“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir
pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti
memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan
sempurna.”
HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
Imam Abu Hanifah rahimahullah mengungkapkan hal ini dalam ucapan beliau yang terkenal,
“Kisah-kisah (keteladanan) para Ulama dan duduk di majelis mereka lebih aku sukai dari
pada kebanyakan (masalah-masalah) fikih, karena kisah-kisah tersebut berisi adab dan
tingkah laku mereka (untuk diteladani).”
“Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan sesuatu yang memperbaiki generasi
awalnya.” (Imam Malik)
“Sejarah…,” tutur Syaikh Dr. Abdul Azhim Mahmud Ad-Dib, “adalah pengetahuan tentang
masa kini dan masa depan. umat yang mampu bertahan adalah umat yang memiliki
kesadaran akan sejarahnya. Mereka selalu memperhatikan masa lalu, memahami masa kini,
dan menentukan masa depannya.”
2. Keutamaan Sahabat
“Orang yang bertemu Nabi Shallallahu Ta’ala ‘Alaihi wa ‘Ala Alihi wa Sallam dalam keadaan
berimman kepadanya dan mati dalam keadaan islam walau diantarai dengan kemurtadan
(yaitu diantara bertemu Nabi dan kematiannya dalam islam) menurut pendapat yang paling
kuat”
“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian
generasi berikutnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim,
no. 2533)
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda sebagaimana yang diriwayatkan Abu Sa’id Al
Khudri rodhiyallahu ‘anhu,
“Dahulu terjadi sesuatu hal antara Kholid bin Walid dan Abdur Rohman bin ‘Auf. Kemudian
Khalid bin Walid mencaci Abdur Rahman bin ‘Auf”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam
bersabda, “Janganlah kalian mencaci salah seorang dari sahabatku karena seandainya
seseorang dari kalian berinfaq dengan emas seukuran Gunung Uhud maka (pahalanya) tidak
dapat menyamai infaq para sahabatku dengan ukuran 1 mud (takaran untuk dua gengaman
tangan normal) ataupun setengahnya” (HR al Bukhari & Muslim)
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-
orang yang bersamanya bersikap keras kepada orang-orang kafir dan saling berkasih sayang
sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia dari Allah dan
keridhaan-Nya. Demikianlah sifat-sifat mereka yang diungkapkan di dalam Taurat dan sifat-
sifat mereka yang diungkapkan di dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan
tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas
batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir…” (QS. al-Fath: 29).
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan di dalam Tafsirnya tentang ayat ini,
“Berdasarkan ayat ini Imam Malik rahmatullah ‘alaih -dalam sebuah riwayat yang dinukil dari
beliau- mengambil kesimpulan hukum untuk mengkafirkan kaum Rafidhah/Syi’ah yang
mereka itu membenci para sahabat radhiyallahu’anhum. Imam Malik beralasan, ‘Sebab para
sahabat itu telah membuat mereka -yaitu orang Syi’ah- menjadi murka. Maka barang siapa
yang marah kepada para sahabat, itu artinya dia telah kafir menurut ayat ini.’.”
3. Biografi Ashshiddiq
Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman at-Taimi, namun kun-yahnya (Abu Bakar) lebih
populer dari nama aslinya sendiri. Ia adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab
bin Sa’ad bin Ta-im bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasyi at-Taimi.
Bertemu nasabnya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakeknya Murrah bin
Ka’ab bin Luai.
Ibunya adalah Ummu al-Khair, Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im.
Dengan demikian ayah dan ibu Abu Bakar berasal dari bani Ta-im.
Ummul mukminin, Aisyah radhiallahu ‘anhu menuturkan sifat fisik ayahnya, “Ia seorang yang
berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya, wajahnya selalu berkeringat,
hitam matanya, dahinya lebar, tidak bisa bersaja’, dan selalu mewarnai jenggotnya dengan
memakai inai atau katam (Thabaqat Ibnu Sa’ad, 1: 188).
Abu Bakar al-Shiddiq dilahirkan di Makkah pada tahun 573 M atau lebih
kurang 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan setelah tahun Gajah. 8 Dari sini dapat
dipahami bahwa Abu Bakar al-Shiddiq lebih muda dari Rasulullah SAW karena
beliau lahir pada tahun gajah atau tepatnya pada tahun 571 M.
Ibu Abu Bakar al-Shiddiq bernama Salma binti Sakhar bin Amir bin Ka`ab
bin Sa`ad bin Tayim bin Murrah. Ia digelari dengan Ummu al-Khair.9 Sedangkan
bapaknya adalah Utsman bin Amir yang masuk Islam pada peristiwa Fathu
Makkah (Penaklukan kota Mekah).
Adapun akhlak Abu Bakar, ia adalah seorang yang terkenal dengan kebaikan, keberanian,
sangat kuat pendiriannya, mampu berpikir tenang dalam keadaan genting sekalipun,
penyabar yang memiliki tekad yang kuat, dalam pemahamannya, paling mengerti garis
keturunan Arab, orang yang bertawakal dengan janji-janji Allah, wara’ dan jauh dari
kerancuan pemikiran, zuhud, dan lemah lembut. Ia juga tidak pernah melakukan akhlak-
akhlak tercela pada masa jahiliyah, semoga Allah meridhainya.
Sebagaimana yang telah masyhur, ia adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.
Dalam Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam menjelaskan bahwa Abu Bakar al-
Shiddiq (sebelum masuk Islam) merupakan sosok yang sangat lembut dan santun terhadap
kaumnya, mudah suka kepada orang lain, seorang pedagang ulung yang memiliki akhlak
yang istimewa, ia sering didatangi oleh para pemimpin kaumnya untuk meminta
berabagai pendapat dikarenakan ilmunya yang luas, pengalaman berdagangnya
yang mapan, kedudukannya yang tinggi ditengah kaum dan penghormatannya
yang tinggi kepada orang lain.
4. Gelar Ashiddiq
Melekatnya panggilan Abu Bakar al-Shiddiq serta beberapa gelar yang
lain memiliki sebab tertentu. Bahkan kemudian, gelar-gelar ini lebih populer dari
nama aslinya. Sehingga nama Abu Bakar al-Shiddiq banyak ditemukan dalam
berbagai periwayatan.
Kemudian, Abu Bakar digelari dengan beberapa gelar, yaitu Atiq dan al-
Shiddiq. Gelar Atiq yang disandang oleh Abu bakar al-Shiddiq memiliki beberapa
pendapat dikalangan ulama. Sebagian mereka mengatakan bahwa disandangkannya
gelar tersebut karena wajahnya yang atiq (cerah dan bersih). Ada pendapat
yang mengatakan bahwa ia digelari dengan Atiq karena garis keturunannya yang
bersih dan tidak ada cacatnya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ibunya
tidak memiliki seorangpun anak laki-laki. Ketika Abu Bakar al-Shiddiq
dilahirkan, ibunya menghadap ke Ka`bah dan berkata, “Ya Allah sesunggunya ini
adalah atiq (pembebasan) dari kematian, maka anugrahkanlah ia padaku”. Setelah
Abu Bakar al-Shiddiq besar, ia kemudian digelari dengan Atiq.
Namun ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa ia digelari dengan
Atiq oleh Rasulullah SAW. sebab dalam sebuah riwayat disebutkan:
Artinya: “Dari Aisyah ra.ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Siapa
yang berhasrat untuk memandang wajah orang yang terbebas dari api
neraka maka pandanglah wajah Abu Bakar”. (HR. Hakim)
Sedangkan julukan Ash Shiddiq didapatkan karena beliau membenarkan kabar dari Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam dengan kepercayaan yang sangat tinggi. Sebagaimana ketika pagi
hari setelah malam Isra Mi’raj, orang-orang kafir berkata kepadanya: ‘Teman kamu itu
(Muhammad) mengaku-ngaku telah pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam’. Beliau
menjawab:
صدق ف قد ق ال ك ان إن
صدق ا صدق ا ق ن
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan yang membenarkannya, mereka
itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Az Zumar: 33)
Tafsiran para ulama tentang ayat ini, yang dimaksud ‘orang yang datang membawa
kebenaran’ ( ) ا صدق اadalah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam dan yang
dimaksud ‘orang yang membenarkannya’ ( ) صدقadalah Abu Bakar Radhiallahu’anhu.
Beliau juga dijuluki Ash Shiddiq karena beliau adalah lelaki pertama yang membenarkan dan
beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam telah menamai beliau dengan Ash Shiddiq sebagaimana diriwayatkan dalam
Shahih Bukhari:
“Dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menaiki
gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan ‘Utsman. Gunung Uhud pun berguncang. Nabi
lalu bersabda: ‘Diamlah Uhud, di atasmu ada Nabi, Ash Shiddiq (yaitu Abu Bakr) dan dua
orang Syuhada’ (‘Umar dan ‘Utsman)”
Jasa-Jasa
a. Jasanya yang paling besar adalah masuknya ia ke dalam Islam paling pertama.
b. Hijrahnya beliau bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
c. Ketegaran beliau ketika hari wafatnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
d. Sebelum terjadi hijrah, beliau telah membebaskan 70 orang yang disiksa orang
kafir karena alasan bertauhid kepada Allah. Di antara mereka adalah Bilal bin
Rabbaah, ‘Amir bin Fahirah, Zunairah, Al Hindiyyah dan anaknya, budaknya Bani
Mu’ammal, Ummu ‘Ubais
Dalam ayat lain Allah SWT. juga mengapresiasi pengorbanan Abu Bakar
al-Shiddiq. Penghargaan ini diberikan oleh Allah SWT. kepada Abu Bakar al-
Shiddiq ketika ia membebaskan Bilal bin Rabbah dari tuannya. Orang-orang
Quraisy ketika itu berkomentar, “Kenapa Abu Bakar membebaskan seorang
budak yang tidak bermanfaat baginya.” Pernyataan ini kemudian dibalas oleh
Allah SWT dalam firmannya:
“ Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya
yang harus dibalasnya, * tetapi (dia memberikan itu semata-mata)
karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi.* dan kelak Dia
benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. Al-Lail: 19-21)
Tidak diragukan lagi, Abu Bakar adalah sahabat Nabi ﷺyang paling mulia. Ia
adalah manusia paling mulia setelah para nabi dan rasul. Umat Muhammad ﷺ
yang paling dalam ilmunya, paling kuat tekadnya dalam berjihad, paling bertakwa,
dan paling banyak amalannya.
“Wahai Rasulullah, sesungguhnyaAbu Bakar adalah seorang laki laki yang lembut
hatinya, apabila telah membaca Al Quran beliau tidak mampu menahan cucuran air
mata dari keduanya.” (HR Muslim)
Akhirnya kaum kafir Quraisy menemui Ibnu Ad Daghinah yang saat itu memberikan
jaminan keamana kepada Abu BakarAsh Shiddiq. Mereka berkata kepadanya,
“Wahai Ibnu Ad Daghinah, suruhlah Abu Bakar untuk beribadah kepada Rabbnya di
rumahnya, hendaklah dia shalat dan membaca apa yang dia kehendaki dan
janganlah dia menyakiti kami. Sesungguhnya kami khawatir perkara itu menjadi
fitnah bagi anak dan istri kami.”
Ibnu Ad Daghinah pun mengatakan hal itu kepada Abu Bakar, sehingga beliau mulai
beribadah kepada Allah di rumahnya, dengan tidak mengeraskan shalatnya
begitupun dengan bacaannya.
Kemudian Abu Bakar mulai membangun sebuah masjid di halaman rumahnya, beliau
shalat dan membaca Al Quran di masjid itu. Pada saat itu, berkumpullah istri-istri
dari kalangan orang musyrik dan anak-anak mereka, mereka begitu kagum akan
shalat yang didirikan Abu Bakar dengan terus memperhatikannya. Abu Bakar adalah
seorang laki laki yang sering menangis, beliau tidak bisa menahan air matanya ketika
membaca AL Quran (Kisah ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Ibnu Hiban)
Sahl bin Sa’d dia berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak pernah melirik ketika
dalam shalat.” (Fadhail Ash Shahabat I/208, Imam Ahmad)
Mujahis menuturkan, “Keadaan Ibnu Az Zubair ketika dia berdiri menunaikan shalat,
seperti sebuah kayu yang kokoh (tidak bergerak).” Dikisahkan pula bahwa Abu Bakar
pun seperti itu ketika shalat. Abdurrazaq berkata, “Penduduk Mekah menuturkan
bahwa Ibnu Zubair mencontohshalat dari Abu Bakar, dan Abu Bakar mencontohnya
dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Fadhail Ash Shahabat I/208,
Imam Ahmad)
f. Abu Bakar al-Shiddiq adalah sahabat yang paling dicintai oleh
Rasulullah
“Dari Anas Ra. Ia berkata bahwa ada yang bertanya kepada Rasululah
SAW, “Wahai Rasulullah siapakah yang paling engkau cintai dari
manusia?” Rasulullah SAW berkata, “Aisyah.” Mereka berkata,
“Maksud kami dari kalangan laki-laki?” Rasulullah menjawab,
“Bapaknya (Abu Bakar al-Shiddiq).” (HR. Ibnu Majah)
Abu Bakar adalah lelaki yang lemah lembut, namun dalam hal memerangi orang yang
murtad, beliau memiliki pendirian yang kokoh. Bahkan lebih tegas dan keras daripada Umar
bin Khattab yang terkenal akan keras dan tegasnya beliau dalam pembelaan terhadap Allah.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu:
“Ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam wafat, dan Abu Bakar menggantikannya, banyak
orang yang kafir dari bangsa Arab. Umar berkata: ‘Wahai Abu Bakar, bisa-bisanya engkau
memerangi manusia padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, aku
diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa ilaaha illallah,
barangsiapa yang mengucapkannya telah haram darah dan jiwanya, kecuali dengan hak
(jalan yang benar). Adapun hisabnya diserahkan kepada Allah?’ Abu Bakar berkata: ‘Demi
Allah akan kuperangi orang yang membedakan antara shalat dengan zakat. Karena zakat
adalah hak Allah atas harta. Demi Allah jika ada orang yang enggan membayar zakat di
masaku, padahal mereka menunaikannya di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
akan ku perangi dia’. Umar berkata: ‘Demi Allah, setelah itu tidaklah aku melihat kecuali
Allah telah melapangkan dadanya untuk memerangi orang-orang tersebut, dan aku yakin ia
di atas kebenaran‘”
Ada sekelompok orang di Madinah menyatakan keluar dari Islam mereka kembali memeluk
agama dan tradisi lama, yakni menyembah berhala. Suku-suku tersebut menyatakan bahwa
hanya memiliki perjanjian dengan Nabi Muhammad Saw. Beberapa pemberontakan antara
yang terjadi lain:
Ada beberapa penyebab mereka murtad atau melakukan pembangkangan. Sebab mereka
murtad atau pembangkangan antara lain:
a. Iri dan dengki terhadap perkembangan kota Madinah.
b. Fanatisme rasa kesukuan dan sifat patenalistik, yaitu tunduk secara membabi buta
kepada pemimpinnya.
c. Takut kedudukan hilang karena Islam membawa perubahan di bidang politik, sosial,
budaya, dan agama.
d. Banyak suku arab masuk Islam karena pertimbangan politik.
e. Mereka baru memeluk Islam dan belum menghayati ajaran Islam.
Khalifah Abu Bakar merencakan penyebarannya ke wilayah yang dikuasai kekaisaran Persia
dan Byzantium. Beliau mengirimkan dua panglima yaitu Khalid bin Walid dan Musana bin
Harits. Mereka mampu menguasai Hirah dan beberapa kota lainya yaitu Anbar, Daumatul
Jandal dan Fars.
Peperangan dihentikan setelah Abu Bakar ash-Shiddiq memeerintahkan Khalid bin Walid
berangkat menuju Suriah. Ia diperintahkan untuk membantu pasukan muslim yang
mengalami kesulitan menghadapi pasukan Byzantium yang sangat besar. Komando pasukan
dikemudian dipegang oleh Musanna bin Haritsah.
Ketika itu pasukan Islam berjumlah 18.000. Pasukan Romawi berjumlah 240.000 orang.
Pasukan Islam mengalami kesulitan. Khalifah Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin
Walid berangkat menuju Syam. Perjalanan mereka selama 18 hari melewati 2 lembah
padang pasir yang belum pernah dilewatinya.
Demikian penjelasan kami tentang prestasi dan kebijakan Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai
khulafaur rasyidin yang pertama selama memerintah umat Islam. Semoga artikel kami
tentang prestasi dan kebijakan Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai khulafaur rasyidin yang
pertama selama memerintah umat Islam bermanfaat.
9. Wafatnya Abu Bakr
Abu Bakar al-Shiddiq wafat pada Jumadil Akhir tahun 13 (tiga belas)
Hijriyah. Sebelum ia meninggal, Abu Bakar al-Shiddiq menderita sakit lebih
kurang 15 (lima belas) hari. Pada rentang waktu tersebut ia hanya terbaring di
tempat tidur dan tidak bisa melakukan shalat berjamaah bersama sahabat lainnya.
Agar shalat jamaah di masjid bisa terus berlanjut, Abu Bakar digantikan oleh
Umar bin Khattab.
Abu Bakar meninggal pada usianya yang ke-63 (enam puluh tiga) tahun.
Jenazah Abu Bakar al-Shiddiq dimandikan oleh isterinya yaitu Asma` binti
Amisy, sesuai dengan wasiatnya sebelum ia meninggal. Jika ada hal-hal yang
tidak bisa ia lakukan maka ia meminta bantuan kepada putranya; Abudurrahman
bin Abu Bakar.11 Ada riwayat yang mengatakan bahwa Abu Bakar al-Shiddiq
menderita sakit yang mengantarkannya pada kematian disebabkan oleh makanan
yang dibubuhi racun oleh seorang Yahudi. Abu Bakar al-Shiddiq memakan
makanan teresbut bersama al-Harist bin Kaladah dan al-Atab bin Usaid. Mereka
mengalami penyakit yang sama dan meninggal pada hari yang sama.12
Abu Bakar al-Shiddiq memerintah lebih kurang 2 (dua) tahun. Berbagai
keberhasilan telah ia torehkan dengan tinta emas sejarah. Dan hal ini tidak akan
bisa dilupakan oleh umat Islam hingga ke akhir zaman.
Cucu
Dialah al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq, satu dari tujuh fuqaha Madinah,
yang paling utama ilmunya pada zamannya, paling tajam kecerdasan otaknya, dan paling
bagus sifat wara’nya. Marilah kita buka lembaran hidupnya dari awal.
Salman al-Farisi meriwayatkan bahwa ketika Abu Bakar yang sedang sakit, ia datang
menengoknya dan meminta nasehat terakhir dari ayah Aisyah tersebut.
“Wahai Khalifah, berikanlah nasehatmu kepadaku karena aku marasa engkau tidak bisa
menasehatiku kecuali hari ini,” pinta Salman kepada Abu Bakar.
“Baiklah! Wahai Salman, nanti akan terjadi penaklukan di negeri orang kafir namun
sungguh aku tidak tahu bagaimana nasibmu selanjutnya, apa yang engkau masukkan
dalam perutmu dan engkau kenakan di atas punggungmu nantinya. Ketahuilah wahai
Salman, barang siapa yang melakukan shalat lima waktu, maka ia akan berada dalam
lindungan Allah SWT. Jangan pernah membunuh ahlu zimmah jika engkau tidak ingin
dituntut oleh Allah dan dicampakkan di neraka,” kata Abu Bakar kepada Salman.
B. Dalam bukunya “Al-Muhtadharun” , Abu Bakar bin Abdullah bin Abi Dunya
meriwayatkan bahwa tatkala Abu Bakar Al-Siddiq akan meninggal dunia, ia berpesan
kepada Umar bin Al-Khatab ra. Pesan itu berbunyi, “Wahai Umar, bertakwalah kepada
Allah SWT. Sesungguhnya ada perbuatan yang harus dikerjakan untuk Allah pada malam
hari dan tidak diterima jika dikerjakan pada siang hari. Ada juga perbuatan yang harus
dikerjakan untuk Allah pada siang hari dan tidak akan diterima jika dikerjakan pada
malam hari. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan yang sunnah sebelum
yang wajib dilaksanakan. Ketahuilah bahwa orang-orang yang memiliki timbangan
amalan kebaikan yang berat di akhirat, adalah mereka yang selalu mengikuti kebenaran
di dunia. Kebenaran itulah yang memberatkan timbangan mereka. Sungguh, timbangan
tidak akan menjadi berat kecuali di atasnya ada kebenaran.
Adapun orang-orang yang memiliki timbangan amal kebaikan yang ringan di akhirat
adalah mereka yang mengikuti kebatilan selama hidup di dunia. Kebatilan itulah yang
membuat timbangan mereka menjadi ringan. Sungguh, timbangan tidak akan menjadi
ringan kecuali di atasnya ada kebatilan. Tidakkah engkau tahu bahwa Allah menurunkan
ayat yang mengandung harapan bersamaan dengan ayat yang mengandung kesulitan,
dan ayat yang mengandung kesulitan bersamaan ayat yang mengandung harapan? Hal
ini dimaksudkan agar manusia selalu berharap dan takut kepada Allah, tidak
membinasakan dirinya serta tidak memohon kepada Allah pada sesuatu yang tidak
benar. Jika engkau menjaga wasiatku ini, maka tak ada satu pun yang paling engkau
senangi dari yang hal yang gaib kecuali kematian. Jika engkau menyia-nyiakan wasiatku
ini, maka tak ada satu pun yang paling engkau benci dari yang hal yang gaib kecuali
kematian. Engkau pasti bisa melakukannya”.
D. “Ketahuilah, sesungguhnya orang yang paling cerdas adalah taqwa dan sesungguhnya
orang yang paling bodoh adalah fasik, sesungguhnya orang yang paling kuat darimu di
sisiku adalah orang lemah sehingga aku mengambil untuknya dengan haknya, dan
sesungguhnya orang yang paling lemah darimu di sisiku adalah orang kuat sehingga aku
mengambil yang hak darinya. Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku hanya
mengikuti dan bukan melakukan sesuatu yang baru (bid’ah), jika aku baik maka bantulah
aku dan jika aku menyimpang maka luruskanlah.’Dan ia berkata: ‘Kami mendapatkan
kemuliaan dalam taqwa, kaya dalam keyakinan, dan kemuliaan dalam sifat tawadhu’
(rendah hati).’