Anda di halaman 1dari 15

PENGUMPULAN AYAT-AYAT AL QUR’AN

Disusun Oleh :

SIGIT WIDIANTO
(2300019004)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA
2023
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1. Latar Belakang.......................................................................................................1
2. Rumusan Masalah..................................................................................................2
3. Tujuan....................................................................................................................2

BAB II PENEGASAN JUDUL.........................................................................................3

BAB III PEMBAHASAN MATERI.................................................................................4

1. Pengumpulan al-Qur’an Pada Masa Rasulullah....................................................4


2. Pengumpulan al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar....................................................6
3. Pengumpulan al-Qur’an Pada Masa ‘Utsman.......................................................8

BAB IV PENDAPAT DAN PEMIKIRAN PENULIS....................................................10

BAB V KESIMPULAN PEMBAHASAN......................................................................12

Daftar Pustaka..................................................................................................................13

i
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Al Qur’an, sebagaimana yang disampaikan oleh as-Shabuni adalah Kalam


Allah yang bernilai Mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan
perantara Malaikat Jibril yang tertulis dalam Mashahif. Dan membacanya bernilai
Ibadah. Yang diawali dengan Surat al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat an-Nas.

Mengacu pada hal tersebut dapat dipahami bahwa Al Qur’an merupakan


satuan buku yang tertulis. Kendati Al Qur’an diwahyukan secara lisan, Al Qur'an
sendiri secara konsisten menyebut dirinya sebagai kitab tertulis. Penulisan Wahyu
memang telah dilakukan sejak Zaman Rasulullah, bahkan Nabi sendiri yang
memerintahkan hal tersebut.

Namun untuk pembukuannya bukanlah nabi yang memerintahkan, Al


Qur’an dibukukan setalah Nabi Wafat. Terlebih jika kita membaca Al Qur’an
yang saat ini biasa kita baca, maka kita akan dikejutkan dengan fakta bahwa ayat
yang pertama kali turun justru diletakan dibagian akhir dari Al Qur’an, bukan di
awal. Seharusnya itu menjadi pertanyaan tersendiri bagi kita, lantas siapa yang
yang menyusun Al Qur’an hingga akhirnya bisa menjadi seperti yang kita baca
saat ini?

Untuk itu maka perlu kajian yang khusus membahas hal tersebut guna
setidaknya memberikan informasi yang memadai mengenai hal tersebut,
mengingat kajian semacam itu akan berpengaruh bagi pembuktian atas
keorisinilan Al Qur’an yang kita baca saat ini. Berdasarkan hal tersebut maka
penulis merasa perlu untuk menyusun sebuah makalah pendek dengan judul
“Pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an”.

Makalah ini tentu saja bukan makalah yang sangat sempurna dan tidak ada
kesalahan sama sekali, atas hal tersebut penulis meminta maaf atas segala

1
kesalahan yang ada dalam kmakalah ini, serta mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk penyusunan makalah-makalah setelahnya.

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Pengumpulan Al Qur’an dilakukan?
b. Bagaimana Penentuan Urutan Ayat dan Surat dalam Al Qur’an?

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui sejarah Pengumpulan Al Qur’an.
b. Untuk mengetahui Penentuan Urutan Ayat dan Surat dalam Al Qur’an.

2
BAB II

PENEGASAN JUDUL

Makalah ini berjudul “Pengumpulan Ayat-ayat Al Qur’an”. Berikut ini


penulis akan memaparkan kata dan istilah yang ada di dalam makalah ini, supaya
tidak terjadi kesalahpahaman dan penafsiran dalam memahami sebuah judul.
Adapun penjelasan dari judul tersebut adalah sebagai berikut :

Pengumpulan adalah proses penggabungan suatu benda atau barang yang


memiliki fungsi di dalamnya agar terbentuk suatu kesatuan. Adapun pengertian
ayat-ayat Al Quran yaitu bagian terkecil atau terpendek dari surah yang ada dalam
al-Quran, terdiri atas satu atau sejumlah huruf dan kalimat yang mempunyai arti.
Menurut al-Zarqaniy, ayat merupakan satu kelompok kata yang mempunyai
permulaan dan akhir, berada dalam suatu surah dalam al-Quran.

Bisa disimpulkan bahwa pengumpulan ayat-ayat Al Quran adalah proses


penggabungan ayat-ayat yang ada dalam Al Quran.

3
BAB III
PEMBAHASAN MATERI

1. Pengumpulan al-Qur’an Pada Masa Rasulullah

Pengertian pengumpulan Al-Qur’an menurut para ulama terbagi menjadi


dua macam, yaitu: Pertama, pengumpulan dalam arti hifzhuhu (menghafalnya
dalam hati). Kedua, pengumpulan dalam arti Kitabatuhu kulluhu (penulisan
qur’an semuanya) baik dengan memisahkan ayat-ayat dan surat-suratnya, atau
menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surat ditulis dalam satu lembaran secara
terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-
lembaran yang terkumpul, yang menghimpun semua surat sebagiannya ditulis
sesudah bagian yang lain.

Sejak awal pewahyuan Al-Qur’an hingga menjadi sebuah mushaf, telah


melalui proses panjang. Mulai dari Ayat yang pertama turun sampai ayat yang
terakhir turun, benar-benar terjaga kemurniaanya. Upaya untuk menjaga dan
memelihara ayat-ayat agar tidak terlupakan atau terhapus dari ingatan terus-
menerus dilakukan. Upaya-upaya tersebut dengan cara yang sederhana yaitu Nabi
Menghafal Ayat-ayat itu dan menyampaikannya kepada para sahabat yang
kemudian juga menghafalnya sesuai dengan yang disampaikan Nabi. Upaya
kedua yang dilakukan Umat Islam dalam upaya pemeliharaan Al-Qur’an adalah
mencatat atau menuliskannya dengan persetujuan Nabi.

Pada mulanya, bagian-bagian al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi


Muhammad dipelihara dalam ingatan Nabi dan para sahabatnya. Tradisi hafalan
yang kuat di kalangan masyarakat Arab telah memungkinkan terpeliharanya al-
Quran dalam cara semacam itu. Jadi, setelah menerima suatu wahyu, Nabi Lalu
menyampaikannya kepada para pengikutnya, yang kemudian menghafalkannya.
Sejumlah hadits menjelaskan berbagai upaya Nabi dalam merangsang
penghafalan wahyu-wahyu yang telah diterimanya. Salah satu di antaranya adalah
yang diriwayatkan oleh Utsman ibn Affan bahwa Rasulullah pernah bersabda:

4
“Yang terbaik di antara kamu adalah mereka yang mempelajari al-Quran dan
kemudian mengajarkannya.”

Semasa hidup Nabi Muhammad dikenal beberapa orang yang dijuluki


sebagai Qari’ yaitu seorang yang menghafal al-Qur’an, adapun para Qari’ pada
masa Nabi Muhammad adalah sebagai berikut : Keempat Khulafa’ur Rasyidin,
Tholhah, Said, Ibn Mas’ud, Hudaifa, Abu Hurairah, Ibn ‘Umar, Ibn Abbas, ‘Amr
bin ‘Ash, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Ibn Jabir,
Abdullah bin Sa’ib, ‘Aisyah, Hafshah, Ummu Salamah.

Sedangkan untuk penulisan wahyu yang turun, dikenal beberapa sahabat


yang bertugas untuk menuliskan wahyu yang turun atas perintah Rasulullah
sendiri. Para penulis wahyu tersebut kemudian mendapat julukan sebagai Kutabul
Wahyu. Adapun para penulis wahyu pada masa nabi muhammad yaitu Khulafaur
Rasyidin, Muawiyah, Zaid bin Sabit, ‘Ubai bin Ka’ab, Khalid bin Al-Walid dan
Tsabit bin Qays.

Namun karena keterbatasan media tulis yang digunakan pada waktu itu
sehingga para sahabat menggunakan apa saja yang dapat digunakan sebagai media
tulis dalam menuliskan wahyu. Beberapa media tulis yang digunakan para sahabat
untuk menuliskan wahyu sebegaimana yang disampaikan oleh az-Zarqany
adalah : lembaran lontar atau perkamen (Riqa), batu tulis berwarna putih (Likhaf),
pelapah kurma (Asib), tulang belikat(Aktaf), tulang rusuk (Adlla’), lembaran kulit
(Adim).

Namun yang menjadi catatan dari pengumpulan al-Qur’an pada masa


Rasulullah adalah walupun telah ada penulisan pada masa Rasulullah atas perintah
beliau sendiri, hanya saja pada saat itu al-Qur’an yang dituli masih berupa
lembaran yang tercecer dan belum disatukan. Mengenai hal tersebut, az-Zarqany
secara khusus menjelaskan alasan yang mendasari hal tersebut, yaitu :

a. Pada saat itu para Qari’ masih sangat banyak, dan Islam belum menyebar
seperti pada masa Abu Bakar maupun Ustman.
b. Singkatnya jarak antara berhentinya wahyu dan wafatnya Nabi.

5
c. Ayat-Ayat al-Qur’an yang turun terkadang untuk menghapus keberlakuan
ayat sebelumnya.
d. Al-Qur’an tidak turun sekaligus, melainkan dengan jalan sedikit demi
sedikit (Munajaman) selama rentang duapuluh tahun atau lebih.
e. Urutan ayat turun kepada Nabi berdasarkan Asbabun Nuzul, sedangkan
urutan ayat dalam al-Qur’an tidak disusun berdasakan hal tersebut.

2. Pengumpulan al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar

Ketika Rasulullah telah Wafat, al-Qur’an memang telah terkumpul di dada


para sahabat berupa hafalan serta telah dituliskan dalam lembaran-lembaran.
Namun al-Qur’an yang ditulis para sahabat tersebut masih berupa lembaran-
lembaran yang tercecer ditangan para sahabat atau dengan kata lain al-Qur’an
pada saat itu masih belum sepenuhnya terbukukan. Sehingga ketia terjadi perang
Yamamah yang terjadi setahun setelah wafatnya Nabi yang menewaskan 70 Qari’
menimbulkan kegelisahan dihati ‘Umar bin Khattab hingga kemudian mendesak
Abu Bakar untuk segera membukukan al-Qur’an mengingat para Qari’ telah
banyak yang meninggal sedangkan al-Qur’an yang tertulis masih berupa
lembaran-lembaran yang tercecer.

Atas desakan ‘Umar tersebut kemudian Abu Bakar berkenan untuk


memerintahkan pengumpulan tersebut walaupun pada awalnya beliau menolaknya
dengan alasan bahwa hal tersebut bukanlah perbuatan yang dilakukan oleh Nabi,
namun ‘Umar meyakinkannya dengan alasan bahwa pembukuan tersebut adalah
hal yang baik dan sangat penting. Setelah Abu Bakar merasa yakin dengan
keputusannya tersebut, maka diutuslah Zaid bin Tsabit untuk mulai
mengumpulkan al-Qur’an.

Pemilihan Zaid sebagai orang yang ditugasi untuk mengumpulkan al-


Qur’an menurut beberapa Ahli Ilmu Qur’an didasarkan oleh beberapa alasan
diantaranya adalah Zaid adalah seorang yang cerdas, masih muda, dan tidak

6
memiliki sifat tercela, selain itu peranannya sebagai penulis wahyu dimasa
Rasulullah menjadi alasan yang mendsari pemilihannya.

Dalam mengumpulkan al-Qur’an Zaid menggunakan metode yang sangat


teliti berdasarkan arahan yang diberikan oleh abu Bakar dan ‘Umar. Selama
pengumpulan tersebut, Zaid tidak serta-merta mengandalkan hafalan yang
dimilikinya, tidak juga dengan apa yang telah ditulisnya maupun yang telah
didengarkannya. Dalam pengumpulan tersebut, zaid menggunakan dua rujukan
utama, yaitu :

1. Berdasarkan ayat yang telah ditulis dihadapan Rasulullah dan telah


disaksikan langsung oleh beliau.
2. Ayat yang dihafal dan ditulis dalam lembaran dengan menyertakan dua
saksi yang adil yang menyaksikan bahwa ayat tersebut telah benar-benar
ditulis dihadapan Rasulullah.

Adapun yang dimaksud dimaksud dengan disaksikan oleh dua orang


adalah, bahwa hal itu merupakan sesuatu yang ditulis sebagaimana bentuk yang
dengannya al-Qur’an telah diturunkan, atau bahwa yang ditulis itu memang telah
ditulis di depan Rasulullah saw. Tujuan dari penyertaan syarat tersebut adalah
agar al-Qur’an tersebut tidak ditulis dengan tulisan yang sama dengan yang ditulis
di depan Rasulullah saw.
Karena itu, kesaksian tersebut bukan kesaksian atas al-Qur’an, karena hal
itu tidak perlu diragukan. Mengingat jumlah para penghafal dan pembacanya
sangat banyak. Namun, kesaksian yang dimaksud di sini adalah kesaksian atas
tulisan yang ditulis di depan Nabi saw. Dengan cara itulah, penulisan tersebut
telah selesai dengan sempurna sehingga terkumpul dalam lembaran yang diikat
dengan benang, sebagaimana yang dijelaskan dalam sebagian riwayat. Inilah
peranan yang dimainkan oleh Zayd bin Tsâbit.

7
3. Pengumpulan al-Qur’an Pada Masa ‘Ustsman bin ‘Affan

Pengumpulan al-Qur’an pada masa ‘Utsman bin ‘Affan punya motif


berbeda dengan pengumpulan al-Qur’an dimasa Abu Bakar, Jika motif Abû Bakar
mengumpulkan al-Qur’an karena khawatir akan hilangnya materi yang tertulis
tadi sebagai akibat dari banyaknya para penghafal dan pembaca yang telah
meninggal dunia, maka motif ‘Utsmân adalah karena takut akan terjadinya
perbedaan yang meruncing mengenai ragam bacaan.

Pada masa ‘Utsman ini Islam telah tersebar luas dan kaum Muslimin telah
hidup berpencar ke berbagai pelosok. Di berbagai daerah telah terkenal Qira’at
sahabat yang mengajarkan al-Qur’an kepada penduduk setempat. Penduduk Syam
memakai Qira’at Ubay bin Kaab, penduduk Kuffah memakai Qira’at Abullah bin
Mas’ud, penduduk di wilayah lainnya menggunakan Qira’at Abu Musa al-
Asy’ary. Tidak jarang terjadi pertentangan mengenai masalah bacaan dikalangan
pengikut sahabat-sahabat tersebut, hingga kemudian pertentangan tersebut
memuncak menjadi perpecahan dikalangan Muslimin sendiri.

Kondisi semacam ini kemudian didengar oleh Hudaifah bin Yaman.


Ketika Hudaifah mengetaui hal tersebut, maka dengan sesegera mungkin beliau
melaporkannya kepada Khalifah ‘Utsman agas segera ditindak lanjuti. Setelah
mendapatkan laporan tersebut, ‘Utsman segerah mengirim surat kepada Hafshah
yang berisikan perintah untuk memberikan al-Qur’an yang telah dibukukan Zaid
sebelumnya untuk kemudian diperbanyak dan disebarluaskan ke seluruh penjuru.
Untuk membukukan al-Qur’an tersebut, ‘Ustman mengutus empat orang sahabat
untuk membukukan al-Qur’an, dari keempat orang tersebut tiga diantaranya
adalah muhajirin dan satu orang lainnya adalah kaum anshar, empat orang
tersebut adalah : Zaid bin Tsabit, ‘Abdullâh bin Zubayr, Sa’id bin al-‘Ash,
‘Abdurrahmân bin al-Harits bin Hisyam.

8
Dalam melakukan pembukuan tersebut, keempat orang tersebut berpegang
pada arahan dari ‘Utsman, yaitu :
a. Menjadikan Mushaf Abu Bakar yang telah dibukukan oleh Zaid bin
Tsabit sebagai acuan pokok dan dumber utama dalam penulisan al-
Qur’an.
b. Mengacu pada Mushaf Abu Bakar tersebu dalam hal penulisan dan
urutannya, dan apabila terdapat perbedaan pendapat dikalangan para
anggota panitia, maka mengacu berdasarkan dialek Quraisy karena al-
Qur’an diturunkan dengan dialek Quraisy.
c. Dan al-Qur’an tidak ditulis kecuali berdasarkan persetujuan antara para
panitia, dan para sahabat bersepakat bahwa al-Qur’an yang telah
dibukukan tersebut sebagai al-Qur’an sebagaimana yang diturunkan
kepada Rasulullah.

Usaha yang dilakukan oleh ‘Ustman tersebut mendapatkan apresiasi yang


sangat dikalangan sahabat, sehingga hasil dari usaha tersebut mendapat
pengakuan dari kalangan sahabat dan mereka meyakini bahwa al-Qur’an yang
dikumpulkan oleh ‘Utsman tersebut telah sesuai dan sama persis dengan al-
Qur’an yang ada pada masa Nabi Muhammad. Baik dari segi urutan ayat
(Tartibul Ayat), maupun urutan Surat (Tartibus suwar), maupun Qira’atnya.
Mushaf ‘Utsman yang telah mendapatkan pengakuan dari para sahabat tersebut
kemudian disebarkan dan menjadi pegangan dalam penulisan al-Qur’an hingga
saat ini yang dikenal dengan Mushaf atau Rasm ‘Ustmany.

9
BAB IV
PENDAPAT DAN PEMIKIRAN PENULIS

Pengumpulan ayat-ayat Al-Quran adalah proses penting dalam menjaga


kesucian dan keaslian teks suci Al-Quran. Proses ini dilakukan untuk
mengumpulkan, mengatur, dan merawat ayat-ayat Al-Quran yang ada dalam
bentuk tulisan atau dalam bentuk lisan yang dipindahkan ke dalam bentuk tulisan.

Pengumpulan ayat-ayat Al-Quran dimulai pada masa kehidupan Nabi


Muhammad SAW. Saat itu, ayat-ayat Al-Quran diturunkan secara bertahap
selama periode 23 tahun. Ayat-ayat tersebut diterima oleh Nabi Muhammad SAW
dan dihafalkan oleh para sahabatnya. Selama masa tersebut, ayat-ayat Al-Quran
juga ditulis dalam berbagai media seperti kulit, tulang, daun palem, dan lain-lain.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, pengumpulan ayat-ayat Al-


Quran dilakukan oleh para sahabatnya yang telah menghafal dan memahami Al-
Quran dengan baik. Mereka bekerja keras untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-
Quran dari berbagai media dan menyusunnya dalam satu mushaf (kitab suci).

Salah satu upaya terkenal dalam pengumpulan ayat-ayat Al-Quran adalah


yang dilakukan oleh Khalifah Utsman bin Affan. Beliau memerintahkan agar
mushaf-mushaf yang ada di berbagai wilayah disatukan dalam satu mushaf
standar. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya perbedaan bacaan dan
penafsiran yang dapat mengaburkan makna yang sebenarnya.

Pengumpulan ayat-ayat Al-Quran sangat penting karena memastikan


bahwa teks Al-Quran yang kita miliki saat ini adalah teks yang sama dengan yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Proses pengumpulan ini juga
memungkinkan umat Islam untuk mempelajari, memahami, dan mengamalkan
ajaran yang terkandung dalam Al-Quran dengan benar.

10
Dalam konteks modern, pengumpulan ayat-ayat Al-Quran tetap menjadi
tanggung jawab para ulama dan penulis Al-Quran. Mereka berupaya untuk
menghasilkan mushaf-mushaf Al-Quran yang akurat dan sahih, dan menjaga
kesucian teks Al-Quran dari perubahan atau penyimpangan yang tidak sah.

Pengumpulan ayat-ayat Al-Quran adalah upaya yang penting dalam


menjaga integritas dan keaslian Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam.

11
BAB V
KESIMPULAN PEMBAHASAN

1. Upaya yang dilakukan Rasulullah untuk menjaga dan memelihara ayat-


ayat agar tidak terlupakan atau terhapus dari ingatan dengan cara yang
sederhana yaitu Nabi Menghafal Ayat-ayat itu dan menyampaikannya
kepada para sahabat yang kemudian juga menghafalnya sesuai dengan
yang disampaikan Nabi. Upaya kedua yang dilakukan Umat Islam dalam
upaya pemeliharaan Al-Qur’an adalah mencatat atau menuliskannya
dengan persetujuan Nabi.
2. Pembukuan al-Qur’an yang dilakukan oleh Abu Bakar didasari oleh
kekhawatiran al-Qur’an akan hilang jika tidak dikumpulkan karena telah
banyak para Qari’ yang meninggal dan Mushaf al-Qur’an masih tercecer.
Atas desakan ‘Umar akhirnya Abu Bakar berkenan untuk
membukukannya dengan memerintahkan Zaid untuk membukukan al-
Qur’an.
3. Pembukuan al-Qur’an yang dilakukan pada masa ‘Ustman didasari oleh
perpecahan dikalngan sahabat akibat perbedaan bacaan yang mereka
gunakan sehingga ‘Utsman memerintahkan untuk membukukan ulang
Mushaf yang sudah ada dimasa Abu Bakar dan menyebar luaskan
diseluruh penjuru. Untuk melakukan tugas tersebut ‘Utsman
memerintahkan empat orang sahabat yaitu : Zaid bin Tsabit, ‘Abdullâh bin
Zubayr, Sa’id bin al-‘Ash, ‘Abdurrahmân bin al-Harits bin Hisyam.

12
Daftar Pustaka

Mana’ Qathan, Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur’an, (Cairo : Maktabah Wahbah, 1995).


H.M. Rusdi Khalid, Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, ( Alauddin Universiti Press :
Makassar, 2011).
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, (Jakarta : Yayasan Abad
Demokrasi, 2011).
Muhammad Abdul Adzim az-Zarqany, Manahil al-‘Irfan Fi ‘Ulum al-Qur’an,
Jilid I, (Beirut : Dar al-Kitab al-`Araby, 1995).
Shubhi Sholih, Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur’an, Cet. X. (Beirut : Dar al-Ilmi, 1977).
Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2013).
Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasy, al-Burhan Fi Ulum al-Qur’an,
(Cairo : Dar at-Turats, tt).
Muhammad Ali ash- Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, (Jakarta : Pustaka
Amani, 2001).
Musthofa Dhib al-Bigha dan Muhyiddin Dhib Matu, al-Wadih Fi Ulum al-
Qur’an, (Damaskus : Dar al-Ulum al-Insaniyah, 1998).

13

Anda mungkin juga menyukai