para sahabat penghafal al-Qur’an.
3. Tidak menerima tulisan al-Qur’an kecuali jika terpenuhi dua saksi bahwa
tulisan tersebut benar ditulis di hadapan NAabi saw.
4. Tidak menerima hafalan dari para sahabat kecuali hafalan itu diterima langsung
dari NAbi saw denan cara talaqqi
Dengan catatan tetap menjaga urutan surah dan ayat sebagaimana yang pernah
ditetapkan oleh Nabi saw. agar mushaf itu selalu terjaga dari berbagai bentuk
penyelewengan, tambahan dan pengurangan serta menjadi sumber rujukan bagi
kaum muslimin dalam mengetahui ayat dan surah dalam Al-Qur’an. 14
Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar ra. memakan waktu kurang
lebih 15 bulan, terhitung sejak terjadinya perang Yamamah (akhir tahun 11 H atau
awal tahun 12 H). 15 Setelah dinyatakan rampung penulisan ayat-ayat al-Qur’an ini,
selanjutnya berdasarkan musyawarah ditentukanlah Al-Qur’an yang sudah
terkumpul itu dengan nama mushaf.16

B. Konsep Keummian Nabi Muhammad SAW.


1. Definisi dan Lafal Ummi
Kata “ummi” berasal dari bahasa arab “ummi” bentuk tunggal dan “ummiyuna”
17
dalam bentuk plural yang menurut bahasa berarti yang tidak bisa membaca.
Sedangkan menurut Ibn Zujaj bahwa sejak dari keturunan ibunya yang tidak
mempelajari tulisan dan membacca dari golongan yang tidak bisa membaca dan

14
Mustofa Bugho, … hal. 82
15
Cece Abdulwaly,…..,hal. 59
16
Cece Abdulwaly,…..,hal. 56
17
Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab Jilid XII (Beirut: Daru as-Shadir, 1990), hal. 24

1
menulis dan mereka tidak mengetahui sedikit pun kecuali terkait sesuatu yang
mereka inginkan.18

2. Bentuk Lafadz Ummi Dalam AL-Qur’an


Al-Qur’an mengungkapkan lafal ummi dengan 2 bentuk penyampaian yakni
dalam bentuk mufrad dan lafal ummi dalam bentuk jamak.
a. Mufrad
Dalam Alquran lafal al-Ummi dalam bentuk mufrad disebutkan dua kali,
yaitu pada surah al-A’raf ayat 157 dan 158. Menurut para mufassir, kedua ayat
ini khusus ditujukan kepada Nabi saw.

‫اون مكُت ام ِّفى الَت ّ او ٰرىة وا ا ج ايل‬ ‫ي ال‬ ‫اُْل‬ ‫ن ر ل‬ ‫َالَّ ِّذ اين ُ ع‬
‫ع انَدُه ِّْل ان‬ ‫ٗه او ًبا‬ ‫ِّذي‬ ‫ال ُس الَّنِّ ب ِّ’م‬ ‫او‬
‫جُد‬ ‫يا‬ ‫او‬ ‫تَّ ِّب‬
157. (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa
baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil
yang ada pada mereka

‫ه‬, ‫وك ِّل ٰم ِّت‬ ‫اؤ‬ ِّ‫َف ٰا ِّمُن اوا ِ ور ه الن اْلُ ي‬
‫ِّمن ِّّٰلل‬
‫ي ا‬ ‫ِّبا ّّٰ ُس او ِّب ِّ’م الَّ ِّذ‬
‫يّ ا‬ ‫ِّل‬ ‫لل‬
ِ
‫ُي‬
158. maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang
ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-
kitab-Nya)
b. Jamak
Dalam bentuk jamak ummiyun disebutkan empat kali yaitu dalam surah Ali
‘Imran ayat 20 dan 75, surah al-Jumu’ah ayat 2, serta surah al-Baqarah ayat
78. pada Alquran surah Ali ‘Imran ayat 20 dan 75, serta Alquran surah
alJumu’ah ayat 2 kalimat ummiyun ditujukan kepada masyarakat Arab,
sedangkan bentuk jamak lafal ummiyyūna dalam Alquran surah al-Baqarah
ayat 78 ini ditujukan kepada orang-orang yahudi.
3. Penisbatan Lafal Ummiyun Kepada Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad adalah penutup para nabi. Keyakinan dan akidah Islam
menyatakan tidak akan ada Nabi lagi yang diutus pasca wafatnya beliau. Nabi
Muhammad saw. disifati sebagai ummi sebagaimana yang telah disebutkan
1
pada dua ayat dari surah di atas, yakni Surah al-A’raf ayat 157-158.

18
Maulana Iban Salda, Makna Ummi dan Penisbahannya kepada Nabi Muhammad dalam Al-Qur’an,
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. UIN Ar-Raniri: Banda Aceh, hal 10

1
Selain itu, juga terdapat bukti pendukung terkait penisbatan Nabi sebagai
seorang yang ummi. Dalam Al-Qur’an surah Al’Ankabut ditegaskan bahwa
Nabi Muhammad SAW tidak pernah membaca kitab apa pun atau menulisnya
sebelum Al-Qur’an diturunkan sebagaimana bunyi ayat 48 berikut ini:

‫ت من اب ِّل كت ب ْول ط َ ي كۖ ارت ا ال طلُون‬ ‫ َو َما ُك‬.


‫َتخ ه ِّمي ِّإذًا ا ُم اب‬ ‫ِّه من ا‬ ‫َتتالُو‬ ‫ان‬
‫ْل ب‬ ‫ِّن‬

“Dan engkau (Muhammad) tidak pernah membaca sesuatu Kitab pun


sebelum adanya Al-Qur’an dan engkau tidak (pernah) menulis suatu Kitab
dengan tangan kananmu; sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis),
niscara ragu orang-orang yang mengingkarinya.”.
Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW disifati dengan
ummi yang tidak pernah membaca dan menulis sesuatu apa pun sebelum
turunnya Al-Qur’an. Selain itu, ayat ini juga menjadikan sosok Nabi
Muhammad saw. yang tidak bisa baca dan menulis sebagai bukti kebenaran al-
Qur’an

4. Pendapat Para Mufassir tentang Al-Ummiyyun


a. Menurut Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya menjelaskan “ummi” diambil
dari kata “umm” yang artinya ibu, dalam arti seorang yang tidak pandai
membaca dan menulis. Seakan-akan keadaannya dari segi pengetahuan atau
pengetahuan membaca dan menulis sama dengan keadaannya ketika baru
dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tidak bisa
membaca dan menulis, lebih-lebih kaum wanitanya. Ada juga yang
berpendapat bahwa kata “ummi” terambil dari kata “ummah” yang artinya
ummat yang menunjukkan kepada masyarakat ketika turunnya alQur’an
kepada Rasul saw.

Kalimat ummah jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti ummat.


Pada turunnya ayat tersebut rasul dikelilingi oleh orang-orang yang tidak bisa
membaca dan menulis pula. Karena itulah Allah Swt menurunkan ayat
dengan menyebutkan kata ummi yang ditujukan kepada kalangan orang-
orang yang sedang berada di sekeliling rasul kala itu.19

b. Dalam kitab Tafsir Departemen Agama RI diterangkan bahwa al-ummi


secara bahasa “yang tidak dapat membaca dan menulis.” Pada kalimat
1
“makāfahatul

19
Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab Jilid XII (Beirut: Daru as-Shadir, 1990), hal. 24

1
ummiyyah” artinya pemberantasan buta huruf. Sifat ini memberi pengertian
bahwa orang yang ummi tidak mungkin membaca Taurat dan Injil yang ada
pada orang Yahudi dan Nasrani begitu pula dengan cerita-cerita kuno yang
dibawa oleh umat-umat dahulu. Ini membuktikan bahwa risalah yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw itu benar-benar dari Tuhan Yang Maha Esa.
Mustahil orang yang tidak dapat menulis dan membaca dapat membuat dan
membaca al-Qur’an dan hadis yang memuat hukum-hukum, ketentuan
ketentuan ilmu pengetahuan yang demikian tinggi nilainya. Seandainya
Alquran itu buatan Nabi Muhammad Saw, dan bukan berasal dari Tuhan
Semesta Alam tentulah manusia dapat membuat dan menirunya, tetapi sampai
20
saat ini belum ada seorang pun yang bisa menandinginya. Hal ini
sebagaimana Alquran Surah al-Ankabut ayat 48.

‫ت من اب ِّل كت ب ْول ط َ ي كۖ ارت ا ال طلُون‬ ‫ َو َما ُك‬.


‫َتخ ه ِّمي ِّإذًا ا ُم اب‬ ‫ِّه من ا‬ ‫َتتاُلو‬ ‫ان‬
‫ْل ب‬ ‫ِّن‬
Artinya: “Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Alquran) sesuatu
kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan
kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar
ragulah orang yang mengingkarimu.”

Ibnu Kasir menerangkan bahwa sifat Nabi Muhammad Saw telah disebutkan
dalam kitab-kitab Allah Swt yang dahulu yang diturunkan kepada rasul (nabi)
terutama Taurat dan Injil yang mana para nabi dan rasul itu memberitakan dan
menganjurkan supaya mengikuti Nabi Muhammad saw. Jika mendapatinya, dan
sifat-sifat Nabi Muhammad saw itu diketahui oleh para ulama mereka.21

c. Wahbah Zuhaily menerangkan bahwa al-ummi yang artinya tidak dapat


membaca dan menulis. Orang Arab disebut dengan sebutan ini karena
kebanyakan mereka memang tidak bisa membaca dan menulis (buta Huruf).
Kata al-ummi dinisbah kepada al-Umm (ibu) yang melahirkan.22
d. Ibnu Asyur berpendapat bahwa ummi adalah yang orang yang tidak
mengetahui menulis dan membaca. Sifat ini adalah kekhususan yang Allah

20
Departemen Agama RI, Alquran dan Tafsirnya. . ., hal. 497
21
Ibnu Kastir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Kastir...., hal. 484
1
22
Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syari’ah, dan Manhaj, Cet I, Jilid 5, (Jakarta: Gema Insani,
2016), hal. 123

1
berikan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai tanda kesempurnaan
mukjizatnya yang memperkuat kerisalahannya. 23

5. Analisis Keummian Nabi Muhammad SAW


Para ulama berbeda pendapat mengenai sifat ummi yang ada pada diri
Nabi saw. apakah sifat tersebut berlaku permanen ataukah hanya bersifat
sementara. Umumnya para ulama berpendapat bahwa beliau sama sekali tidak
bisa membaca dan menulis. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh
Quraish Shihab dalam tafsirnya.
Menurut Quraish Shihab, Nabi Muhammad saw. hingga akhir hayatnya
tidak pandai membaca dan menulis. Beliau beralasan bahwa pada zaman dahulu
media tulis menulis sangat sulit ditemukan, sehingga masyarakat lebih
mengandalkan hafalan ketimbang tulisan. Lebih dari itu, sebagian kalangan
Jahiliah menganngap aib orang yang dapat menulis karena kemampuan menulis
dianggap sebagai tanda lemahnya ingatan.24
Adapula yang berpendapat bahwa sifat ummi itu hanya bersifat
sementara. Mereka beralasan bahwa setelah terbukti kenabian beliau secara
gamblang, sejak saat itu beliau dapat membaca dan menulis karena
ketidakmampuan itu dimaksudkan untuk menjadi bukti kenabian sebagaimana
yang tertera dalam surah al-Ankabut ayat 28 di atas. Beliau juga menganjurkan
umatnya untuk belajar membaca dan menulis, Bahkan para tawanan perang
Badar yang memiliki keahlian dalam menulis diizinkan untuk bebas dengan
syarat mengajarkan kamu muslimin membaca dan menulis. Selain itu juga
terdapat ayat yang mengungapkan bahwa tugas Nabi Muhammad sebagai
yuallimuhum al-kitab wal hikmah yang berarti mengajar baca dan tulis. Inilah
yang menjadi argumen dari Muhammad Abduh. 25
Ketika Nabi Muhammad Saw menjadi seorang rasul dan ketika beliau masih
tidak bisa membaca dan menulis, seiring berjalannya waktu malaikat Jibril
mengajarkan Rasulullah membaca dan menulis, seperti ayat al-‘Alaq ayat 1-5:

23
Ibnu Asyur, at-Tahrir wa at-Tanwir,(Tunisia; Dar Sahnoun), hal. 133
24
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Jilid X (Jakarta: Lentera Hati),
hal. 110
25
Quraish Shihab, …. 110

1
‫الَّ علَّ َم ِ با ْلَقلَ ِم‬ ‫َ و ا ْ َْل ْك‬ ‫سان‬ ‫ِا ˚ق َرأ˚ ِ ر ك ال “ خ ق ا‬
‫ِذي‬ ‫رأ َرب َر ˚م‬ْ „ ‫من‬ ‫ِذي َق ل ِْل ْن‬ ‫ِبا م‬
‫ق‬ ’ِ ‫س‬
‫ك‬ ‫ْق‬ ‫خ‬
‫ع‬ ‫ب‬
‫َل‬
َ‫ل‬
‫علَ ْم‬ ‫علَّ َم ا ْ ِْل سا ما‬
‫ْن ن ْم‬
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Pada ayat di atas sebagian mufassir menjelaskan bahwa ayat tersebut


malaikat Jibril mengajarkan Nabi Muhammad Saw membaca, dengan seruan
“bacalah!”. Kalimat tersebut sebagian ulama mendefenisikan “bacalah!”
malaikat Jibril sudah mengajarkan Rasulullah Saw membaca, padahal
Rasulullah Saw ketika wahyu pertama turun masih belum bisa membaca dan
menulis dengan dipertegaskan seruan Nabi Muhammad kepada malaikat Jibril
“Saya tidak bisa membaca dan menulis”.
Kalimat di atas membuktikan bahwa Nabi Muhammad Saw pada masa
tersebut dan ketika diturunkan wahyu pertama beliau tidak bisa membaca ketika
Jibril menyuruhnya untuk membaca. Sehingga malaikat Jibril memeluknya
hingga tiga kali sehingga beliau dengan izin Allah bisa membacanya.
Seiring berjalannya waktu Rasulullah sudah bisa membaca dan menulis,
hal tersebut terbukti beliau pernah menulis surat kepada raja-raja dan penguasa-
penguasa pada masa tersebut. Orang-orang Quraish pada saat Rasulullah sudah
bisa membaca dan menulis, mereka juga sudah terbiasa dengan membaca dan
menulis. Sehingga para sahabat Rasul menyebarkan dan mengajarkan selain
orang-orang Quraish membaca dan menulis, sehingga sampailah pada era
modern ini membaca dan menulis itu menjadi suatu kebutuhan setiap orang-
orang di muka bumi. 26

1
26
Maulana Iban Salda, … hal. 52-53

1
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Penulisan wahyu sudah dilakukan sejak Nabi Muhammad saw. masih hidup
sebagai bentuk pemeliharaan al-Qur’an selain dengan hafalan. Itu dibuktikan dengan
beliau menunjuk beberapa sahabat sebagai penulis wahyu. Ayat-ayat yang tertulis masih
berserakan dan belum terkumpul dalam bentuk kumpulan lembaran. Media yang
digunakan berupa tulang, pelepah kurma, kulit hewan dan sebagainya. Setelah beliau
wafat, Abu Bakar selaku khalifah berupaya untuk mengumpulkan al-Qur’an dalam
bentuk mushaf. Pengumpulan itu dilakukan karena banyaknya para penghafal al-Qur’an
yang gugur sebagai syuhada dalam perang Yamamah dan merasa khawatir jika tidak
ditulis maka al-Qur’an akan lenyap di muka bumi.
Konsep keummian Nabi saw. sebagai seorang yang tidak bisa membaca dan
menulis bukan menunjukkan kekurangan dan kelemahannya tapi ummi adalah bentuk
kemukjizatan yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad saw akan kebenaran
risalahnya. Selain itu, juga menolak anggapan dan cemohan orang Quraisy dan Ahli
Kitab yang mengatakan bahwa al-Qur’an adalah hasil dari karangan Nabi Muhammad
saw. bukan wahyu dari Allah swt.
Dalam memahami sifat ummi apakah berlaku permanen hingga beliau wafat
ataukah hanya bersifat sementara. Sebagian ulama diantaranya Quraish Shihab
berpendapat bahwa sifat ummi berlaku hingga beliau wafat. Sedangkan sebagian lain
berpendapat bahwa keummian Nabi saw. hanya berlaku sementara hingga beliau
diangkat menjadi seorang nabi.

Saran
Demikianlah makalah ini kami sampaikan, besar harapan kami agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun sehingga makalah ini dapat menjadi lebih baik.

2
DAFTAR PUSTAKA

Abdulwaly, Cece. Sejarah Singkat Penulisan Mushaf Al-Qur’an Memahami


Penegertian Mushaf, Sejarah dan Perkembangannya. Sukabumi: CV. Farha
Pustaka. 2021.
Al-A’zami, M. Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilas. Jakarta:
GEMA INSANI. 2005
al-Zuhaili, Wahbah. Tafsir al-Munir: Aqidah, Syari’ah, dan Manhaj, Cet I, Jilid 5,
Jakarta: Gema Insani. 2016
Ashhobuni, At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, hal. 78
Bugho, Mustofa. Al-Wadhih fi Ulumil Qur’an. Damaskus: Dar al-Ulum al-Insaniyah.
1998
Departemen Agama RI, Alquran dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera Hati, 2002
Kastir Ibnu, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Kastir. Surabaya: Bina Ilmu, 1986
Mandzur, Ibnu . Lisan al-Arab Jilid XII. Beirut: Daru as-Shadir. 1990
Maulana Iban Salda, Makna Ummi dan Penisbahannya kepada Nabi Muhammad
dalam Al-Qur’an. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. UIN Ar-Raniri: Banda
Aceh. 2018
Muhammad, Ahsin Sakho, Membumikan Ulumul Qur’an. Jakarta: Qaf Media. 2019
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Jilid X.
Jakarta: Lentera Hati. 2010

Anda mungkin juga menyukai