Anda di halaman 1dari 14

ULAMA PEWARIS PARA NABI

Warisan merupakan barang berharga yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia kepada orangorang yang masih hidup. Saking berharganya sampai sering terjadi pertumpahan darah di antara ahli waris memperebutkan warisan tersebut. Namun ada warisan yang demikian berharga tetapi jarang manusia memperebutkannya. Warisan tersebut adalah ilmu agama, yang merupakan peninggalan para nabi kepada umatnya. Hanya sedikit orang yang mau mengambil warisan tersebut, terlebih lagi di masa kini. Merekalah para ulama, orang-orang yang memiliki sifat tamak dalam mendapatkan warisan nabi. Tidakkah kita ingin meniru mereka? Di samping sebagai perantara antara diri-Nya dengan hamba-hamba-Nya, dengan rahmat dan pertolongan-Nya, Allah I juga menjadikan para ulama sebagai pewaris perbendaharaan ilmu agama. Sehingga, ilmu syariat terus terpelihara kemurniannya sebagaimana awalnya. Oleh karena itu, kematian salah seorang dari mereka mengakibatkan terbukanya fitnah besar bagi muslimin. Rasulullah r mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan Abdullah bin Amr ibnul Ash, katanya: Aku mendengar Rasulullah r bersabda:

Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba -hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan. (HR. Al -Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673) Ibnu Rajab Al-Hambali t mengatakan: Asy-Syabi berkata: Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan. Di dalam Shahih Al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin Amr secara marfu (riwayatnya sampai kepada Rasulullah): Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para ulama dan diangkatnya orang jahat. (Jamiul Ulum wal Hikam, hal. 60) Meninggalnya seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat. Keadaan ini menunjukkan keberadaan ulama di tengah kaum muslimin akan mendatangkan rahmat dan barakah dari Allah I. Terlebih Rasulullah r mengistilahkan mereka dalam sebuah sabdanya:

Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan. Kita telah mengetahui bagaimana kedudukan mereka dalam kehidupan kaum muslimin dan dalam perjalanan kaum muslimin menuju Rabb mereka. Semua ini disebabkan mereka sebagai satu-satunya pewaris para nabi sedangkan para nabi tidak mewariskan sesuatu melainkan ilmu. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t mengatakan: Ilmu merupakan warisan para nabi dan para nabi tidak mewariskan dirham dan tidak pula dinar, akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan ilmu tersebut, sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak dari warisan para nabi tersebut. Dan engkau sekarang berada pada kurun (abad, red) ke-15, jika engkau termasuk dari ahli ilmu engkau telah mewarisi dari Rasulullah r dan ini termasuk dari keutamaankeutamaan yang paling besar. (Kitabul Ilmi, hal. 16) Dari sini kita ketahui bahwa para ulama itu adalah orang-orang pilihan. Allah I berfirman:

Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami. (Fathir: 32) Ibnu Katsir t menyatakan: Allah I berfirman: Kemudian Kami menjadikan orang -orang yang menegakkan (mengamalkan) Al-Kitab (Al-Quran) yang agung sebagai pembenar terhadap kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat ini. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/577) Al-Hafidz Ibnu Hajar t mengatakan: Ayat ini sebagai syahid (penguat) terhadap hadits yang berbunyi AlUlama waratsatil anbiya (ulama adalah pewaris para nabi). (Fathul Bari, 1/83) Al-Imam Asy-Syaukani t mengatakan: Maknanya adalah: Kami telah mewariskan kepada orang -orang yang telah Kami pilih dari hamba-hamba Kami yaitu Al-Kitab (Al-Quran). Dan Kami telah tentukan dengan cara mewariskan kitab ini kepada para ulama dari umat engkau wahai Muhammad yang telah Kami turunkan kepadamu dan tidak ada keraguan bahwa ulama umat ini adalah para shahabat dan orang-orang setelah mereka. Sungguh Allah I telah memuliakan mereka atas seluruh hamba dan Allah I menjadikan mereka sebagai umat di tengah-tengah agar mereka menjadi saksi atas sekalian manusia, mereka mendapat kemuliaan demikian karena mereka umat nabi yang ter baik dan sayyid bani Adam. (Fathul Qadir, hal. 1418) Rasulullah r bersabda:

Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak. (Hadits ini diriwayatkan Al -Imam At-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), Ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimahnya dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh AlAlbani t mengatakan: Haditsnya shahih. Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 3096, Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182, dan Shahih At-Targhib, 1/33/68) Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhali mengatakan: Kebijaksanaan Allah atas makhluk Nya dan kekuasaan-Nya yang mutlak atas mereka. Maka barang siapa yang mendapat hidayah maka itu wujud fadhilah (keutamaan) dari Allah dan bentuk rahmat-Nya. Barangsiapa yang menjadi tersesat, maka itu dengan keadilan Allah dan hikmah-Nya atas orang tersebut. Sungguh para pengikut nabi dan rasul menyeru pula sebagaimana seruan mereka. Mereka itulah para ulama dan orang-orang yang beramal shalih pada setiap zaman dan tempat, sebab mereka adalah pewaris ilmu para nabi dan orang-orang yang berpegang dengan sunnah-sunnah mereka. Sungguh Allah telah menegakkan hujjah melalui mereka atas setiap umat dan suatu kaum dan Allah merahmati dengan mereka suatu kaum dan umat. Mereka pantas mendapatkan pujian yang baik dari generasi yang datang sesudah mereka dan ucapanucapan yang penuh dengan kejujuran dan doa-doa yang barakah atas perjuangan dan pengorbanan mereka. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya atas mereka dan semoga mereka mendapatkan balasan yang lebih dan derajat yang tinggi. (Al-Manhaj Al-Qawim fi At-Taassi bi Ar-Rasul Al-Karim hal. 15) Asy-Syaikh Shalih Fauzan mengatakan: Kita wajib memuliakan ulama muslimin karena mereka adalah pewaris para nabi, maka meremehkan mereka termasuk meremehkan kedudukan dan warisan yang mereka ambil dari Rasulullah r serta meremehkan ilmu yang mereka bawa. Barangsiapa terjatuh dalam perbuatan ini tentu mereka akan lebih meremehkan kaum muslimin. Ulama adalah orang yang wajib kita hormati karena kedudukan mereka di tengah-tengah umat dan tugas yang mereka emban untuk kemaslahatan Islam dan muslimin. Kalau mereka tidak mempercayai ulama, lalu kepada siapa mereka percaya. Kalau kepercayaan telah menghilang dari ulama, lalu kepada siapa kaum muslimin mengembalikan semua problem hidup mereka dan untuk menjelaskan hukum-hukum syariat, maka di saat itulah akan terjadi kebimbangan dan terjadinya huru-hara. (Al-Ajwibah Al-Mufidah, hal. 140) Wallahu alam.

Riyadhush Shalihin; Imam Nawawi; Hadits-hadits Allah berfirman: Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (azZummar: 9) Dari Abu Masud Uqbah bin Amr al-Badriy al-Anshari ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Yang berhak mengimami satu kaum adalah yang paling ahli baca al-Quran. Jika dalam bacaan mereka sama saja, maka (yang berhak menjadi imam ialah) yang paling mengerti tentang sunnah Rasulullah saw. kalau hal itu sama, maka (yang berhak menjadi imam ialah) di antara mereka yang lebih dulu hijrahnya. Jika hijrah mereka sama, maka (yang berhak menjadi imam adalah) orang yang lebih dahulu masuk Islam. Dan janganlah seorang mengimami di daerah kekuasaan orang lain, dan jangan pula ia berdiam di rumah orang lain pada tempat khusus, kecuali dengan seizin pemiliknya. (HR Muslim) Dari Abu Masud Uqbah bin Amr al-Badriy al-Anshari ra. ia berkata: Rasulullah saw. selalu menyamakan pundak-pundak kami menjelang shalat dan beliau bersabda: Ratakan shaf kalian dan jangan sampai tidak rata, yang akan mengakibatkan berbedanya hati kalian. Hendaknya mendekat kepadaku orang-orang dewasa dan yang pandai-pandai, kemudian berikutnya dan berikutnya lagi. (HR Muslim) Dari Abdullah bin Masud ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Orang-orang yang dewasa dan yang pandai hendaklah mendekat denganku. Kemudian berikutnya kemudian berikutnya lagi. Janganlah kamu sekalian bercampur dan berdesak-desakan di pasar. (HR Muslim) Dari Abu Yahya (Sahl) bin Abu Hatsamah al-Anshariy ra. ia berkata: Abdullah bin Sahl dan Muhayyishah bin Masud pergi ke Khaibar, pada masa damai, kemudian berpisahlah keduanya. Tatkala Muhayyishah mendatangi tempat Abdullah bin Sahl, didapatinya mati berlumuran darah dan Muhayyishah langsung menguburnya. Setelah itu ia lalu ke Madinah, kemudian Abdurrahman bin Sahl, Muhayyishah bin Masud dan Huwayyishah bin Masud datang ke Madinah menemui Nabi saw. dan memberitahu tentang peristiwa itu. Ketika Abdurrahman membuka pembicaraan, Rasulullah menyela dan bersabda: Dahulukanlah orang tua, dahulukanlah orang tua. Abdurrahman yang termuda, maka iapun diam, lalu Muhayyishah dan Huwayyishah berbicara. Beliau bersabda: Apakah kamu mau bersumpah dan menuntut hak kepada pembunuhnya? (Hadits ini masih ada terusannya) (HR. Bukhari dan Muslim) Dari Jabir ra. ia bersabda: Nabi saw. mengumpulkan dua orang yang mati terbunuh dalam perang Uhud dan dalam satu liang kubur, kemudian beliau bersabda: Yang mana di antara keduanya yang lebih banyak mengerti tentang al-Quran? Tatkala ada seseorang yang menunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukannya (orang yang lebih banyak mengerti tentang al-Quran) ke dalam liang lahad. (HR Bukhari)

Dari Umar ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda: Dalam tidurku aku bermimpi bahwa aku sedang bersiwak (bersuci) dengan sebatang kayu siwak, lalu datang dua orang laki-laki. Salah seorang diantaranya lebih tua dari yang lain. Lalu aku memberikan siwak kepada yang lebih muda. Kemudian berkata kepadaku: Dahulukan yang lebih tua! Akupun memberikan siwak itu kepada yang lebih tua. () Dari Abu Musa ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya termasuk mengagungkan kehormatan Allah dengan memuliakan orang Islam yang tua usia, orang yang pandai tentang alQuran dan tidak sombong dan tidak mengabaikannya, serta memuliakan penguasa yang adil. (HR Abu Daud) Dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tidak termasuk golonganku orang yang tidak belas kasih terhadap yang lebih muda dan tidak mau menghormati orang yang lebih tua. (HR Abu Daud dan Tirmidzi) Dari Maimun bin Abi Syabib, ia berkata: Ada seorang pengemis lewat di depan Aisyah, maka ia memberinya sepotong roti. Kemudian datang lagi seorang peminta-minta yang berpakaian compang-camping dan berperilaku sopan kemudian ia mempersilakannya duduk dan disuruh makan. Ketika ia ditegur tentang sikapnya, maka ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tempatkanlah manusia itu sesuai dengan kedudukannya. (HR Abu Daud) Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Uyainah bin Hishn datang ke tempat keponakannya al-Hurr bin Qais dan menginap. Al-Hurr termasuk orang-orang yang dekat dengan Umar ra. karena Umar memang menjadikan orang-orang yang pandai tentang al-Quran sebagai teman duduk dan teman musyawarah, baik tua maupun muda, maka Uyainah berkata kepada al-Hurr: Hai keponakanku, kamu adalah orang yang dekat dengan Amirul Mukminin (Umar), maka mintakan aku izin untuk menghadapinya. Al-Hurr pun memintakan izin untuk Uyainah kemudian Uyainah masuk dan berkata: Wahai putera al-Khaththab, demi Allah engkau tidak memperhatikan kami dan tidak mengadili kami dengan adil. Mendengar hal itu mendadak Umar ra. marah, hampir saja ia memukulnya. Kemudian al-Hurr berkata: Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah Taala berfirman kepada Nabi-Nya: khudzil afwa wamur bil urfi wa arid anil jaaHiliin (Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.) Demi Allah Umar ra. seolah-olah belum pernah mendengar ketika ayat itu dibaca, padahal Umar adalah orang yang paling jeli terhadap kitab Allah Taala. (HR Bukhari) Dari Abu Said Samurah bin Jundub ra. ia berkata: Pada masa Rasulullah saw. aku masih muda belia. Aku selalu hafal apa yang datangnya dari Rasulullah. Beliau tidak mencegahku berbicara, kecuali jika di sana ada orang-orang yang lebih tua dariku. (HR Bukhari dan Muslim) Dari Anas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Orang muda yang memuliakan orang yang tua karena usianya, kelak Allah akan membalas kepadanya, yaitu orang-orang muda akan memuliakannya apabila ia telah tua. (HR Tirmdizi)

Allah berfirman: Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya: Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahuntahun. (al-Kahfi: 60) Sampai pada firman-Nya: Musa berkata kepada Khidhir: Bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? (al-Kahfi: 66) Allah berfirman: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridlaan-Nya. (al-Kahfi: 28) Dari Anas ra. ia berkata: Ketika Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar mengajak Umar ra. seraya berkata: Mari kita berkunjung ke tempat Ummu Aiman ra. sebagaimana Rasulullah sering mengunjunginya. Ketika keduanya sampai di tempat Ummu Aiman, wanita itu menangis. Keduanya berkata: Apa yang menyebabkan engkau menangis, bukankah apa yang disediakan Allah untuk Rasul-Nya sangat baik? Ia menjawab: Saya menangis bukan karena itu, saya tahu bahwa apa yang disediakan Allah untuk Rasul-Nya sangat baik. Saya menangis karena wahyu dari langit telah terputus. Perkataan Ummu Aiman itu membuat keduanya terkesan, sehingga membuat mereka menangis. (HR Muslim)

WAJIBNYA MENGHORMATI ULAMA


2 KomentarPosted by albamalanjy pada 27 Desember 2008 Segala puji bagi Alloh yang telah memilih para ulama dari sekian banyak hamba-Nya, memilih mereka dan menjadikannya sebagai pewaris para Nabi, memuliakan dan memuji mereka dalam kitab-Nya. Alloh Jalla wa ala berfirman,

Katakanlah, apakah sama (antara) orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu? [az-Zumar: 9] Dia subhanahu juga berfirman,

Sesungguhnya yang merasa takut terhadap Alloh di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama. [Fathir: 28] Dan Dia Jalla wa ala berfirman,

Taatlah kalian kepada Alloh, taatlah kalian kepada Rosul dan ulil Amri di antara kalian. [an-Nisa: 59] Dan ulil amri, sebagaimana dikatakan oleh para ulama, mereka adalah para ulama. Sebagian ahli tafsir berkata, ulil amri adalah umara (penguasa) dan ulama. Dan Alloh jalla wa ala berfirman,

Niscaya Alloh akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa tingkatan. Dan Alloh Mahamengetahui terhadap apa yang kalian lakukan. [al-Mujadilah: 11] Al-Bukhori meriwayatkan dari Muawiyah bin Abi Sofyan rodhiyallohu anhu bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang Alloh kehendaki ada kebaikan padanya, niscaya Alloh akan pahamkan dia dalam masalah agama. Ibnul Munayyir berkata, Barangsiapa yang tidak Alloh beri kepahaman dalam agama, berarti Dia tidak menghendaki ada kebaikan padanya. Abu Darda meriwayatkan dari Nabi shollallohu alaihi wa sallam, beliau bersabda,

Keutamaan seorang alim (ahli ilmu) atas seorang abid (ahli ibadah) sebagaimana keutamaan bulan atas segenap bintang pada malam bulan purnama. Para ulama, mereka adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, berarti dia telah mengambil bagian yang melimpah. Dikeluarkan oleh Abu Daud, at-Tirmidzi dan adDarimi. Dan merupakan akidah ahlissunnah wal Jamaah, bahwa mereka beragama dan mendekatkan diri kepada Alloh jalla wa ala dengan menghormati para ulama pemberi petunjuk. Al-Hasan berkata, Mereka sering berkata, kematian para ulama adalah musibah bagi Islam. Tidak ada yan g bisa menutupnya selama siang berganti malam. Al-Imam al-Auzai berkata, Manusia (yang sesungguhnya) menurut kami adalah para ulama. Sedangkan selain mereka maka tidak ada apa-apanya. Dari nash-nash yang mulia ini, dan perkataan-perkataan yang terjaga ini, menjadi jelas bagi kita kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi yang dimiliki ulama umat ini. Dan dari sinilah, seluruh manusia wajib memenuhi hak mereka, berupa pengagungan, penghormatan, pemuliaan dan penjagaan kehormatan. Alloh berfirman,

Demikianlah, dan barangsiapa mengagungkan perkara-perkara yang dihormati oleh Alloh, maka hal itu lebih baik baginya di sisi Alloh. [al-Hajj: 30] Dan Dia jalla wa ala juga berfirman,

Demikianlah, dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Alloh, maka sesungguhnya hal itu termasuk ketakwaan hati. [al-Hajj: 32] Syiar-syiar ini, sebagaimana dikatakan oleh para ulama adalah segala yang Alloh nyatakan dan isyaratkan dengan keutamaanya dan pengagungannya. Jika demikian, maka tidak ragu lagi bahwa para ulama adalah yang pertama kali masuk dalam perkara yang Alloh nyatakan dan isyaratkan tentang keutamaan dan pengagungannya berdasarkan nash-nash mulia yang telah disebutkan sebelumnya. Maka mencela dan mengganggu para ulama, digolongkan dalam sikap berpaling atau peremehan dalam mengagungkan salah satu syiar-syiar Alloh.

Niscaya Alloh akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa tingkatan. Dan Alloh Mahamengetahui terhadap apa yang kalian lakukan. [al-Mujadilah: 11] Alangkah mengenanya perkataan sebagian ulama, Kehormatan para ulama berada di atas jurang di antara jurangjurang jahannam. Dan di antara yang menunjukkan bahayanya mengganggu lentera-lentera umat ini, yaitu para ulama, adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhori dalam shohihnya dari Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu, dia berkata, Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda,

:
Alloh azza wa jalla berfirman, barangsiapa memusuhi seorang waliku, maka Aku umumkan peperangan kepadanya. Dan setiap kita mengetahui bahwa orang yang memakan riba, Alloh telah mengumumkan peperangan kepadanya.

Maka jika kalian tidak melakukannya (meninggalkan harta riba) maka ketahuilah, bahwa Alloh dan Rosul-Nya akan memerangimu. [al-Baqoroh: 279] Wahai hamba-hamba Alloh, setiap kita mengetahui bahwa pemakan riba, jika dia tidak berhenti dan bertaubat dari memakan riba, maka Alloh telah mengumumkan peperangan kepadanya. Setiap kita mengetahui hal ini. Akan tetapi, apakah kita juga mengetahui bahwa orang yang memusuhi wali-wali Alloh berarti dia telah memerangi Alloh jalla wa ala sebagaimana yang diterangkan dalam hadits di atas? Dan apakah kita mengingat ancaman yang pedih ini? Al-Khothib al-Baghdadi meriwayatkan dari Abu Hanifah dan asy-Syafii semoga Alloh merohmati mereka semua bahwa keduanya berkata, Jika para fuqoha (ulama, ahli fikih) bukan wali-wali Alloh, maka Alloh tidaklah memiliki wali. Asy-Syafii berkata, Para fuqoha yang beramal. Ibnu Abbas rodhiyallohu anhuma berkata, Barangsiapa mengganggu seorang fakih, berarti dia telah mengganggu

Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam. Dan barangsiapa mengganggu Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam berarti dia telah mengganggu Alloh azz wa jalla. Mudah-mudahan dari nash-nash yang telah aku sebutkan dan kita bicarakan tentangnya, menjadi jelas bagi kita sebagian hal yang wajib kita tunaikan berkaitan dengan hak para ulama. Ibnu Asakir rohimahulloh berkata, Sesungguhnya daging para ulama beracun. Dan sunnah (kebiasaan, ketentuan) Alloh terhadap orang yang merendahkan mereka adalah sesuatu yang telah diketahui. Sebagian ulama berkata, Orang yang melecehkan para ulama, dikhawatirkan mendapatkan suul khotimah (kematian yang buruk). Dan apa yang didapati pada sebagian manusia, pada sebagian majelis-majelis, atau melalui media informasi yang ada, berupa perendahan terhadap para ulama dengan sebab perbedaan mereka atau karena mereka mengatakan kebenaran secara terang-terangan, wajib diingkari, dibantah dan dinasihati orang (yang merendahkan ulama) tersebut. Karena mencela para ulama berarti menjatuhkan mereka dan menghalangi manusia dari mengambil faidah dari ilmu mereka. Dan ketika itu, manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, sehingga mereka berfatwa tanpa ilmu, akhirnya mereka pun menjadi sesat. Dan sesungguhnya aku memberi nasihat kepada umumnya manusia, secara khusus kepada para pemuda, agar mereka menghormati dan membela para ulama mereka. Wahai Alloh, ajarkan kami ilmu yang bermanfaat kepada kami, Wahai Alloh, sungguh kami memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, amal yang sholih, rizki yang halal lagi baik dan lisan yang senantiasa berdzikir.

Bagi suatu kaum, wafatnya seorang ulama seharusnya menjadi suatu hal yang sangat disesali, karena ulama itu dapat memotivasi dan membimbing umat menuju kemaslahatan hidup. Sesungguhnya Allah tidak akan menghilangkan ilmu dengan mencabutnya dari semua manusia, akan tetapi dengan menghilangkan ulama, sehingga ketika tidak ada lagi seorang alim, manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Yang ketika ditanya, mereka akan memberi fatwa tanpa didasari ilmu sehingga fatwa akan sesat dan menyesatkan. (HR Bukhari) Rasul SAW mengibaratkan ulama itu sebagai lampu-lampu bumi. Artinya, ulama itu bertugas menerangi kehidupan umat dari kegelapan. Sebagai pengganti para nabi, ulama bertugas melanjutkan dakwah dan menegakkan yang makruf serta mencegah yang mungkar. Mereka mewarisi ilmu para nabi, menjaga dan menyampaikannya kepada umat, agar senantiasa memiliki akhlak yang mulia. Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka dapat menjaga dirinya. (QS At-Taubah [9]: 122).

Menurut Sayyidina Ali, pahala seorang ulama lebih besar daripada pahala orang yang berpuasa di siang hari, mendirikan shalat sepanjang malam, dan berperang dalam perang suci karena Allah. Dan ketika ulama wafat, maka akan muncul satu kesenjangan dalam Islam. Mereka tak dapat diganti, kecuali dengan yang serupa. Terdapat dua kelompok dari umatku. Bila mereka baik, maka baik pula umatku, dan bila mereka jahat, akan rusaklah umatku. Dialah ulama dan umara. Ulama sejati adalah orang-orang yang berilmu dan takut kepada Allah (QS Fathir [35]: 28). Ulama sejati lebih mementingkan kehidupan umat daripada dirinya. Ulama sejati lebih mementingkan persatuan, persaudaraan, dan perdamaian daripada perpecahan, kebanggaan kelompok, dan perselisihan. Karena itu, kewajiban umat Islam untuk senantiasa dekat dengan ulama. Rasul SAW bersabda, Akan datang pada suatu zaman di mana mereka tidak menghormati ulama kecuali karena bajunya yang bagus. Mereka tidak mendengarkan Al-Quran kecuali dengan suara bagus. Mereka tidak menyembah Allah kecuali pada bulan Ramadhan. Tidak ada lagi rasa malu pada wanita mereka. Mereka tidak puas dengan bagian yang sedikit. Mereka tidak puas pula dengan kekayaan yang melimpah. Mereka berusaha hanya demi perutnya. Agama mereka adalah uang. Wanitanya menjadi kiblat. Dan rumah-rumah mereka adalah masjid-masjid mereka. Mereka menjauh dari ulama sebagaimana anak biri-biri lari menjauh dari serigala.

- See more at: http://mimbarjumat.com/archives/1234#sthash.Hd74hyd4.dpuf

Berikut ini beberapa pelajaran yang dapat kami catat dari materi ceramah ilmiyah yang disampaikan oleh Al-Ustadz Abu Yahya Badrusalam hafizhahullah- pada hari Ahad 27 Juni 2010 di masjid AlBarkah yang disiarkan langsung melalui radio Rodja 756 AM. Kajian ini berjudul, Adab -adab Penuntut Ilmu Terhadap Ulama. Dalam Kajian ini beliau menyampaikan beberapa hal sebagai berikut: Bahaya yang ditimbulkan akibat kita tidak menghormati para Ulama 1. Menghina ulama akan menyebabkan rusaknya agama

Berkata Al-Imam Ath-Thahawi rahimahullah- : Ulama salaf dari kalangan ulama terdahulu, demikian pula para tabiin, harus disebut dengan kebaikan. Maka siapa yang menyebut mereka dengan selain kebaikan maka dia berada di atas kesesatan Berkata Al-Imam Ibnul Mubarak rahimahullah- : Siapa yang melecehkan ulama, akan hilang akhiratnya. Siapa yang melecehkan umara (pemerintah), akan hilang dunianya. Siapa yang melecehkan teman-temannya, akan hilang kehormatannya Dan mencela ulama termasuk diantara dosa-dosa besar.

2.

Orang yang menghina ulama sama artinya dia mengumumkan perang kepada Allah.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang wali Alloh yang diriwayatkan Al-Imam AlBukhari -rahimahullah- dari Abu Hurairah radhiyallohu anhu- : : : :

Dari Abu HurairahSesungguhnya Allah taala telah berfirman : Barang siapa memusuhi wali -Ku, maka sesungguhnya Aku menyatakan perang terhadapnya [HR. Al Bukhari] Dan para ulama, mereka adalah termasuk wali-wali Allah. 3. Orang yang menghina ulama sengaja mencampakkan dirinya untuk terkena doa dari seorang

alim yang terzhalimi Hal ini sebagaimana kisah salah seorang Shahabat yang bermana Saad bin Abi Waqqash radhiyallohu anhu- dan beliau termasuk salah seorang dari 10 Shahabat yang dijamin dengan Surga. Diriwayatkan dari Ibnu Al Musayyib, bahwa suatu ketika seorang pria mencela Ali, Thalhah dan Zubair. Mendengar itu, Saad menegurnya, Janganlah kamu mencela sahabat-sahabatku. Tetapi pria itu tidak mau menerima. Setelah itu Saad berdiri, lalu mengerjakan sholat dua rakaat dan berdoa. Tiba-tiba seekor unta bukhti (peranakan unta Arab dan Dakhil) muncul menyeruduk pria tersebut hingga jatuh tersungkur di atas tanah, lantas meletakkannya di antara dada dan lantai hingga akhirnya ia terbunuh. Aku melihat orang-orang mengikuti Saad dan berkata, Selamat kamu wahai Abu Ishaq, doamu terkabulkan. 4. Orang yang mencibir para ulama maka ia akan dijerumuskan kepada apa yang ia tuduhkan

kepada ulama itu. Berkata Ibrahim An-Nakha-i rahimahullah- Aku mendapati dalam jiwaku keinginan untuk membicarakan aib seseorang; akan tetapi yang mencegahku dari membicarakannya adalah aku khawatir jika aib orang itu ternyata menimpa diriku 5. Orang yang merasa lezat dengan meng-ghibah para ulama maka ia akan diberikan su-ul

khatimah (akhir kehidupan yang jelek) Al-Qadhi Az-Zubaidi, ketika dia meninggal dunia lisannya berubah menjadi hitam, hal ini dikarenakan dia suka mencibir Al-Imam An-Nawawi

6.

Daging para ulama itu beracun

Berkata Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah- : Daging para ulama itu beracun. Siapa yang menciumnya maka ia akan sakit. Siapa yang memakannya maka ia akan mati. 7. Mencela ulama merupakan sebab terbesar bagi seseorang untuk terhalangi dari dapat

mengambil faidah dari ilmu para ulama. Berkata Al-Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah- : Dunia itu seluruhnya gelap, kecuali majelismajelisnya para ulama. 8. Dengan dicelanya ulama akan mengakibatkan ulama dijauhkan dari medan dakwah

Sebagaimana hal ini datang dari kalangan harokah (orang-orang pergerakan), mereka memisahkan antara ulama dengan dai. Mereka menyangka dengan persangkaan mereka yang bathil- bahwa ulama itu hanya bisa duduk di kursi dan menyampaikan ilmu, akan tetapi mereka tidak memahami realita (fiqhul waqi). Sedangkan yang memahami waqi adalah para dai yang terjun langsung ke medan dakwah. Sehingga para ulama itu tidak bisa dijadikan rujukan dalam menghadapi peristiwaperistiwa kekinian, dan yang dijadikan rujukan adalah orang-orang yang mereka anggap sebagai dai. Kemudian, beliau hafizhahullah- menjelaskan beberapa sebab yang menyebabkan manusia tidak menghormati para ulama. Diantaranya: 1. Belajar sendiri (otodidak) atau hanya berguru kepada kitab tanpa mau duduk di majlis para

ulama Diantara dampak buruk dari otodidak adalah :


Orang ini akan mengukur dengan keadaan dirinya sendiri, sehingga dengan mudahnya dia memandang dirinya sebagai orang alim Orang ini akan kehilangan suri tauladan dalam adab dan akhlaq

Dahulu para salaf melarang orang yang belajar secara otodidak untuk berfatwa. Al-Imam Asy-Syafii rahimahullah- berkata : Siapa yang bertafaqquh dari perut-perut kitab, maka ia akan menyia-nyiakan hukum. Kemudian beliau bersyair :

Siapa yang mengambil ilmu langsung dari guru, maka dia akan terhindar dari kesesatan Siapa yang mengambil ilmu dari buku-buku, maka ilmunya di sisi para ulama seperti tidak ada 2. Terlalu tergesa-gesa untuk menjadi dai sebelum menghasilkan batasan paling rendah dari ilmu

dengan alasan untuk berdakwah Termasuk aib, jika seorang yang memposisikan dirinya sebagai dai /Ustadz dan dia mengajar ke sana dan ke sini akan tetapi dia tidak bisa berbahasa arab. Umar bin Khaththab radhiyallohu anhu- : Bertafaqquhlah kalian sebelum kalian diangkat menjadi pemimpin. Imam Asy-Syathibi rahimahullah- berkata : Orang yang masih rendah ilmunya dan memposisikan dirinya sebagai ulama maka ia akan terluput dari kebaikan yang sangat banyak. Dan mengambil ilmu dari orang-orang yang rendah ilmunya akan menjadikan orang-orang awam menyangka bahwa orang itu adalah ulama. Sehingga memalingkan mereka dari ulama yang sesungguhnya. 3. Sifat sok tahu

Orang yang sok tahu dan merasa pintar, maka engkau akan dapati mereka adalah orang-orang yang dangkal ilmunya akan tetapi memposisikan diri mereka seperti ulama, maka mereka itu akan ditimpa oleh penyakit ujub (bangga kepada dirinya sendiri). Berkata Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallohu anhuma- : Orang yang paling tertipu adalah orang para qari (pembaca al-quran) akan tetapi ia tidak faham apa yang terkandung di dalamnya. Kemudian dia mengajar anak-anak dan wanita , yang dengan itu dia merasa besar kemudian berani mendebat para ulama. 4. Terpengaruh oleh kebebasan berpendapat gaya barat. Sehingga menganggap setiap orang

boleh berbicara tentang agama menurut akal mereka walaupun tanpa ilmu. Sebagaimana hal ini banyak kita lihat dan saksikan pada zaman kita ini. Di mana orang yang paling awam tentang agama berbicara dengan sebebas-bebasnya tentang agama ini, mengatakan seenaknya tentang kitab Allah dan Sunnah NabiNya.

Disebutkan dalam hadits, tentang tahun-tahun yang menipu dan munculnya para ruwaibidhah: 5. Fanatik Hizbi / Fanatik Golongan

Syaikhul Islam berkata : Tidak boleh menisbatkan diri kepada seorang syaikh atau sebuah kelompok dan memberikan loyalitas di atasnya. 6. Tidak adanya ketelitian dalam menukil dan menyampaikan khabar tentang ulama

Kemudian dibagian akhir beliau menyebutkan beberapa adab yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu terhadap para ulama. Diantaranya : 1. Ketahuilah bahwa ulama itu seperti bintang, dan salah satu fungsi bintang adalah sebagai

penunjuk jalan. Kita menjadikan ulama sebagai penunjuk jalan kita kepada kebenaran dalam memahami Al-Quran dan As-Sunnah. Jika kebenaran telah jelas dihadapan kita maka tidak boleh kita berpaling dari kebenaran itu dengan beralasan pada perkataan siapapun. Karena perkataan ulama yang menyelisihi dalil maka perkataan tersebut tertolak dan tidak dianggap. Meskipun demikian kita tetap menghormati mereka sebagai ulama dan memaklumi kekeliruan mereka. Dikatakan, bahwa wafatnya para ulama adalah sebuah lubang yang tidak dapat ditambal, ibarat sebuah bintang yang jatuh. 2. Ulama adalah manusia biasa yang tidak mashum, terkadang benar dan terkadang salah.

Ini adalah madzhab ahlussunnah wal jamaah, tidak seperti orang-orang syiah yang mengatakan bahwa para imam mereka adalah mashum. 3. Menghargai pendapat mereka, dengan tidak mengambil pendapat mereka yang salah atau

keliru dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka. Karena kesalahan mereka jika dibandingkan dengan kebaikan yang telah mereka perbuat maka kesalahan itu tidak ada apaapanya. 4. Menjaga kehormatan ulama, dengan tidak menyebutkan tentang mereka kecuali dengan

kebaikan dan berusaha menutupi aib mereka.

Semoga kita senantiasa menjadi umat yang bertakwa, selalu mengamalkan Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW, hormat kepada ulama, taat kepada pemimpin yang adil, dan baik dengan tetangga dan kerabat. Amien.

Anda mungkin juga menyukai