Anda di halaman 1dari 33

Kategori : Ulumul Qur’an

ULUMUL QUR’AN

Jumlah Qira’at Dan Aneka Ragam Pendapat Tentang Qira'at


Qira'at ada macam-macam jenisnya. pendapat tentang qira'at itu sendiri juga sangatlah beragam dan
semua pendapat tersebut sangatlah berbobot seperti yang tertera di bawah ini.

Pengarang kitab Al-Itqan menyebutkan macam-macam qira'at itu ada yang mutawatir, masyhur, Syadz,
ahad, maudhu' dan mudarraj.

Qadhi' Jalaluddin al-Bulqiny mengatakan: Qira'at itu terbagi ke dalam: mutawatir, ahad dan syadz.

Yang mutawatir adalah qira'at tujuh yang masyhur. Yang ahad adalah qira'at tsalatsa (tiga) yang menjadi
pelengkap qira'ah 'asyrah (sepuluh), yang kesemuanya dipersamakan dengan qira'at para sahabat.
Adapun qira'at yang syadz ialah qira'at para tabi'in seperti qira'at A'masy, Yahya ibnu Watsab, Ibnu Jubair
dan lain-lain.

Imam as-Suyuthy mengatakan bahwa kata-kata di atas perlu ditinjau kembali. Yang pantas untuk
berbicara dalam bidang ini adalah tokoh qurra' pada masanya yang bernama Syaikh Abu al-Khair ibnu al-
Jazary dimana beliau mengatakan dalam muqaddimah kitabnya An-Nasyr: "Semua qira'at yang sesuai
dengan bacaan Arab walau hanya satu segi saja dan sesuai dengan salah satu mushhaf Utsmany
walaupun hanya sekedar mendekati serta sanadnya benar maka qira'at tersebut adalah shahih (benar),
yang tidak ditolak dan haram menentangnya, bahkan itu termasuk dalam bagian huruf yang tujuh dimana
Al-Qur'an diturunkan. Wajib bagi semua orang untuk menerimanya baik timbulnya dari imam yang tujuh
maupun dari yang sepuluh atau lainnya yang bisa diterima. Apabila salah satu persyaratan yang tiga
tersebut di atas tidak terpenuhi maka qira'at itu dikatakan qira'at yang syadz atau bathil, baik datangnya
dari aliran yang tujuh maupun dari tokoh yang lebih ternama lagi. Inilah pendapat yang benar menurut
para muhaqqiq dari kalangan salaf maupun khalaf.

Pengarang kitab Ath-Thayyibah dalam memberikan batas diterimanya qira'at mengatakan: Setiap bacaan
yang sesuai dengan nahwu, mirip dengan tulisan mushhaf Utsmany, benar adanya itulah bacaan. Ketiga
sendi ini, bila rusak salah satunya menyatakan itu cacat, meski dari qira'at sab'ah datangnya.

Qira'at ada yang mengartikan qira'at sab'ah, qira'at sepuluh dan qira'at empat belas. Semuanya yang
paling terkenal dan nilai kedudukannya tinggi ialah qira'at sab'ah.

Qira'at sab'ah (tujuh) adalah qira'at yang dinisbatkan kepada imam yang tujuh dan terkenal, yaitu: Nafi',
Ashim, Hamzah, Abdullah bin Amir, Abdullah ibnu Katsir, Abu Amer ibnu 'Ala' dan Ali al-Kisaiy.

Qira'at 'asyar (sepuluh) adalah qira'at yang tujuh ditambah dengan qira'at: Abi Ja'far, Ya'qub dan Khalaf.

Qira'at arba' 'asyar (empat belas) yaitu qira'at yang sepuluh ditambah empat qira'at: Hasan al-Bashry,
Ibnu Mahish, Yahya al-Yazidy dan asy-Syambudzy.

Ilmu qira'at adalah ilmu yang lahir pada masa yang sebelumnya tidak pernah disebut-sebut. Orang yang
pertama menyusunnya adalah Abi Ubaid al-Qasim ibnu Sallam, Abu Hatim as-Sajistany, Abi Ja'far ath-
Thabary dan Ismail al-Qadhy.

Bilakah qira'at menjadi populer?

Qira'at sab'ah populer diseluruh negara Islam pada permulaan abad kedua hijriyah. Di Bashrah orang
membaca menurut qira'at Abi Amr dan Ya'qub. Di Kufah menurut qira'at Hamzah dan Ashim, di Syam
menurut qira'at Ibnu Amir, di Makkah menurut qira'at Ibnu Katsir dan di Madinah menurut qira'at Nafi'.

Al-Qur'an Adalah Mu'jizat Muhammad Yang Abadi


1 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an
Beberapa Nabi mendapatkan mu'jizat yang spesial. Tapi dari semua mu'jizat yang turun ke bumi, hanya
mu'jizat Nabi Muhammad SAW yang paling spesial.

Hikmah Allah yang azali telah berjalan untuk menguatkan para Nabi dan Rasul-Nya yaitu dengan
beberapa mu'zijat yang nampak, dalil-dalil tanda-tanda yang nyata, serta hujjah dan alasan rasional,
yang menyatakan bahwa mereka adalah benar dan mereka adalah para Nabi dan Rasul Allah SWT.

Allah SWT mengistimewakan Nabi kita Muhammad SAW dengan bekal mu'jizat yang luar biasa yaitu Al-
Qur'anul Karim, ia adalah nur ilahi dan wahyu samawy yang diletakkan ke dalam lubuk hati Nabi-Nya
sebagai Qurânan 'Arabiyyan (bacaan berbahasa Arab) yang mulus dan lempang, ia membacanya
sepanjang malam dan siang. Dengannya ia dapat menghidupkan semangat generasi dari bahaya
kemusnahan, dari generasi yang sudah punah menjadi generasi yang hidup kembali dengan pancaran
sinar Al-Qur'an dan menunjukinya dengan jalan yang teramat lurus serta membangkitkannya kembali,
dari lembah kenistaan menjadi ummat yang terbaik yang ditampilkan untuk ikatan seluruh manusia. Allah
menegaskan dengan firmannya:

Dan apakah orang sudah mati kemudian dia kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang
terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia serupa dengan
orang yang keadaannya berada dalam gelap-gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?
Demikianlah kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-
An'âm: 122)

Al-Qur'an telah membangkitkan ummat memperbaharui masyarakat, dan menyusun generasi yang belum
pernah tampil dalam sejarah, ia menampilkan orang Arab dari kehidupan sebagai penggembala unta dan
kambing menjadi pemimpin bangsa-bangsa, yang dapat menguasai dunia bahkan sampai kepada negeri-
negeri yang begitu jauh mengenalnya. Kesemuanya itu berkat Al-Qur'an sebagai mu'jizat (Muhammad)
penutup para Nabi dan Rasul.

Arti Kemu'jizatan Al-Qur'an


Mu'jizat adalah sesuatu yang sangatlah spesial. Hanya Allah SWT yang dapat melakukannya melalui
kebesaran yang dimilikinya.

I'jaz (kemu'jizatan) dalam bahasa Arab adalah menisbatkan lemah kepada orang lain. Allah berfirman:

"Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, kalau aku dapa
menguburkan mayat saudaraku ini". (Al-Mâidah: 31).

Mu'jizat dinamakan mu'jizat (melemahkan) karena manusia lemah untuk mendatangkan sesamanya,
sebab mu'jizat berupa hal yang bertentangan dengan adat, keluar dari batas-batas faktor yang telah
diketahui. I'jazul Qur'an (kemu'jizatan Al-Qur'an) artinya: "Menetapkan kelemahan manusia baik secara
berpisah-pisah maupun berkelompok, untuk bisa mendatangkan sesamanya". Dan yang dimaksud dengan
kemu'jizatan Al-Qur'an bukan berarti melemahkan manusia dengan pengertian melemahkan yang
sebenarnya, artinya memberi pengertian kepada mereka dengan kelemahannya untuk mendatangkan
sesama Al-Qur'an, karena hal itu telah dimaklumi oleh setiap orang yang berakal, tetapi maksudnya
adalah untuk menjelaskan bahwa kitab ini hak, dan Rasul yang membawanya adalah rasul yang benar.
Begitulah semua mu'jizat nabi-nabi dimana manusia lemah untuk menandinginya.

Tujuannya hanya untuk melahirkan kebenaran mereka, menetapkan bahwa yang mereka bawa adalah

2 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

semata-mata wahyu dari Dzat Yang Maha Bijaksana, dan diturunkan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Mereka hanyalah menyampaikan risalah Allah dan tiada lain tugasnya hanya memberitahukan dan
menyampaikan. Oleh karena itu mu'jizat adalah dalil-dalil dari Allah SWT. kepada hamba-Nya untuk
membenarkan rasul-rasul dan nabi-nabi. Dengan perantaraan mu'izat ini, seolah-olah Allah bersabda:
"Benar hamba-Ku dalam hal yang ia sampaikan dari Aku, dan Aku mengutusnya agar ia menyampaikan
sesuatu kepadamu".

Sedangkan dalil atas kebenarannya adalah dengan cara menjalankan hal-hal yang bertentangan dengan
adat pada tangan Rasul, dimana tak ada seorangpun diantara kamu yang bisa mendatangkan sesamanya,
dan sesuatu hal yang di luar kemampuan manusia untuk bisa menjalankannya dalam hal seaneh ini.
Itulah arti melemahkan dan itu pula pengertian mu'jizat.

Qari Tujuh Yang Masyhur


Para Qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya, dan menyampaikan
qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW.

Qira'at yang mutawatir semuanya kita kutip dari para qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan
hafalan serta ketelitiannya. Mereka ialah imam-imam qira'at yang masyhur yang meyampaikan qira'at
kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW. Mereka memiliki keutamaan
ilmu dan pengajaran tentang kitabullah Al-Qur'an sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baiknya
orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya".

Syaikh Abul Yusri 'Abidin telah menyebutkan nama-nama qari dalam dua bait sya'ir:

Nafi', Ibnu Katsir, 'Ashim dan Hamzah, Abu 'Amer, Ibnu 'Amir dan Kisaiy. Itulah tujuh Imam yang tak
diragukan lagi.

1. Ibnu 'Amir

Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di Damaskus pada masa pemerintahan
Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya adalah Abu Imran. Dia adalah seorang tabi'in, belajar qira'at dari
Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di
Damaskus pada tahun 118 H. Orang yang menjadi murid, dalam qira'atnya adalah Hisyam dan Ibnu
Dzakwan.

Dalam hal ini pengarang Asy-Syathiby mengatakan: "Damaskus tempat tinggal Ibnu 'Amir, di sanalah
tempat yang megah buat Abdullah. Hisyam adalah sebagai penerus Abdullah. Dzakwan juga mengambil
dari sanadnya.

2. Ibnu Katsir

Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky, ia adalah imam dalam
hal qira'at di Makkah, ia adalah seorang tabi'in yang pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu
Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, dia wafat di Makkah pada tahun 120 H. Perawinya dan
penerusnya adalah al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.

Asy-Syathiby mengemukakan: "Makkah tempat tinggal Abdullah. Ibnu Katsir panggilan kaumnya. Ahmad
al-Bazy sebagai penerusnya. Juga..... Muhammad yang disebut Qumbul namanya.

3. 'Ashim al-Kufy

Nama lengkapnya adalah 'Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah.
Panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah seorang tabi'in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di
Kufah. Kedua Perawinya adalah; Syu'bah wafat pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun 180 H.

Kitab Syathiby dalam sya'irnya mengatakan: "Di Kufah yang gemilang ada tiga orang. Keharuman mereka
melebihi wangi-wangian dari cengkeh Abu Bakar atau Ashim ibnu Iyasy panggilannya. Syu'ba perawi
utamanya lagi terkenal pula si Hafs yang terkenal dengan ketelitiannya, itulah murid Ibnu Iyasy atau Abu

3 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Bakar yang diridhai.

4. Abu Amr

Nama lengkapnya adalah Abu 'Amr Zabban ibnul 'Ala' ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru besar pada
rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu nama
panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya adalah ad-Dury wafat pada
tahun 246 H. dan as-Susy wafat pada tahun 261 H.

Asy-Syathiby mengatakan: "Imam Maziny dipanggil orang-orang dengan nama Abu 'Amr al-Bashry,
ayahnya bernama 'Ala, Menurunkan ilmunya pada Yahya al-Yazidy. Namanya terkenal bagaikan sungai
Evfrat. Orang yang paling shaleh diantara mereka, Abu Syua'ib atau as-Susy berguru padanya.

5. Hamzah al-Kufy

Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu 'Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy seorang
bekas hamba 'Ikrimah ibnu Rabi' at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu 'Imarh, wafat di Hawan pada masa
Khalifah Abu Ja'far al-Manshur tahun 156 H. Kedua perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H. Dan
Khallad wafat tahun 220 H. dengan perantara Salim.

Syatiby mengemukakan: "Hamzah sungguh Imam yang takwa, sabar dan tekun dengan Al-Qur'an, Khalaf
dan Khallad perawinya, perantaraan Salim meriwayatkannya.

6. Imam Nafi.

Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi' ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na'im al-Laitsy, asalnya dari
Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi' berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah.
Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada tahun 12 H, dan Warasy wafat pada
tahun 197 H.

Syaikh Syathiby mengemukakan: "Nafi' seorang yang mulia lagi harum namanya, memilih Madinah
sebagai tempat tinggalnya. Qolun atau Isa dan Utsman alias Warasy, sahabat mulia yang
mengembangkannya.

7. Al-Kisaiy

Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama
Abul Hasan, menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy karena memakai kisa pada waktu
ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke
Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat pada tahun 424 H,
dan ad-Dury wafat tahun 246 H.

Syathiby mengatakan: "Adapun Ali panggilannya Kisaiy, karena kisa pakaian ihramnya, Laits Abul Haris
perawinya, Hafsah ad-Dury hilang tuturnya.

Qira'at Yang Masyhur


Pengertiannya dan perkembangannya dari awal hingga para tokoh yang ada di dalam pengembangannya.

Pada pembahasan yang terakhir ini kami menganggap penting untuk membicarakan sekelumit tentang
qira'at-qira'at. Bagaimana timbulnya dan siapa tokohnya yang terkenal.

1. Pengertian Qira'at

Al-Qira'at adalah jamak dari kata qir'at yang berasal dari qara'a - yaqra'u - qirâ'atan. Menurut istilah
qira'at ialah salah satu aliran dalam mengucapkan Al-Qur'an yang dipakai oleh salah seorang imam qura'
yang berbeda dengan lainnya dalam hal ucapan Al-Qur'anul Karim. Qira'at ini berdasarkan sanad-

4 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW.

2. Apakah pada masa Sahabat sudah ada qari-qari?

Benar ada. Periode qura' yang mengajarkan bacaan Al-Qur'an kepada orang-orang menurut cara mereka
masing-masing adalah dengan standard dari masa sahabat yang mulia.

Diantara sahabat yang populer dengan bacaannya adalah: Ubay, Aly, Zaid ibnu Tsabit, Ibnu Mas'ud. Abu
Musa al-Asy'ary dan lain-lain.

Dari mereka itulah kebanyakan para sahabat dan tabi'in di seluruh daerah belajar. Mereka itu semuanya
berpedoman kepada Rasulullah SAW sampai dengan datangnya masa tabi'in pada permulaan abad ke-2
H. Selanjutnya timbul golongan-golongan yang begitu memperhatikan adanya tanda baca secara
sempurna manakala diperlukan dan mereka menjadikannya sebagai satu cabang dari ilmu sebagaimana
halnya ilmu-ilmu syari'at yang lain.

Bagaimanakah sejarah timbulnya Qira'at

Telah kami ketahui terdahulu bahwa periodesasi qurra' adalah sejak zaman sahabat sampai dengan masa
tabi'in. Orang-orang yang menguasai tentang Al-Qur'an ialah yang menerimanya dari orang-orang yang
dipercaya dan dari imam demi imam yang akhirnya berasal dari Nabi.

Sedangkan mushhaf-mushhaf tersebut tidaklah bertitik dan berbaris, dan bentuk kalimat di dalamnya
mempunyai beberapa kemungkinan berbagai bacaan. Kalau tidak, maka kalimat itu harus ditulis pada
mushhaf dengan satu wajah kemudian ditulis pada mushhaf lain dengan wajah yang lain dan begitulah
seterusnya.

Tidaklah diragukan lagi bahwa penguasaan tentang riwayat dan penerimaan adalah merupakan pedoman
dasar dalam bab qira'at dan Al-Qur'an.

Kalangan sahabat sendiri dalam pengambilannya dari Rasul berbeda-beda. Ada yang membaca dengan
satu huruf sedang yang lain ada yang mengambilnya dan huruf/bacaan. Dan bahkan yang lain lagi ada
yang lebih dari itu. Kemudian mereka bertebaran ke seluruh penjuru daerah dalam keadaan semacam ini.

Utsman r.a. ketika mengirim mushhaf-mushhaf ke seluruh penjuru kota ia mengirimkan pula orang yang
sesuai bacaannya mempunyai satu segi bacaan dan yang lainnya ada pula yang lebih dari itu. Oleh karena
itulah timbulnya banyak perbedaan dan kurang adanya keseragaman antara sesamanya.

Pada masa itu himbauan tokoh-tokoh dan pemimpin ummat untuk bekerja keras sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya sehingga bisa membedakan antara bacaan yang benar dan yang tidak
benar. Mereka mengumpulkan huruf dan qira'at, mengembangkan wajah-wajah dan dirayah, menjelaskan
yang benar dan yang salah serta yang berkembang dan yang punah dengan pedoman-pedoman yang
mereka kembangkan dan segi-segi yang mereka utamakan.(1)

(1). Manahilul 'Irfan, juz I, hal: 407.

Hikmah Diturunkannya Al-Qur'an Dengan Tujuh Huruf


Hikmah yang dapat diambil dengan kejadian turunnya Al-Qur'an dengan tujuh huruf

1. Mempermudah ummat Islam khususnya bangsa Arab yang dituruni Al-Qur'an sedangkan
mereka memiliki beberapa dialeks (lahjah) meskipun mereka bisa disatukan oleh sifat ke-
Arabannya. Kami ambil hikmah ini dengan alasan sabda Rasulullah SAW: "Agar
mempermudah ummatku, bahwa ummatku tidak mampu melaksanakannya", dan lain-lain.

Seorang ahli tahqiq Ibnu Jazary berkata: "Adapun sebabnya Al-Qur'an didatangkan dengan
tujuh huruf, tujuannya adalah untuk memberikan keringanan kepada ummat, serta

5 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

memberikan kemudahan sebagai bukti kemuliaan, keluasan, rahmat dan spesialisasi yang
diberikan kepada ummat utama disamping untuk memenuhi tujuan Nabinya sebagai
makhluk yang paling utama dan kekasih Allah".

Dimana Jibril datang kepadanya sambil berkata: "Bahwa Allah telah memerintahkan kamu
untuk membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan satu huruf". Kemudian Nabi SAW
menjawab: "Saya akan minta 'afiyah (kesehatan) dan pertolongan dulu kepada Allah
karena ummatku tidak mampu". Beliau terus mengulang-ulang pertanyaan sampai dengan
tujuh huruf.

2. Menyatukan ummat Islam dalam satu bahasa yang disatukan dengan bahasa Quraisy yang
tersusun dari berbagai bahasa pilihan dikalangan suku-suku bangsa Arab yang berkunjung
ke Makkah pada musim haji dan lainnya.

Dalil-dalil Diturunkannya Al-Qur'an Dengan Tujuh Huruf


Tujuh huruf yang menurunkan Al-Qur'an dan untuk perkara yang satu yang tidak diselisihkan halal
haramnya

1. Imam Bukhari dan Imam Muslim

Dalam shahihnya meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
"Jibril membacakan Al-Qur'an kepadaku dengan satu hurut kemudian aku mengulanginya. (Setelah itu)
senantiasa aku meminta tambah dan iapun menambahiku sampai dengan tujuh huruf". Imam Muslim
menambahkan: "Ibnu Syihab mengatakan: Telah sampai berita padaku bahwa tujuh huruf itu untuk
perkara yang satu yang tidak diselisihkan halal haramnya".

2. Imam Bukhari

Meriwayatkan yang lafazhnya dari Bukhari bahwa; Umar bin Khattab berkata: "Aku mendengar Hisyam
bin Hakim membaca surat Al-Furqan di masa hidupya Rasulullah SAW, aku mendengar bacaannya, tiba-
tiba ia membacanya dengan beberapa huruf yang belum pernah Rasulullah SAW membacakannya
kepadaku sehingga aku hampir beranjak dari shalat, kemudian aku menunggunya sampai salam. Setelah
ia salam aku menarik sorbannya dan bertanya: "Siapa yang membacakan surat ini kepadamu?". Ia
menjawab: "Rasulullah SAW yang membacakannya kepadaku", aku menyela: "Dusta kau, Demi Allah
sesungguhnya Rasulullah SAW telah membacakan surat yang telah kudengar dari yang kau baca ini".

Setelah itu aku pergi membawa dia menghadap Rasulullah SAW lalu aku bertanya: "Wahai Rasulullah aku
telah mendengar lelaki ini, ia membaca surat Al-Furqan dengan beberapa huruf yang belum pernah
engkau bacakan kepadaku, sedangkan engkau sendiri telah membacakan surat Al-Furqan ini kepadaku".
Rasulullah SAW menjawab: "Hai Umar! lepaskan dia. "Bacalah Hisyam!". Kemudian ia membacakan
bacaan yang tadi aku dengar ketika ia membacanya. Rasululllah SAW bersabda: "Begitulah surat itu
diturunkan" sambil menyambung sabdanya: "Bahwa Al-Qur'an ini diturunkan atas tujuh huruf maka
bacalah yang paling mudah!".

Dalam satu riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW mendengarkan pula bacaan sahabat Umar r.a.
kemudian beliau bersabda: "Begitulah bacaan itu diturunkan".

3. Imam Muslim

Meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubay Bin Ka'ab ia berkata: "Aku berada di masjid, tiba-tiba
masuklah lelaki, ia shalat kemudian membaca bacaan yang aku ingkari. Setelah itu masuk lagi lelaki lain
membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang pertama". Setelah kami selesai shalat, kami bersama-
sama masuk ke rumah Rasulullah SAW, lalu aku bercerita: "Bahwa si lelaki ini membaca bacaan yang aku
ingkari dan kawannya ini membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang pertama". Akhirnya
Rasulullah SAW memerintahkan keduanya untuk membaca.

Setelah mereka membaca Rasulullah SAW menganggap baik bacaannya. Setelah menyaksikan hal itu,
terhapuslah dalam diriku sikap untuk mendustakan, tidak seperti halnya diriku ketika masa Jahiliyyah.

6 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Nabi menjawab demikian tatkala beliau melihat diriku bersimbah peluh karena kebingungan, ketika itu
keadaan kami seolah-olah berkelompok-kelompok di hadapan Allah Yang Maha Agung.

Setelah melihat saya dalam keadaan demikian, beliau menegaskan pada diriku dan berkata: "Hai Ubay!
Aku diutus untuk membaca Qur'an dengan suatu huruf lahjah (dialek)", kemudian aku meminta pada
Jibril untuk memudahkan umatku, dia membacakannya dengan huruf kedua, akupun meminta lagi
padanya untuk memudahkan umatku, lalu ia menjawab untuk ketiga kalinya. "Hai Muhammad, bacalah
Qur'an dalam 7 lahjah dan terserah padamu Muhammad apakah setiap jawabanku kau susul dengan
pertanyaan permintaan lagi".

Kemudian aku menjawabnya: "Wahai Allah! Ampunilah umatku, ampunilah umatku dan akan
kutangguhkan yang ketiga kalinya pada saat dimana semua makhluk mencintaiku sehingga Nabi Ibrahim
as". Imam Qurthubi berkata: "Denyutan hati ini (dalam jiwa Ubay) akibat dari sabda Rasulullah SAW
ketika orang-orang bertanya kepadanya: "Bahwasanya kami mendapatkan sesuatu dalam diri kami,
dimana seseorang merasa berat sekali untuk mengatakannya". Rasulullah SAW bertanya: "Apakah sudah
kalian temui jawabannya?". "Ya" jawab mereka. Rasulullah SAW bersabda: "Itu adalah iman yang jelas".
(HR. Muslim)

4. Al-Hafizh Abu Ya'la

Dalam musnad kabirnya meriwayatkan: "Bahwa Utsman r.a. pada suatu hari ia berkata di atas mimbar:
"Aku sebut nama Allah teringat seorang lelaki yang mendengar Rasulullah SAW bersabda: bahwa Al-
Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf yang kesemuanya tegas lagi sempurna". Ketika Umar berdiri para
hadirin berkata: "Al-Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf yang kesemuanya tegas dan lengkap".
Kemudian Utsman r.a. berkata: "Saya menyaksikannya bersama mereka".

5. Imam Muslim

Dengan sanad dari Ubay bin Ka'ab meriwayatkan bahwa Nabi SAW ketika berada di Oase Bani Ghaffar
didatangi malaikat Jibril a.s. lalu Jibril berkata: "Sesungguhnya Allah SWT telah memerintah engkau unfuk
membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan satu huruf". Nabi menjawab: "Aku meminta dulu
kepada Allah sehat dan ampunannya, sebab ummatku tidak mampu menjalankan perintah itu".

Kemudian Jibril datang untuk kedua kalinya, seraya berkata: "Allah SWT telah memerintahkan kau untuk
membacakan Al-Qur'an dengan dua huruf". Nabi menjawab: "Aku meminta sehat dan ampunan dulu
kepada Allah, karena ummatku tidak kuat menjalankannya".

Jibril datang lagi untuk ketiga kalinya dan berkata: "Allah SWT telah memerintahkan kau untuk
membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan tiga huruf. Nabi menjawab: "Aku minta sehat dan
maghfirah dulu kepada Allah, sebab ummatku tidak sanggup mengerjakannya".

Jibril datang lagi untuk keempat kalinya seraya berkata: "Kau telah diperintahkan Allah untuk
membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan tujuh huruf dan huruf mana saja yang mereka baca
berarti benar".

6. At-Turmudzy

Juga meriwayatkan dari Ubay bin Ka'ab, ia mengatakan: "Rasulullah SAW berjumpa dengan Jibril di
gundukan Marwah". Ia (Ka'ab) berkata: "Kemudian Rasul berkata kepada Jibril bahwa aku ini diutus untuk
ummat yang ummy (tidak bisa menulis dan membaca). Diantaranya ada yang kakek-kakek tua, nenek-
nenek bangka dan anak-anak". Jibril menjawab: "Perintahkan, membaca Al-Qur'an dengan tujuh huruf".
Imam Turmudzy mengatakan: "Hadits ini hasan lagi shahih".

Dalam suatu lafazh lain disebutkan: "Barangsiapa membacanya dengan satu huruf saja berarti telah
membaca seperti ia (Nabi) membaca".

Dituturkan dalam lafazh Hudzaefah, kemudian aku berkata: "Wahai Jibril bahwa aku diutus untuk ummat
yang ummiyah di dalamnya terdapat orang lelaki, perempuan, anak-anak, pelayan (babu) dan kakek tua
yang tidak bisa membaca sama sekali". Jibril balik berkata: "Bahwa Al-Qur'an diturunkan dengan tujuh

7 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

huruf".

7. Imam Ahmad

Mengeluarkan hadits dengan sanadnya dari Abi Qais maula 'Amar bin 'Ash dari 'Amr, "Bahwa ada
seseorang ini berdiri sehingga tidak terang membaca satu ayat Al-Qur'an". Kemudian 'Amr berkata
kepadanya: "Sebenarnya ayat itu begini dan begini". Setelah itu ia mengatakan hal itu kepada Rasulullah
SAW, Rasulullah SAW menjawab: "Sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan dengan tujuh huruf, mana saja
yang kalian baca berarti benar dan jangan kalian saling meragukan".

8. Ath-Thabary dan Ath-Thabrany

Meriwayatkan dari Zaid bin Arqam. Ia berkata: "Ada seseorang datang kepada Rasulullah SAW, lalu
berkata: "Ibnu Mas'ud telah membacakan sebuah surat kepadaku seperti yang telah dibacakan oleh Zaid
bin Tsabit dan membacakan pula kepadaku Ubay bin Ka'ab. Ternyata bacaan mereka berbeda-beda. Maka
bacaan siapa yang saya ambil?". Rasulullah SAW terdiam, sedangkan shahabat 'Ali berada di sampingnya,
kemudian 'Ali berkata: "Setiap orang diantara kalian hendaklah membaca menurut pengetahuannya,
karena kesemuanya baik lagi indah".

9. Ibnu Jarir Ath-Thabary

Mengeluarkan hadits dari Abi Hurairah, bahwa ia berkata: "Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Al-
Qur'an ini diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah semampunya dan tidak berdosa. Tetapi jangan
sekali-kali mengakhiri dzikir rahmat dengan adzab atas dzikir 'adzab dengan rahmat".

Nama-nama Al-Qur'an
Al-Qur'an mempunyai beberapa nama yang kesemuanya menunjukkan kedudukannya yang tinggi dan
luhur, dan secara mutlak Al-Qur'an adalah kitab samawy yang paling mulia

Karenanya dinamailah kitab samawy itu dengan: Al-Qur'an, Al-Furqan, At-Tanzil, Adz-Dzikr, Al-Kitab dsb.
Seperti halnya Allah juga telah memberi sifat tentang Al-Qur'an sifat-sifat yang luhur antara lain; nur
(cahaya), hudan (petunjuk), rahmat, syifa' (obat), mau'izhah (nasihat), 'aziz (mulia), mubarak (yang
diberkahi), basyir (pembawa khabar baik), nadzir (pembawa khabar buruk) dan sifat-sifat lain yang
menunjukkan kebesaran dan kesuciannya.

Alasan penamaan

1. Alasan dinamainya dengan Al-Qur'an ialah karena banyak (kata-kata Al-Qur'an) terdapat dalam ayat,
antara lain firman Allah SWT:

Qâf. Demi Al-Qur'an yang sangat mulia. (QS. Qâf: 1).

Dan Firman-Nya:

Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberi petunjuk pada jalan yang amat lurus. (Al-Isrâ: 9).

2. Alasan Al-Qur'an dinamai dengan Al-Furqan sebagaimana tertera dalam firman Allah SWT:

8 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur'an) kepada hambanya, agar dia menjadi
pemberi peringatan kepada seluruh alam. (Al-Furqan: 1).

3. Alasan Al-Qur'an diberi nama dengan At-Tanzil, sebagaimana tertera dalam firman Allah SWT:

Dan sesungguhnya Al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, ia dibawa turun oleh
Ar-Ruh Al-Amin (Jibril as). (Asy-Su'arâ: 192-193).

4. Alasan dinamakan dengan Adz-Dzikr, sebagaimana firman Allah SWT:

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar


memeliharanya. (Al-Hijr: 9).

5. Sedangkan dinamakan dengan Al-Kitab sebagaimana tertera dalam firman Allah SWT:

Hâ Mîm. Demi Kitab (Al-Qur'an) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu
malam yang diberkahi. (Ad-Dukhân: 1-3).

Adapun mengenai sifat-sifatnya sungguh tertera dalam sejumlah ayat-ayat Al-Qur'an, bahkan sedikit
sekali (jarang) surat-surat dalam Al-Qur'an yang tidak menyebutkan sifat-sifat yang indah dan mulia
terhadap kitab yang diturunkan oleh Tuhan yang Maha Mulia yang dijadikan mu'jizat (tiada tanding) yang
abadi bagi seorang Nabi yang terakhir. Kami sebutkan diantaranya:

a. Firman Allah SWT:

Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan
mu'jizatnya) dan telah kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang/Al-Qur'an. (An-Nisâ':
174)

b. Firman Allah SWT:

Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.(Al-Isrâ':

9 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

28).

c. Firman Allah SWT:

Katakanlah Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan peawar bagi orang-orang yang beriman. (Fushshilat: 44).

d. Firman Allah SWT:

Hai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
(Yûnûs: 57).

Kata Al-Qur'an adalah sama halnya dengan kata Qira'at adalah masdar dari kata qara'a, qira'atan dan
qur'ânan. Demikianlah menurut sebagian ulama dengan mengambil alasan Firman Allah SWT:

Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyâmah: 17-
18).

Pengertian qur'ânahû di sini sama dengan qirâ'atahû. Maka lafazh qur'an menurut pendapat ini adalah
musytak (pengambilan dari kata kerja). Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa lafazh Al-Qur'an
bukanlah musytak dari qara'a melainkan isim alam (nama sesuatu) bagi kitab yang mulia sebagaimana
halnya nama Taurat dan Injil. Ini adalah pendapat Imam Syafi'i (Lihat kitab Mabahitsul Qur'an karangan
Al-Ustadz Manna' al-Qaththan.

Beberapa Pertanyaan Sekitar Pengumpulan Al-Qur'an


Permasalahan yang mungkin sekali dihadapi dan diapungkan oleh kita

Ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab secara terperinci. Secara ringkas kami simpulkan sebagai
berikut:

Pertama: Mengapa Abu Bakar ragu-ragu dalam masalah pengumpulan Al-Qur'an padahal masalahnya
sangat baik lagi pula diwajibkan oleh Islam?

Jawabnya adalah: Abu Bakar khawatir kalau-kalau orang mempermudah dalam usaha menghayati dan
menghafal Al-Qur'an, cukup dengan hafalan yang tidak mantap dan khawatir kalau-kalau mereka hanya
berpegang dengan apa yang ada pada mushhaf yang akhirnya jiwa mereka lemah untuk menghafal Al-
Qur'an. Minat untuk menghafal dan menghayati Al-Qur'an akan berkurang karena telah ada tulisan dan
terdapat dalam mushhaf-mushhaf yang dicetak untuk standar membacanya, sedangkan sebelum ada
mushhaf-mushhaf mereka begitu mencurahkan kesungguhannya untuk menghafal Al-Qur'an.

Dari segi yang lain bahwasanya Abu Bakar Siddiq adalah benar-benar orang yang bertitik-tolak dari
batasan-batasan syari'at, selalu berpegang menurut jejak-jejak Rasulullah SW, dimana ia khawatir kalau-
kalau idenya itu termasuk bid'ah yang tidak dikehendaki oleh Rasul Karena itulah maka Abu Bakar

10 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

mengatakan kepada Umar: "Mengapa saya harus mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh
Rasulullah SAW? Barangkali ia takut terseret oleh ide-ide dan gagasan yang membawanya untuk
menyalahi sunnah Rasulullah SAW serta membawa kepada bid'ah.

Tetapi tatkala ia menganggap bahwa hal tersebut adalah sangat penting dan pendapat tersebut pada
hakikatnya adalah merupakan suatu sarana yang amat penting demi kelestarian kitab Al-Qur'an dan demi
terpeliharanya dari kemusnahan dan perubahan, lagi pula ia meyakini bahwa hal tersebut tidaklah
termasuk masalah yang menyalahi ketentuan dan bid'ah yang sengaja dibikin-bikin, maka ia bertekad
baik untuk mengumpulkan Al-Qur'an. Akhirnya ia bisa memuaskan Zaid mengenai masalah ini sehingga
Allah melapangkan dadanya dan Zaid tampil untuk melaksanakan usaha yang amat penting ini. wallahu
alam.

Kedua: Kenapa Abu Bakar dalam hal ini memilih Zaid bin Tsabit dari shahabat lainnya?.

Jawabnya adalah: Zaid adalah orang yang betul-betul memiliki pembawaan/kemampuan yang tidak
dimiliki oleh shahabat lainnya dalam hal mengumpulkan Al-Qur'an, ia adalah orang yang hafal Al-Qur'an,
ia seorang sekretaris wahyu bagi Rasulullah SAW, ia menyamakan sajian yang terakhir dari Al-Qur'an
yaitu dikala penutupan masa hayat Rasulullah SAW.

Disamping itu ia dikenal sebagai orang yang wara' (bersih dari noda), sangat besar tanggungjawabnya
terhadap amanat, baik akhlaknya dan taat dalam agamanya. Lagi pula ia dikenal sebagai orang yang
tangkas (IQ-nya tinggi). Demikianlah kesimpulan kata-kata Abu Bakar yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari
tatkala ia memanggilnya dengan mengatakan: "Anda adalah seorang pemuda yang tangkas yang tidak
kami ragukan. Anda adalah penulis wahyu Rasul".

Dengan beberapa sifat dan keistimewaan di atas, Abu Bakar Shiddiq memilih dan menunjuknya sebagai
pengumpul Al-Qur'an. Adapun alasan yang menyatakan bahwa Zaid bin Tsabit adalah seorang yang
sangat teliti, dapat dilihat dari kata-katanya: "Demi Allah, andaikata saya ditugaskan untuk memindahkan
sebuah bukit tidaklah lebih berat jika dibandingkan degan tugas yang dibebankan kepadaku ini". (Al-
Hadits).

Ketiga: "Apakah yang dimaksud dengan kata-kata dalam riwayat Al-Bukhari "Sampai aku menemukan
akhir surat Taubah pada Abu Khuzaemah, sedangkan pada orang lain tidak ada?.

Jawabnya adalah: Zaid r.a. tidak menemukan ayat tersebut tertulis pada mushhaf sahabat-sahabat
selain dari Abi Khuzaemah al-Anshary. Bukanlah yang dimaksudkan dalam kata-kata di atas tidak ada
dalam hafalan, karena Zaid sendiri hafal ayat tersebut.

Dan kebanyakan shahabatpun hafal. Hanya saja ia bermaksud hendak mengompromikan antara hafalan
dan tulisan sebagaimana akan kami jelaskan (insya Allah) sekedar untuk menambah argumentasi dan
data disamping sebagai rasa kehati-hatian. Dan karena langkah yang lurus tersebut maka sempurnalah
pengumpulan Al-Qur'an.

Langkah Yang Tepat Dalam Pengumpulan Al-Qur'an


Dalam usaha pengumpulan Al-Qur'an Zaid bin Tsabit telah mengambil langkah yang tepat, teliti dan
mantap. Langkah tersebut adalah suatu jaminan (yang pantas) dalam penulisan Al-Qur'an dengan mantap
dan penuh ketelitian.

Zaid bin Tsabit tidak menganggap cukup menurut yang dihafal dalam hati dan yang ditulis dengan
tangannya serta hasil pendengaran, tetapi ia bertitik-tolak pada penyelidikan yang mendalam dari dua
sumber:
(1). Sumber hafalan yang tersimpan dalam hati para sahabat; dan
(2). Sumber tulisan yang ditulis pada zaman Rasulullah SAW.

Dua hal tersebut yaitu hafalan dan tulisan harus terpenuhi. Karena sangat bersungguh-sungguh dan
berhati-hatinya ia tidak menerima data berupa tulisan sebelum disaksikan oleh dua orang yang adil
bahwa tulisan tersebut ditulis di hadapan Rasulullah SAW.

11 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Hal ini dikemukakan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleb Abu Daud dalam kitab sunnahnya;
dimana ia berkata: Umar datang seraya mengatakan: "Siapa yang menerima Al-Qur'an dari Rasulullah
SAW maka cobalah datangkan, mereka menulisnya dalam lembaran-lembaran kertas, papan kayu dan
pelepah kurma".

Sekalipun demikian ia (Umar) tidak mau menerimanya begitu saja sebelum disaksikan oleh dua orang
saksi. Hadits ini didukung pula oleh hadits lain yang juga diriwayatkan oleb Abu Daud; bahwa Abu Bakar
mengatakan kepada Umar dan Zaid: "Duduklah anda berdua di pintu masjid. Bila ada orang yang
mendatangimu perihal Al-Qur'an (Kitabullah) dengan membawa dua orang saksi, maka tulislah!"

Ibnu Hajar mengatakan: "Yang dimaksud dengan dua orang saksi adalah hafalan dan tulisan, sedangkan
as-Sakhawy mengatakan bahwa yang dimaksud, adalah mereka berdua menyaksikan tulisan tersebut di
hadapan Rasulullah SAW itu karena benar-benarnya usaha pemantapan, ketelitian dan kesungguhan yang
digariskan oleb Abu Bakar Shiddiq kepada Zaid bin Tsabit.

Kenapa Al-Qur'an Tidak Dibukukan Dalam Satu Mushhaf


(Pada Masa Nabi)
Pengumpulan Al-Qur'an yang tidak dilakukan secara sekaligus, melainkan melalui beberapa masa, dimana
kemudian menjadi suatu mushhaf yang utuh.

Di sini kami bertanya: "Kenapa Al-Qur'an pada masa Nabi SAW tidak dikumpulkan dan disusun dalam
bentuk satu mushhaf?. Jawabnya adalah:

Pertama: Al-Qur'an diturunkan tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur dan terpisah-pisah. Tidaklah
mungkin untuk membukukannya sebelum secara keseluruhannya selesai.

Kedua: Sebagian ayat ada yang dimansukh. Bila turun ayat yang menyatakan nasakh, maka bagaimana
mungkin bisa dibukukan datam satu buku.

Ketiga: Susunan ayat dan surat tidaklah berdasarkan urutan turunnya. Sebagian ayat ada yang turunnya
pada saat terakhir wahyu tetapi urutannya ditempatkan pada awal surat. Yang demikian tentunya
menghendaki perubahan susunan tulisan.

Keempat: Masa turunnya wahyu terakhir dengan wafatnya Rasululah SAW adalah sangat pendek/dekat.
Sebagaimana pembahasan terdahulu bahwa ayat Al-Qur'an yang terakhir adalah:

Firman Allah SWT:

Kemudian Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah sembilan hari dari turunnya ayat tersebut.
Dengan demikian masanya sangat relatip singkat, yang tidak memungkinkan untuk menyusun atau
membukukannya sebelum sempurna turunnya wahyu.

Kelima: Tidak ada motifasi yang mendorong untuk mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu mushhaf
sebagaimana yang timbul pada masa Abu Bakar. Orang-orang Islam ada dalam keadaan baik, ahli baca
qur'an begitu banyak, fitnah-fitnah dapat diatasi. Berbeda pada masa Abu Bakar dimana gejala-gejala
telah ada; banyaknya yang gugur, sehingga khawatir kalau Al-Qur'an akan lenyap.

Kesimpulan:

Kalau Al-Qur'an sudah dibukukan dalam satu mushhaf, sedangkan situasi sebagaimana yang tersebut di
atas, niscaya Al-Qur'an akan mengalami perubahan dan pergantian selaras dengan terjadinya naskh
(ralat) atau munculnya sebab disamping perlengkapan menulis tidak mudah didapat.

12 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Kondisi tidak akan membantu untuk melepaskan mushhaf yang lebih dahulu dan harus berpegang pada
mushhaf yang baru karena tidak mungkin setiap bulan ada satu mushhaf yang mencakup tiap ayat Al-
Qur'an yang diturunkan. Namun setelah masalahnya stabil yaitu dengan berakhirnya penurunan,
wafatnya Rasul, tidak lagi diralat, dan diketahuinya susunan, maka mungkinlah dibukukan menjadi satu
mushhaf. Dan inilah yang dilakukan oleh Abu Bakar r.a. khalifah yang bijaksana, semoga Allah membalas
jasanya atas perbuatan beliau dalam mengumpulkan Al-Qur'an beserta orang-orang Islam yang mengikuti
jejaknya dengan balasan yang berlipat anda.

Beberapa Keistimewaan Mushhaf Abu Bakar ash-Shiddiq


Keunggulan yang dimilki oleh mushhaf Abu Bakar ash-Shiddiq

Lembaran-lembaran yang dikumpulkan dalam satu mushhaf pada masa Abu Bakar memiliki
beberapa keistimewaan yang terpenting:
(1) Diperoleh dari hasil penelitian yang sangat mendetail dan kemantapan yang sempurna.
(2) Yang tercatat dalam mushhaf banyalah bacaan yang pasti, tidak ada nasakh bacaannya.
(3) Ijma' ummat terhadap mushhaf tersebut secara mutawatir bahwa yang tercatat adalah ayat-ayat Al-Qur'an.
(4) Mushhaf mencakup qira'at sab'ah yang dinukil berdasarkan riwayat yang benar-benar shahih.
Keistimewaan-keistimewaan tersebut membuat para sahabat kagum dan terpesona terhadap usaha Abu
Bakar, dimana ia memelihara Al-Qur'an dari bahaya kemusnahan, dan itu berkat taufiq serta hidayah dari
Allah Azza wa Jalla.

Ali berkata: "Orang yang paling berjasa dalam hal Al-Qur'an ialah Abu Bakar r.a. ia adalah orang yang
pertama mengumpulkan Al-Qur'an/Kitabullah.

Pengumpulan Al-Qur'an adalah perbuatan yang mulia lagi abadi. Sejarah senantiasa akan mengenangnya
dengan keindahan dan pujian yang harum terhadap Abu Bakar karena pengarahan dan pengawasannya,
dan kepada Zaid bin Tsabit karena pelaksanaan dan usahanya.

Pengumpulan Al-Qur'an dalam bentuk satu mushhaf pada masa Abu Bakar tidaklah dimaksudkan bahwa
para sahabat sebelumnya samasekali tidak ada yang memiliki lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan
Al-Qur'an. Tidaklah menyatakan bahwa di kalangan sahabat tidak ada yang memiliki mushhaf tertentu,
hanya saja mushhaf-mushhaf yang ada pada mereka itu tidak diteliti secara seksama sebagaimana halnya
mushhaf Abu Bakar yang begitu benar-benar dalam penelitiannya, yang tertulis hanyalah yang tidak
dinasakh bacaannya, kepopulerannya sampai mutawatir (menurut semua orang). Semua orang
sependapat untuk menerimanya, lagi pula mencakup bacaan menurut qira'at sab'ah sebagaimana telah
dikemukakan terdahulu.

Ali secara pribadi memiliki mushhaf (khusus yang ditulisnya pada masa permulaan pengangkatan khalifah
Abu Bakar dimana ia telah bertekad menulisnya dengan tidak akan keluar-keluar rumah kecuali untuk
melakukan shalat sampai ia selesai menulisnya. Diriwayatkan oleh as-Suyuthy dari Muhammad ibnu Sirin
dari 'Ikrimah bahwasanya ia berkata: "Pada saat pengangkatan Abu Bakar, Ali tetap berada di rumahnya.
Kemudian dikatakan kepada Abu Bakar: Ali tidak menyenangi baiatmu...." Selanjutnya Abu Bakar
mengirim surat kepada Ali.

Dan ia mengatakan: "Apakah anda benci dengan pengangkatanku?". Ali menjawab: "Aku melihat kitab
Allah ada yang diselipi, jiwanya membisikkan padaku agar aku tidak memakai selendang atau berpakaian
kecuali kalau aku melakukan shalat sampai aku membukukannya". Abu Bakar mengatakan kepadanya:
"Benar yang anda lihat itu". Pada kenyataannya Ali memiliki satu mushhaf, tetapi sebagaimana yang
dikemukakan Ibnu Sirrin di dalamnya masih terdapat nasikh dan mansukh tidak sebagaimana mushhaf
Abu Bakar.

Pengumpulan Al-Qur'an Pada Masa Utsman


Semakin meluasnya daerah kekuasaan islam pada masa Utsman membuat perbedaan yang cukup
mendasar dibandingkan dengan pada masa Abu Bakar

Latar belakang pengumpulan Al-Qur'an di masa Utsman r.a. adalah karena beberapa faktor lain yang

13 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an
berbeda dengan faktor yang ada pada masa Abu Bakar. Daerah kekuasaan Islam pada masa Utsman
telah meluas, orang-orang Islam telah terpencar di berbagai daerah dan kota. Di setiap daerah telah
populer bacaan sahabat yang mengajar mereka.

Penduduk Syam membaca Al-Qur'an mengikuti bacaan Ubay ibnu Ka'ab, penduduk Kufah mengikuti
bacaan Abdullah Ibnu Mas'ud, dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Abu Musa al-Asy'ari. Diantara
mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf, dan bentuk bacaan. Masalah ini membawa mereka
kepada pintu pertikaian dan perpecahan sesamanya. Hampir satu sama lainnya saling kufur-
mengkufurkan karena berbeda pendapat dalam bacaan.

Diriwayatkan dari Abi Qilabah bahwasanya ia berkata: "Pada masa pemerintahan Utsman guru-pengajar
menyampaikan kepada anak didiknya, guru yang lain juga menyampaikan kepada anak didiknya. Dua
kelompok murid tersebut bertemu dan bacaannya berbeda, akhirnya masalah tersebut sampai kepada
guru/pengajar sehingga satu sama lain saling mengkufurkan. Berita tersebut sampai kepada Utsman.
Utsman berpidato dan seraya mengatakan: "Kalian yang ada di hadapanku berbeda pendapat, apalagi
orang-orang yang bertempat tinggal jauh dariku pasti lebih-lebih lagi perbedaannya".

Karena latar belakang dari kejadian tersebut Utsman dengan kehebatan pendapatnya dan kebenaran
pandangannya ia berpendapat untuk melakukan tindakan prefentip menambal pakaian yang sobek
sebelum sobeknya meluas dan mencegah penyakit sebelum sulit mendapat pengobatannya. Ia
mengumpulkan sahabat-sababat yang terkemuka dan cerdik cendekiawan untuk bermusyawarah dalam
menanggulangi fitnah (perpecahan) dan perselisihan.

Mereka semua sependapat agar Amirul Mu'minin menyalin dan memperbanyak mushhaf kemudian
mengirimkannya ke segenap daerah dan kota dan selanjutnya menginstruksikan agar orang-orang
membakar mushhaf yang lainnya sehingga tidak ada lagi jalan yang membawa kepada pertikaian dan
perselisihan dalam hal bacaan Al-Qur'an.

Sahabat Utsman melaksanakan keputusan yang sungguh bijaksana tadi, ia menugaskan kepada empat
orang sahabat pilihan, lagi pula hafalannya dapat diandalkan. Mereka tersebut adalab Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin Zubair, Said Ibnu al-'Asb dan Abdurrahman Ibnu Hisyam. Mereka semua dari suku Quraisy
golongan muhajirin kecuali Zaid Ibnu Tsabit, dimana ia adalah dari kaum Anshar. Pelaksanaan gagasan
yang mulia ini adalah pada tahun kedua puluh empat hijrah.

Utsman mengatakan kepada mereka: "Bila anda sekalian ada perselisihan pendapat tentang bacaan,
maka tulislah berdasarkan bahasa Quraisy, karena Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Quraisy". Utsman
meminta kepada Hafsah binti Umar agar ia sudi menyerahkan mushhaf yang ada padanya sebagai hasil
dari jasa yang telah dikumpulkan Abu Bakar, untuk ditulis dan diperbanyak. Dan setelah selesai akan
dikembalikan lagi, Hafsah mengabulkannya.

Motif Utsman mengumpulkan Al-Qur'an

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas Ibnu Malik bahwasanya ia berkata:

"Sesungguhnya Hudzaifah Ibnu al-Yaman datang kepada Utsman, ketika itu, penduduk Syam bersama-
sama dengan penduduk Irak sedang berperang menaklukkan daerah Armenia dan Adzerbaijan. Tiba-tiba
Hudzaifah merasa tercengang karena penyebabnya adalah faktor perbedaan dalam bacaan. Hudzaifah
berkata kepada Utsman: "Ya Amirul Mu'minin perhatikanlah umat ini sebelum mereka terlibat dalam
perselisihan dalam masalah Kitab sebagaimana perselisihan diantara kaum Yahudi dan Nasrani".

Selanjutnya Utsman mengirim surat kepada Hafsah yang isinya:

"Kirimlah kepada kami lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur'an kami akan menyalinnya dalam
bentuk mushhaf dan setelah selesai akan kami kembalikan lagi kepada anda". Kemudian Hafsah
mengirimkannya kepada Utsman. Utsman memerintahkan kepada Zaid ibnu Tsabit, Abdullah ibnu Zubair,
Said ibnu al-'Ash dan Abdurrahman ibnu al-Harits ibnu Hisyam lalu mereka menyalinnya dalam mushhaf.

Utsman berpesan kepada ketiga kaum Quraisy: "Bila anda bertiga dan Zaid ibnu Tsabit berbeda pendapat
tentang hal Al-Qur'an maka tulislah dengan ucapan/lisan Quraisy karena Al-Qur'an diturunkan dengan
lisan Quraisy".

14 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Setelah mereka selesai menyalin ke dalam beberapa mushhaf, Utsman mengembalikan


lembaran/mushhaf asli kepada Hafsah. Selanjutnya ia menyebarkan mushhaf yang baru tersebut ke
seluruh daerah dan ia memerintahkan agar semua bentuk lembaran/mushhaf yang lain dibakar.(HR. al-
Bukhari).

Perbedaan antara Mushhaf Abu Bakar dan Mushhaf Utsman

Perbedaan antara pengumpulan (mushhaf) Abu Bakar dan Utsman sebagaimana kami kemukakan di atas
dapat kami ketahui dan kami tandai dari masing-masingnya.

Pengumpulan mushhaf pada masa Abu Bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisan Al-Qur'an ke
dalam satu mushhaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkumpul pada
kepingan-kepingan batu, pelepah kurma dan kulit-kulit binatang. Adapun latar belakangnya karena
banyaknya huffazh yang gugur. sedangkan pengumpulan mushhaf pada masa Utsman adalah menyalin
kembali yang telah tersusun pada masa Abu Bakar, dengan tujuan untuk dikirimkan ke seluruh negara
Islam. Latar belakangnya adalah disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal membaca Al-Qur'an.
Wallâhu a'lam wa shallallâhu 'alâ sayyidinâ Muhammad wa âlihî washahbihî wa sallam.

Pengumpulan Al-Qur'an Pada Masa Nabi


Masa pengumpulan Al-Qur'an dengan menggunakan dua kategori, yaitu: (1) pengumpulan dalam dada,
dan (2) dalam dokumen/catatan

Pengumpulan Al-Qur'anul Karim terbagi dalam dua periode:


(1) Periode Nabi SAW.
(2) Periode Khulafaur Rasyidin.

Masing-masing periode tersebut mempunyai beberapa ciri dan keistimewaan.

Istilah pengumpulan kadang-kadang dimaksudkan dengan penghafalan dalam hati, dan kadang-kadang
pula dimaksudkan dengan penulisan dan pencatatan dalam lembaran-lembaran.

Pengumpulan Al-Qur'an di masa Nabi ada dua kategori:


(1) Pengumpulan dalam dada berupa penghafalan dan penghayatan/pengekspresian, dan
(2) Pengumpulan dalam dokumen atau catatan berupa penulisan pada kitab maupun berupa ukiran.

Kami akan menjelaskan keduanya secara terurai dan mendetail agar nampak bagi kita suatu perhatian
yang mendalam terhadap Al-Qur'an dan penulisannya serta pembukuannya. Langkah-langkah semacam
ini tidak terjadi pada kitab-kitab samawy lainnya sebagaimana halnya perhatian terhadap Al-Qur'an,
sebagai kitab yang maha agung dan mu'jizat Muhammad yang abadi.

Pengumpulan Al-Qur'an dalam dada.

Al-Qur'anul Karim turun kepada Nabi yang ummy (tidak bisa baca-tulis). Karena itu perhatian Nabi
hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai Al-Qur'an
persis sebagaimana halnya Al-Qur'an yang diturunkan. Setelah itu ia membacakannya kepada orang-
orang dengan begitu terang agar merekapun dapat menghafal dan memantapkannya. Yang jelas adalah
bahwa Nabi seorang yang ummy dan diutus Allah di kalangan orang-orang yang ummy pula, Allah
berfirman:

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dengan mengajarkan kepada mereka kitab dan

15 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

hikmah. (Al-Jumu'ah: 2)

Biasanya orang-orang yang ummy itu hanya mengandalkan kekuatan hafalan dan ingatannya, karena
mereka tidak bisa membaca dan menulis. Memang bangsa Arab pada masa turunnya Al-Qur'an, mereka
berada dalam budaya Arab yang begitu tinggi, ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya cepat serta
daya fikirnya begitu terbuka.

Orang-orang Arab banyak yang hafal beratus-ratus ribu syair dan mengetahui silsilah serta nasab
keturunannya. Mereka dapat mengungkapkannya di luar kepada, dan mengetahui sejarahnya. Jarang
sekali diantara mereka yang tidak bisa mengungkapkan silsilah dan nasab tersebut atau tidak hafal Al-
Muallaqatul Asyar yang begitu banyak syairnya lagi pula sulit dalam menghafalnya.

Begitu Al-Qur'an datang kepada mereka dengan jelas, tegas ketentuannya dan kekuasaannya yang luhur,
mereka merasa kagum, akal fikiran mereka tertimpa dengan Al-Qur'an, sehingga perhatiannya dicurahkan
kepada Al-Qur'an. Mereka menghafalnya ayat demi ayat dan surat demi surat. Mereka tinggalkan syair-
syair karena merasa memperoleh ruh/jiwa dari Al-Qur'an.

Pegumpulan dalam bentuk tulisan.

Keistimewaan yang kedua dari Al-Qur'anul Karim ialah pengumpulan dan penulisannya dalam lembaran.
Rasulullah SAW mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur'an beliau
memerintahkan kepada mereka menulisnya, untuk memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-
hatian beliau terhadap kitab Allah 'Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tesebut dapat melahirkan hafalan
dan memperkuat ingatan.

Penulis-penulis tersebut adalah sahabat pilihan yang dipilih oleh Rasul dari kalangan orang yang terbaik
dan indah tulisannya agar mereka dapat mengemban tugas yang mulia ini. Diantara mereka adalah Zaid
bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab; Muadz bin Jabal, Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan Sahabat-
sahabat lain.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas r.a. bahwasanya ia berkata: "Al-Qur'an dikumpulkan
pada masa Rasul SAW oleh 4 (empat) orang yang kesemuanya dari kaum Anshar; Ubay bin Ka'ab, Mu'adz
bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Abu Zaid. Anas ditanya: "Siapa ayah Zaid?" Ia menjawab: "Salah seorang
pamanku".

Pengumpulan Al-Qur'an Pada Masa Abu Bakar


Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan amanah,
menasehati ummat serta memberi petunjuk. pada agama yang lurus. Setelah beliau wafat kekuasaan
dipegang oleh Abu Bakar Siddik ra

. Pada masa pemerintahannya Abu Bakar banyak menghadapi malapetaka, berbagai kesulitan dan
problem yang rumit, diantaranya memerangi orang-orang yang murtad (keluar dari agama Islam) yang
ada di kalangan orang Islam, memerangi pengikut Musailamah al-Kadzdzab.

Peperangan Yamamah adalah suatu peperangan yang amat dahsyat. Banyak kalangan sahabat yang hafal
Al-Qur'an dan ahli bacanya mati syahid yang jumlahnya lebih dari 70 orang huffazh ternama. Oleh
karenanya kaum muslimin menjadi bingung dan khawatir. Umar sendiri merasa prihatin lalu beliau
menemui Abu Bakar yang sedang dalam keadaan sedih dan sakit. Umar mengajukan usul
(bermusyawarah dengannya) supaya mengumpulkan Al-Qur'an karena khawatir lenyap dengan
banyaknya khufazh yang gugur, Abu Bakar pertama kali merasa ragu.

Setelah dijelaskan oleh Umar tentang nilai-nilai positipnya ia memandang baik untuk menerima usul dari
Umar. Dan Allah melapangkan dada Abu Bakar untuk melaksanakan tugas yang mulia tersebut, ia
mengutus Zaid bin Tsabit dan mengajukan persoalannya, serta menyuruhnya agar segera menangani dan
mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mushhaf. Mula pertama Zaid pun merasa ragu, kemudian iapun
dilapangkan Allah dadanya sebagaimana halnya Allah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar.

Al-Bukhari telah meriwayatkan dalam shahihnya tentang kisah pengumpulan ini. Karena pentingnya maka

16 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

di sini kami menukilnya sebagai berikut:

"Dari Zaid bin Tsabit r.a. bahwa ia berkata: "Abu Bakar mengirimkan berita kepadaku tentang korban
pertempuran Yamamah, setelah orang yang hafal Al-Qur'an sejumlah 70 orang gugur. Kala itu Umar
berada di samping Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar mengatakan "Umar telah datang kepadaku dan ia
mengatakan: "Sesungguhnya pertumpahan darah pada pertempuran Yamamah banyak mengancam
terhadap para penghafal Al-Qur'an. Aku khawatir kalau pembunuhan terhadap para penghafal Al-Qur'an
terus-menerus terjadi di setiap pertempuran, akan mengakibatkan banyak Al-Qur'an yang hilang. Saya
berpendapat agar anda memerintahkan seseorang untuk mengumpulkan Al-Qur'an". Aku (Abu Bakar)
menjawab: "Bagaimana aku harus melakukan suatu perbuatan sedang Rasul SAW tidak pernah
melakukannya?". Umar r.a. menjawab: "Demi Allah perbuatan tersebut adalah baik". Dan ia berulangkali
mengucapkannya sehingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana ia melapangkan dada Umar. Dalam
hal itu aku sependapat dengan pendapat Umar.

Zaid berkata: Abu Bakar mengatakan: "Anda adalah seorang pemuda yang tangkas, aku tidak meragukan
kemampuan anda. Anda adalah penulis wahyu dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu telitilah Al-Our'an dan
kumpulkanlah....!" Zaid menjawab: "Demi Allah andaikata aku dibebani tugas untuk memindahkan
gunung tidaklah akan berat bagiku jika dibandingkan dengan tugas yang dibebankan kepadaku ini".

Saya mengatakan: "Bagaimana anda berdua akan melakukan pekerjaan yang tidak pernah dilakukan oleh
Rasululah SAW?". Abu Bakar menjawab: "Demi Allah hal ini adalah baik", dan ia mengulanginya
berulangkali sampai aku dilapangkan dada oleh Allah SWT sebagaimana ia telah melapangkan dada Abu
Bakar dan Umar.

Selanjutnya aku meneliti dan mengumpulkan Al-Qur'an dari kepingan batu, pelepah kurma dan dari
sahabat-sahabat yang hafal Al-Qur'an, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surat At-Taubah dari Abu
Khuzaimah Al-Anshary yang tidak terdapat pada lainnya (yaitu):

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat baginya apa yang kamu
rasakan, ia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan) maka katakanlah:
Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah
Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung. (At-Taubah: 128-129).

Lembaran-lembaran tersebut disimpan pada Abu Bakar sampai ia wafat Kemudian (diserahkan) kepada
Umar sampai wafat dan kemudian disimpan di rumah Hafsah binti Umar

Riwayat ini menyatakan tentang sebab pengumpulan Al-Qur'an.

Bagaimana Cara Mengetahui Asbabun Nuzul


Asbabun Nuzul tidak bisa diketahui semata-mata dengan akal (rasio), tidak lain mengetahuinya harus
berdasarkan riwayat yang shahih dan didengar langsung dari orang-orang yang mengetahui turunnya Al-
Qur'an, atau dari orang-orang yang memahami Asbabun Nuzul, lalu mereka menelitinya dengan cermat,
baik dari kalangan sahabat, tabi'in atau lainnya. dengan catatan pengetahuan mereka diperoleh dari
ulama-ulama yang dapat dipercaya.

Ibnu Sirin mengatakan saya pernah bertanya kepada Abidah tentang satu ayat Al-Qur'an, beliau
menjawab: "Bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah yang benar sebagaimana orang-orang yang
mengetahui dimana Al-Qur'an turun".

17 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Cara mengetahui Asbabun Nuzul berupa riwayat yang shahih adalah:

1. Apabila perawi sendiri menyatakan 1afazh sebab secara tegas. Dalam hal ini tentu merupakan
nash yang nyata, seperti kata-kata perawi, "sebab turun ayat ini begini………."
2. Bila perawi menyatakan riwayatnya dengan memasukkan huruf "fa' ta'qibiyah" pada kata "Nazala"
seperti kata-kata perawi":

riwayat yang demikian juga merupakan nash yang sharih dalam sebab Nujul
Terkadang ada suatu bentuk ungkapan yang tidak menyatakan Sebab Nuzul yang tegas seperti kata-kata
perawi:

Kadang-kadang yang dimaksud dengan ungkapan tersebut adalah sebab turun, tetapi kadang-kadang
pula menyatakan hukum yang terkandung dalam ayat seperti halnya az-Zarkasi dalam kitabnya Al-

Burhan mengatakan "biasanya tradisi shahabat dan tabi'in bila " " mengatakan"

" maksudnya adalah bahwa ayat ini adalah mengandung hukum ini bukan menyatakan

suatu sebab Nuzul. Ibnu Taimiyah mengatakan: "kata-kata mereka " " terkadang
menyatakan suatu sebab turun dan terkandung pula menyatakan kandungan hukum meskipun sebabnya
tidak ada.

Beberapa Faedah Mengetahui Asbabun Nuzul


Sebagian orang ada yang beranggapan bahwa ilmu Asbabun Nuzul tidak ada gunanya dan tidak ada
pengaruhnya karena pembahasannya hanyalah berkisar pada lapangan sejarah dan ceritera.

Menurut anggapan mereka ilmu Asbabun Nuzul tidaklah akan mempermudah bagi orang yang mau
berkecimpung dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an. Anggapan tersebut adalah salah dan tidaklah patut
didengar karena tidak berdasarkan pendapat para ahli Al-Qur'an yang dikenal dengan ahli tafsir.

Di sini akan diungkap secara sekilas pendapat sebagian ulama dan kemudian akan disertakan beberapa
faedah tentang ilmu Asbabun Nuzul.

Al-Wahidy berpendapat: "menafsirkan ayat tanpa bertitik tolak dari sejarah dan penjelasan turunnya
tidaklah mungkin."

Ibnu Daqiqil 'Ied berpendapat: "Keterangan tentang Asbabun Nuzul adalah merupakan salahsatu jalan
yang tepat dalam memahami Al-Qur'an."

Ibnu Taimiyah berpendapat: "Ilmu Asbabun Nuzul akan membantu dalam memahami ayat, karena ilmu
tentang sebab akan menimbulkan ilmu tentang akibat".

Dengan demikian akan jelaslah pentingnya ilmu Asbabun Nuzul sebagai bagian dari ilmu Al-Qur'an.

Adapun faedah dari ilmu Asbabun Nuzul dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Mengetahui bentuk hikmah rahasia yang terkandung dalam hukum.


2. Menentukan hukum (takhshish) dengan sebab menurut orang yang berpendapat bahwa suatu
ibarat itu dinyatakan berdasarkan khususnya sebab.
3. Menghindarkan prasangka yang mengatakan arti hashr dalam suatu ayat yang zhahirnya hashr.
4. Mengetahui siapa orangnya yang menjadi kasus turunnya ayat serta memberikan ketegasan bila
terdapat keragu-raguan.
5. Dan lain-lain yang ada hubungannya dengan faedah ilmu Asbaun Nuzul.

18 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an
Beberapa contoh tentang faedah ilmu Asbabun Nuzul.
Pertama:
Marwan ibnul Hakam sulit dalam memahami ayat:

Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang bergembira dengan apa yang mereka
telah kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan
janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksaan. (Ali Imrân: 188).
Beliau memerintahkan kepada pembantunya: "Pergilah menemui Ibnu Abbas dan katakan kepadanya, bila
semua orang telah merasa puas dengan apa yang telah ada dan ingin dipuji terhadap perbuatan yang
belum terbukti hasilnya pasti ia akan disiksa dan kamipun akan terkena siksa". Ibnu Abbas menjelaskan
kepadanya (pembantu), bahwa ia (Marwan) merasa kesulitan dalam memahami ayat tersebut dan
kemudian Ibnu Abbas menjelaskannya: "Ayat tersebut turun sehubungan dengan persoalan Ahli Kitab
(Yahudi) tatkala ditanya oleh Nabi SAW, tentang sesuatu persoalan dimana mereka tidak menjawab
pertanyaan yang sebenarnya ditanyakan, mereka mengalihkan kepada persoalan yang lain serta
menganggap bahwa persoalan yang ditanyakan oleh Nabi kepadanya telah terjawab. Setelah itu mereka
meminta pujian kepada Nabi, maka turunlah ayat tersebut di atas. (HR. Bukhari Muslim).
Kedua:
Urwah Ibnu Jubair juga mengalami kesulitan dalam memahami makna firman Allah SWT:

Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Barangsiapa yang beribadah Haji ke
Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. (Al-Baqarah:
158).
Menurut zhahir ayat dinyatakan bahwa sa'i antara Shafa dan Marwah adalah tidak wajib, bahkan sampai
Urwah ibnu Zubair mengatakan kepada bibinya Aisyah r.a.: "Hai bibiku! sesungguhnya Allah telah
berfirman: "tidak mengapa baginya untuk melakukan sa'i antara keduanya", karena itu saya berpendapat
bahwa "tidak apa-apa bagi orang yang melakukan Haji Umrah sekalipun tidak melakukan sa'i antara
keduanya". Aisyah seraya menjawab: "Hai keponakanku! kata-katamu itu tidak benar. Andaikata
maksudnya sebagaimana yang kau katakan niscaya Allah berfirman "tidak mengapa kalau tidak
melakukan sa'i antara keduanya".
Setelah itu Aisyah menjelaskan: bahwasanya orang-orang Jahiliyah dahulu melakukan sa'i antara Shafa
dan Marwah sedang mereka dalam sa'inya mengunjungi dua patung yang bernama Isaar yang berada di
bukit Shafa dan Na'ilah yang berada di bukit Marwah. Tatkala orang-orang masuk Islam diantara
kalangan sahabat ada yang merasa berkeberatan untuk melakukan sa'i antara keduanya karena khawatir
campur-baur antara ibadah Islam dengan ibadah Jahiliyah. Dari itu turunlah ayat sebagai bantahan
terhadap keberatan mereka (yang mengatakan) kalau-kalau tercela atau berdosa dan menyatakan wajib
bagi mereka untuk melakukan sa'i karena Allah semata bukan karena berhala. Itulah sebabnya Aisyah
membantah pendapat Urwah berdasarkan sebab turun ayat.
Ketiga:

Sebagian Imam mengalami kesulitan dalam memahami makna syarat dalam firman Allah
SWT:

Dan perempuan-perempuan yang terhenti dari haid diantara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-
ragu (tentang) iddahnya maka iddah mereka adalah 3 bulan. (Ath- Thalaq: 4).
Golongan zhahiriah berpendapat bahwa Ayisah (wanita yang tidak lagi haid karena sudah lanjut usia)
mereka tidak perlu masa iddah bila keayisahannya tidak diragukan lagi. Kesalahpahaman mereka nampak
dengan berdasarkan Asbabun Nuzul, dimana ayat tersebut adalah merupakan khitab (ketentuan) bagi
orang yang tidak mengetahui bagaimana seharusnya dalam masa iddah, serta mereka ragu apakah
mereka perlu iddah atau tidak. Dari itu maka

makna " " (bila anda bingung tentang bagaimana mereka dan tidak mengerti tentang iddah
mereka, maka inilah undang-undangnya). Ayat turun setelah ada sebagian shahabat yang mengatakan
bahwa diantara iddah kaum wanita tidak terdapat dalam Al-Qur'an; yaitu wanita yang masih kecil dan

19 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an
wanita yang Ayisah. Setelah itu turunlah ayat yang menjelaskan ketentuan tentang mereka. Wallâhu
a'lam.
Keempat:
Diantara contoh tentang ilmu Asbabun Nuzul sebagai sanggahan terhadap dugaan hashr (batasan
tertentu) sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Syafi'i tentang firman Allah SWT:

Katakanlah! tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan
bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau
daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
(Al-An'âm: 145).
Dalam hal ini beliau mengungkapkan yang maksudnya: bahwa orang kafir ketika mengharamkan sesuatu
yang dihalalkan Allah dan menghala1kan apa yang diharamkan Allah serta mereka terlalu berlebihan,
maka turunlah ayat sebagai bantahan terhadap mereka. Dengan demikian seolah-olah Allah berfirman
"Yang halal hanya yang kamu anggap haram dan yang haram itu yang kamu anggap halal".
Dalam hal ini Allah tidak bermaksud menetapkan kebalikan dari ketentuan di atas melainkan sekedar
menjelaskan ketentuan yang haram samasekali tidak menyinggung-nyinggung yang halal.
Imam Al-Haramain berkata "uslub ayat tersebut sangat indah. Kalau saja Imam Syafi'i tidak mengatakan
pendapat yang demikian niscaya kami tidak dapat menarik kesimpulan perbedaan imam Malik dalam hal
hashr/batasan hal yang diharamkan sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas".
Penjelasan dari makna ayat.
Sekedar penjelasan dari uraian di atas saya berpendapat bahwa zhahir ayat menunjukkan batasan yang
haram, dimana yang haram adalah hanya yang tersebut dalam ayat di atas, padahal persoalannya tidak
demikian, karena di samping yang tersebut pada ayat di atas masih ada lagi yang lain, hanya saja
mengungkapannya yang berbentuk hash sedang maknanya tidak demikian, yaitu sebagai bantahan
terhadap orang-orang musyrik yang mengharamkan sesuatu yang sebenarnya dihalalkan Allah dan
menghalalkan yang sebenamya diharamkan Allah.
Kelima:
Diantara faedah Asbabun Nuzul adalah untuk mengetahui nama orang yang menjadi kasus turunnya ayat
agar keraguan dan kekaburan menjadi hilang, sebagaimana Marwan menduga bahwa firman Allah SWT:

Ialah diturunkan sehubungan dengan kasus Abdurrahman ibnu Abi Bakar. Aisyah membantah bahwa
anggapan tersebut adalah salah, ia menjelaskan kepada Marwan tentang sebab turunnya. Adapun secara
lengkap kisah tersebut sebagaimana diriwayatkan Bukhari sebagai berikut:
"Marwan adalah seorang amil (Gubernur) wilayah Madinah. Muawiyah menginginkan agar Yazid menjadi
khalifah setelah kemangkatannya. Ia menulis surat kepada Marwan tentang persoalannya. Karenanya
Marwan mengumpulkan rakyat dan berpidato di hadapan mereka. Dalam pidatonya ia menyebutkan nama
Yazid (memfigurkan). Dalil ia menyeru untuk membaiatnya sambil berkata: "Sesungguhnya Amirul
Mukminin telah diperlihatkan oleh Allah tentang pendapat yang baik dalam diri Yazid. Bila Amirul Mu'minin
mengangkatnya sebagai khalifah, sungguh Abu Bakar dan Umar pun telah menjadi khalifah".
Abdurrahman menjawab: "Bukankah sistim yang demikian itu merupakan Herakliusisme?" (Maksudnya itu
adalah kediktatoran seorang raja sebagaimana tindakan raja-raja Romawi). Marwan menjawab: Itu sama
dengan sunah Abu Bakar dan Umar. Abdurrahman menjawab lagi "Herakliusisme". Abu Bakar dan Umar
tidak mengangkat keturunan atau familinya sedangkan Muawiyah bertindak semata-mata untuk
kehormatan anaknya seraya Marwan berkata "Tangkaplah ia Abdurrahman". Abdurrahman masuk ke
rumah Aisyah, karena itu pengejar-pengejarnya tidak dapat menangkapnya. Setelah itu Marwan
mengatakan "Dialah orang yang menjadi kasus sehingga Allah menurunkan ayat:

Dan orang yang berkata kepada kedua ibu bapaknya cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya
memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan padahal sungguh telah berlalu beberapa umat
sebelumku?(Al-Ahgat ayat 17)
Dari balik tabir Aisyah menjawab "Allah tidak pernah menurunkan ayat Al-Qur'an tentang kasus seseorang
tertentu di antara kita kecuali ayat yang melepaskan aku dari tuduhan berbuat jahat, andaikata aku mau
menjelaskan orang yang menjadi kasus turunya ayat tesebut niscaya akan kujelaskan.

20 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Apakah Asbabun Nuzul Itu Berbilang

Ayat yang turun karena memiliki sebab yang mengharuskannya turun. Dan Mufassirin sering
menyebutkan beberapa sebab bagi turunnya suatu ayat.

Dalam hal semacam ini kita harus meninjau ungkapan yang mereka kemukakan, yang ringkasnya
dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pertama: Bila mufassir mengemukakan dua riwayat pertama dengan redaksi " "
sedangkan yang lain berbeda dimana redaksinya merupakan istimbath (pengambilan hukum atau
penjelasan makna ayat) maka hal ini samasekali tidak ada pertentangan, karena sebagaimana telah
dikemukakan di atas bahwa redaksi tersebut bukanlah menyatakan sebab nuzul.

Kedua: Bila salahsatunya mengemukakan dengan redaksi " " sedangkan yang lain
menyatakan dengan redaksi Asbabun Nuzul maka yang dipandang adalah redaksi yang menyatakan
secara tegas. Contoh: Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Umar r.a., ia mengatakan

bahwa turunnya ayat " " adalah dalam persoalan menggauli isteri dari dubur
(belakang). Imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa ia mengatakan: "Orang
Yahudi berkata: Orang yang menggauli isterinya dari dubur akan mendatangkan anak yang cacat.
Karenanya Allah menurunkan ayat

" Dalam hal ini pendapat yang kuat adalah riwayat yang kedua yaitu hadits riwayat Jabir r.a. karena
susunan kalimatnya menyatakan sebab dan kedudukannya adalah merupakan riwayat/naqal yang
langsung, sedangkan riwayat dari Ibnu Umar tidak menyatakan secara tegas; karena mungkin
menyatakan riwayatnya merupakan sebagai istimbath hukum dan penjelasan ayat.

Ketiga: Keduanya mengemukakan dengan redaksi yang tegas, sedangkan satu sama lainnya berbeda
maka yang dipandang adalah yang shahih bukan yang dha'if. Contoh: Hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari Muslim dari Jundab, ia berkata: "Nabi pernah sakit satu atau dua hari sampai ia tidak bisa
bangun. Kemudian datang seorang wanita seraya mengatakan: "Hai Muhammad aku tidak pernah
melihat pengganggumu/syaitanmu kecuali ia telah meninggalkanmu". Maka turunlah ayat.

Thabrani mengemukakan sebuah hadits bahwa seekor anak anjing masuk ke dalam rumah Nabi dan
terus bersembunyi di bawah kolong tempat tidurnya. Kemudian anak anjing itu mati. Setelah itu Nabi
diam di tempat tidurnya itu selama empat hari dan wahyu tidak turun-turun. Beliau berkata: "Ya
Khaulah! Apakah gerangan yang ada di rumah utusan Allah ini yang menyebabkan Jibril tidak datang-
datang kepadaku?" Saya menjawab dalam hati: "Andaikata aku bersihkan rumah ini dan kusapu
kemudian kubersihkan pula kolong tempat tidurnya niscaya aku akan mengeluarkan anak anjing itu.
Tiba-tiba dagu Nabi menggetar", (biasanya bila turun wahyu rahang Nabi menggetar). Kemudian
turunlah ayat:

Dari kedua riwayat tersebut kami (pengarang) memperkuat riwayat pertama karena terdapat dalam
Shahihain (Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar dalam sejarah Shahih Bukhari mengatakan bahwa kisah
Jibril karena anak anjing memang statusnya masyhur (populer) tetapi bila dijadikan sandaran sebab
turun ayat, adalah gharib. Dan beliau mengemukakan dalam isnadnya (sandaran Haditsnya) ada orang
yang tidak dikenal karena itu maka yang kuat adalah yang shahih.

21 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Keempat: Bila isnad kedua-duanya sama-sama shahih. Dalam hal ini kami memperkuat salah satu
dari keduanya dengan suatu bentuk dari beberapa segi peninjauan, misalnya perawi mengatakan
bahwa ia hadir pada waktu mengisahkan, dan sebagainya. Contoh hadits yang diriwayatkan oleh Al-
Bukhari dari Ibnu Mas'ud ia berkata: "Saya pernah berjalan kaki bersama Nabi di Madinah sedangkan
Nabi berpegang pada tongkat dari pelepah kurma. Ia melewati kelompok orang Yahudi. Diantara
mereka ada berkata: Bagaimana kalau kalian menanyakan kepadanya? Selanjutnya mereka
menanyakan kepada Nabi: "Terangkanlah kepada kami tentang ruh". Sejenak Nabi menengadah ke
atas. Saya (Ibnu Mas'ud) mengetahui bahwa wahyu turun kepadanya sampai Jibril menghilang.
Kemudian Nabi menjawab dengan firman Allah SWT:

"Katakanlah! Ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit. (Al-Isrâ': 85).

Hadits lain diriwayatkan oleh at- Turmudzi yang dinyatakan shahih olehnya dari Ibnu Abbas r.a. ia
berkata: "Orang kafir Quraisy bertanya kepada orang Yahudi: "Berilah kami satu persoalan yang nanti
akan kami tanyakan kepada orang itu (Muhammad)!". Orang-orang Yahudi mengatakan: "Tanyakanlah
kepadanya tentang ruh". Kemudian turunlah ayat:

Riwayat yang kedua ini menyatakan bahwa ayat tersebut turun di Makkah sedangkan riwayat pertama
menyatakan turun di Madinah. Dengan demikian maka riwayat yang pertama dinyatakan lebih kuat
karena Ibnu Mas'ud menyaksikan kejadiannya. Di samping itu Hadits yang diriwayatkan oleh al-
Bukhari dinyatakan lebih kuat dari hadits yang diriwayatkan oleh lainnya.

Kelima: Bila dua riwayat isnadnya sama-sama sahih sedang jarak waktu antara keduanya sangat
berdekatan, maka turunnya ayat tersebut, baik satu atau beberapa ayat adalah dinyatakan karena dua
kasus. Dengan demikian harus diambil jalan terakhir dengan mengompromikan antara dua riwayat
tersebut. Contoh: Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abbas r.a. dimana Hilal Ibnu
Umaiyah menuduh isterinya di hadapan Nabi bahwa ia telah berbuat serong dengan Syuraik Ibnu
Samha. Nabi mengatakan: "Saksi atau kamu harus menanggung had (sanksi tuduhan)". Hilal
menjawab: "Ya Rasulullah! Apabila seseorang diantara kami melihat isterinya bersama orang lain,
perlukah harus mendatangkan saksi?". Nabi menjawab: "Saksi atau kamu harus menanggung had?".
Hilal berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, saya ini adalah benar, niscaya
Allah akan menurunkan wahyu yang akan membebaskanku dari had". Setelah itu datang1ah Jibril dan
turunlah ayat:

Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina) dan tiada mempunyai saksi (untuk membuktikan
tuduhannya) itu selain dari dirinya saja, maka kesaksian seorang itu (dapat diterima), jika
mengemukakan sumpah (pengakuan) empat kali dengan Allah, bahwa ia termasuk orang-orang yang
benar.(An-Nur: 6).

Hadits yang lain diriwayatkan oleh Bukhari, Mus1im dari Sahl bin Sa'ad ia mengatakan: "Uwaimir ibnu
Nashar datang kepada Ashim ibnu Ady kemudian berkata, "Tanyakanlah kepada Rasulullah SAW
tentang seseorang yang menjumpai isterinya bersama orang lain, apakah ia harus dibunuh, diqishas
atau bagaimana?" Kemudian Ashim menanyakan kepada Rasul, dan Rasul menjawabnya. Ashim
menyampaikan kepada Uwaimir selanjutnya Uwaimir berkata: "Sungguh aku akan datang sendiri

22 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

menghadap Rasul dan akan kutanyakan langsung kepadanya. Setelah itu ia datang menghadap Rasul
dan menjawab: "Bahwasanya telah diturunkan sehubungan dengan kasusmu dan kasus kawanku
sebuah ayat Al-Qur'an. Dan beliau membacakannya:

Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina) padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi
selain diri mereka sendiri. (An-Nur: 6).

Pengkompromian antara kedua riwayat tersebut dapatlah dikatakan bahwa orang yang pertama
menjadi kasus adalah Hilal dan menyusul kedatangan Uwaimir, barulah turun ayat yang berhubungan
dengan penjelasan kasus keduanya secara berbarengan. Ibnu Hajar berpendapat bahwa tidaklah ada
persoalan adanya beberapa kasus sehubungan dengan turunnya ayat.

Keenam: Bila kedua riwayat sama-sama shahih dan satu sama lainnya tidak bisa dikompromikan,
maka dalam hal ini dikukuhkan pada yang berulang kali turun, karena jarak masa antara keduanya
begitu jauh. Contohnya hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari al-Musayab ia berkata:
"Ketika Abu Thalib mendekati ajalnya, Rasul SAW datang menengoknya sedang di hadapannya telah
ada Abu Jahal dan Abdullah ibnu Abi Umaiyah. Rasulullah bersabda: "Wahai pamanku ucapkanlah"

"Suatu kalimat yang kelak aku dapat membantumu di hadapan Allah". Abu Jahal dan Abdullah
berkata: "Apakah kamu telah membenci agama Abdul Muthalib?", lalu mereka berdua terus mengajari
Abu Thalib sehingga masing-masing mereka berkata: "Ia tetap memegang agama Abdul Muthallib",
lalu Nabi bersabda: "Sungguh aku senantiasa akan memintakan ampun untukmu selama aku belum
selesai menyampaikan risalah". Ketika itu turun ayat:

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi
orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113).

Hadits lain diriwayatkan oleh at- Turmudzi dari Ali r.a. dia berkata: "Aku mendengar seseorang yang
sedang memintakan ampun untuk kedua orang tuanya padahal keduanya adalah musyrik." Aku
bertanya: "Engkau memintakan ampun untuk kedua orang tuamu padahal keduanya musyrik?", ia
menjawab "Nabi Ibrahim memintakan amnpun untuk ayahnya padahal ayahnya musyrik." Kasus ini
aku sampaikan kepada Rasulullah SAW, maka turunlah ayat:

dan seterusnya.

Selain dari itu diriwayatkan pula bahwa pada suatu hari Nabi SAW, pergi ziarah kubur. Beliau duduk di
samping makam dan berdo'a cukup lama. Kemudian beliau menangis sambil berkata: "Sesungguhnya
makam yang aku duduk di sampingnya itu adalah makam ibuku. Saya memohon izin kepada Tuhanku
dalam do'a tadi, sedang Allah tidak mengizinkan. Maka turunlah ayat:

As-Suyuthy berpendapat bahwa hadits-hadits tersebut di atas dapat dikopromikan dengan banyaknya

23 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

sebab turun.

Apakah ibarat itu dipandang dari umumnya lafazh atau khususnya sebab

Ulama ushul berbeda pendapat tentang masalah yang rumit yaitu "Apakah suatu ibarat itu dipandang
dari segi umumnya lafazh atau dari segi khususnya sebab, dalam arti apabila terjadi peristiwa lalu
turun ayat yang berhubungan dengan peristiwa tersebut, apakah hukumnya tertentu untuk masalah
dan kejadian atau orang yang menjadi kasus diturunkannya ayat tersebut atau hukum itu,
dimaksudkan berlaku secara menyeluruh?

Jumhur Ulama berpendapat bahwa suatu ibarat itu harus dipandang dari segi umumnya lafazh bukan
dari khususnya sebab. Inilah pendapat yang shahih. Di balik itu ada pendapat lain yang mengatakan
bahwa suatu ibarat harus dipandang dari segi khususnya sebab.

Imam as-Sayuthy dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulumil Qur'an mengatakan:

"Diantara dalil/alasan yang menunjukkan bahwa suatu ibarat itu harus dipandang dari umumnya
lafazh adalah diambil dari para sahabat dan lainnya, dimana dalam beberapa kasus ditetapkan
berdasarkan umumnya suatu lafazh padahal kasusnya karena persoalan khusus; antara lain turunnya
ayat zhihar dalam kasus Salmah ibn Shapar, ayat li'an dalam perkara Hilal ibnu Umaiyah dan ayat
qadzaf dalam perkara tuduhan terhadap Aisyah. Peristiwa tersebut di atas hukumnya diterapkan pula
pada peristiwa lain berdasarkan umumnya lafazh.

Ada hadits riwayat dari ibnu Abbas yang menyatakan bahwa yang dipandang adalah harus umumnya
lafazh. Ibnu Abbas menerangkan kata-kata demikian dalam ayat pencurian, dimana ayat tersebut
turun sehubungan dengan kasus wanita yang mencuri. Kemudian diriwayatkan pula dari Najdah al-
Hanafi dimana ia berkata aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang firman Allah:

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya. (Al-Mâidah: 38).

Apakah ayat tersebut untuk khusus atau berlaku untuk umum?. Ia menjawab "Untuk umum".

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa dalam persoalan ini sering terdengar ucapan dari kalangan sahabat,
mereka berkata: Ayat ini dalam persoalan ini..." bahkan yang disebut itu adalah pribadi seseorang,
misalnya kata-kata mereka tentang ayat zhihar diturunkan dalam kasus isteri Tsabit ibnu Qais, ayat
kalalah dalam kasus Jabir ibnu Abdillah, dan firman Allah SWT:

Diturunkan sehubungan dengan kasus Bani Quraizhah dan Bani Nadhir dan masalah-masalah lain yang
berhubungan dengan itu.

Mereka yang mengemukakan pendapat demikian itu tidak memaksudkan bahwa hukum ayat semata-
mata khusus untuk orang-orang tertentu dan tidak berlaku untuk lainnya. Sungguh pendapat yang
mengatakan khusus sebab itu tidaklah layak diucapkan seorang Muslim dan tidak wajar pula
dikemukakan oleh orang yang berakal.

Zamakhsyari di dalam penafsiran surat Al-Humazah mengemukakan boleh jadi redaksional dalam
sebab bentuknya khusus, sedangkan dalam bentuk ancaman bentuknya umum, dengan maksud agar
mencakup buat semua orang yang berbuat kejahatan. Yang demikian ini adalah merupakan sindiran.
Wallahu a'lam.

back

24 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Lintasan Sejarah Ilmu Al-Qur'an


Al-Qur'an yang menjadi kitab paling akhir dan yang paling utama, penurunannya tidaklah secara langsung
melainkan secara bertahap, sehingga pihak yang berada di dalam prosesnya dari awal hingga utuh
sangatlah berpengaruh kuat.

Para sahabat nabi adalah orang-orang Arab murni, mampu mencerna kesusasteraan bermutu tinggi.
Mereka dapat memahami ayat-ayat al-Qur'an yang turun kepada Rasulullah saw. Jika menghadapi
kesukaran dalam memahami sesuatu mengenai al- Qur'an, mereka menanyakannya langsung kepada
beliau. Misa1nya, pertanyaan mereka1. ketika turun ayat: "dan tidak mencampur iman mereka dengan
kedzaliman" (al-An'am, 82). Mereka bertanya kepada beliau: "Siapakah di antara kita yang tidak pernah
dzalim terhadap diri sendiri". ? Rasulullah dalam jawabannya menafsirkan kata "kedzaliman" pada ayat
tersebut dengan "syirik", dan sebagai da1il beliau menunjuk firman A11ah Swt dalam surah Luqman, 13
yang menegaskan: "Sungguhlah bahwa syirik adalah kedzaliman yang amat besar".

Kepada beliau Allah Swt te1ah menurunkan Kitab suci a1-Qur'an dan mengajar dan kepada beliau segala
sesuatu yang tidak beliau ketahui sebelumnya. Karunia Allah kepada beliau sungguh teramat besar. Pada
masa hidup Rasulullah dan masa berikutnya, pada zaman generasi para sahabat Nabi, tidak ada
kebutuhan sama sekali untuk menulis atau mengarang buku-buku tentang i1mu al-Qur'an2..

Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari orang-orang buta huruf, dan alat tulis-menulis pun tidak
dapat mereka peroleh dengan mudah. Itu merupakan halangan bagi kegiatan menulis buku tentang i1mu
al-Qur'an. Selain itu Rasulul1ah sendiri melarang para sahabatnya menulis sesuatu yang bukan al-Qur'an.
Pada masa permulaan turunnya wahyu be1iau mewanti-wanti: "Janganlah kalian menulis sesuatu tentang
diriku. Siapa yang sudah menulis tentang diriku, bukan al-Qur'an, hendaklah menghapusnya. Tak ada
salahnya bila kalian berbicara mengenai diriku. Namun, siapa yang sengaja berbicara bohong mengenai
diriku, hendaknya ia siap menempali tempatnya didalam neraka"3.
Larangan beliau itu didorong kekhawatiran akan terjadinya pencampuran al-Qur'an dengan hal-hal lain
yang bukan dari al-Qur'an.

Pada zaman hidupnya Rasulullah maupun pada zaman berikutnya, yakni zaman
kekhalifahan Abubakar dan 'Umar radhiyallahu 'anhuma, i1mu al-Qur'an masih
diriwayatkan melalui penuturan secara lisan. Ketika zaman kekha1ifahan
'Utsman ra dimana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non Arab,
pada saat itu 'Utsman memerintahkan supaya kaum mus1imin berpegang pada
mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk
dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya
membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang menurut caranya masing-
masing. Riwayat terinci mengenai hal itu dan sebab-sebab pendorongnya te1ah
kami kemukakan pada bagian tedahulu. Yang perlu kita ketahui sekarang,
dengan memerintahkan reproduksi naskah al-Qur'an berarti 'Utsman ra
meletakkan dasar yang di kemudian hari terkenal dengan nama 'Ilmu Rasmil al-
Qur'an atau 'Ilmu-Rasmil- 'Utsmani (ilmu tentang penulisan al-Qur'an).

1. Al-Burhan, I hal. 14

2. Perihal kisah 'Adi' bin Hatim, itu merupakan peristiwa individual yang tidak dapat dipukul-ratakan pada semua
sahabat Nabi. Karena itu1ah Rasulullah berkata kepadanya:

"Bantalmu memang lebar", kata sindiran yang berarti "pandir". Al-Qadhi 'Iyadh tidak membenarkan arti tersebut. Ia
berpendapat bahwa yang dimaksud adalah "engkau terlalu gemuk", atau sebagaimana yang tercantum dalam
Shahih Bukhari, yaitu "Langkah kakimu sangat lebar". Lihat: Shahih Mus1im dengan syarh (uraian) Nawawi Jilid VII,
hal 210. Kisah peristiwa 'Adi' didalam Shahih Muslim bab "Shiyam", adalah sebagai berikut: Ketika turun ayat: "….
hingga tampak jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar". 'Adi berkata: "Ya Rasulullah. akan
kuletakkan dua buah 'iqal (semacam ikat kepala) di bawah bantalku, yan gsatu putih dan yang lain hitam. dengan
begitu aku dapat membedakan siang dari malam". Saat itu Rasulullah menjawab: "Bantalmu memang lebar ! Yang
dimaksud "hitam" adalah "malam" dan yang dimaksud "putih" adalah "siang".

3. Hadits diketengahkan oleh Muslim di dalam Shahih-nya Jilid VIII hal.229, berasal dari Abu Sa'id al-Khudri.

25 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Bandingkan dengan Buku kami yang berjudul "Ulumul-Hadits Wa-Mushthalahulu halaman 8.

Selain itu 'Ali bin Abi Thalib ra. juga terkenal dengan perintahnya kepada Abul-Aswad ad-Duali4 (wafat
tahun 69 H.) supaya meletakkan kaidah pramasastra bahasa Arab guna menjaga corak keasliannya.
Dengan perintahnya itu berani pula 'Ali bin Abi Thalib ra. adalah orang yang meletakkan dasar i1mu
I'rabul-Qur'an.

Dapatlah kami katakan, para perintis i1mu tersebut:

1. Empat orang Khalifah Rasyidun (Abubakar, 'Umar, 'Utsman dai'Ali), Ibnu "Abbas, Ibnu Mas'ud, Zaid bin
Tsabit, Ubai bin Ka'ab, Abu Musa al-Asy'ari dan 'Abdullah bin Zubair5. Mereka itu dari ka1angan para
sahabat Nabi.

2. Mujahid, 'Atha bin Yassar, 'Ikrimah, Qatadah, Hasan Bashri, Sa'id bin Jubair, dan Zaid bin Aslam dari
kaun Tabi 'in di Madinah.

3. Malik bin Anas dari kaum Tabi'it-Tabi'in (generasi ketiga kaum muslimin). la memperoleh i1munya dari
Zaid bin Aslam.

Mereka itulah orang-orang yang meletakkan apa yang sekarang kita kenal dengan i1mu Tafsir, ilmu
Asbabun-Nuzul, i1mu tentang ayat-ayat yang turun di Mekkah dan yang turun di Madinah, i1mu tentang
Nasikh dan Mansukh dan i1mu gharibul-Qur' an (soal-soal yang memerlukan penta'wilan dan penggalian
maknanya).

Pada masa kodifikasi Al-Qur'an, i1mu Tafsir berada di atas segala ilmu yang lain, karena ia dipandang
sebagai induk i1mu al-Quran. Di antara orang-orang yang sibuk menekuni dan menulis buku mengenai
bidang ilmu tersebut ialah:

Dari kalangan ulama abad ke-2 H.: Syu'bah bin Al-Hajjaj6, Sufyan bin 'Uyainah7 dan Waki'" bin Al-
Jarrah8. Kitab-kitab Tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat pendapat -pendapat dan apa yang
dikatakan oleh para sahabat Nabi dan kaum Tabi'in. Kemudian muncul pada zaman berikutnya. Ibnu Jarir
At-Thabari. wafat lahun 310 H. Kitabnya merupakan kitab yang paling bennutu. karena banyak berisi
riwayat-riwayat Hadits shahih ditu1is dengan rumusan yang baik. Kecuali itu juga berisi i'rab
(pramasastra), pengkajian dan pendapat- pendapat yang berharga. Di samping tafsir yang ditulis
menurut apa yang dikatakan oleh orang-orang terdahu1u, mulai muncu1 kitab-kitab tafsir yang ditu1is
orang berdasarkan pendapat. Ada yang menafsirkan se1uruh isi al-Qur'an, ada yang menafsirkan
sebagian saja (yakni satu juz), ada yang menafsirkan sebuah surah dan ada pula yang menafsirkan hanya
satu atau beberapa ayat khusus, seperti ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum. Kitab-kitab lainnya
mengenai i1mu al-Qur'an yang te1ah ditulis orang ialah:

Dalam abad ke-3 H: 'A1i bin Al-Madani9, guru Imam Bukhari, menu1is kitab
tentang asbabun-nuzul. Abu 'Ubaid al-Qasim bin Salam menulis tentang nasikh
dan mansukh, qira'at dan fadha'ilul Qur'an (keutamaan dan keistimewaan al-
Qur.an). Muhammad bin Ayyub adh-Dharis (wafat 294 H) menulis tentang
kandungan ayat-ayat yang turun di Mekkah dan di Madinah1o; dan Muhammad
bin Kha1af bin Murzaban (wafat 309 H) menulis kitab berjudu1 Al-Hawi Fi
'Ulumil Qur'an11 (Yang Terkandung Dalam Ilmu al-Qur'an).

4 Lihat: Inbahur-Ruwah I, hal. 13-23 dan Tahdzibut-Tahdzib XII ha1. 10-12

5 . Lihat: Al-Fahrasat halaman 23.

6 . Imam ahli Hadits terkemuka di Bashrah. Nama lengkapnya: Syu'bah bin al'Hajjaj bin al-Ward al-'Atki al-Azdi al-
Wasithi. Terkenal dengan nama panggi1an Abu Bustham, la mengalami hidupnya Anas bin Malik ra. dan
mendengarkan pemikiran 400 orang dari kaum Tabi'in. Di kalangan semua imam ahli Hadits, ia dipandang sebagai
hujjah (pendapatnya dini1ai sangat berbobot dan kuat dijadikan dalil). Wafat tahun 160 H.

7 . Seorang ulama ahli tafsir dan hadits di Hijaz. Nama lengkapnya: Sufyan bin 'Uyainah al-Hilali al-Kufi. Wafat th.198

26 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

H. (Lihat Tadzkiratul-Huffadz I, hal. 242).

8 . Waki' bin al-Jarrah bin Malih bin 'Adi'. Nama panggilannya : Abu Sufyan ar-Ruwasi al-Kufl, dari Qeis 'Aailan.
Iamendengarkan pendapat-pendapatIbnu Jarij, al-A'masy, al-Auza'i dan Sufyan ats-Tsauri. Hadits yang berasal darinya
diketengahkan oleh 'Abdullah bin al'Mubarak, Yahya bin Adam, Ahmad bin Hanbal dan 'Ali bin al-Madani. Lahir 128 H.
dan wafat 197 H. Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Mu'in mengatakan: "Orang yang terpercaya di Iraq ada1ah Waki".
(Lihat: Tarikh Baghdad XIII, ha1. 466-481).

9 .Ia adalah 'Ali bin 'Abdu1lah bin Ja'far. Nama panggilannya: Abu Ja'far, seorang dari kabilah Sa'ad berdasarkan wala
(Perwalian). Wafat tahun 234 H. (Lihat: Tadzkiratul. Huffadz II ha1. 15- 16, Syadza,atudz.Dzahab II ha1. 81).

10. Kitabnya berjudul 'Fadha'ilul-Qur'an, naskahnya yang dalam keadaan lengkap tersimpan di Dzahiriyah.

Dalam abad ke-4 H: Abubakar bin Qasim al-Anbari (wafat 328 H) menu1is buku berjudu1 'Aja'ibu 'Ulumil-
Qur'an (Keajaiban-keajaiban I1mu al-Qur'an). Dalam buku tersebut ia berbicara tentang keutamaan dan
keistimewaan al-Qur'an, tentang turunnya al-Qur'an dalam "tujuh huruf', penu1isan mushaf, jum1ah
surah, ayat dan lafadznya. Abu1-Hasan al-Asy'ari menu1is kitab berjudu1 Al-Mukhtazan Fi 'Ulumil-Qur'an
(Yang Tersimpan Di Da1am Ilmu a1-Qur'an), kitab yang berukuran resar seka1i12. Abubakar as.
Sajistani13 menulis tentang keanehan-keanehan al-Qur'an. Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad' A1i
Al-Kurkhi (wafat sekitar tahun 360 H.) menulis kitab betjudul panjang: Nukatul-Qur'an ad-Daallah 'Alal-
Bayan Fi 'Anwaa'il-'Ulumi Wal-Ahkam al-Munabbi'ah 'An Ikhtilafil-Anam14) (Titik-titik al-Qur'an
Menunjukkan Kejelasan Tentang Berbagai I1mu dan Hukum Yang Memberitakan Perbedaan Fikiran
Insan). Muhammad bin 'A1i al-Afdawi (wafat 388 H.) menulis kitab terdiri dari 20 jilid berjudul Al-
Istighna15) Fi'Ulumil-Qur'an (Kebutuhan Akan Ilmu al-Qur'an).

Dalam abad ke-5 H:'A1i bin Ibrahim bin Sa'id al-Hufi16 menulis kitab betjudul Al-Burhan Fi'Ulumil-Qur'an,
dan kitab lainnya lagi yang betjudul I'rabul-Qur' an. Abu 'Amr ad-Dani (wafat 444 H) menulis kitab
berjudul 'At-Taisir Fil-Qira'atis-Sab'i dan kitab lainnya lagi berjudul 'Al-Muhkam Fin-Nuqath.

Dalam abad ke-6 H: Abul-Qasim 'Abdurrahman yang tekena1 dengan nama as-Suhaili17 menulis kitab
tentang soal-soa1 yang samar di dalam al-Qur,an.

Dalam abad ke-7 H: Ibnu 'Abdus-Salam18 menulis kitab tentang majazul-Qur'an (kata-kata figuratif
dalam al-Qur'an).'Ilmuddin As-Sakhawi19 menulis kitab tentang qira'at.

Kemudian muncul i1mu baru mengenai al-Qur'an, yaitu: llmu Bada'i'ul-


Qur'an20, ilmu Hujajul-Qur' an21, ilmu Aqsamul-Qur'an22 dan ilmu Amtsalul-
Qur'an23. Mereka menempuh cara mendalami beberapa bagian al-Qur'an
sampai ke soal yang sekecil-kecilnya, karena itu pelbagai jenis ilmu Perlu
diringkas di dalam suatu ilmu baru yang terpadu, yaitu yang mereka namai
'Ulumul-Qur'an (Ilmnu-llmu al-Qur'an).

11. Sebagian naskahnya tersimpan di da1am perpustakaan "Baladiyah" di Alexandria, Mesir.

12. Lihat : Ad-Dibaj'195

13. Muhammad bin 'Aziz bin al-'Azizi as-Sajistani. Wafat th. 330 H. (Lihat: Bugh-yatul-Wu'ah, 72). Dalam al-ltqan 1/195
Sayuthi mengatakan (dalam pembicaraannya mengenai kitab as-Sajistani yang berjudu1 'Gharibul-Qur'an): "la
menulis kitabnya se1ama 15 tahun bersama gurunya. Abubakar bin ai-Anbari".

14. Naskahnya tersimpan di Muradmala.

15.Mungkin tulisan tangannya terbaca istifta, tetapi kami anggap lebih tepat dibaca istighna

16. Ia adalah °Ali bin Ibrahim bin Sa'id al-Hufi al-Mishri, penulis kitab Al-Burhan Fi Ulumil-Qur'an dan kitabrrabul-
Qur'an. Wafat 430 H. (Lihat: Husnul-Muhadharah II hal.228 dan Inbahur Ruwah II hal. 219). Pada bagian mendatang
akan kami bicarakan kitabnya yang berjudul al-Burhan, yang masih berupa tulisan tangan.

17.Ia adalah 'Abdurrahman bin .Abdullah bin Ahmad As-Suhail. nama panggilannya: Abul-Qasim. Wafat di Marakesh
pada tahun 581 H. kitabnya berjudul Mubahamatul-Qur'an disebut oleh penulis kitab Kasyfudz-Dzunun dengan nama:

27 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

At-Ta'rif Wal-I'lam Bimaa Ubhima Fil-Qur'an Minal-Asma Wal-I'lam (Pengenalan dan Pemberitahuan Mengenai Nama-
Nama Dan Tanda-Tanda Di dalam al-Qur'an). Nama itu menjelaskan maksud kitab tersebut. Naskahnya yang berupa
tulisan tangan tersimpan di Darul-Kutub, Kairo. dan di perpustakaan at-Timuriyyah. Kitabnya yang lain lagi ialah Ar-
Raudhul-Anifu 'Alaa Sirat Ibni Hisyam. (Lihat kutipannya di dalam Inbahur-Ruwah II hal. l62).

18 .Ia adalah Syeikhul-lslam Imam Abu Muhammad 'Abdul-'Aziz bin 'Abdus-Salam, terkenal dengan nama AI-'Izz.
Wafat 660 Ho (Thabaqalusy-Syafi'iyyah V hal 80-107 dan Syadzaraludz-Dzahab V hal. 330).

19 . Ia adalah 'Ali bin Muhammad bin 'Abdus-Samad, terkenal dengan nama as-Sakhawi. Wafat 643 H. Kitabnya
mengenai qira'at teratur baik dan terkenal dengan nama as-Sakhawiyyah. Judu1 yang sebenarnya ialah Hidayatul-
Murtab Fil-Mutasyabih (Petunjuk Bagi Orang Yang Ragu MengenaiHal Yang Samar). Yang dimaksud "samar"
(mutasyabih) bukan lawannya jelas maknanya" (muhkam), melainkan penyajian satu kisah dengan berbagai versi
dan bagian yang berlainan. Lihat: Kutipan as-Sakhawi di dalam Wafyatul-A'yan I hal. 345 dan al-Burhan I ha1. 112,
jenis kelima ilmu mutasyabih.

20 . Ilmu yang membahas berbagai jenis al-badi' (segala yang indah) di dalam al-Qur'an, ditulis secara tersendiri oleh
Ibnu Abil-Ishba'. Kitabnya telah dicetak. (Lihat al-Itqan II hal. 140-160. jenis ke-58).

21 . Dinamakan juga Ilmu Jadal al-Qur'an (llmu Debat al-Qur'an). Maksudnya, a1-Qur'an berbicara mengenai sega1a
macam dalil dan pembuktian, tetapi atas dasar metode Arab, bukan berdasarkan cara-cara para ah1i ilmu Ka1am.
Hal itu ditulis secara tersendiri oleh Najmuddin at-Thufi (Sulaiman at-Thufi (Sulaiman bin 'Abdul-Qawi bin 'Abdul-
Karim), wafat 716 H. sebagaimana tercantum da1am ad-Dararul-Kaminah II hal.154. Mengenai ilmu tersebut, lihatah
al-Itqann ha1. 229-223, jenis ke-68, dan lihat juga: al-Burhan n ha1. 24-27 ,jenis ke-11.)

Dalam sejarah kehidupan Imam Syafi'i ra., ketika ia menghadapi cobaan dituduh sebagai kepala golongan
A'lawiyyin di Yaman, dalam keadaan diborgol ia digiring menghadap khalifah Harun al-Rasyid di Baghdad.
Harun al-Rasyid bertanya: "Hai Syafi'i, bagaimana sesungguhnya pengetahuanmu mengenai Kitabullah
'Azza wa Jalla? Karena Kitabullah adalah yang terbaik untuk memulai segala pembicaraan". Imam Syafi'i
balik bertanya: "Ya Amirul-Mu'minin, Kitabullah yang manakah yang anda tanyakan kepadaku, sebab
Allah Swt telah menurunkan banyak Kitab Suci". Harun Al-Rasyid menjawab: "Baiklah, yang kami
tanyakan ialah Kitabullah yang diturunkan kepada putra pamanku Muhammad saw" {Harun al-Rasyid,
khalifah dari kaum Bani 'Abbas, karena itu ia menganggap Rasulu11ah sebagai saudara misannya). Imam
Syafi'i menjawab: "Ilmu al-Qur'an itu jumlahnya banyak sekali. Apakah anda bertanya kepadaku
mengenai bagian-bagiannya yang muhkam (ayat-ayat yang jelas maknanya) dan bagian-bagian yang
mutasyabih (yang samar dan memerlukan penta'wilan), ataukah anda menanyakan bagian-bagiannya
yang didahulukan dan dibelakangkan?, ataukah perihal nasikh dan mansukhnya (ayat-ayat yang
mengesampingkan ayat-ayat lain dan ayat-ayat yang dikesampingkan)?, atau kah anda menanyakan
soal….,-soal….., soal…… dan seterusnya24.

Sebagian para peneliti sejarah al-Qur'an25, istilah 'Ulumul-Qur'an, dalam arti keseluruhan baru muncul
sebagian kenyataan yang jelas setelah muncu1nya kitab beljudul al-Burhan Fi'Ulumil-Qur'an (pembuktian
Tentang llmu-llmu al-Qur'an) tulisan 'Ali bin Ibrahim bin Sa'id, yang terkenal dengan nama al-Hufi (wafat
430 H), terdiri dari 30 jilid. 15 jilid di antaranya masih tersimpan di dalarn Darul-Kutub, Kairo, di bawah
nomor 59 Tafsir, dalam keadaan tidak teratur dan tidak urut Kitab tersebut mencakup beberapa bidang
i1mu al-Qur'an, tetapi sebenarnya ia merupakan kitab Tafsir. Penulis kitab Kasyfudz-Dzunun mengatakan:
"Di dalamnya disebut al-gharib (hal-hal yang aneh), al- i'rab (pramasastra) dan tafsir". Sebelumnya kami
telah mengingatkan adanya beberapa kitab yang mempelajari berbagai soal al-Qur'an dengan nama yang
jelas, yaitu 'ulumul-Qur'an. Menurut hemat kami, yang paling terdahulu muncul ialah kitab yang ditulis
oleh Ibnul-Mirzaban pada abad ke-3 H.

Pada abad ke-6 H Ibnul-Jauzi (wafat 597 H) menulis dua buah kitab, satu diantaranya beljudul Fununul-
Afnan Fi'Aja'ibi 'Ulumil Qur'an26. Kedua berjudul al-Mujtaba Fi'Ulumin Tata'allaqu Bil-Qur'an. Keduanya
berupa naskah tulisan tangan masih tersimpan di dalam Darul-Kutub, Kairo.

Pada abad ke-7 H 'Ilmuddin as-Sakhawi (wafat 597 H) menulis kitab beljudul
Jamalul-Qurra Wa Kamalul-Iqra27, dan Abu Syarnah (wafat 665 H) menulis kitab
Al-Mursyidul-Wajiz Fi Ma Yata' allaqu Bil-Qur'anil-'Aziz.

22 .Lihat: al-ltqan n hal. 225-228,jenis ke-67 . Ditulis secara tersendiri oleh Al-'Allamah ibnul-Qayyim, dan oleh penulis
zaman berikutnya yang bernama 'Abdul-Hamid Al-Farahi dengan kitabnya yang berjudul lm'an fi Aqsamil-Our'an.

28 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

23 . Lihat beberapa pandangan mengenai ilmu tersebut di dalam al-Itqan II hal. 222-225, jenis ke-66.

24 . Hal itu disebut oleh Imam Jalaluddin al-Bulqaini dalam kitabnya Mawaqi'il-'Ulum Min Mawaqi'in-Nujum. Lihat
Manahilul-'Irfan I hal. 26.

25 . Ibid

26 . Naskah asli rertulisan tangan masih tersimpan di dalam Perpustakaan At- Timuriyyah, Kairo. dalam keadaan tidak
lengkap. nomor 222 Tafsir.

27.Dari Kitab Kasyfudz-Dzunun dapat ditarik kesimpulan bahwa kitab Jamalul-Qurra Wa Kamalul-Iqra mencakup
rerbagai bidang ilmu Qira'at, seperti: T ajwid. Waqaf (letak bacaan berhenti) dan ibtida (letak b~aan dimulai). nasihk
dan mansukh.

Pada abad ke-8 H Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794 H)28 menulis al-Burhan Fi "Ulumil-Qur'an. Profesor
Muhammad Abul-Fadhl telah berjasa dalam usahanya menerbitkan kitab tesebut

Pada tahun ke-9 lebih banyak lagi orang menulis. Jalaluddin al-Bulqaini29 menulis Mawaqi'ul-'Ulum Min
Mawaaqi'un-Nujum (Lihat al-Itqan, 1 hal 3). Muhammad bin Sulaiman al-Kafiyaji (wafat 879 H)30 menulis
sebuah kitab yang disebut oleh as-Sayuthi dengan mengutip kata-kata penulisnya, bahwa ia mengatakan:
"Belum pernah ada yang seperti itu"31. Tapi judul kitab tersebut tidak pemah sampai kepada kita.
Kemudian as-Sayuthi (wafat 911 H) menulis at-Tahbir Fi'Ulumit-Tafsir" yang disusul dengan kitab lainnya
al-Itqan Fi "Ulumil-Qur'an32.

Pada abad-abad berikutnya banyak ulama yang berminat menulis tentang al-
Qur'an, sejarahnya dan ilmu-ilmu yang menjadi cakupannya. Syeikh Thahir al-
Jaza'iri mengeluarkan buku berjudul "at-Tibyan Li Ba'dhil-Mabahitsi Al-Muta'
alliqah Bil-Qur'an". Syeikh Muhammad Jamaluddin al-Qasimi membuat
Mahasinut. Ta'wil. Syeikh Muhammad 'Abdul-'Adhim az-Zarqani menulis
Manahilul 'Irfan Fi 'Ulumil-Qur'an. Syeikh Muhammad 'Ali Salamah menulis kitab
berjudul Minhajul-Furqan Fi'Ulumil-Qur'an. Syeikh Thanthawi dengan bukunya
yang terkenal al-Jawahir Fi Tafsiril-Qur'anil-Karim. Seorang sastrawan besar
bernama Musthafa Shadiq ar-Rafi'i menulis I'jazul-Qur'an. Profesor Malik bin
Nabi menulis adh-Dhahiratul-Qur'aniyyah, sebuah kitab yang dengan kuat dan
benar membahas masalah wahyu. Sayyid Imam Muhammad Rasyid Ridha
menulis Tafsirul-Qur'anil-Hakim yang mengandung banyak pembahasan
mengenai berbagai jenis ilmu tentang al-Qur'an. Kemudian yang terakhir,
Doktor Muhammad Abdullah Draz menulis kitab berjudul an-Naba'ul-'Adzim,
berisi pandangan baru mengenai al-Qur'an33

28 . Imam Badruddin Muhammad bin 'Abdullah bin Bahadur az-Zarkasyih, termasuk jajaran ulama ahli tafsir dan ah1i
ilmu ushuluddin. Lahir tahun 745 H, dan wafat 794 H (Lihat salinannya dan sumber salinan itu dalam Pendahuluan
kitabnya yang berjudul al-Burhan Fi-'Ulumil-Qur'an, diterbitkan oleh Profesor Muhammad Abul-FadhlIbrahim dalam
empat jilid.

29 . Abdurralunan bin Ruslan Abu1-Fadh1 Jalaluddin al-Bulqaini, seorang ulama yang cerdas ahli di bidang ilmu Fiqh,
Ushuluddin. bahasa Arab, Tafsir, Ma'ani danBayan. la Ibham (Memahanri Hal-Hal Yang Samar Dalam Shahih Al-
Bukhari). la berulangkali diangkat sebagai KetUa Mahkamah Islam di Mesir hingga wafatnya pada tahun 824 H.
(Syadzaratudz-Dzahab, vn hal. 166).

30. Muhammad bin Sulaiman bin Sa'ad bin Mas'ud Muhyiddin Abu 'Abdullah al-Kafiyaji. Dialah yang menekuni sya'ir
berakhiran huruf kaf sehingga ia terkenal dengan Kafiyaji. As-Sayuthi pernah magang dengan mengikutinya selama
14 tahun. Al-Kafiyajimenulis banyak kitab mengnai tafsir, Fiqh, Pokok-pokok Bahasa Arab dan Nahwu. Kitabnya yang
tidak disebut judulnya dalam al-Itqan, ternyata dalam al-Bughyah disebut oleh Sayuthi berjudul at-Taisir Fi Qawa'i-djt-
Tafsir. Sayuthi mengatakan, al-Kafiyaji berkata, ia menemukan i1mu tersebut sebagai hal yang belum pernah ada
sebelumnya. Karenanya al-Kafiyaji tidak membatasi dirinya pada al-Burhan tulisan Zarkasyi dan tidak pula puas
dengan Mawaaqi'ul-'Ulum karya Jalaluddin al-Bulqaini, la wafat tahun 879 H. (Lihat: Bughyatul-Wu'ah. halaman48).

31 . Dalam al-Itqan I hal. 3 as-Sayuthi mengatakan: "Aku melihatnya sebagai karangan yang halus, sebagai koleksi

29 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

yang rapih, berurutan dan punya kesimpulan".

32. Kitab al-Itqan berulang kali dicetak di Kairo. Tulisan as-Sayuthi banyak bersandar pada al-Burhan Fi 'Ulumil-Qur'an
karangan Zarkasyi. Bahkan banyak bagiannya yang dikutip. Adakalanya kutipan itU disebut sumbernya dan ada
kalanya juga tidak. Lihat komentar Sayuthi tentang al_burhan dalam Pendahuluan kitabnya, al-Itqan I hal. 6-8.

33. Pada tahun-tahun terakhir juga bennunculan penelitian soal-soal al-Qur.an yang amat berguna dan bersifat
memberi pengarahan secara umum mengenai agama Islam. Antara lain, kitab yang berjudul Nadzaraat Fil-Qur'an
karangan al-Ustadz Muhammad al-Ghazali. Selain itu,ada juga kitab lain yang bersifat mengarahkan moral dan
menonjolkan segi-segi etika di dalam ungkapan-ungkapan al-Qur,an. Kitab al-Manhalul-Khalid itu adalah karya rekan
kami, Profesor Muhammad al-Mubarak, dosen Fakultas Ilmu Syari'at pada Universitas Damsyik.

Asbabun Nuzul - Ilmu Al-Qur'an


Al-Qur'an sebagai kitab utama, mengandung ilmu yang sangat dalam. Untuk megupasnya diperlukan
seorang penyelam tangguh untuk mengambil harta yang ada di dasarnya.

Ilmu tafsir bisa mendorong kita untuk mengetahui ilmu-ilmu Al-Qur'an sedikit mendalam, serta
mendorong kita untuk mengetahui hal-hal yang menunjang pemahaman Al-Qur'an yang mulia ini, berupa
usaha yang maksimal, kesungguhan yang optimal pembahasan yang mendalam. Kesemuanya itu harus
dicurahkan dalam rangka studi di Al-Qur'an yang mulia. Betapa usaha para guru besar yang ternama dan
Ulama yang terkenal, dimana mereka telah menghabiskan usia demi terjaminnya pemikiran atas wahyu
yang murni sebagai pedoman/undang-undang yang berharga, sejak awal diturunkannya Al-Qur'an sampai
saat kini.

Mereka pulang ke rahmatulah dengan meninggalkan kekayaan ilmu pengetahuan yang melimpah ruah
untuk kita, yang sumbernya tak akan kering dan mutiaranya yang tak akan habis di sepanjang masa.
Namun, sekalipun dengan penuh kesungguhan telah mereka curahkan (dari dahulu hingga sekarang),
sungguh Al-Qur'an tetap merupakan lautan yang dalam dimana memerlukan penyelam yang terjun ke
dalamnya untuk dapat mengambil mutiara dan permata dari dasarnya.

Para pujangga, sastrawan, cendekiawan dan penyair telah berlomba dalam mengomentari Al-Qur'an
dengan mengemukakan keindahan dan kelebihannya. Rasanya kami belum menemui keterangan yang
indah dan bernilai tinggi selain dari gambaran yang dibawakan oleh Muhammad (Rasulullah) ibnu Abdillah
SAW. sebagal pembawa risalah, dimana beliau bersabda: "(Inilah) kitab Allah (Al-Qur'an), yang di
dalamnya tertera berita/catatan sejarah jaman masa lampau (orang-orang yang sebelum kamu) dan
gambaran jaman masa mendatang serta ketentuan tentang sesamamu. Ia adalah pemisah (hak dan batil)
yang bukan dongeng (sandiwara). Siapa saja yang meninggalkannya niscaya akan rusak binasa dan siapa
yang berpedoman dengan lainnya, niscaya akan sesat. Ia adalah petunjuk Allah yang paten, peringatan
yang luas dan jalan yang lurus. Dengan berpedoman padanya hawa nafsu tak akan menyeleweng dan
ucapan tidak akan bercampur baur.

Dalam menggali isinya ulama tidak merasa kenyang atau bosan bahkan sebaliknya. Keindahannya takkan
hilang lantaran sering dibaca dan diulang, serta keajaiban-keajaibannya tak akan terputus. Ia adalah
suatu bacaan dimana para jin tak terhenti mengagumi manakala mendengarnya, sehingga dikalangan
mereka ada yang mengatakan: "Kami telah mendengarkan bacaan (Al-Qur'an) yang sungguh
menakjubkan dan memberi petunjuk ke jalan yang benar karena itu kami beriman kepadanya."
Barangsiapa berkata berpijak kepadanya niscaya tepat, barangsiapa yang mengamalkan isinya niscaya
akan diberi jasa imbalan. Barangsiapa menetapkan hukum berdasarkan atasnya niscaya akan adil. Dan
barangsiapa mengajak orang lain untuk berpegang kepadanya niscaya akan diberi petunjuk ke jalan yang
lurus".

Apa yang dimaksud dengan Ilmu Al-Qur'an

Yang dimaksud dengan ilmu Al-Qur'an adalah seluruh pembahasan yang berbubungan dengan Al-Qur'anul
Majid yang abadi, baik dari segi penyusunannya, pengumpulnnnya, sistimatikanya, perbedaan antara
surat Makiyah dan Madaniyah, pengetahuan tentang nasikh dan mansukh, pembahasan tentang ayat-ayat
yang muhkamat dan mutasyabihat, serta pembahasan-pembahasan lain yang berhubungan dan ada
sangkut pautnya dengan Al-Qur'anul 'Azhim.

30 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Adapun tujuan dari study ilmu ini ialah:

1. Agar dapat memahami Kalam Allah 'Azza Wajala, sejalan dengan keterangan dan penjelasan dari
Rasul SAW, serta sejalan pula dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan thabi'in
tentang interpretasi mereka prihal Al-Qur'an.
2. Agar mengetahui cara dan gaya yang dipergunakan oleh para mufassir (ahli tafsir) dalam
menafsirkan Al-Qur'an dengan disertai sekedar penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang
ternama serta kelebihan-kelebihannya.

3. Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan Al-Qur'an.

4. Dan ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan untuk itu.

Definisi Al-Qur'an

Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang tiada tandingannya (mu'jizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril alaihis salam, ditulis dalam
mushhaf-mushhaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang banyak), serta
mempelajarinya merupakan suatu ibadah, dimulai dengan surat Al-Fâtihah dan ditutup dengan surat An-
Nâs.

Definisi tersebut telah disepakati oleh para Ulama dan Ahli ushul. Allah menurunkan Al-Qur'an adalah
untuk menjadi undang-undang bagi ummat manusia dan petunjuk serta sebagai tanda atas kebenaran
Rasul dan penjelasan atas kenabian dan kerasulannya, juga sebagai alasan (hujjah) yang kuat di hari
Kemudian dimana akan dinyatakan bahwa Al-Qur'an itu benar-benar diturunkan dari Dzat Yang Maha
Bijaksana lagi Terpuji. Nyatalah bahwa Al-Qur'an adalah mu'jizat yang abadi yang menundukkan semua
generasi dan bangsa sepanjang masa. Dalam hal ini Syauqy mengemukakan:

Para Nabi dahulu datang


membawa ayat dan hilang
sedang engkau
datang membawa
kitab abadi,
ayat-ayatnya tetap baru,
meski masa telah berlalu
dihias dengan keindahan asli
abadi dan nurani

Asbabun Nuzul
Pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam ilmu Al-Qur'an guna mempertegas dan mempermudah dalam
memahami ayat-ayatnya.

Ilmu Asbabun Nuzul mempunyai pengaruh yang penting dalam memahami ayat, karenanya kebanyakan
ulama begitu memperhatikan ilmu tentang Asbabun Nuzul bahkan ada yang menyusunnya secara khusus.
Diantara tokoh (penyusunnya) antara lain Ali Ibnu al-Madiny guru Imam al-Bukhari r.a.

Kitab yang terkenal dalam hal ini adalah kitab Asbabun Nuzul karangan al-Wahidy sebagaimana halnya
judul yang telah dikarang oleh Syaikhul Islam Ibnu Hajar. Sedangkan as-Sayuthy juga telah menyusun
sebuah kitab yang lengkap lagi pula sangat bernilai dengan judul Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul.

Oleh karena pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam ilmu Al-Qur'an guna mempertegas dan mempermudah
dalam memahami ayat-ayatnya, dapatlah kami katakan bahwa diantara ayat Al-Qur'an ada yang tidak
mungkin dapat dipahami atau tidak mungkin diketahui ketentuannya/hukumnya tanpa ilmu Asbabun
Nuzul. Sebagai contoh firman Allah SWT:

31 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas rahmat-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 115).

Dari ayat tersebut dapat dipahami bolehnya melakukan shalat menghadap ke selain kiblat. Pemahaman
seperti ini adalah salah, karena menghadap kiblat adalah salah satu syarat sahnya shalat. Dengan ilmu
asbabun nuzul dapatlah dipahami secara jelas, dimana ayat di atas turun sehubungan dengan kasus
seseorang yang ada dalam perjalanan dan tidak mengetahui kiblat serta arah, karena itu ia boleh
berijtihad untuk memilih arah dan selanjutnya ia melakukan shalat. Ke mana saja ia menghadap dalam
shalatnya maka shahlah shalatnya. Ia tidak harus mengulangi kembali disaat ia mengetahui arah yang
sebenarnya andaikata salah. Dengan demikian maka ayat di atas tidaklah bersifat umum tetapi bersifat
khusus bagi seseorang yang tidak mengetahui kiblat dan arah.

Contoh lain yang berhubungan dengan pentingnya ilmu Asbabun Nuzul dalam memahami ayat adalah
firman Allah SWT:

Sesungguhnya khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. (QS. Al-Mâidah: 90).

Diantara beberapa orang sahabat Rasul bertanya: "Bagaimanakah halnya dengan orang-orang yang
berperang di jalan Allah dan telah meninggal sedang mereka biasa meminum khamar padahal khamar
tersebut adalah keji?". Sehubungan dengan itu maka turunlah ayat yang menjelaskan bahwa peminum
khamar sebelum diharamkan, Allah memaafkannya. Ia tidak berdosa dan tidak bersalah karena Allah
tidak akan memberikan hukuman atas perbuatan seorang hamba sebelum Islam atau sebelum turunnya
pengharaman. Karena itu maka ayat tersebut berdasarkan susunannya dapat dipahami secara tegas
terhadap haramnya minuman khamar.

Apa arti Asbabun Nuzul

Terkadang ada satu kasus (kejadian). Dari kasus tersebut turun satu atau beberapa ayat yang
berhubungan dengan kasus tersebut, itulah yang disebut dengan Asbabun Nuzul. Dari segi lain, kadang-
kadang ada suatu pertanyaan yang dilontarkan kepada Nabi SAW, dengan maksud minta ketegasan
tentang hukum syara' atau mohon penjelasan secara terperinci tentang urusan agama, oleh karena itu
turun beberaa ayat, yang demikian juga disebut Asbabun Nuzul.

Contoh peristiwa yaitu hadits yang diriwayatkan Bukhari dari Khabbab ibnul Arat r.a. ia berkata: "Saya
adalah tukang besi, Saya menghutangkan kepada Ash ibnu Wail. Suatu ketika saya datang kepadanya
untuk menagih piutangku". Ia menjawab: "Saya tidak akan membayar hutangku kepadamu sebelum
engkau mengkufurkan Muhammad dan beralih menyembah Lata dan Uzza". Saya menjawab: "Aku tidak
akan mengkufurkannya sehingga engkau dimatikan Allah dan dibangkitkan kembali". Jawab Ash Ibnu
Wail: "Kalau begitu kelak aku akan mati dan dibangkitkan kembali?". "Tunggu dulu, hari ini juga akan
kudatangkan harta dan anak untuk membayar hutang kepadamu". Karena kasus ini Allah menurunkan
ayat:

32 of 33
Kategori : Ulumul Qur’an

Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat kami dan dia mengatakan pasti aku
akan diberi harta dan anak. Adakah ia melihat yang ghaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan
yang Maha Pemurah?. Sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan dan benar-benar Kami
akan memperpanjang adzab untuknya dan kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu, dan ia akan
datang kepada Kami dengan seorang diri. (QS. Maryam: 77-80).

33 of 33

Anda mungkin juga menyukai