Anda di halaman 1dari 16

Belajar Beriman dari Sang Ash Shiddiq

“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir
pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti
memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan
sempurna.”

HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

1. Pentingnya Belajar Sejarah


Allâh Azza wa Jalla berfirman :
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka (para Nabi dan umat mereka) itu terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang mempunyai akal (sehat). al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-
buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman [Yusuf:111]
.
Artinya: kisah-kisah yang menggambarkan keadaan para Nabi dan umat mereka tersebut,
serta yang menjelaskan kemuliaan orang-orang yang beriman dan kebinasaan orang-orang
kafir yang mendustakan seruan para nabi, berisi pelajaran bagi orang-orang yang beriman
untuk memantapkan keimanan mereka dan menguatkan ketakwaan mereka kepada Allâh
Azza wa Jalla dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya”
(Aisarut Tafâsîr (2/236))

Imam Abu Hanifah rahimahullah mengungkapkan hal ini dalam ucapan beliau yang terkenal,
“Kisah-kisah (keteladanan) para Ulama dan duduk di majelis mereka lebih aku sukai dari
pada kebanyakan (masalah-masalah) fikih, karena kisah-kisah tersebut berisi adab dan
tingkah laku mereka (untuk diteladani).”

“Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan sesuatu yang memperbaiki generasi
awalnya.” (Imam Malik)

“Sejarah…,” tutur Syaikh Dr. Abdul Azhim Mahmud Ad-Dib, “adalah pengetahuan tentang
masa kini dan masa depan. umat yang mampu bertahan adalah umat yang memiliki
kesadaran akan sejarahnya. Mereka selalu memperhatikan masa lalu, memahami masa kini,
dan menentukan masa depannya.”

2. Keutamaan Sahabat

Ibnu Hajar Al Asqalaniy) mengatakan,

“Orang yang bertemu Nabi Shallallahu Ta’ala ‘Alaihi wa ‘Ala Alihi wa Sallam dalam keadaan
berimman kepadanya dan mati dalam keadaan islam walau diantarai dengan kemurtadan
(yaitu diantara bertemu Nabi dan kematiannya dalam islam) menurut pendapat yang paling
kuat”
“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian
generasi berikutnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim,
no. 2533)

‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,


“Sesungguhnya Allah memperhatikan hati para hamba-Nya. Allah mendapati hati
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hati yang paling baik, sehingga Allah
memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-Nya. Kemudian Allah
melihat hati para hamba-Nya setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati para sahabat
beliau adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai para
pendukung Nabi-Nya yang berperang demi membela agama-Nya. Apa yang dipandang baik
oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Apa yang dipandang buruk oleh
mereka, pasti buruk di sisi Allah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, I/379, no.
3600. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanadnya shohih).

Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda sebagaimana yang diriwayatkan Abu Sa’id Al
Khudri rodhiyallahu ‘anhu,
“Dahulu terjadi sesuatu hal antara Kholid bin Walid dan Abdur Rohman bin ‘Auf. Kemudian
Khalid bin Walid mencaci Abdur Rahman bin ‘Auf”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam
bersabda, “Janganlah kalian mencaci salah seorang dari sahabatku karena seandainya
seseorang dari kalian berinfaq dengan emas seukuran Gunung Uhud maka (pahalanya) tidak
dapat menyamai infaq para sahabatku dengan ukuran 1 mud (takaran untuk dua gengaman
tangan normal) ataupun setengahnya” (HR al Bukhari & Muslim)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Larangan ini


menunjukkan konsekuensi hukum haram. Maka seseorang tidak boleh mencaci sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi was sallam secara umum dan secara khusus personal mereka. Jika dia
mencaci para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam secara umum maka ia telah kafir
bahkan tidaklah diragukan kafirnya orang yang meragukan kekafiran orang yang semisal ini.
Adapun jika ia mencaci salah seorang atau para sahabat secara personalnya maka dilihat apa
yang menjadi faktor pendorongnya. Jika ia mencacinya karena alasan bentuk tubuhnya,
tabiatnya atau agamanya maka masing-masing hal ini memiliki konsekuensi hukum
tersendiri”

Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-
orang yang bersamanya bersikap keras kepada orang-orang kafir dan saling berkasih sayang
sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia dari Allah dan
keridhaan-Nya. Demikianlah sifat-sifat mereka yang diungkapkan di dalam Taurat dan sifat-
sifat mereka yang diungkapkan di dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan
tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas
batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir…” (QS. al-Fath: 29).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan di dalam Tafsirnya tentang ayat ini,
“Berdasarkan ayat ini Imam Malik rahmatullah ‘alaih -dalam sebuah riwayat yang dinukil dari
beliau- mengambil kesimpulan hukum untuk mengkafirkan kaum Rafidhah/Syi’ah yang
mereka itu membenci para sahabat radhiyallahu’anhum. Imam Malik beralasan, ‘Sebab para
sahabat itu telah membuat mereka -yaitu orang Syi’ah- menjadi murka. Maka barang siapa
yang marah kepada para sahabat, itu artinya dia telah kafir menurut ayat ini.’.”

3. Biografi Ashshiddiq
Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman at-Taimi, namun kun-yahnya (Abu Bakar) lebih
populer dari nama aslinya sendiri. Ia adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab
bin Sa’ad bin Ta-im bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasyi at-Taimi.
Bertemu nasabnya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakeknya Murrah bin
Ka’ab bin Luai.

Ibunya adalah Ummu al-Khair, Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im.
Dengan demikian ayah dan ibu Abu Bakar berasal dari bani Ta-im.

Ummul mukminin, Aisyah radhiallahu ‘anhu menuturkan sifat fisik ayahnya, “Ia seorang yang
berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya, wajahnya selalu berkeringat,
hitam matanya, dahinya lebar, tidak bisa bersaja’, dan selalu mewarnai jenggotnya dengan
memakai inai atau katam (Thabaqat Ibnu Sa’ad, 1: 188).

Abu Bakar al-Shiddiq dilahirkan di Makkah pada tahun 573 M atau lebih
kurang 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan setelah tahun Gajah. 8 Dari sini dapat
dipahami bahwa Abu Bakar al-Shiddiq lebih muda dari Rasulullah SAW karena
beliau lahir pada tahun gajah atau tepatnya pada tahun 571 M.
Ibu Abu Bakar al-Shiddiq bernama Salma binti Sakhar bin Amir bin Ka`ab
bin Sa`ad bin Tayim bin Murrah. Ia digelari dengan Ummu al-Khair.9 Sedangkan
bapaknya adalah Utsman bin Amir yang masuk Islam pada peristiwa Fathu
Makkah (Penaklukan kota Mekah).

Adapun akhlak Abu Bakar, ia adalah seorang yang terkenal dengan kebaikan, keberanian,
sangat kuat pendiriannya, mampu berpikir tenang dalam keadaan genting sekalipun,
penyabar yang memiliki tekad yang kuat, dalam pemahamannya, paling mengerti garis
keturunan Arab, orang yang bertawakal dengan janji-janji Allah, wara’ dan jauh dari
kerancuan pemikiran, zuhud, dan lemah lembut. Ia juga tidak pernah melakukan akhlak-
akhlak tercela pada masa jahiliyah, semoga Allah meridhainya.

Sebagaimana yang telah masyhur, ia adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.
Dalam Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam menjelaskan bahwa Abu Bakar al-
Shiddiq (sebelum masuk Islam) merupakan sosok yang sangat lembut dan santun terhadap
kaumnya, mudah suka kepada orang lain, seorang pedagang ulung yang memiliki akhlak
yang istimewa, ia sering didatangi oleh para pemimpin kaumnya untuk meminta
berabagai pendapat dikarenakan ilmunya yang luas, pengalaman berdagangnya
yang mapan, kedudukannya yang tinggi ditengah kaum dan penghormatannya
yang tinggi kepada orang lain.

Sebagaimana yang disebutkan di atas bahwa Abu Bakar al-Shiddiq


merupakan seorang sosok yang terjaga dari keterpurukan akhlak bangsa Jahiliyah.
Seolah ia telah memeluk ajaran Islam meskipun ajaran itu belum diturunkan. Ia
tidak ikut ataupun larut dengan kejelekan moral bangsa Quraisy meskipun ia
merupakan seorang pembesar dari salah satu qabilah terhormat di antara mereka.
Setelah masuk Islam, Abu Bakar al-Shiddiq senantiasa menemani
Rasulullah SAW dalam setiap dakwahnya. Ia tidak segan-segan untuk
mengeluarkan hartanya untuk menyebarkan agama Allah.

4. Gelar Ashiddiq
Melekatnya panggilan Abu Bakar al-Shiddiq serta beberapa gelar yang
lain memiliki sebab tertentu. Bahkan kemudian, gelar-gelar ini lebih populer dari
nama aslinya. Sehingga nama Abu Bakar al-Shiddiq banyak ditemukan dalam
berbagai periwayatan.

Ali al-Tanthawy menyebutkan bahwa panggilan Abu Bakar oleh bangsa


Arab berasal dari kata al-bakru yang berarti unta yang masih muda. Sedangkan
bentuk plural dari kata ini adalah bikarah. Jika seseorang dipangil dengan bakran,
maka hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut merupakan sosok pemimpin
kabilah yang sangat terpandang kedudukannya dan juga sangat terhormat.
Dari sini dapat dipahami bahwa digelarinya ia dengan Abu Bakar karena
kedudukannya yang terhormat di tengah bangsa Quraisy, baik terhormat dari segi
nasab ataupun garis keturunan begitu juga dari segi strata sosial karena ia
merupakan seorang saudagar yang kaya raya.

Kemudian, Abu Bakar digelari dengan beberapa gelar, yaitu Atiq dan al-
Shiddiq. Gelar Atiq yang disandang oleh Abu bakar al-Shiddiq memiliki beberapa
pendapat dikalangan ulama. Sebagian mereka mengatakan bahwa disandangkannya
gelar tersebut karena wajahnya yang atiq (cerah dan bersih). Ada pendapat
yang mengatakan bahwa ia digelari dengan Atiq karena garis keturunannya yang
bersih dan tidak ada cacatnya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ibunya
tidak memiliki seorangpun anak laki-laki. Ketika Abu Bakar al-Shiddiq
dilahirkan, ibunya menghadap ke Ka`bah dan berkata, “Ya Allah sesunggunya ini
adalah atiq (pembebasan) dari kematian, maka anugrahkanlah ia padaku”. Setelah
Abu Bakar al-Shiddiq besar, ia kemudian digelari dengan Atiq.
Namun ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa ia digelari dengan
Atiq oleh Rasulullah SAW. sebab dalam sebuah riwayat disebutkan:
Artinya: “Dari Aisyah ra.ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Siapa
yang berhasrat untuk memandang wajah orang yang terbebas dari api
neraka maka pandanglah wajah Abu Bakar”. (HR. Hakim)

Adapun digelari dengan al-Shiddiq ulama juga berbeda pendapat.


Sebagian mereka mengatakan bahwa sebelum masuk Islam, Abu Bakar telah
dikenal dengan sifatnya yang jujur dan dapat dipercaya. Bahkan orang-orang
Quraisy tidak meragukan lagi tentang apa yang disampaikan oleh Abu Bakar.
Oleh sebab itu ia digelari dengan al-Shiddiq.

Pendapat lain mengatakan bahwa ia digelari dengan al-Shiddiq karena


sikapnya yang dengan segera membenarkan peristiwa Isra ` dan Mi`raj Rasulullah
SAW. Perjalanan yang dilakkukan dalam satu malam dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsha dan naik ke Shidratu al-Muntaha serta kembali lagi ke bumi
dalam rangka menjemput perintah shalat dianggap sebagai bualan belaka oleh
orang-orang Quraisy ketika itu. Sebab hal yang demikian dianggap sebuah
perjalanan yang mustahil. Namun dengan tegas Abu Bakar berkata, Sungguh aku
membenarkan sesuatau yang lebih dari itu (peristiwa Isra dan Mi`raj) dan dari
segala khabar yang datang dari langit.

Sedangkan julukan Ash Shiddiq didapatkan karena beliau membenarkan kabar dari Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam dengan kepercayaan yang sangat tinggi. Sebagaimana ketika pagi
hari setelah malam Isra Mi’raj, orang-orang kafir berkata kepadanya: ‘Teman kamu itu
(Muhammad) mengaku-ngaku telah pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam’. Beliau
menjawab:

‫صدق ف قد ق ال ك ان إن‬

“Jika ia berkata demikian, maka itu benar”

Allah Ta’ala pun menyebut beliau sebagai Ash Shiddiq:

‫صدق ا صدق ا‬ ‫ق ن‬

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan yang membenarkannya, mereka
itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Az Zumar: 33)

Tafsiran para ulama tentang ayat ini, yang dimaksud ‘orang yang datang membawa
kebenaran’ (‫ ) ا صدق ا‬adalah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam dan yang
dimaksud ‘orang yang membenarkannya’ (‫ ) صدق‬adalah Abu Bakar Radhiallahu’anhu.
Beliau juga dijuluki Ash Shiddiq karena beliau adalah lelaki pertama yang membenarkan dan
beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam telah menamai beliau dengan Ash Shiddiq sebagaimana diriwayatkan dalam
Shahih Bukhari:
“Dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menaiki
gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan ‘Utsman. Gunung Uhud pun berguncang. Nabi
lalu bersabda: ‘Diamlah Uhud, di atasmu ada Nabi, Ash Shiddiq (yaitu Abu Bakr) dan dua
orang Syuhada’ (‘Umar dan ‘Utsman)”

5. Jasa Abu Bakr

Jasa-Jasa

a. Jasanya yang paling besar adalah masuknya ia ke dalam Islam paling pertama.
b. Hijrahnya beliau bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
c. Ketegaran beliau ketika hari wafatnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
d. Sebelum terjadi hijrah, beliau telah membebaskan 70 orang yang disiksa orang
kafir karena alasan bertauhid kepada Allah. Di antara mereka adalah Bilal bin
Rabbaah, ‘Amir bin Fahirah, Zunairah, Al Hindiyyah dan anaknya, budaknya Bani
Mu’ammal, Ummu ‘Ubais

6. Keutamaan Abu Bakar


a. Abu Bakar al-Shiddid diabadikan dalam al-Qur’an
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya
Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin
Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari
dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata
kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah
beserta kita.” (QS. Al-Taubah: 40)
Telah menjadi konsensus di kalangan ulama dan juga pakar tafsir bahwa
yang dimaksud dengan “temannya” dalam ayat di atas adalah Abu Bakar al-
Shiddiq. Sebab tidak mungkin ada seorangpun yang ada bersama Rasulullah SAW
ketika bersembunyi di gua Tsur dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah
untuk berlindung dari kejaran orang-orang Quraisy melainkan Abu bakar al-
Shiddiq. Sebab ialah yang senantiasa mendampingi Rasulullah SAW dalam
dakwahnya baik suka ataupun duka.

Dalam ayat lain Allah SWT. juga mengapresiasi pengorbanan Abu Bakar
al-Shiddiq. Penghargaan ini diberikan oleh Allah SWT. kepada Abu Bakar al-
Shiddiq ketika ia membebaskan Bilal bin Rabbah dari tuannya. Orang-orang
Quraisy ketika itu berkomentar, “Kenapa Abu Bakar membebaskan seorang
budak yang tidak bermanfaat baginya.” Pernyataan ini kemudian dibalas oleh
Allah SWT dalam firmannya:
“ Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya
yang harus dibalasnya, * tetapi (dia memberikan itu semata-mata)
karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi.* dan kelak Dia
benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. Al-Lail: 19-21)

b. Abu Bakar al-Shiddiq adalah orang yang pertama masuk surga


“Dari Abu Hurairah Ra. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
“Jibril mendatangiku dan mengajakku untuk melihat pintu surga yang
akan dimasuki oleh umatku nanti. Abu Bakar berkata, “Wahai
Rasulullah sesungguhnya aku berharap ketika ia datang aku bersamamu
sehingga akupun bisa melihat pintu surga.” Rasulullah SAW berkata,
“Sesungguhnya engkau Abu Bakar adalah orang yang pertama kali
masuk surga dari umatku.” (HR. Abu Daud)

c. Abu Bakar dipanggil dari 8 Pintu Surga


Delapan pintu surga itu adalah: (1) Pintu Shalat, (2) Pintu Sedekah, (3) Pintu Jihad,
(4) Pintu Rayyan, (5) Pintu al-Ayman, (6) Pintu al-Kazhimina al-Ghaizha wa al-Afina
‘an an-Nas. Mengenai pintu sisanya para ulama berbeda pendapat. Pendapat-
pendapat mereka didasarkan pada isyarat dari nash syariat. Yaitu: Pintu Taubat,
Pintu Dzikir, Pintu Ridha, Pintu Ilmu, atau Pintu Haji.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Barangsiapa yang menginfakkan


hartanya di jalan Allah, niscaya ia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai
hamba Allah, ini adalah kebaikan. Barangsiapa termasuk orang yang giat
mengerjakan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa termasuk orang
yang berjihad, ia akan dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa termasuk orang yang
rajin berpuasa, ia akan dipanggil dari pintu ar-Rayyaan. Dan barangsiapa termasuk
orang yang gemar bershadaqah, maka ia akan dipanggil dari pintu shadaqah”. (HR.
Bukhari dan Muslim).

Tidak diragukan lagi, Abu Bakar adalah sahabat Nabi ‫ ﷺ‬yang paling mulia. Ia
adalah manusia paling mulia setelah para nabi dan rasul. Umat Muhammad ‫ﷺ‬
yang paling dalam ilmunya, paling kuat tekadnya dalam berjihad, paling bertakwa,
dan paling banyak amalannya.

d. Abu Bakar al-Shiddiq adalah orang yang senantiasa bersegera


untuk kebaikan
“Dari Abu Hurairah Ra. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Siapakan di antara kalian yang pagi ini berpuasa?” Abu Bakar
berkata, “Saya.” Rasulullah kemudian berkata, “Siapakah di antara
kalian pada hari ini mengiringi jenazah?” Abu Bakar kembali
menjawab, “Saya.” Rasulullah SAW kemudian kembali bertanya,
“Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang
miskin?” Abu Bakar kembali menjawb, “Saya.” Rasulullah pun juga
kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini menjenguk
orang sakit?”Abu Bakar menjawab, “Saya.” Rasulullah SAW kemudian
bersabda, “Tidaklah terkumpul perbuatan ini pada seseorang melainkan
ia akan masuk surga.” (HR Muslim)

e. Shalat Abu Bakar yang Berkualitas


Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Mereka melalui Abu Bakar yang
sedang shalat bersama dengan yang lainnya.” Aisyah menuturkan, Saya pun berkata
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Wahai Rasulullah, sesungguhnyaAbu Bakar adalah seorang laki laki yang lembut
hatinya, apabila telah membaca Al Quran beliau tidak mampu menahan cucuran air
mata dari keduanya.” (HR Muslim)

Adapun kekhusyukan beliau serta tangisan beliau di dalam shalat, benar-benar


berpengaruh besar kepada orang-orang di sekelilingnya.Hal ini menyebabkan orang-
orang Quraisy yang menguasai Mekah pada waktu itu mengajukan sejumlah syarat
kepada beliau ketika beliau menunaikan shalat.

Akhirnya kaum kafir Quraisy menemui Ibnu Ad Daghinah yang saat itu memberikan
jaminan keamana kepada Abu BakarAsh Shiddiq. Mereka berkata kepadanya,
“Wahai Ibnu Ad Daghinah, suruhlah Abu Bakar untuk beribadah kepada Rabbnya di
rumahnya, hendaklah dia shalat dan membaca apa yang dia kehendaki dan
janganlah dia menyakiti kami. Sesungguhnya kami khawatir perkara itu menjadi
fitnah bagi anak dan istri kami.”

Ibnu Ad Daghinah pun mengatakan hal itu kepada Abu Bakar, sehingga beliau mulai
beribadah kepada Allah di rumahnya, dengan tidak mengeraskan shalatnya
begitupun dengan bacaannya.

Kemudian Abu Bakar mulai membangun sebuah masjid di halaman rumahnya, beliau
shalat dan membaca Al Quran di masjid itu. Pada saat itu, berkumpullah istri-istri
dari kalangan orang musyrik dan anak-anak mereka, mereka begitu kagum akan
shalat yang didirikan Abu Bakar dengan terus memperhatikannya. Abu Bakar adalah
seorang laki laki yang sering menangis, beliau tidak bisa menahan air matanya ketika
membaca AL Quran (Kisah ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Ibnu Hiban)

Sahl bin Sa’d dia berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak pernah melirik ketika
dalam shalat.” (Fadhail Ash Shahabat I/208, Imam Ahmad)

Mujahis menuturkan, “Keadaan Ibnu Az Zubair ketika dia berdiri menunaikan shalat,
seperti sebuah kayu yang kokoh (tidak bergerak).” Dikisahkan pula bahwa Abu Bakar
pun seperti itu ketika shalat. Abdurrazaq berkata, “Penduduk Mekah menuturkan
bahwa Ibnu Zubair mencontohshalat dari Abu Bakar, dan Abu Bakar mencontohnya
dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Fadhail Ash Shahabat I/208,
Imam Ahmad)
f. Abu Bakar al-Shiddiq adalah sahabat yang paling dicintai oleh
Rasulullah
“Dari Anas Ra. Ia berkata bahwa ada yang bertanya kepada Rasululah
SAW, “Wahai Rasulullah siapakah yang paling engkau cintai dari
manusia?” Rasulullah SAW berkata, “Aisyah.” Mereka berkata,
“Maksud kami dari kalangan laki-laki?” Rasulullah menjawab,
“Bapaknya (Abu Bakar al-Shiddiq).” (HR. Ibnu Majah)

g. Abu Bakar al-Shiddiq adalah mufti pada masa Rasulullah


“Dari Abu Qatadah Ra. Ia berkata bahwa suatu ketika kami keluar
bersama Rasulullah SAW pada perang Hunain. Lalu kami bertemu
dengan musuh sedangkan tentara muslim masih dalam perjlanan. Saya
melihat satu orang tentara dari orang musrik mengalahkan satu orang
tentara dari muslim. Saya berpaling dan mendatangi tentara kafir
tersebut dari belakang dan menebas lehernya. Ia kemudian menghadap
kepadaku dan merangkulku dengan erat dan akupun merasakan bahwa
ia akan mati. Ia kemudian mati dan terlepaslah pegangannya dariku.
Aku kemudian menemui Umar dan berkata, apa yang sebenarnya yang
terjadi. Umar menjawab “amrullah” (urusan Allah) setelah itu orang
pulang dan nabi pun duduk dan berkata, “Siapa yang telah membunuh
(seorang musuh) maka ia harus mendatangkan saksi dan baginya
rampasannya.” Saya kemduaian berdiri dan berkata, “Siapa yang
bersaksi terhadap saya.?” Dan kemudian saya duduk, nabipun kembali
berkata, “Siapa yang telah membunuh (seorang musuh) maka ia harus
mendatangkan saksi dan baginya rampasannya.”Saya kemduaian
berdiri dan berkata, “Siapa yang bersaksi terhadap saya.?” Saya
kemudian saya duduk dan nabipun berkata perkataan yang sama untuk
ketiga kalinya. Seorang laki-laki berkata “benar wahai Rasulullah”
(bahwa Ibnu Qatadah telah membunuhnya) dan rampasannya kemudian
untuk saya begitu juga dengan tanahnya. Abu Bakar al-Shiddiq
kemudian berkata, “Tidak demi Allah, jika seorang berperang karena
Allah dan Rasulnya barulah diberikan rampasannya.” Rasulullah
kemudian berkata, “benar.” (apa yang disampaikan oleh Abu Bakar al-
Shiddiq.” (HR. Al-Bukhary).

h. Abu Bakar al-Shiddiq adalah orang kepercayaan Rasulullah


“Dari Ibnu Syihab ia berkata bahwa Salim bin Abudllah memberitakan
kepadanya dari apa yang ia dengar dari Abdullah bin Umar bahwa
Umar bin Khattab menceritakan kepadanya (Abdullah bin Umamr) apa
yang terjadi ketika Hafshah binti Umar ditinggal mati oleh Khunais bin
Hudzafah al-Sahmy yang meninggal di Madinah. Umar bin Khattab
berkata, “Saya mendatangi Utsman bin Affan dan menawarkan
Hafshah. Ustman pun menjawab saya akan pertimbangkan. Setetelah
berselang beberapa hari iapun datang dan berkata bahwa iat tidak mau
menikah dengannya (Hafshah). Umar kembali berkata, “Saya kemudian
menemui Abu Bakar dan berkata, jika engkau mau saya akan nikahkan
kamu dengan Hafshah binti Umar.” Abu bakar diam dan tidak
menjawab dengan satu kata apapun. Saya mengira ia lebih mau
menikah dengan Hafshsah dari pada Utsman. Beberapa haripun
berselang ia kemudian dipinang oleh Rasulullah SAW dan dinikahinya.
Abu Bakar kemudian menemuiku dan berkata, “Mungkin engkau merasa
kesal ketika engkau menawarkan Hafshah untuk saya nikahi dan
kemudian saya tidak menjawab dengan satu katapun.” Umar menjawab, “Benar.”
Abu Bakar berkata, Sesungguhnya aku tidak berhasrat untuk
menolak tawaranmu hanya saja ketika itu aku tahu bahwa Rasulullah
SAW juga telah menyebutkan keinginannya (untuk menikahi Hafshah).
Tidak mungkin saya kemudian akan membukakan rahasia Rasulullah
SAW meskipun ia tidak melarngnya.” (HR. Al-Bukhary)

i. Abu Bakar al-Shiddiq adalah sahabat yang sangat tawadhu`


“Dari Abdullah bin Umar Ra. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW.
bersabda , “Siapa yang memanjangkan pakainnya untuk bermewahmewahan
maka Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat. Abu
Bakar kemudian berkata, “Sesungguhnya pakaian saya kepanjangan
kecuali saya memotongnya.” Rasulullah SAW kemudian menjawab,
“(Wahai Abu Bakar) kamu berbuat demikian bukanlah untuk bermewahmewahan.”
(HR. Al-Bukhary)

7. Sang Khalifah Pertama


Saat Rasulullah wafat, Abu Bakar al-Shiddiq kemudian keluar menemui orang banyak yang
diantara mereka adalah Umar bin Khattab yang tidak mempercayai berita wafatnya
Rasulullah SAW. Abu Bakar al-Shiddiq menaiki mimbar dan meminta kepada
seluruh yang hadir untuk duduk. Abu Bakar al-Shiddiq kemudian berkata, “Siapa
yang menyembah Muhammad maka sungguh Muhammad telah tiada, dan siapa
yang menyembah Allah SWT maka sesungguhnya Allah SWT maha hidup dan
tidak mati.
Abu Bakar al-Shiddiq melanjutkan pembicaraannya dengan membacakan
firman Allah SWT:

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah


berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau
dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang
berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat
kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada
orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 144)

Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, Umar bin Khattab


kemudian berupaya untuk mengkongkritkan penentuan pengganti Rasulullah
SAW dengan menyampaikan pendapatnya. Suara Umar tersebut kemudian
membulatkan kesepakatan untuk mengangkat Abu Bakar al-Shiddiq sebagai
khalifah dari rasulullah SAW. Dalam orasinya Umar berkata, “Wahai orangorang
Islam, Susunggunya yang pertama kali menyertai nabi Muhammad SAW
dan mereka berdua di dalam gua adalah Abu bakar al-Shiddiq.30
Umar bin Khattab kemudian mengangkat tangan Abu Bakar al-Shiddiq dan
membai`atnya sebagai Khalifah. Kemudian hal ini dilanjutkan oleh orang-orang
yang ada di Saqifah bani Sa`idah untuk membai`at Abu Bakar sebagai Khalifah

8. Prestasi Khalifah Abu Bakar


Abu Hurairah mengatakan : “Andaikata Allah tidak mengutus Abu Bakar sebagai khalifah
maka Allah tidak akan disembah lagi di muka bumi ini.” Hal ini karena pada saat itu, sudah
ada orang yang berani meninggalkan kewajiban membayar zakat, maka saat ini akan banya
orang yang tidak lagi mengenal Islam dengan meninggalkan kewajiban-kewajiban lain,
seperti shalat, puasa, dan haji.

1. Prestasi Abu Bakar Memerangi Kelompok Pembangkang


Abu Bakar terpilih menjadi Khalifah secara demokratis, hal ini tidak menjamin situasi umat
Islam akan stabil. Setelah nabi Muhammad Saw wafat, krisis kepemimpinan menimbulkan
gejolak perpecahan umat. Sebagian umat Islam mulai menentang kebijakan Nabi
Muhammad Saw. Mereka menciptakan ketidakstabilan umat Islam. Khalifah Abu Bakar
menetapkan kebijakan yang tegas terhadap para pembangkang.

Abu Bakar adalah lelaki yang lemah lembut, namun dalam hal memerangi orang yang
murtad, beliau memiliki pendirian yang kokoh. Bahkan lebih tegas dan keras daripada Umar
bin Khattab yang terkenal akan keras dan tegasnya beliau dalam pembelaan terhadap Allah.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu:
“Ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam wafat, dan Abu Bakar menggantikannya, banyak
orang yang kafir dari bangsa Arab. Umar berkata: ‘Wahai Abu Bakar, bisa-bisanya engkau
memerangi manusia padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, aku
diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa ilaaha illallah,
barangsiapa yang mengucapkannya telah haram darah dan jiwanya, kecuali dengan hak
(jalan yang benar). Adapun hisabnya diserahkan kepada Allah?’ Abu Bakar berkata: ‘Demi
Allah akan kuperangi orang yang membedakan antara shalat dengan zakat. Karena zakat
adalah hak Allah atas harta. Demi Allah jika ada orang yang enggan membayar zakat di
masaku, padahal mereka menunaikannya di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
akan ku perangi dia’. Umar berkata: ‘Demi Allah, setelah itu tidaklah aku melihat kecuali
Allah telah melapangkan dadanya untuk memerangi orang-orang tersebut, dan aku yakin ia
di atas kebenaran‘”

Ada sekelompok orang di Madinah menyatakan keluar dari Islam mereka kembali memeluk
agama dan tradisi lama, yakni menyembah berhala. Suku-suku tersebut menyatakan bahwa
hanya memiliki perjanjian dengan Nabi Muhammad Saw. Beberapa pemberontakan antara
yang terjadi lain:

a. Pemberontakan Al -Aswad al-Ansi


Al-Anwad al Ansi memimpin pasukan suku Badui di Yaman. Mereka berhasil merebut Najran
dan San’a. Akan tetapi Al-Aswad al-Ansi terbunuh oleh saudara gubernur Yaman. Ketika
Zubair bin Awwam datang di Yaman Al Ansi telah terbunuh. Pasukan Islam berhasil menguasi
Yaman.

b. Musailamah al-Kazab Mengaku sebagai Nabi


Musailamah al-Kazab mengaku dirinya sebagai nabi. Ia didukung oleh Bani Hanifah di
Yamamah. Ia mengawini Sajah yang mengaku sebagai Nabi di kalangan Kristen. Mereka
berhasil menyusun Pasukan dengan kekuatan 40.000 orang. Khalifah Abu Bakar as Siddiq
mengirimkan Ikrimah bin Abu Jahal dan Syurahbil bin Hasanah. Pada mulanya pasukan Islam
terdesak. Akan tetapi, pasukan bantuan mereka datang dipimpin Khalid bin Walid. Pasukan
Musailamah berhasil dikalahkan 10.000 orang kaum murtad mati terbunuh, ribuan kaum
muslimin gugur dalam perang ini, termasuk penghafal Al-Qur’an. Perang ini dinamakan
Perang Yamamah dan merupakan yang paling besar diantara perang melawan kaum murtad
lainya.

c. Thulaihah bin Khuwalid al-Asadi Mengaku sebagai Nabi


Thulaihah bin Thuwailid al-Asadi mengangap dirinya sebagai Nabi. Pengikutnya berasal dari
Bani Asad, Gatafan dan Bani Amir. Abu Bakar ash-Shiddiq mengirimkan pasukan yang
dipimpin oleh Khalid bin Walid. Pemberontakan terjadi di dekat sumur Buzakhah. Pasukan
muslim berhasil mengalahkakn mereka.

Ada beberapa penyebab mereka murtad atau melakukan pembangkangan. Sebab mereka
murtad atau pembangkangan antara lain:
a. Iri dan dengki terhadap perkembangan kota Madinah.
b. Fanatisme rasa kesukuan dan sifat patenalistik, yaitu tunduk secara membabi buta
kepada pemimpinnya.
c. Takut kedudukan hilang karena Islam membawa perubahan di bidang politik, sosial,
budaya, dan agama.
d. Banyak suku arab masuk Islam karena pertimbangan politik.
e. Mereka baru memeluk Islam dan belum menghayati ajaran Islam.

2. Prestasi Abu Bakar dalam Kodifikasi Al-Quran


Ketika umat Islam kehilangan lebih dari 70 orang yang gugur di perang melawan para
pembangkang. Umar bin Khattab merasa khawatis kehilangan alQur’an. Beliau mengusulkan
kepada Abu Bakar untuk membukukan al-Qur’an. Pada awalnya Khalifah Abu Bakar
menolaknya karena Nabi Muhammad tidak pernah menyuruhnya. Tapi setelah mendapat
penjelasan dari Umar. Abu Bakar menerimnya. Abu Bakar as Siddiq dengan menunjuk Zaid
bin Tsabit sebagai pemimpin pengumpulan.
Setelah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an selesai, mushaf disimpan Khalifah Abu Bakar ash-
Shiddiq. Setelah Abu Bakar ash-Shiddiq meninggal dunia, mushaf tersebut disimpan oleh
Hafsah binti Umar, putri Umar bin Khattab dan salah seorang istri Rasulullah.

3. Prestasi Abu Bakar dalam Perluasan Wilayah Islam


Khalifah Abu Bakar melanjutkan penyebaran Islam ke Syiria yang dipimpin oleh Usamah bin
Zaid bin Haritsah. Panglima ini telah dipersiapkan sebelumnya pada masa Nabi Muhammad
Saw sempat tertunda karena Nabi wafat. Pada masa Abu Bakar, pasukan ini bergerak dari
negeri Qudha’ah, lalu memasuki kota Abil.

Khalifah Abu Bakar merencakan penyebarannya ke wilayah yang dikuasai kekaisaran Persia
dan Byzantium. Beliau mengirimkan dua panglima yaitu Khalid bin Walid dan Musana bin
Harits. Mereka mampu menguasai Hirah dan beberapa kota lainya yaitu Anbar, Daumatul
Jandal dan Fars.

Peperangan dihentikan setelah Abu Bakar ash-Shiddiq memeerintahkan Khalid bin Walid
berangkat menuju Suriah. Ia diperintahkan untuk membantu pasukan muslim yang
mengalami kesulitan menghadapi pasukan Byzantium yang sangat besar. Komando pasukan
dikemudian dipegang oleh Musanna bin Haritsah.

Kekaisaran Byzantium dijadikan kota Damaskus, Syiria sebagai pusat pemerintahan di


wilayah Arab dan sekitarnya untuk menghadapi mereka. Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq
mengirimkan beberapa pasukan yaitu:
a. Pasukan Yazid bin Abu Sufyan ke Damaskus
b. Pasukan Amru bin As ke Palestina
c. Pasukan Syurahbil bin Hasanah ke Yordania
d. Pasukan Abu Ubaidah bin Jarrah ke Hims.

Ketika itu pasukan Islam berjumlah 18.000. Pasukan Romawi berjumlah 240.000 orang.
Pasukan Islam mengalami kesulitan. Khalifah Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin
Walid berangkat menuju Syam. Perjalanan mereka selama 18 hari melewati 2 lembah
padang pasir yang belum pernah dilewatinya.

Pertempuran akhirnya pecah di pingggir sungai Yarmuk, sehingga dinamakan perang


Yarmuk. Ketika perang sedang terjadi ada kabar bahwa Abu Bakar meninggal . Beliau
digantikan Umar bin Khattab. Khalid bin Walid kemudian digantikan oleh Abu Ubaidah bin
Jarrah. Peperangan ini dimenangkan oleh Pasukan Islam dan menjadi kunci utama runtuhnya
kekuasaan Byzantium di Tanah Arab.

Demikian penjelasan kami tentang prestasi dan kebijakan Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai
khulafaur rasyidin yang pertama selama memerintah umat Islam. Semoga artikel kami
tentang prestasi dan kebijakan Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai khulafaur rasyidin yang
pertama selama memerintah umat Islam bermanfaat.
9. Wafatnya Abu Bakr
Abu Bakar al-Shiddiq wafat pada Jumadil Akhir tahun 13 (tiga belas)
Hijriyah. Sebelum ia meninggal, Abu Bakar al-Shiddiq menderita sakit lebih
kurang 15 (lima belas) hari. Pada rentang waktu tersebut ia hanya terbaring di
tempat tidur dan tidak bisa melakukan shalat berjamaah bersama sahabat lainnya.
Agar shalat jamaah di masjid bisa terus berlanjut, Abu Bakar digantikan oleh
Umar bin Khattab.

Abu Bakar meninggal pada usianya yang ke-63 (enam puluh tiga) tahun.
Jenazah Abu Bakar al-Shiddiq dimandikan oleh isterinya yaitu Asma` binti
Amisy, sesuai dengan wasiatnya sebelum ia meninggal. Jika ada hal-hal yang
tidak bisa ia lakukan maka ia meminta bantuan kepada putranya; Abudurrahman
bin Abu Bakar.11 Ada riwayat yang mengatakan bahwa Abu Bakar al-Shiddiq
menderita sakit yang mengantarkannya pada kematian disebabkan oleh makanan
yang dibubuhi racun oleh seorang Yahudi. Abu Bakar al-Shiddiq memakan
makanan teresbut bersama al-Harist bin Kaladah dan al-Atab bin Usaid. Mereka
mengalami penyakit yang sama dan meninggal pada hari yang sama.12
Abu Bakar al-Shiddiq memerintah lebih kurang 2 (dua) tahun. Berbagai
keberhasilan telah ia torehkan dengan tinta emas sejarah. Dan hal ini tidak akan
bisa dilupakan oleh umat Islam hingga ke akhir zaman.

Cucu
Dialah al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq, satu dari tujuh fuqaha Madinah,
yang paling utama ilmunya pada zamannya, paling tajam kecerdasan otaknya, dan paling
bagus sifat wara’nya. Marilah kita buka lembaran hidupnya dari awal.

10. Wasiat Abu Bakar


A. Ibnu Al-Jauzi dalam bukunya yang bejudul “Sifāt al-Safwah” pernah meriwayatkan
bahwa tatkala Abu Bakar sedang sakit, banyak orang yang menengoknya. Bahkan
mereka menawarkan dokter yang bisa mengobati penyakitnya. Namun ditolak dengan
halus. Karena ia merasa kematian telah berada di pelupuk matanya.

Salman al-Farisi meriwayatkan bahwa ketika Abu Bakar yang sedang sakit, ia datang
menengoknya dan meminta nasehat terakhir dari ayah Aisyah tersebut.

“Wahai Khalifah, berikanlah nasehatmu kepadaku karena aku marasa engkau tidak bisa
menasehatiku kecuali hari ini,” pinta Salman kepada Abu Bakar.

“Baiklah! Wahai Salman, nanti akan terjadi penaklukan di negeri orang kafir namun
sungguh aku tidak tahu bagaimana nasibmu selanjutnya, apa yang engkau masukkan
dalam perutmu dan engkau kenakan di atas punggungmu nantinya. Ketahuilah wahai
Salman, barang siapa yang melakukan shalat lima waktu, maka ia akan berada dalam
lindungan Allah SWT. Jangan pernah membunuh ahlu zimmah jika engkau tidak ingin
dituntut oleh Allah dan dicampakkan di neraka,” kata Abu Bakar kepada Salman.
B. Dalam bukunya “Al-Muhtadharun” , Abu Bakar bin Abdullah bin Abi Dunya
meriwayatkan bahwa tatkala Abu Bakar Al-Siddiq akan meninggal dunia, ia berpesan
kepada Umar bin Al-Khatab ra. Pesan itu berbunyi, “Wahai Umar, bertakwalah kepada
Allah SWT. Sesungguhnya ada perbuatan yang harus dikerjakan untuk Allah pada malam
hari dan tidak diterima jika dikerjakan pada siang hari. Ada juga perbuatan yang harus
dikerjakan untuk Allah pada siang hari dan tidak akan diterima jika dikerjakan pada
malam hari. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan yang sunnah sebelum
yang wajib dilaksanakan. Ketahuilah bahwa orang-orang yang memiliki timbangan
amalan kebaikan yang berat di akhirat, adalah mereka yang selalu mengikuti kebenaran
di dunia. Kebenaran itulah yang memberatkan timbangan mereka. Sungguh, timbangan
tidak akan menjadi berat kecuali di atasnya ada kebenaran.
Adapun orang-orang yang memiliki timbangan amal kebaikan yang ringan di akhirat
adalah mereka yang mengikuti kebatilan selama hidup di dunia. Kebatilan itulah yang
membuat timbangan mereka menjadi ringan. Sungguh, timbangan tidak akan menjadi
ringan kecuali di atasnya ada kebatilan. Tidakkah engkau tahu bahwa Allah menurunkan
ayat yang mengandung harapan bersamaan dengan ayat yang mengandung kesulitan,
dan ayat yang mengandung kesulitan bersamaan ayat yang mengandung harapan? Hal
ini dimaksudkan agar manusia selalu berharap dan takut kepada Allah, tidak
membinasakan dirinya serta tidak memohon kepada Allah pada sesuatu yang tidak
benar. Jika engkau menjaga wasiatku ini, maka tak ada satu pun yang paling engkau
senangi dari yang hal yang gaib kecuali kematian. Jika engkau menyia-nyiakan wasiatku
ini, maka tak ada satu pun yang paling engkau benci dari yang hal yang gaib kecuali
kematian. Engkau pasti bisa melakukannya”.

C. AISYAH menceritakan, sebelum Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu wafat, ia menyampaikan


wasiat kepadanya.
“Aisyah… tolong periksa seluruh hartaku. Jika ada yang bertambah setelah aku menjabat
sebagai khalifah, kembalikanlah kepada negara melalui khalifah yang terpilih setelahku,”
kata Abu Bakar menjelang detik-detik wafatnya.
Tentu saja Aisyah sedih mendengar wasiat itu. Bukan karena apa-apa, tetapi karena ia
merasa akan ditinggal oleh sang ayah. Belum tiga tahun Rasulullah meninggalkannya,
kini ia akan ditinggal oleh Abu Bakar.
Dan benar. Abu Bakar wafat tak lama setelah itu. Kemudian Aisyah pun memeriksa
seluruh harta ayahnya.
“Kami memeriksa seluruh harta Abu Bakar,” kata Aisyah, “tidak ada yang bertambah dari
hartanya kecuali unta yang biasa dipergunakan untuk menyirami kebun dan seorang
hamba sahaya pengasuh yang menggendong bayinya.”
“Allah merahmati Abu Bakar,” kata Umar sambil sesenggukan, “ia telah menyusahkan
orang-orang setelahnya.”

D. “Ketahuilah, sesungguhnya orang yang paling cerdas adalah taqwa dan sesungguhnya
orang yang paling bodoh adalah fasik, sesungguhnya orang yang paling kuat darimu di
sisiku adalah orang lemah sehingga aku mengambil untuknya dengan haknya, dan
sesungguhnya orang yang paling lemah darimu di sisiku adalah orang kuat sehingga aku
mengambil yang hak darinya. Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku hanya
mengikuti dan bukan melakukan sesuatu yang baru (bid’ah), jika aku baik maka bantulah
aku dan jika aku menyimpang maka luruskanlah.’Dan ia berkata: ‘Kami mendapatkan
kemuliaan dalam taqwa, kaya dalam keyakinan, dan kemuliaan dalam sifat tawadhu’
(rendah hati).’

Anda mungkin juga menyukai