Anda di halaman 1dari 47

MUKADDIMAH

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, segala puji bagi Allah pemilik alam
semesta. shalawat dan salam atas junjungan nabi besar Muhammad, pembawa hidayah bagi manusia dan
pembawa cahaya, dan juga bagi keluarganya, sahabat-sahabatnya dan orang yang mengikuti jalannya hingga
akhir zaman, amma ba’du:
Sirah perjalanan Rasulullah yang menjadi pilihan Allah, dan sejarah perjalanan para sahabatnya yang telah
dibina dan ditarbiah secara langsung oleh rasullulah, yang kemudian lewat tangan-tangan mereka terjadilah
perubahan besar dalam sejarah kehidupan umat manusia, adalah sejarah yang sangat agung. Tidak dapat
dipungkiri bahwa perubahan itu kemudian menjadi lembaran pencerahan sejarah yang terbesar dalam
kehidupan umat manusia. Begitu agungnya pelaku sejarah reformasi kehidupan ini, hingga para malaikat dan
nabi-nabi menanti kedatangannya sebelum tiba masa pengutusannya. Kehadirannya merupakan idaman
manusia yang mendapat hidayah dari Allah, yang kemudian menjadi kenyataan yang hidup dipermukaan bumi
ini. Dan setelah beliau meninggal, napak tilas kehidupannya senantiasa menjadi lembaran yang paling bernilai
yang dibaca dan dipelajari oleh umat manusia.
Adapun fakta bahwa para malaikat menanti kehadirannya adalah berdasarkan hadits tentang al-miraj
sebagaimana disebutkan dalam kesaksian nabi sendiri : ‘’ tatkala aku telah selesai dari masjidil aqsa ke baitil
maqdis kemudian aku bermi’raj diaman aku tidak pernah menyaksikan pemandangan yang lebih indah
sebelumnya. Pemandangan itulah yang diperlihatkan kepada siapa saja yang akan meninggal di antara kalian
dan pandangan kedua matanya akan tertuju kepadanya. Temanku mengantarkanku ke tempat itu, hingga sampai
pada pintu langit yang dikenal dengan nama bab al-hafazhah. Pintu itu dijaga oleh malaikat yang bernama
ismail, dimana bersamanya ada 12000 malaikat. dan masing masing mereka juga membawahi 12.000 malaikat
lagi. Tatkala rasulullah bercerita mengenai kejadian itu beliau membaca ayat: ’’tidak ada yang mengetahui
jumlah tentara Allah dari malaikat kecuali Allah.’’ (al-mudadattstsir:74:31) begitu aku memasuki pintu itu
ismail berkata: ‘’ siapa bersamamu wahai Jibril? ’’dia berkata:’’ Muhammad.’’ Dia bertanya lagi:’’apakah dia
sudah diutus?’’jibril berkata:’’ya sudah’’, kemudian ismail berdoa lagi kebaikan diriku.’’
Pemimpin penjaga pintu itu yang memiliki anak buah banyak 144.000.000 malaikat (seratus empat puluh empat
juta), dan tidak ada satupun dari malaikat yang bertanya:’’ apakah dia sudah diutus?’’, karena dia telah
mengenal Muhammad . dia tahu bahwa Muhammmad adalah penghulunya anak cucu adam, dan penghulunya
bangsa jin dan manusia.
Dalam riwayat bukhari, disebutkan bahwa setiap kali Jibril meminta untuk di bukakan pintu dari pintu-pintu
langit yang tujuh, percakapan seperti ini selalu berlangsung, antara malaikat penjaga langit dengan jibril
penghulunya para malaikat. Kemudian dia naik bersamaku ke langit . Tatkala pintu langit diminta untuk
dibukaka, penjaganya bertanya:’’ siapa anda?’’ jibril menjawab;’’aku jibril,’’ kemudian penjaga itu kembali
bertanya, ‘’siapa bersamamu?’’ jibril menjawab:’’Muhammad.’’ Lalu dia bertanya lagi;’’ apakah dia sudah
diutus kepada umat manusia?’’jibril menjawab’’ sudah’’. Kemudian dia berkata;’’ selamat datang, tamu yang
paling agung telah datang.’’tidak ada satupun yang bertanya kepada jibril dengan pertanyaan:’’ siapakah
Muhammad itu?’’. Semuanya hanya bertanya:’’ apakah dia telah diututs?apakah dia telah diutus kepada umat
manusia?’’
Termasuk bagaimana jibril memperkenalkan para nabi kepada Muhammad, dengan berkata:’’ini adalah Adam,
ini adalah Yusuf’’, dan tidak ada seorang pun diantara mereka yang bertanya,’’ kamu siapa?’’ yang mereka
katakan hanyalah:’’ atau dengan ungkapan lainnya;’’ selamat datang saudaraku yang baik dan seorang nabi
yang shalih. ’’bagaimana mungkin mereka tidsak mengenalnya sementara Allah telah mengambil janji dari para
rasul untuk beriman kepadanya. Dan janji itu tidak hanya terbatas kepada para rasul, namun termasuk kepada
para nabi, yang mendapatkan wahyu, yang jumlahnya sangat banyak, puluhan ribu atau ratusan ribu.
‘’ tatkala Allah mengambil sumpah para nabi sesuai dengan kitab yang diberikan kepada mereka masing-
masing untuk senantiasa beriman kepada akhir zaman yang membenarkan misi dari dakwah mereka . Allah
SWT berfirman ;’’apakah kalian telah mengikrarkannya?’’ mereka berkata;’’ kami telah mengikrarkannya,’’
allah berfirman; ‘’ bersaksilah kalian dan aku akan bersaksi bersama kali,’’[ali imran:81]
Dengan demikian Muhammad adalah nabinya para nabi, dan rasulnya para rasul yang tidak bisa dibantah. Dan
tidak ada seorang nabi pun melainkan telah bercerita kepada kaumnya tentang nabi Muhammad. Khususnya
para nabi yang tergolong sebagai ulul azmi. Adapun para nabi yang telah diturunkan kepada kitab- kitab suci,
mereka telah memberikan rincian penjelasan tentang nabi Muhammad kepada para pengikut mereka, dan kitab-
kitab suci mereka mangabadikan kejadian itu Allah berfirman : ‘’mereka yang kami turunkan kepada kitab suci,
pasti mengenal dengan baik kriteria nabi Muhammad, sebagaimana mereka mengenal denga baik anak-anak
mereka.[al-baqarah:146].
Allah juga telah mengabadikan dalam kitab suci mereka tentang gambaran umat Muhammad yang akan dibina
dan akan dibimbing, termasuk ciri-ciri sahabatnya yang tampil membela dakwahnya. Bahkan sebagian diantara
mereka telah disebutkan kepribadiannya secara detail seperti; Abu Bakar, Umar, Ustman, dan Ali bin Abi
Thalib, diamana merekalah yang dikategorikan dengan khulsfaurrasyidin. Merekalah yang melanjutkan estafet
perjuangan nabi ke seluruh penjuru dunia ini. Inilah sifat-sifat mereka seperti yang diabadikan oleh al-qur’an,
taurat, dan injil
‘’dialah Allah yang telah mengutus rasulnya dengan hidayah dengan agama yang benar ,supaya
meninggikannya diata agama-agama yang lain, dan cukuplah Allah sebagai sanksi atas itu, Muhammad adalah
rasulullah dan mereka yang bersama Muhammad dari sahabat-sahabatnya, ciri-ciri mereka adalah tegas
terhadap orang-orang kafir dan bersikap lemah lembut dengan orang-orang yang beriman, mereka ruku’ dan
bersujud mencari keutamaan dan ridha allah, di wajah-wajah mereka telah nampak bekas-bekas sujud.
Begitulah ciri-ciri mereka yang telah kami jelaskan pada kitab taurat, injil, dan al-qur’an. Ibarat sebuah tanaman
yang mengeluarkan dahannya yang lebat dan rindang, dimana pemiliknya merasa senang melihatnya, dan untuk
membuat orang-orang kafir marah. Sesungguhnya Allah telah menjanjikan bagi orang-orang yang beriman dan
beramal shalih diantara mereka ampunan dan pahala yang besar. [al-fath:28-29].
Bila para malaikat yang berada dilangit, dan para nabi dan rasul yang berada di bumi,serta para pengikut rasul-
rasul dan para pengikut kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-rasul sebelum datangnya nabi Muhammad,
mereka semuanya mengenal Muhammad shallhu alaihi wasallam, dan mereka mengenal umatnya dan para
sahabatnya
,maka apakah pantas bagi seseorang muslim untuk bersikap masa bodoh dan tidak mempelajari sejarah
perjalanan Nabinya?
Sesungguhnya buku-buku sirah sejak abad 15 abad lalu , dan sampai pada hari ini telah menjadi ketetapan alahh
swt, bahwa ia selalu berulang secara teus menerus kejadian-kejadiannya. Dan dalam rangka memahami
kejadian yang berulang itu, seiring perkembangan kebutuhan manusia dala kehidupan ini pada setiap zaman
dan tempat, lalu muncullah pertanyaan;’’ apakah yang mampu dilakukan oleh muslim awam dalam berbekal
dengan sirah nabi dan mengambil pelajaran dari telah sirah tersebut?’’
Ini adalah pertanyaan penting yang belum terjawab masih sebatas garis besar yang menggambarkan tentang
pentingnya mempelajari sirah nabi, karena sirah nabi adalah aplikasi langsung dari al-quran dan hadits.
Kami yakin bahwa buku sirah yang paling populer dalam kehidupan umat islam dan dijadikan sebagai rujukan
selama berabad-abad lamanya adalah sirah ibnu ishak. Kemudian ia di ringkas oleh al-allamah ibnu hisyam,
dan akhirnya nama yang lebih populer setelah itu adalah sirah ibnu hisyam
Buku itulah yang menjadi pegangan dan rujukan dasar tentang sirah. Al-khatib dengan sanadnya dari harmalah
bin yahya at- tuajibi berkat;’’ aku telah mendengar muhammad bin idris asy-syafi’i berkata;’’ siapa yang mau
pemperdalam pengetahuannya tentang peperangan rasulullah maka hendaknya dia merujuk kepada kitab sirah
muhammad bin ishak , dan sebenarnya dia juga punya kitab tentang al-magazi [peperangan nabi],. Tetapi buku
tersebut belum sampai kepada kita secara utuh. Yang ada hanyalah sebagian isi dan kandungannya yang
tersebar dalam kitab-kitab lainnya sebagai bahan rujukan.
Setelah itu, barulah bermunculan kitab-kitab sirah yang ditulis dari yang tebalnya beberapa lembar kertas
sampai yang berjilid-jilid, hinggaada yang sampai melebihi 13 jilid. Umpanya kitab sirah terpanjang, adalah
subulul huda wa ar- rasyad fi kairil ibad [ jalan hidayah dan petunjuk dalam sejarah manusian terbaik] tulisan
nabi Muhammad bin Yusuf ash-shalihi asy-syaami, wafat tahun 942 H. Dia merujuk kepada 300 referensi kitab
sirah yang telah ditulis sebelumnya. Dan patut diketahui bahwa ulama yang semasa dengan ibnu ishak, banyak
yang telah meriwayatkan beberapa riwayat yang tidak disebutkan oleh ibnu ishak dan memberikan tambahan
dari apa yang tidak ditulis oleh ibnu ishak, seperti; al waqidy dan musa bin uqbah , dan setelah keduanya datang
al- thabari , maka dari itu , harus ada kitab sirah yang ringkas namun mencakup intisari dari pa yang telah
ditulis oleh para ulama. Kitab itu harus memuat beberap kunci memahami sirah nabi sebagai batasan minimal
yang harus diketahui oleh seorang muslim . kemudian buku catatan itu menjadi pegangan wajib pada setiap
rumah tangga muslim, dan kami sangat berharap bahwa buku kecil inilah yang merealisasikan harapan itu.
Kami telah hidup bersama sirah nabi sejak kecil , dan sekarang kami telah melewati usia 60 tahun dari
kehidupan kami . dan semoga kami tidak slah kalau menganggap diri kami telah membaca mayoritas yang
menjadi rujukan dalam masalah sirah nabiwiyah. Kami mendapat kemudian dengan berkesempatan menulis
buku-buku sirah; ada yang panjang , ada yang ringkas , dan ada juga yang sistematis. Jumlahnya telah mencapai
15 buku, dari buku kecil hingga buku besar, ada yang telah di terbitkan dan ada yang dalam upaya penerbitan
Kami berharap semua itu menjadi bekal bagi kami dalam menemui Allah setelah bekal akidah bahwa tidak ada
Allah selain Allah , pada hari tidak ada lagi manfaatnya harta benda dan anak-anak, kecuali orsang yang datang
menghadap Allah dengan hati yang bersih
Kami merasa bahwa diakhir-akhir hayat kami ini, kami hidup bersama rasullulah, dani tulah surga kami di
dunia ini, kami melakukan itu disebabkan panggilan cinta kami kepada rasullullah. Kami berdoa mudah-
mudahan Allah menjadikan kami, sebagai kekasih orang yang kami cintai ( Muhammad SAW) kelak dihari
akhirat, dan kami akan komitmen memanjatkan doa kami itu setiap hari.
Tatkalah apa yang telah kami tulis dan apa yang akan kami tulis tentang sejarah perjalanan nabi-mu, ya Allah
jadikanlah kami orang yang ikhlas karena mengharap ridha-mu semata, menjadi amalan yang sesuai dengan
ajaran-mu dan ajaran rasul-mu. Ya allah terimalah di sisimu dan sebarkanlah buku ini di muka bumi mu, dan
dengan tulisan ini tambahlah kecintaanku kepada- mu dan kepada nabi-mu. Anugrahilah kepadaku kemampuan
untuk meneledani nabi –mu wahai Alllah pemilik alam semesta. Ya Allah dengan kcintaan yang demikian itu,
maka berikanlah kepadaku syafa’at nabi mu, dan kesempatan menemaninya di surga-mu
Setelah memlaui masa yang cukup lama dalam perkenalan kami denga sirah nabi Muhammad, lahirlah buku
kecil ini. Kami sengaja menjadikan empat puluh judul sebagai kajian inti dalam sirah nabi secara umum. Setiap
judul kami jelaskan intisari dari apa yang mesti diketahui oleh setiap muslim, agar buku kecil ini menjadi teman
setia setiap rumah, mudah dicerna, dan jauh dari pengulangan . Kami mencontoh imam nawawy yang telah
memberikan suri tauladan dalam penulisan buku haditsnya [al-arba’in an-nawawiyyah]. Kami memandangnya
sebagai pijakan dalam beragama melalui perkenalan dengan sirah. Menurut hemat kami sesungguhnya empat
puluh satu masalah mengenai sirha ini, adalah ukuran minimal pemahaman seorang muslim tentang sirah.
Kajian ini juga termasuk mengambil contoh kajian empat puluh satu naslah dalam aqidah dan ushuluddin, dan
lain-lainnya, yang ditulis sepanjang sejarah islam. Kami memeberi judul ;’’al-arba’in fi sirah sayyidil mursalin .
(empat puluh kunci memahami sirah nabi terbaik )’’ landasan utama dalam penulisan buku ini adalah
berdasarkan riwayat ibnu ishak , tetapi tidak berpegang secara mutlak. Kami berharap bahwa kami telah
menempuh jalan ulama salaf dan ulama hadits dalam cara penulisan sirah, seperti yang telah dilakukan oleh
antara lain; adz-dzahaby,al-baihaqi, ibnu katsir, ath-thabary, as-suyuthy , al-hafizh,ibnu hajr al-‘asqalany, dan
ulama yang menjadi pikjakan ilmu hadits dan ilmu jarah dan ta’dil [ metode krtik atas perawi hadits].
Semogakajian ini jauh dari penerapan yang tidak semestinya dan sewajarnya dalam menerapkan metode yang
direpakan oleh ahlul hadits terhadap metode penulisan sirah dan sejarah islam. Sesungguhnya ulama hadits
telah memperkenalkan metode tersebut selama beberapa abad, namun mereka belum pernah bisa
mempraktikannya dan menrepkannya.
Tentunya keutamaan penulisan buku ini trmasuk kembali saudara DR. Raakan Abdul Karim Habib, guru
sebesar pada jurusan komunikasi pada Universitas al- Malik Abdul Aziz. Dialah yang punya ide dan selalu
mengingatkan dan mendorong kami untuk menulis buku sirah dengan cara seperti ini, tanpa menganulir
keutamaan buku manapun yang telah ditulis dalam masalah ini.
Kami berharap buku ini bermanfaat bagi siapapun dan berada dimanapun di muka bumi karena kemudahan
mempelajarinya dan mencernanya; baik dari sisi bentuknya yang kecil, mudah dibawa, dan isi kandungannya
yang sederhana dan merupakan kebutuhan mutlak bagi setaip muslim. Kami konsisten dengan batasan kriteria-
kriteria agar bukuini memenuhi kebutuhan umat islam tanpa batas usia tingkal intelektual. Terkadang kami
mengangkat kisah dengan alur cerita yang tidak terlalu penting.
Namun semua itu lakukan untuk senantiasa menjaga daya tarik dan keindahan penulisan, agar kemasan
ceritanya selalu tampil menarik. Dan terkadang kami memasukkan dalil tanpa komentar dari kami, kecuali
dalam kondisi terpaksa ketika kami memadukan atau meringkas atau membuang. Dan apabila ada kata-kata
yang kurang jelas, maka kami jelaskan untuk mencapai sasaran yang dimaksud.
Akhirnya kami berharap kepada Allah, semoga dapat menerima amal baik ini,memberikan balasan yang
terbaik, dan menyampaikannya kepada maksud dan tujuan dari tulisnya buku ini. Dan kami sel;alu berterima
kasih kepada saudara DR. Raakan yang memiliki ide awal dari penulissan buku ini, membantu kami secara
pemikiran, penerbitannya, dan distribusinya. Kami berharap Allah membangkitkan kita di bawah bendera
penghulunya para nabi menjadi keksaih yang menemaninya dalam surga an-na’im dan akhir dari harapan dan
doa kita adalah segala puji bagi allah penguasa dari harapan dan doa kita adalah segala puji bagi allah penguasa
semesta alam. Selesaiditulis pada Rabiul Awal 1420 H,bertepatan dengan 15 juni 1999 M.
Penulis : DR Munir Muhammad al-ghadhban.
BAB 1 Muhammad
Dia adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim al- qurasyi al-‘arabi dari keturunan
Ismail bin ibrahim kekasih allah . ibunya bernama aminah binti wahab dari kabilah bani zuhrah al-quraisyiyah.
Belian dilahirkan di mekkah, dekat masjidil haram yang dibangun oleh Ibrahim alaihi as-salam bersama
anaknya Ismail dengan misi agar umat manusia datang dari segala penjuru mengunjunginya untuk menunaikan
ibadah haji , menyembah Allah dan tidak mempersekutukannya dengan yang lain sedikit pun.
Pada waktu Ibrahim membangun ka’bah , dia berdoa kepada Allah agar dari keturunannya kelak yaitu dari garis
keturunan arab; ada dari keturunannya yang diutus untuk menjadi nabi dan rasul. Doa nabi Ibrahim dikabulkan
Allah SWT dan Muhammad sallallahu ‘alaihi wassalalm adalah jawabannya. Nabi isa juga telah memberikan
kabar gembita kepada umatnya tentang akan datangnya nabi akhir zaman tersebut. Dan setelah 572 (lima ratus
tujuh puluh dua tahun sejak kelahiran nabi isa, lahirlah nabi muhammad shallallahu alaihi wassalam. Beliau
bersabda: “ aku adalah jawaban dari doa bapakku Ibrahim dan aku adalah orang yang dimaksud oleh saudaraku
Nabi Isa dalam kabar gembiranya (kepada kaumnya akan kedatangan Nabi akhir zaman).”

BAB 2 Yatim dan Masa Menyusui


Bapaknya yang bernama Abdullah meninggal dunia tatkala Nabi Muhammad masih dalam kandungan ibunya.
Akhirnya dia besar dengan status anak yatim di bawah pengasuhan kakeknya yang bernama Abdul Muthalib,
yang pada waktu itu menjadi tokoh penduduk Mekkah. Kakeknya mengirimnya ke suku pedalaman untuk
disusui, juga dengan maksud agar lingkungan Arab pedalaman itu, dia bisa belajar bahasa dengan baik.
Halimah As-Sa’diyah ibu susuannya berkata:”Kami meninggalkan kampung halaman dengan mengendarai
seekor keledai,dan bersama kami ada pula unta tua. Hal itu terjadi pada musim paceklik dan musim kemarau,
dimana hujan cumaturun sangat sedikit. Pada malam itukami tidak bisa tidur karena anak kami menangis
sepanjang malam disebabkan kelaparan. Air sususku tidak mengenyangkan-nya dan kami tidak mempunyai
makanan. Kami selalu berharap hujan segera turun dan jalan keluar lainnya, hingga akhirnya kami memutuskan
berangkat menuju Mekkah untuk mencari susuan. Setelah sampai di Mekkah, semua teman-teman
seperjalananku telah ditawari untuk mengambil Muhammad sebagai anak susuan, namun tidak ada yang mau
tatkala diberitahukan kepada mereka bahwa Muhammad adalah anak yatim. Itu disebabkan biasanya kami
berharap mendapatkan harta dan hadiah atas jasa kami menyusui anak dari ayah anak susuan itu. Kami berkata,
“seorang anak yatim? Lalu apa yang bisa ditawarkan oleh ibunya dan kakeknya?” Setelah kami semua sepakat
untuk pulang dimana seluruh ibu-ibu yangbersamaku telah mendapatkan anak susuan kecuali diriku, aku
berkata kepada suamiku; “Demi Allah aku malu pulang tanpa membawa anak susuan, demi Allah aku akan
kembali dan mengambil anak yatim itu”, Suamiku berkata, “Silahkan, tidak ada yang menghalangimu,”
Aku menemui anak yatim itu dan membawanya bersamaku. Tatkala aku meletakkannya di pangkuanku , tiba-
tiba susuku berisi air susu yang sangat banyak. Dia minum hingga kenyang dan saudaranya pun minum hingga
kenyang, dan kedua-duanya pun terlelap tidur. Padahal sebelumnya kami tidak pernah bisa tidur disebabkan
tangisan kelaparannya.
Suamiku kemudian pergi melihat ternak kami untuk mencari makanan buat kami yang ternyata
menemukiannya dalam kondisi siap diperah. Dia memerahnya dan kami semua meminum susnya hingga
kenyang susunya hingga kenyang. Setelah itu barulah kami mulai melalui malam-malam kami dengan tidur
pulas. Pada waktu pagi suamiku berkata; “Coba renungkan wahai Halimah, kami telah memilih pilihan yang
sangat tepat.”
Kami melanjutkan perjalanan. Kami mengendarai keledai dan menggendong anak yatim itu bersamaku. Sebuah
keanehan terjadi, demi Allah kami mendahului teman-teman kami dan mereka tidak mampu melakukan hal
yang sama. Sehingga kawan-kawan kami berkata, “wahai putri Abi Dzuaib, bukankah keledai itu adalah
keledai yang kemarin kamu tunggangi?” Aku menjawab; “Demi Allah, sesugguhnya Halimah telah
mendapatkan keajaiban.” Setelah sampai di negeri kami pada perkampungan Bani Sa’ad, kampung yang paling
tandus dan kering itu, kejadian aneh terjadi lagi. Kambing-kambing kami setiap hari kembali pada waktu sore
dengan kenyang dan perahannya padat dan berisi.
Kami memerah dengan puas dan meminumnya sesuka hati, sementara pada waktu yang sama orang-orang yang
lain, tidak mendapatkan setetespun susu yang bisa mereka perah dari kambing mereka. Kami senantiasa
mendapatkan karunia Allah itu hingga masa menyusui dua tahun telah berlalu dan kami menyapihnya. Dia
tumbuh dengan baik, tidak seperti anak-anak yang lain. Setelah masa menyusui habis, kami mengembalikannya
kepada ibunya, dengan harapan yang sangat besar semoga ibunya mengizinkan kami membawanya kembali
bersama kami karena keberkahan yang melimpah ruah selalu bersama kami dengan keberadaannya. Hingga
ibunya mengizinkan Muhammad kembali lagi bersama kami.
BAB 3 Masa Pembedahan Dada
Dari Khalid bin Ma’ dan al-Kila’i bahwabeberapa sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wassallam berkata: “
Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami tentang diri Anda!” Rasulullah berkata; “Boleh, aku adalah
jawaban dari do’a bapakku Ibrahim dan aku adlah kabar gembira (tentang Nabi terakhir) yang diberitakan
saudaraku Nabi Isa (kepada kaumnya). Ibuku bermimpi sewaktu mengandungku bahwa ada cahaya yang keluar
darinya yang menerangi istana-istana yang ada di Syam, aku menyusui pada kabilah Sa’ad bin Bakar. Pada
waktu aku bersama saudara sususanku menggembala kambing di belakang rumah keluarganya, tiba-tiba
datanglah dua orang berpakaian putih. Mereka membawa bejana dari emas berisi salju. Mereka memelukku
kemudian membedah dadaku dan mengeluarkan jantungku. Kemudian mereka membedahnya dan
mengeluarkan darinya gumpalan hitam. Mereka membuang gumpalan hitam itu, kemudian mencuci jantungku
itu dan perutku dengan salju yang mereka bawa. Setelah itu salah satu diantara mereka berkata; “ Coba timbang
dia dengan sepuluh orang dari umatnya!, “ Ternyata beratku melebihi mereka. Kemudian diaberkata lagi ; “
timbanglah dia dengan umatnya sebanyak seratus orang!,” kemudian mereka menimbangnya dan beratku tetap
unggul. Mareka berkata lagi: “ Timbanglah dia dengan seribu dari umatnya!, “ dan ternyata beratku tetap
mengungguli mereka. Kemudian dia berkata; “Sudahlah, demi Allah kalau kamu menimbangnya dengan
seluruh umatnya sekalipun, maka pasti dia lebih berat,”

BAB 4 Ibu dan Kakeknya Meninggal


Ibnu Ishak berkata; “Abdullah bin Abi Bakar bin Hazm berkata kepada kami; “Ibu Rasulullah meninggal dunia
tatkala dia berusia enam tahun. Hal itu terjadi di Abwa tempat yang terletak antara Mekkah dan Madinah.
Ibunya mengajaknya berziarah ke pamannya dari garis keturunan ibunya, kemudian meninggal tatkala pulang
ke Mekkah
Ibnu Ishak berkata: “ Kemudian dia dipelihara oleh kakeknya Abdul Muthalib bin Hasyim. Karena Abdul
Muthalib adalah seorang tokoh terkemuka, maka disediakan baginya di dekat Ka’bah sebuah sofa untuk duduk.
Tidak seorang pun dari anak-anaknya yang berani duduk di atasnya dan mereka selalu duduk di sekitar sofa itu
hingga bapaknya Abdul Muthalib datang dan duduk di atasnya. Namun Rasulullah yang berbadan padat pada
waktu itu langsung duduk di atas sofa itu ketika datang. Paman-paman beliau yang melihatnya langsung
mengambilnya untuk memindahkannya. Namun kakeknya yang menyaksikan hal itu berkata; “ Biarkan dia
duduk di atas sofa itu, demi Allah anakku ini akan mengukir sejarah.” Kakeknya mendudukkannya bersamanya
di atas sofa. Dia mengusap pundaknya dengan tangannya dan melakukan kepadanya apa yang membuatnya
senang. Stelah beliau berusia delapan tahun Abdul Muthalib kemudian meninggal dunia. Kemudian beliau
dipelihara oleh pamannya Abu Thalib. Bapak Nabi Muhammad SA, yaitu Abdullah dan Abu Thalib adalah
saudara seayah dan seibu.

BAB 5 Perlindungan Allah kepada Muhyammad SAW


Ibnu Ishak berkata: “Sesuai dengan berita yang sampai kepada kami, Rasulullah bercerita tentang bagaimana
Allah memberikan perlindungan kepada dirinya dari kecil dan pada masa jahiliyah. Rasulullah bercerita;
“Waktu aku masih kecil dan bermain bersama anak-anak Quraisy mengangkat batu sebagai mainan, smeua
anak-anak telah telanjang karena meletakkan sarung masing-masing di atas pundaknya yang diisi batu.
Kemudian tiba-tiba datang orang dan memukulku dengan pukulan yang membuatku kesakitan, seraya berkata;
“Pakai sarungmu!.” Kemudian aku memakai kembali sarungku dan mengangkat batu dengan meletakkannya
langsung di atas pundakku, sedangkan sarungku menutup aurat tubuhku di tengah teman-temanku”.
Dalam riwayat Bukhari, dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu’anhuma, berkata; “Waktu Ka’bah dibangun, Nabi
Muhammad bersama al-Abbas ikut mengangkat batu. Al-Abbas berkata; “Agar kamu aman, maka letakkan
sarungmu di atas pundakmu kemudian taruhlah batu-batu yang kamu angkat di atasnya.” Muhammad kemudian
jatuh pingsan dan matanya mengarah kelangit. Tidak lama kemudian dia sadar dan siuman, seraya berkata;
“sarungku, sarungku”. Sarungnya itu lalu dieratkan kepadanya. Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu
berkata; “Kami mendengar Rasulullah bercerita, “Aku tidak pernah bermaksud menikmati hiburan musik dan
lagu-lagu jahiliyah pada waktu aku masih remaja kecuali dua kali kejadian. Kedua-duanya Allah me3njagaku
agar tidak menikmatinyaa. Nabi berkata, “ Suatu malam aku berkata kepada teman-temanku sesama
penggembala kambing dari pemuda Mekkah, “Tolong lihat gembalaanku, aku bermaksud untuk menikmati apa
yang terjadi di Mekkah seperti yang dilakukan oleh anak muda lainya. Mereka berkata : “Silahkan!” Setelah
aku masuk ke Mekkah dan berada di rumah deretan pertama kota Mekkah, aku mendengar suara musik dan
nyanyian. Aku bertanya : “ Ada apa yang terjadi?” Meraka menjawab, “Si Fulan telah menikahi Fulanah,”
Akupun ingin menontonnya. Kemudian Allah menutup fungsi pendengaranku, dan akhirnya tertidur di tempat
pertunjukkan dan tidak terjaga kecuali setelah terik matahari menyengat badanku.” Kemudian aku kembali
kepada teman-temanku. Mereka bertanya: “ Apa yang telah terjadi?” Aku menjawab, “ Aku tidak melakukan
sesuatu, kemudian aku menceritakan kejadian itu kepada mereka.”
Pada malam yang lain aku kembali berkata kepada temanku, “Tolong jaga kambing-kambingku, aku mau
menyaksikan pertunjukkan yang ada di Mekkah.” Setelah memasuki kota Mekkah, aku kembali bertanya, “
Apa yang telah terjadi?” Mereka menjawab, “ Si Fulan telah menikahi Fulanah.” Kemudian diadakanlah pesta
hiburan. Aku mengambil posisi duduk untuk menjadi penonton. Namun kemudia aku tertidur dan tidak melihat
atau mendengar apa-apa dari hiburan musik itu. Aku tidak terjaga hingga terik matahari kembali menyengatku.
Setelah itu aku kembali menemui teman-teman gembalaku. Mereka bertanya, “Apa yang kamu saksikan?.” Aku
menjawab, “ Aku tidak menyaksikan apa-apa, kemudian aku ceritakan kejadian itu kepada mereka. Demi Allah
setelah itu aku sama sekali tidak pernah lagi berupaya menyaksikan pentas hiburan hingga Allah memilihku
dan menobatkanku sebagai Nabi dan Rasul.

BAB 6 Kisah Pendeta Buhaira


Setelah kakeknya Abdul Muthalib meninggal dan sebelumnya ibunya telah lebih dahulu meninggal, maka
pamannya Abu Thalib mengambil alih pemeliharaanya. Dan sewaktu pamannya menetapkan untuk pergi ke
Syam dalam misi perdagangan, pada waktu itu usianya telah mencapai sembilan tahun. Ketika pamannya mau
berangkat, tiba- tiba saja Muhammad bergantungan kepada pamannya dan tidak mau berpisah, yang
menyebabkan pamannya berkata; “Aku akan membawanya bersamaku ke Syam, dia tidak boleh berpisah
denganku.” Setelah sampai di sebuah kota bernama Basrah di wilayah Syam, di tempat itu peribadatannya.
Mereka memutuskan untuk berteduh di bawah sebuah pohon dekat tempat peribadatan itu. Pendeta itu
memperhatikan awan yang menyertai perjalanan mereka dan dahan pohon yang memayungi Muhammad
hingga dia berteduh di bawahnya dari terik matahari. Pendeta itu penasaran dengan apa yang dia saksikan,
sehingga dia mengundang mereka semua untuk hadir dalam undangan makan siang. Mereka semuanya hadir
kecuali Muhammad SAW karena usianya yang masih sangat muda. Setelah mereka hadir dan Buhaira tidak
menemukank tanda-tanda dan ciri-ciri yang dia ketahui, maka pendeta Buhaira berkata, “ Apakah kalian
semuanya telah hadir?” Mereka menjawab, “ Semuan yang pantas menghadiri undanganmu telah hadir kecuali
satu. Dia adalah anak kami yang masih kecil. “ Buhaira berkata, “ Jangan lakukan itu, tidak boleh ada yang
ketinggalan dalam undanganku ini, tolong panggil dia!”
Setelah Muhammad hadir, dia memperhatikannya dengansangat seksama, meneliti sesuatu dari badannya, yang
akhirnya dia menemukan suatu ciri kenabian pada badan Nabi.
Setelah mereka selesai makan dan bertebaran ke tempat masing-masing, Buhaira menghampiri Muhammad dan
berkata kepadanya, “ Demi Lata dan Uzza [Buhaira memakai nama itu dalam sumpah karena mendengar orang
Quraisy bersumpah dengan nama itu], wahai anak kecil aku ingin bertanya kepadamu dan tolong jawab dengan
jujur. “ Nabi menjawab,” Jangan anda bertanya kepadaku atas nama Lata dan Uzza, karena itu adalah nama
yang paling aku benci dalam hidupku.” Buhaira mengganti sumpahnya dengan nama Allah dan melanjutkan
pertanyaannya dan dijawab oleh Rasulullah. Kemudian Buhaira memperhatikan pundaknya dan menemukan
stempel kenabian di atasnya sesuai dengan ciri-ciri yang selama ini dia ketahui.
Setelah selesai, Buhaira mendatangi Abu Thalib dan bertanya:” Siapa anak kecil itu?’’ Abu Thalib berkata,”
Dia adalah anakku.” Buhaira berkata, “Dia bukan anakmu, tidak mungkin bapak anak itu masih hidup.” Abu
Thalib berkata: “Dia sebetulnya adalah anak saudaraku kandungku.” Buhaira kembali bertanya, “ Apa yang
dilakukan bapaknya?” Abu Thalib menjawab , “ Dia meninggal tatkala anak itu masih dalam kandungan. “
Buhaira berkata,” Benar katamu, kembalilah ke negerimu dengan keponakanmu itu, dan jagalah dia dari
kejahatan orang Yahudi!, demi Allah kalau orang Yahudi menemukan anak itu maka mereka akan melakukan
tindakan jahat kepadanya. Anak saudara kandungmu ini pasti menjadi orang yang penting, kembalilah ke
negerimu!”

BAB 7 Perkawinannya dengan Khadijah


Setelah usianya yang kedua puluh lima (25) tahun, beliau menikahi Khadijah binti Khuwailid. Khadijah adalah
seorang pengusaha wanita, terhormat, kaya raya, dan dia bisa mempekerjakan orang untuk memper
niagakan hartanya. Sementara mata pencaharian orang Quraisy adalah berdagang. Setelah Khadijah mendengar
kepribadian Rasulullah yang jujur dan amanah, serta berakhlak tinggi, maka dia menawarkan kepada
Muhammad SAW untuk berangkat ke Syam dalam rangka melakukan perniagaan. Dalam perjanjiannya dia
akan memberikan bagi hasil kepada Muhammad yang jauh lebih besar daripada yang selama ini diberikan
kepada orang lain. Dan Muhammad SAW ditemani oleh pembantu Khadijah bernama Maisarah.
Beliau menerima tawaran itu, kemudian berangkat bersama Maisarah menuju Syam. Setelah tiba, beliau
berteduh di bawahsebuah pohon dekat tempat peribadatan seorang pendeta. Pendeta itu bertanya kepada
Maisarah, “ Siapa anak muda itu yang berteduh di bawah pohon itu?” Maisarah berkata,” Dia adalah anak muda
dari Quraisy, tinggal di Mekkah.” Pendeta itu berkata,”Tidak ada yang berteduh di bawah pohon itu melainkan
dia pasti seorang Nabi.”
Nabi menjual barang dagangan yang di bawa dari Mekkahkemudian membeli apa yang dibutuhkan dan segera
kembali ke Mekkah bersama Maisarah. Dan ternyata mereka kembali dengan keuntungan berlipat ganda.
Maisarah menceritakan kejadian dalam perjalanan termasuk perkataan pendeta itu, “ Bahwa yang berteduh di
bawah pohon itu adalah seorang Nabi.”
Khajidah terkenal sebagai wanita yang cerdas, tanggap dan peka. Khadijah kemudian mengutus seseorang
untuk menemui beliau dengan pesan, “ Wahai anak pamanku, aku simpati dengan kepribadianmu yang
memiliki kharisma dan kejujuran yang tinggi, dan berasal dari keturunan terhormat, amanah, berakhlak mulia,
danberkata jujur. Khadijah pada waktu itu sangat terhormat dan termulia di antar wanita Quraisy dan ia berasal
dari keturunan terhormat. Dia adalah wanita terkaya di Quraisy. Setiap laki-laki di Mekkah berharap
menjadikan Khadijah sebagai istrinya seandainya saja bisa mereka lakukan.
Setelah Khadijah mengucapkan kata-kata itu kepada beliau, beliau langsung menyampaikan maslah itu kepada
paman-pamannya. Kemudian pamannya berangkat bersamanya menemui Khuwailid bin Asad, dan melamar
langsung Khadijah untuk menjadi istri Rasulullah.

BAB 8 Terpercya dan Amanah [Al-Amin]


Setelah usia beliau mencapai 35 tahun, orang-orang Quraisy sepakat untuk membangun kembali Ka’bah dan
memberikannya atap.
Kesepakatan mereka adalah setiap kabilah dari Quraisy mendapatkan bagian tertentu untuk membangun
Ka’bah. Setelah bangunan mencapai setinggi batas Hajar Aswad, pada saat itu lah masing-masing kabilah
meminta untuk meletakkan Hajar Aawad pada tempatnya. Masing-masing dari mereka memandang bahwa
mereka yang lebih berhak meletakkan kembali Hajr Aswad ke tempatnya semula sebagai tanda kehormatan,
hingga mereka bertengkar dan masing-masing bersiap-siap untuk perang. Kabilah Bani Abdu Ad-Dar telah
meletakkan bejana berisi darah dan berbaiat bersama Bani’Adi untuk mati demi kehormatan. Mereka telah
mencelupkan tangan-tangan mereka ke bejana itu dan menamakannya dengan sumpah jilatan darah.
Pembangunan sempat tertundahingga empat atau lima malam. Tokoh-tokoh Quraisy kemudian berkumpul di
masjid mengadakan musyawarah dalam rangka penyelesaian sengketa mereka. Dan berkatalah Abu Umayyah
bin Al-Mugirah, dia adalah yang tertua usianya di kalangan Quraisy pada waktu itu. Dia berkata,” Wahai
orang-orang Quraisy, jadikanlah penyelesaian sengketa kali ini dengan menunjuk penengah di antara kalian
yaitu orang yang paling pertama ke dalam masjid.’’ Mereka semua setuju. Dan ternyata orang yang masuk
pertama kali adalah Muhammad, serta merta mereka berkata,’’ Ini adalah seorang yang terpercaya [al-amin] dia
adalah Muhammad.” Setelah maslah disampaikan kepada beliau [Muhammad], dia berkata,” Ambilkan aku
kain.” Setelah kain yang diminta ada, beliau meletakkannyadi atas tanah. Kemudian beliau meletakkan Hajar
Aswad dengan tangannya di atas kain itu, dan meminta masing-masing perwakilan kabilah memegang ujung
kain, kemudian bersama-sama mengangkat Hajar Aswad dengan kain itu. Setelah mereka selesai melakukan itu
dan setelah Hajar Aswad sampai ketempatnya semula, beliau mengangkat Hajr Aswad dan meletakkannya
dengan tangannya di tempatnya. Orang-orang Quraisy menjuluki Muhammad sebelum diangkat menjadi Nabi
dengan julukan al-amin.

BAB 9 Wahyu
Rasulullah duduk seorang diri di gua Hira di sebuah gunung yang ada di Mekkah selama sebulan dalam setiap
tahunnya. Beliau bertahannuts [menyendiri selama beberapa malam dengan niat beribadah kepada Allah].
Beliau membawa bekal makanan untuk keperluan dalam tahannutsnya., kemudian pulang ke rumahnya
menemui keluarganya dan kembali ke gua Hira denga membawa bekal makanan. Begitulah seterusnya, hingga
datang malaikat, di saat beliau sedang berada di gua Hira. Malaikat itu berkata,” Bacalah!’’ Beliau menjawab, “
Aku tidak bisa membaca.” Nabi berkata, “ Kemudian malaikat itu memegang dan memelukku hingga aku
merasa tersesak, kemudian melepaskanku.” Dia kembali memintaku untuk membaca dan aku menjawab dengan
mengatakan, “ Aku tidak bisa membaca.” Dia memegang dan memelukku yang kedua kalinyadengan sangat
erat, kemudian berkata,” Bacalah.” Aku menjawab,” Aku tidak bisa membaca.” Malaikat itu kembali
memegang dan memelukku dengan erat, kemudian melepaskanku seraya berkat,” Dia-lah yang
menciptakanmanusia dari segumpal darah, bacalah dan Rab-mulah yang Maha Mulia.
Rasulullah kembali dengan perasaan yang cemas,masuk kerumah Khadijah dan berkata kepadanya, “Selimuti
diriku”, kemudian Khadijah menyelimutinyahingga rasa takutnuya hilang. Setelah itu beliau bercerita kepada
Khadijah seraya berkata,” Aku takut kalau-kalau ada sesuatu yang menimpa diriku.” Khadijah menghiburnya
dengan berkata,”Sekali-kali tidak, demi Allah, Dia tidak akan membuat mu bersedih, kamu menyambung
silaturrahim, memikul beban orang lemah , membantu orsng miskin, memuliakan tamu , dan menolong orang
yang mendapatkan musibah.
Khadijah mengantar beliau menemui Waraqah bin Naufal, sepupu Khadijah [anak paman Khadijah]. Dia
menjadi penganut agama Nasrhanipada zaman jahiliyah. Dia telah berusia lanjut dan tidak lagi dapat melihat.
Khadijah berkata,”Wahai anak pamanku dengarkanlahpengakuan dari saudaramu ini .” Waraqah berkata,”Apa
yang kamu lihat wahai anak saudaraku?’’ Rasulullah menceritakan apa yang telah terjadi. Waraqah berkata,”
Seperti inilah wahyu yang diturunkan kepada Musa ‘alaihi as-salam. Alangkah indahnya bila aku masih muda
pada saat seperti ini, seandainya aku berumur panjang dan bisa membelamu tatkal kaummu mengeluarkanmu
dari kampung halamanmu.”
Rasulullah berkata;”Apakah mereka akan mengeluarkanku dari kampung halamanku?”
Waraqah berkata,”Ya, karena tidak ada manusia yang diberikan seperti apa yang diberikan kepadamu kecuali
dia akan dimusuhi. Dan seandainya aku masih hidu[ pada saat kamu mendapat perlawanan seperti itu, maka aku
akan menolongmu dengan sekuat kemampuanku. Tidak lama kemudian Waraqah meninggal ketika wahyu
mengalami masa kevakuman.

BAB 10 Perjalanan Dakwah


Setelah Muhammad dinobatkan sebagai Rasul, Khadijah istrinya langsung beriman kepadanya. Dia
mempercayai apa yang datang dari Allah, dan dia tercatat sebagai manusia pertama yang beriman kepada Allah
dan Rasul-nya. Setelah itu sebagaiman yang banyakdiceritakan Ali bin Abi Thalib adalah manusia pertama
yang beriman kepadanya dari laki-laki. Usianya pada waktu itu adalah10 tahun, dan dia tinggal di rimah
Rasulullah. Kemudian disusul lagi oleh Abu Bakar yang mengumumkan keislamannya.
Abu Bakar berdakwahuntuk beriman kepada Allah SWT dan Muhammad SAW sebagai utusan-Nya.
Kemudianbeberapa orang masuk Islam lewat tangan beliau diantaranya; Ustmanbin Affan, Az-Zubair bin
Awwam, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Ubaidillah.
Abu Bakar membawa mereka menemui Rasulullah dan mengumumkan keislaman mereka di depan Rasulullah.
Mereka menjadi muslim yang baik dan menegakkan shalat. Merekalah delapan orang yang menjadi penganut
islam pertama. Disusul lagi dengan masuk Islamnya nAbu Ubaidah bin Al-Jarrah, dan lain-lain.
Kemudian berlanjut dengan masuknya ke dalam agama Islamorang-orang lainnya satu persatu, baik laki-laki
maupun perempuan. Setelah itu turunlah perintah dari Allah yang memerintahkan Rasulullah untutk mengajak
manusia masuk ke dalam agama Islam secara terang-terangan.
Jenjang waktu antara periode dakwah Rasulullah secara rahasia atau sembunyi-sembunyi ke periode dakwah
terang-terangan dan terbuka adalah sekitar 3 tahun.
Hal itu dimulai dengan turunnya firman Allah,
“Umumkanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu.” [Al-Hijir:94] dan firman Allah,
“Berikanlah peringatan kepada keluarga dekatmu.” [Asy-Syu’ara:214]
Sewaktu ayat yang berbunyi,”Berikanlah peringatan kepada kerabat dekatmu” diturunkan, beliau berangkat dan
berdiri di atas bukit Shafa kemudian memanggil dan berteriak, hingga orang-orang Quraisy bertanya,” Siapa
itu?” Akhirnya mereka tidak bisa datang mengutus perwakilanuntuk memenuhi panggilan itu. Nahkan orang-
orang Quraisy dan termasuk Abu Lahab datang mendengarkan apa yang akan dikatakan.
Nabi memulai acara dengan memberikan pertanyaan;” Apakah kalia percya apabila di atas bukit ini aku
katakan kepada kalian bahwa ada pasukan kuda menuju kemari bermaksud mencelakai kalian?” Mereka dengan
serempak menjawab,”Kami belum pernah mendengarmu berbohong.”
Rasulullah berkata,”Wahai segenap Quraisy, selamatkanlah diri kalian dari siksa apai neraka karena aku tidak
bisa menolong kalian dari siksa api neraka. Aku adalah Nabi yang diutus kepada kalian sebelum datangnya
siksa api neraka itu.”

BAB 11 Sikap Quraisy terhadap Dakwah


Rasulullah melaju bersama kebenaran dengan tetap m enampakkan ke khalayak umum agenda dakwahnya,
menyebabkan Quraisy disibukkan perhatiannya dengan langkah-langkah Rasulullah itu, yang akhirnya mereka
mendatangi Abu Thalib dan berkata,” Wahai Abu Thalib kamu adalah orang yang kami tuakan, terhormat dan
mulia di mata kami, dan kami sudah tidak sabar lagi melihat nenek moyang kami dan tuhan-tuhan kami di
cemooh, maka tolong hentikan dia [Muhammad] dari langkahnya itu, atau kita berhadapan dengan masalah
hingga salah satu di antara kelompok kita binasa.”
Abu Thalib berada dalam kondisi yang dilematis, tidak mungkin bermusuhan dengan kaumya dan juga tidak
mungkin menyerahkan Rasululah kepada mereka.
Abu Thalib menemui Rasulullah dan berkat,” Wahai anak saudaraku, sesungguhnya kaummu telah
mendatangiku dan mengatakan begini dan begitu, maka tolong jaga diriku dan dirimu juga, dan jangankamu
bebankan kepadaku sesuatu yang aku tidak sanggup lupakan!”
Di situlah Rasulullah berkat;” Wahai pamanku, demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan
kananku, da bulan di tangan kiriku, dan menuntutku untuk meninggalkan agama Islam ini, walaupun dengan
kosekuensi aku akan binasa ataua Allah memenangkan agama-Nya, maka aku tidak akan meninggalkan dakwah
ini.” Abu Thalib menangis ketika mendengar kata-kata itu, dan langsung berkata, “Wahai anak saudaraku,
pergilah dan sampaikanlah apa yang ingin kamu katakan, demi Allah aku tidak akan menyerahkanmu kepada
siapapun.”
Setelah Quraisy mengetahui bahwa Abu Thalib tidak menanggapi permintaan mereka, tidak bersedia memusuhi
beliau [Muhammad], dan tidak bersedia menyerahkan Rasulullah kepada mereka, bahkan malah justru lebih
memilih bermusuhan dengan Quraisy, mereka untuk kedua kalinya akhirnya menemui Abu Thalib dengan
membawa Umarah bin Al-Walid bin Al-Mugirah, mereka berkata, “ Wahai Abu Thalib ini adalah Umarah,
pemuda terkuat di Quraisy dan yang paling gagah, maka ambillah dia. Kamu boleh memanfaatkan
kemampuannya dan akalnya. Dia adalah milikmu, jadikan dia anakmu, tapi sebagai gantinya serahkanlah
kepada kami anak saudaramu itu [Muhammad], karena dia telah memusuhi agamamu, agama nenek
moyangmu, dia memecahkan barisan kaummu, maka serahkanlahdia kepada kami untuk kami bunuh, bukankah
anak laki-laki diganti dengan anak laki-laki?”
Abu Thalib berkata,” Betapa buruk tawaran kalian kepadaku. Apakah kalian menyerahkan anak kalian untuk
aku beri makan, sementara aku serahkan anakku kepada kalian untuk kalian bunuh? demi Allah, ini tidak
mungkin terjadi.”
Babak baru perseteruan dimulai dengan sikap Quraisy yang sepakat dengan semua kabilah yang ada untuk
menyiksa umat Islam, namun Allah melindungi Rasul-Nya melalui pamannya.
Abu Thalib mengajak Banu Hasyim dan Banu al-Muthalib untuk bersatu padu dalam melindungi Muhammad.
Mereka menyambut seruan itu kecuali Abu Lahab musuh Allah yang terlakanat itu.

BAB 12 Hamzah masuk Islam


Pada suatu saat Abu Jahal melewati Rasulullah tatkala beliau berada di bukit Shafa. Abu Jahal menganggu
beliau dan mencacinya, namaun Rasulullah tidak membalas dan tidak berbicara sepatah katapun kepadanya.
Peristiwa itu didengar oleh seorang budak wanita milik Abdullah bin Jad’an yang sedang duduk dirumahnya.
Setelah itu Abu Jahal pergi dan menuju ke tempat berkumpulnya para tokoh Quraisy di sekitar Ka’bah. Dia
duduk bersama mereka. Tidak lama kemudian Hamzah datang dengan membawa anak panahnya karena baru
saja pulang dari berburu. Hamzah tergolong pemuda perkasa di kalangan Quraisy.
Begitu dia melewati hamba sahaya yang telah mendegarkan kejadian itu, hamba sahaya itu berkata,”Wahai Abu
Imarah, seandainya kamu melihat apa yang telah menimpa anak saudaramu Muhammad. Tadi dia disakiti dan
dicemooh oleh Abu Jhal Al-Hakam bin Hisyam.
Hamzah langusng marah, dan langsung mencari Abu Jahal. Dia tidak berhenti dan menyapa siapa yang
ditemuinya, karena Hamzah hanya ingin segera bisa menemui Abu Jahal untuk memberi pelajaran. Begitu
Hamzah masuk masjid dan melihat Abu Jahal sedang duduk bersama tokoh Quraisy, Hamzah menghampirinya
hingga berada dekat kepalanya, dan saat itulah dia memukul kepalanya dengan panahnya hingga terluka.
Hamzah berkata;” Kamu berani mencemooh Muhammad sementara aku sudah memeluk agamnya, aku
mengatakan apa yang dikatakannya?. Sekarang kalau kamu berani balaslah kepadaku dan lakukanlah
terhadapku bila kamu mampu!” Maka berdirlah orang-orang dari kabilah Banu Makhzum menuju kearah
Hamzah dengan maksud menolong Abu Jahal. Namun Abu Jahal berkata,”Biarlah dia lakukanitu, memang aku
tadi telah menghina anak saudaranya.”
Keislaman Hamzah semakin hari semakin mantap, dan setelah keislaman Hamzah itu, Quraisy mulai paham
bahwa Muhammad semakin kuat dan mendapat perlindungan, mereka menugrangi kadar siksaan yang
ditujukan kepada Rasulullah.
Pada suatu hari giliran Umar dengan pedang terhunusnya bermaksud mencari Rasulullah
Pada waktu itu Rasulullah berada di sebuah rumah dekar Shafa bersama sahabtnya yang berjumlah sekitar 40
orang di antaranya ada pamannya Hamzah.
Ditengah perjalanan dia bertemu dengan Nuaim bin Abdilah, diabertanya dengan berkata;” Mau kemana kamu
wahai Umar?.” Umar berkata,” Aku sedangmencari Muhammad, penganut agama baru yang telah memecah
persatuan orang-orang Quraisy, dia telah menghina tuhan-tuhan mereka, aku mau membunuhnya.”
Nuaim berkata,” Apakah kamu mengira keluarga Muhammad [Bani Abdi Manaf] akan membiarkanmu berjalan
di muka bumi dengan aman sementara kamu telah membunhu Muhammad?,” Kenapa kamu tidak kembali ke
keluargamu dan meluruskan mereka!”
Umar bertanya,” Ada apa dengan keluargaku dan suami saudari perempuanmu, Said bin Zaid dan Fathimah
binti Al-Khathtab demi Allah mereka telah masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad, kalau kamu mau
adil maka bereskanlah dulu mereka berdua.”
Umar langsung pulang menemui saudara iparnya dan saudarinya yang sedang tadarusan surah Thaha bersama
Al-Khabbab bin al-Aratt.
Begitu mereka mendengar Umar datang, al-Khatabbab langsung bersembunyi di sebuah kamar kecil dalam
rumah itu, dan Fatimah langsung menyembunyikan lembaran surah yang dibacanya itu dibawah pahanya.
Namun Umar waktu mendekat ke rumahnya telah mendengar al-Khabbab mengajarkan surah itu kepada
mereka berdua. Itulah sebabnya begitu Umar masuk dia langsung bertanya, “Aku tidak mengerti maksud
perkataan yang baru saja aku dengar?” Mereka berdua berkata,” Kamu tidak mendengar apa-apa.”
Umar berkata,” Demi Allah, aku mendengar kamu telah masuk Islam dan telah mengikuti ajaran Muhammad.”
Kemudian setelah itu, Umar bermaksud memukul suami saudarinya, namun dihalangi oleh saudarunya, yang
menyebabkan Umar beralih memukul memukulnya. Setelah semua itu terjadi, suami saudari Umar berkata,”
Memang kami telah masuk Islam, kami telah mengikuti ajaran Muhammad, maka silahkan lakukan apa yang
kami inginkan.”
Umar yang menyaksikan kepasrahan itu dan melihat saudarinya berdarah karena dia dengan kejam telah
memukulnya, akhirnya ibadan merasa menyesal. Kemudain dia berkata,” Berikan lembaran yang aku dengar
kalian membacanya tadi, biar aku bisamelihat ajaran apa yang dibawakan oleh Muhammad.”
Umar adalah seorang terpelajar, dia adalah penulis yang pintar membaca. Saat itulah saudari kandungnya
berkata,” Kami khawatir kamu melakukan sesuatu terhadap lembaran itu.”
Umar meyakinkan, “Jangan takut, sambil bersumpah atas nama Tuhan-Tuhan Umar, bahwa setelah setelah
selesai, pasti akan dia kembalikan kepadanya.”
Dia berkata dengan berharap Umar bisa masuk Islam,”Wahai saudaraku, kamu najjis karena kamu masih
musyrik, dan lembaran ini tidak bisa disentuh kecuali orang yang beriman.”
Umar akhirnya pergi mandi, dan setelah itu dia membaca lembaran itu yang di dalamnya ada surah Thaha,
setelah dia baca, dia berkomentar,” Alangkah indahnya dan mulianya perkataan ini!.”
Khabbab mendengarkan komentar itu langsung keluar dari persembunyiannya dan berkata, “Wahai Umar, demi
Allah kami berharap kamulah yang menjadi pilihan Allah setelah kami mendengar Nabi Muhammad berdoa
supaya Allah menguatkan barisan dakwah ini dengan masuknya ke dalam agama Islam salah satu dari dua
umar. Kemarin kami mendengar dia [Muhammad] berdoa;”Ya Allah kuatkan barisan dakwah ini dan
agamamIslam dengan masuknya ke dalam agama Islam Abu al-Hakim bin Hisyam atau Umar bin Khattab,
maka takutlah kamu kepada Allah wahai Umar.”
Umar berkata, Kalau begitu tunjukkan kepadaku dimana sekarang Muhammad agar aku menemuinya untuk
masuk Islam.”
Khababb berkata, “Dia sekarang ada di sebuah rumah dekat Shafa bersam sahabat-sahabatnya.”
Umar mengambil pedangnya yang terhunus kemudian menuju ke tempat diman Muhammad dan sahabat-
sahabatnya berkumpul. Setelah sampai dia langsung mengetuk pintu rumah, begitu mereka mengintip di lubang
dinding dan melihat Umar datang dengan pedang terhunus. Dia memebritahukan Rasulullah dengan perasaan
takut, sereay berkata, “Wahai Rasulullah, Umar datang dengan pedang terhunus.”
Hamzah yang mendengar pernyataan itu berkata,”Suruh dia masuk, kalau dia mau mencari kebaikan kita
berikan apa yang dia inginkan, namun kalau dia datang dengan maksud jahat, biar kitabunuh dia dengan
pedangnya.”Rasulullah berdiri dan menemui dia di sebuah kamar, Rasulullah memegangikatan sarung Umar
dan menariknya dengan keras sambil berkata;” Apa yang menyebabkan kamu datang wahai putra al-khatthab,
demi Allah apakah kamu tidak akan berhenti melakukan kebodohan hingga Allah menimpakan atasmu sebuah
musibah besar?”
Umar menjawab, “Wahai Rasulullah aku datang untuk berimankepada Allah dan Rasul-Nya, dan apa yang
datang dari sis Allah.”
Pada saat itulah Rasulullah bertakbir yang menyebabkan seluruh penghuni rumah mengetahui bahwa Umar
telah masuk Islam, dan langsung saja mereka bertebaran dan berdiri dari tempat duduknya.
Mereka yakin bahwa posisi mereka akan semakin kuat dengan masuknya ke dalam agam Islam Hamzah bin
Abdul Muthalib dan Umar bin Khathtab. Mereka paham bahwa keduanyaakan membela Rasulullah dan
berjuang untuk hak-hak da keberadaan umat Islam dari musuh-musuh Islam.
BAB 13 Rasulullah dan Tokoh-Tokoh Qurasisy
Agama Islam semakin hari semakin enyebar di Mekkah di kalangan kabilah-kabilah Quraisy baik laki-laki
ataupun wanita, sementara sikap Quraisy adalah memenjarakan dan memaksa untuk meninggalkan Islam bagi
siapa saja yang mereka sanggup perlakukan seperti itu dari orang yangmasuk Islam.
Pada saat-saat menjelang terbenam matahari, tokoh-tokoh Quraisy berkumpul di dekat Ka’bah, mereka
bersepakat untuk mengutus salah seorang di antara mereka menemui Muhammad untuk membicarakan
permasalahan mereka dan mendiskusikannnya bersama. Mereka mengutus utusan dan utusan itu berkata kepada
Muhammad,” Sesungguhnya tokoh-tokoh Quraisy telah berkumpuluntuk bernegosiasi denganmu,maka
segeralah temui mereka!.”
Beliau datang dengan bergegas, karena Rasulullah sangat berharap mereka mendapat hidayah dan itulah
kesempatan yang baik untuk menjelaskan hidayah itu. Setelah beliau berada di tengah mereka, mereka berkata,
“Kami sengaja memamanggilmu. Demi Allah, kami tidak pernah mendengar dan mengetahui ada seorang Arab
selain kamu yang telah mendatangkan masalah kepada kaumnya. Kamu telah mencemooh Tuhan-Tuhan kami,
kamu menghina agama nenek moyang kami, kamu menganggap kami tidak berakal, dan kamu telah memecah
persatuan kami, tidak ada lagi masalah yang jelek melainkan kamu telah mendatangkan yangmenjadi masalah
antara kami denganmu”.
Mereka berkata lagi;” Maka apabila ternyata kamu sengaja melakukan ini untuk mendapatkan harta, maka kami
telah sepakat untuk mengumpulkan harta-harta kami untukmu, hingga kamu menjadi manusia terkaya diantara
kami, dan kalau seandainya kamu lakukan itu untuk mencapai kekuasaan, maka kami bersedia menunjukmu
sebagai pemimpin atas kami smeua, atau kalau itu ternyata adalah gangguan dari syaithan jin dan kmau tidak
sanggup mengatasinya, maka kami semua bersedia untuk mengumpulkan harta kami untuk pakai berobabt
hingga kam sembuh.”
Rasulullah berkata;” Tidak ada satupun di antara yang kalian maksudkan telah menimpaku. Aku tidak
melakukan semua ini karena berharap harta dari kalian, dan juga bukan untuk mendapatkan kehormatan
diantara kalian, bukan juga karena berharap menjadi Raja atas kalian, tetapi semua ini aku lakukan karena Allah
telah mengutusku kepada kalian sebagai seorang Rasul, Allah menurunkan kepadaku Kitab dan memerintahkan
ku untuk memberikan peringatandan kabar gembira atas kalain, dan aku telah sampaikan kepada kalian risalah
Tuhanku itu kepada kalian, dan aku juga btelah menasehati kalian, kalau kalian menerima apa yang aku
sampaikan, maka itu adlah sebuah kebaikan bagi kalian yang akan bermanfaat di dunia dan akhirat. Namun bila
kalain tidak menerimanya, maka aku akan bersabar hingga Allah menghakimi antara aku dan kalian.
Mereka berkata,” Wahai Muhammad, bila kamu tidak menerima satupun keinginan kami yang telah kami
ajukan kepadamu, renungkanlah debgan baik, karena kamu telah mengetahui bahwa kita adalah kaum yang
negerinya sangat sempit, air yang sedikit, dan hidup yang susah. Oleh karena itu, maka mintalah kepada Allah
yang telah mengutusmu agar gunung yang mengelilingi kam ini di hilangkan, supaya kampung halalaman kita
menjadi luas. Dan mintalah agar dia (Allah) mengal;irkan sungai di negeri kita ini seperti sungai yang mengalir
di Irak dan Syam, dan mintalah agar Allah membangkitkan kembali nenek moyangkami, tapiu dengan syarat
orang yang dibangkitkan termasuk di dalamnya adalah Quraisy bin Kilab. Karena dia adalah orang tua yang
jujur, dan kami sangat percaya dengan perkataannya, hingga kami bisa bertanya kepada Qushai apakah yang
kamu katakan itu benar atau salah.
Kalau mereka semua [setelah dibangkitkan] membenarkanmu, dan kamu telah memenuhi segala permintaan
kami, maka kami akan beriman kepadamu dan kami akan yakin bahwa kamu memang memiliki kedudukan di
sisi Allah, dan bahwasanya Sia (Allah) benar-benar telah mengutusmu menjadi seorsng Rasul.”
Rasulullah berkata,” Bukankah seperti itu aku diutus atas kalian, aku hanya menyampaikan kepada kalian apa
yang telah di amanahkan oleh Allah atas diriku, dan aku telah menyampaikannya kepada kalian. Kalau kalian
terima, maka manfaatnya akan kembali kepada kalian baik di dunia maupun di akhirat, dan jika kalian tidak
menerimanya maka aku akan bersabar hingga Allah menetapkan sesuatu di antara kita.”
Mereka berkata,” Kalau kamu tidak melakukan juga, maka tidak apa-apa. Tetapi mintalah kepada Tuhanmu
agar mengutus malaikat menemani dan membenarkan apa yang kamu katakan, dan supaya Dia membela kamu
dari apa yang kami katakan, dan mintalah juga kepada-Nya agar kamu diberikan kebun-kebun indah, istana dan
harta karun dari emas dan perak.
Nabi berkata,” Aku tidak akan memlakukan itu, dan aku tidak mungkin meminta kepada Allah hal-hal seperti
itu, dan bukan seperti itu aku di utus atas kalian.”
Mereka berkata,”Kalau begitu mintalah supaya Allah merobohkan langit atas kami seperti kamu katakan.
Bukankah kalau Tuhanmu mengiginkan sesuatu pasti akan terjadi? Karena kami tidak beriman kepadamu bila
kamu tidak melakukan itu.”
Nabi berkata,”Itu urusan Allah, bila Dia menghendakinya, maka hal itu pasti terjadi.”
Mereka berkata,”Wahai Muhammad, apakah Tuhanmu tidak tahu bahwa akan berdialog seperti ini dengan
kami, dan akan menanykan kepadamu pertanyaan-pertanyaan ini, hingga Tuhanmu bisa mengajarkanmu
tentangjawaban atas pertanyaan kami ini. Telah sampai berita kepada kami bahwa yang mengajarkan semua ini
kepadamu adalah seorang yang tinggal di Yamamah bernama al-Rahman,. Dan demi Allah kami tidak akan
membiarkanmu melakukan semua ini hingga kamu yang binasa atau kami yang kamu binasakan.”
Di antara mereka ada juga yang berkata,” Kami percaya bahwa para malaikat adalah putri-putri Allah.”
Di antara mereka ada juga yang berkata,” Kami tidak akan beriman kecuali apabila kamu mendatangkan kepada
kami Allah atau malaikat secara berhadap-hadapan.”
Setelah segala perkataan itu mereka lontarkan, beliau berdiri, dan diikuti oleh Abdullah bin Abi Umayyah bin
al-Mughirah, dia adalah putra dari bibi Rasulullah dari jalur bapaknya. Dia berkata, “Wahai Muhammad,
kaummu telah menwarkan banyak hal kepadamu, dan tidak ada satupun yang kamu terima, kemudian mereka
minta beberapa hal agar mereka tahu kedudukanmu di sisi Allah, tapi kamu juga tidak mengabulkannya. Demi
Allah aku tidak akan beriman kepadamu hingga kamu membuat tangga ke langit, dan aku melihat dengan mata
kepalaku, kamu menaiki tangga itu, malaikat yang bertugas memebnarkan pertannyanmu, dan aku bersumpah
demi Allah, apabila semua itu telah kamu lakukan, aku tidak bisa memebrikan jaminan bahwa diriku akan
beriman kepadamu.”
Abdullah bin Umayyah pergi dan Rasulullah pun pergi menuju rumahnya denga perasaan sedih karena teklah
kehilangan momentum untuk mengajak kaumya menerima kebenaran. Yang terjadi bahkan mereka semakn
menjauh darinya.

BAB 14 Abu Jahal dan Penyiksaannya


Setelah Rasulullah pergi dari mereka, Abu Jahal berkata, “Wahai orang-orang Quraisy, Muhammad telah
membangkang dari apa yang telah kalian minta, dia tidak mau berhenti dari menghina agama kita, mencemooh
nenek moyang kita, dan menganggap bodoh akal kita. Dan aku telah bersumpah pada diriku bahwa besok
tatkala waktu pagi tiba, aku akan mengangkat batu besar yang bisa aku angkat, dan ketika Muhammad sjud
pada waktu shalat, maka aku akan pecahkan kepalanya dengan melempar batu itu ke kepalanya . Setelah itu
kalain boleh menyerahkan diriku atau melindungiku, dan biarlah Banu Abdu Manaf melakukan terhadapku apa
yang mereka ingin lakukan.” Mereka berkata, “Demi Allah kami tidak akan menyerahkanmu kepada siapapun,
maka lakukanlah apa yang kamu ingin lakukan.”
Pada waktu pagi tiba, sesuai dengan janjinya, Abu Jahal lalu mengambil batu besar, kemudian duduk menanti
Rasulullah datang seperti biasanya. Kemudian Rasulullah datang dan shalat di dekat Ka’bah, sementar tokoh-
tokoh Quraisy telah hadir dan mereka duduk-duduk santai di tempat mereka biasanya berkumpul, sambil
menunggu apa yang akan dilakukan Abu Jahal.
Aksi makar terhadap Rasulullah dimulai, dan begitu Abu Jahal mendekat kepada Rasulullah, tiba-tiba saja dia
mundur ke belakang dan mukanya berubah seperti orang yang ketakutan. Kedua tangannya kering dan kaku di
atas batu yang dia pegang, hingga dia membuang batu itu.
Pada saat itulah tokoh-tokoh Quraisy itu berdiri menghampirinya dan bertanya,” Apa yang terjadi denganmu
wahai Abul Hakam.”
Dia berkata,”Aku bermaksud untuk melakukan apa yang aku janjikan kepada kalian tadi malam, namun setelah
aku mendekatinya, tiba-tiba ada seekor unta yang menghalangiku. Demi Allah aku tidak pernah sama sekali
melihat unta yang seprti itu badannya, lehernya, dan giginya, dia hendak menerkam diriku.”
Mereka menceritakan itu kepada Rasulullah, Beliau bersabda, “Itu adalah Jibril, seandainya dia mendekat,
maka dia pasti menerkam dirinya.”
Apabila ada di antara penduduk Mekkah yang masuk Islam dan memiliki status ssosial, maka Abu Jahal
berbicara dengannya secara kasar dan dengan kesan mentepelekan, dia berkata kepadanya,” Kami telah
meninggalkan agama bapakmu, smementara bapakmu itu lebih mulia darimu. Kami menganggapmu kurang
akal dan akan menuduhmu memiliki akal yang bodoh, dan kami akan merusak citramu dan kemulianmu.”
Namaun yang masuk Islam adalah dari kalangan pengusaha, maka dia berkata,” demi Allah kami akan
membuat daganganmu merugi, dan kami akan binasakan dan hancurkan hartamu.” Dan kalau dia dari kalangan
orang lemah, maka Abu Jahal akan memukulnya dan mengajak dan mengkampanyekan orang lain untuk
memukul orang itu.

BAB 15 Permusuhan orang-orang Musyrik terhadap umat Islam yang lemah


Mereka menyerang orang-orang Ioslam yang lemah, setiap kabilah menyiksa siapa saja yang masuk Islam dari
kabilah mereka. Mereka mengurung, menyiksa dengan pukulan, tidak memberikan makanan dan minuman.
Sementara mereka yang disiksa itu adalah orang-orang yang lemah, dan mereka disiksa di padang pasir
Mekkah. Semua itu mereka lakukan supaya orang-orang lemah itu murtad dari Islam agama baru mereka.
Sebagian di antara mereka ada yang meninggalkan Islam karenabegitu beratnya siksaan. Namun banyak juga
dari mereka yang tetap tegar dalam mengahdapi cobaan dakwah itu, diantaranya adalah Bilal bin Rabah, yang
tetap tegar dalam memepertahankan imannya.
Umayyah bin Khalaf adalah majikannya [dari kabilah Bani Jumah}. Dia mengeluarkan Bilal ke padang pasir
ketika terik matahari menyengat,. Dia merebahkan Bilal di atas padang pasir, kemudian meletakkat batu besar
di atas dadanya.
Umayyah berkata,” Kami akan melakukan semua ini terhadapmu hingga kamu mati atau kamu berubah
menjadi kafir terhadap Muhammad.”Namun dia tetap tegar dengan siksanan itu sambil berkata, “ Ahad, Ahad,
(Esa, Esa).”
Abu Bakar pada saat melihat siksaan itu, maka diapun berkata, “Wahai Umayyah bertqwahlah kamu kepada
Allah, sampai kapan kamu akan menyiksa orang lemah seperti dia?”
Umayyah berkata,” Kamu yang merusaknya dan menyebabkannya seperti ini, kamu yangmengajak dia masuk
islam, bebaskan saja ndia dari yang kamu saksikan.”
Abu Bakar berkata,” Aku memiliki hamba sahaya berkulit hitam, agamanya sama dengan agamamu, dan dia
lebih kuat daripada Bilal. Aku setuju menukarnya dengan Bilal.” Umayyah berkata, “ Kami terima.” Abu Bakar
akhirnya mengambil Bilal dan memerdekakannya.
Abu Bakar memerdekakan budak yang telah masuk Islam sebelum hijrah ke Madinah sebanyak tujuh orang
yang masuk Bilal, dan Amir bin Fahirah, An-Nahdiyah dan anaknya, kedua-duanya adalah budak dari seorang
wanita dari kabilah Bani Abdud Dar. Abu Bakar bertemu dengan mereka berdua ketika
majikannyamemerintahkan merekam membuat tepung sambil berkat, “Demi Allah aku tidak akan
memerdekakan kalian berdua selamanya.”
Abu Bakr berkata,” Jangan bersumpah seperti itu wahai Ummi Fulan.” Dia berkata,” Kamu yang menyebabkan
semua ini , merdekakanlah mereka kalau kamu mampu!”
Abu Bakar berkata, “Berapa tebusannya?” Dia berkat,” Segini dan segini.” Abu Bakar berkata,” Aku setuju dan
mereka berdua aku merdekakan.” Abu Bakar berkata kepada mereka berdua, “ Kembalikan tepung itu
kepadanya.”Abu Bakar juga bertemu dengan budak wanita dari Kabilah Bani Mu’mil di lingkungan Bnai’ Adi
bin Ka’ab. Budak wanita itu muslimah, dia sedang disiksa oleh Umar bin Khatthab dengan tujuan agar dia
keluar dari agama Islam.
Pada waktu Umar masih musyrik. Umar menyiksanya sampai dia letih memukulnya. Setelah letih barulah dia
minta maaf kepada budak itu sambil berkata,” Begitulah yang Allah akan balaskan kepadamu.” Abu Bakar
yang mengetahui kejadian itu, kemudian membelinya dari Umar dan memerdekakannya.
Di waktu yang sama Banu Makhzum melakukan hal yang sam terhadap Ammar bin Yasir, kepada bapak
Ammar dan ibunya. Mereka semua telah masuk Islam. Mereka digiring ke padang pasir untuk di siksa ketika
terik matahari mulai menyengat. Rasulullah yang menyaksikan fenomemna itu berkata,” Bersabarlah wahai
keluarga Yasir karena surga telah menanti kalian.”
Ibunya telah meninggal kartena di siksa da dia tidak mengiginkan kecuali tetap dengan agama islam.
Dari Mujahid berkata,”Muslim yang pertama-tama menampakkan Islam adalah Abu Bakar, Bilal, Khababb,
Shuhaib, dan Ammar.
Adapun Rasulullah dan Abu Bakar mereka mendapatkan perlindungan dari kaum mereka. Namun yang lainnya
karena dari kalangan orang-orang lemah maka mereka merasakan pedihnya cambuk dan panasnya terik
matahari dengan siksaan.

BAB 16 Hijrah ke Habasyah


Dari Ummi Salamah istri Raulullah berkata, “Tatkala kami sampai di bumi Ethiopia, kami hidup dengan tenang
di samping Najasyi Raja Ethiopia,kami aman mengamalkan ajaran agama, dan beribadah kepada Allah tanpa
mengamalkan ajaran agama, dan beribadah kepada Allah tanpa ada gangguan, dan kami tidak pernah
mendengar sesuatu yang keji yang ditujukan kepada kami.”
Setelah Quraisy mendengarkan berita itu, mereka semakin hasad dan membuat provokasi dengan mengutus dua
orang kuat menghadap Najasyi. Mereka membawakan Najasyi hadiah dari perhiasan terkenal yang berasal dari
Mekkah. Termasuk hadiah yang paling menakjubkan yang mereka bawa adalah dari kulit.
Mereka membawa hadiah kulit yang banyak, dan tidak ada satupun dari kalangan agamawan yang tidak
mendapatkan hadiah. Mereka mengutus manusia pilihan dari kalangan Quraisy untuk menemui Najasyi. Utusan
itu adalah;Abdullah bin Abi Rabi’ah, dan Amru bin “Ash. Mereka mewakilkan permasalahan mereka kepada
dua orang itu. Kedua orang itu menemui Najasyi, dan sebelum menghadap ke Najasyi, mereka berdua telah
membagi-bagikan hadiah kepada setiap pembesar dan agamawan tanpa terkecuali, dan juga telah memberikan
hadiah kepada Najasyi yang diterima dengan baik oleh Najasyi.
Mereka mulai berbicara dengannya seraya berkata, “Wahai paduka Raja yang mulia, sesungguhnya seperti
yang paduka ketahui bahwa anak-anak kami yang jahil telah datang ke negeri paduka. Mereka telah
meninggalkan agama nenek moyang kami, dan mereka juga tidak mengikuti agama paduka. Mereka telah
membuat-buat agama baru, agama yang kami dan paduka sama sekali tidak kenal. Oleh karena itu, kami datang
kemari karena diminta oleh bapak, paman, dan sanak saudara mereka. Sanak keluarga mereka lebih paham
tentang apa yang telah mereka lakukan, dari cemoohan mereka terhadap kami semua, dan lain-lain.”
Pada saat itulah agamawan Najasyi berkata, “Benar kata mereka berdua wahai paduka Raja, serahkan aja
mereka kepada kedua utusan ini, biar mereka mengantarkan mereka semua kembali ke negerinya.”
Ummu Salamah berkata; “Maka berkatalah Najasyi dengan amarah, “Demi Allah, kami tidak akan serahkan
mereka. Mereka jauh-jauh datang kemari meminta perlindungan, mereka memilihku dan meninggalkan yang
lain, itu adalah satu kehormatan bagiku. Oleh karena itu kami mesti bertanya kepada mereka apa sesungguhnya
yang terjadi atas mereka. Kalau ternyata faktanya adalah seperti yang mereka berdua katakan, maka kami akan
serahkan mereka kepada kedua utusan itu untuk dikembalikan kepada kaum mereka. Namun kalau ternyata
yang terjadi bukan seperti itu, maka kami akan lindungi mereka, kami akan berbuat yang terbaik untuk
mereka.”
Najasyi kemudian meminta sahabat-sahabat Nabi untuk datang menemui Najasyi. Setelah mereka datang,
Najasyi mengundang para pendeta dan mereka segera menyebarkan kitab-kitab suci mereka di sekitar Najasyi.
Kemudian Najasyi bertanya kepada para sahabat Nabi itu, “Agama apa yang kalian yakini yang menyebabkan
kalian meninggalkan agama nenek moyang kalian, serta tidak memilih masuk ke dalam agamaku?”
Ummi Salamah berkata, “Yang menjawab pertanyaannya adalah Ja’far bin Abi Thalib. “Dia berkata. “Wahai
paduka Raja, dulu kami hidup dalam gemerlap kejahiliyahan, kami menyembah patung dan berhala, memakan
bangkai, melakukan kemungkaran [zina], memutuskan hubungan silaturrahim, jahat terhadap tetangga, yang
kuat memeras orang lemah, hingga suatu ketika Allah mengutus seorang Rasul di antara kami, kami mengenal
orang itu, silsilah keturunannya, amanahnya, dialah yang mengajak kami untuk mengesakan Allah,
menyembah-Nya, dan meninggalkan apa yang telah kami lakukan dan yang dilakukan oleh nenek moyang kami
dari menyembah batu dan berhala. Dia memerintahkan kepada kami untuk benar dalam berkata, menunaikan
amanah, menyambung hubungan silaturrahim, baik kepada tetangga, tidak melakukan yang haram, tidak
menumpahkan darah, dan dia melarang kami dari; berzina, berkata bohong, memakan harta anak yatim, serta
dia memerintahkan kami untuk shalat, zakat, dan berpuasa. Kami percaya kepadanya, kami beriman kepadanya,
dan kami mengikuti ajarannya. Kaum kami tidak menerima fenomena seperti itu, mereka memusuhi kami,
menyiksa kami, memfitnah kami, agar kami kembali menyembah berhala dan meninggalkan agama baru ini.
Tatkala kezaliman itu semakin menjadi-jadi, maka kami memutuskan untuk meminta perlindungan di
negerimu, dengan harapan yang besar semoga kami tidak lagi terzalimi di sampingmu wahai sang paduka
Raja.” Berkatalah Najasyi, “Adakah sesuatu bersamamu yang berasal dari Allah?” Ja’far berkata, “Ada.”
Najasyi berkata, “Silahkan bacakan dan perdengarkan kepadaku?” Ja’far kemudian membacakan awal dari
surah Maryam.
Ummi Salamah berkata, “Demi Allah, Najasyi menangis hingga jenggotnya basah, dan pendeta-pendetanya
juga ikut menangis tatkala mereka mendengar apa yang dibacakan atas mereka.”
Najasyi berkata, “Apa yang dibawakan Isa dengan apa yang kami dengar adalah berasal dari satu sumber yang
sama. Pulanglah kalian berdua, demi Allah kami tidak akan menyerahkan semua kepada kalian.”
Keesokan harinya Amru datang lagi menemui Najasyi dan berkata, “Wahai sang Raja, mereka berpendapat
tentang Isa dengan perkataan yang keji, maka mintalah pendapat mereka tentang Isa!”
Akhirnya Najasyi mengirim utusan untuk bertanya tentang Isa. Ummi Salamah bekata, “Ini adalah musibah
besar atas kami, semua sahabat Rasulullah berkumpul untuk mengambil kata sepakat. Di antara kami ada yang
berkata, “Apa yang akan kita katakan tentang Isa bila dia bertanya kepada kita?”
Mereka berkata, “Kita katakan seperti apa yang dikatakan Allah dan Rasul-Nya.” Setelah para sahabat bertemu
dengan Najasyi, Najasyi bertanya, “Bagaimana pendapat kalian tentang Isa bin Maryam?”
Ja’far berkata, “Kami katakan seperti apa yang Nabi kami ajarkan kepada kami, “Dia adalah hamba Allah,
Rasul Allah, dan Ruh Allah, kalimat Allah yang ditiupkan kepada Maryam sang perawan suci.”
Ummi Salamah berkata, “Najasyi memukulan tangannya ke tanah dan mengambil sepotong kayu dari tanah dan
berkata, “Demi Allah, Isa sama sekali tidak berkata lebih dari apa yang kamu katakan.”
Ummu Salamah berkata, “Pada saat itu muka para pembesar Najasyi menjadi merah padam, setelah mendengar
perkataan Najasyi.” Najasyi berkata, “Walaupun kalian wahai pembesarku, mendengus, demi Allah.”
Lalu dia mempersilahkan; “Silahkan kalian beranjak, sesungguhnya kalian pasti mendapatkan jaminan
keamanan di negeriku. Siapa yang menghina kalian maka rugilah dia. Kami tidak suka mempunyai satu gunung
emas pun sebagai imbalan dengan melukai salah seorang di antara kalian.”
Najasyi menitahkan, :Kembalikanlah hadiah-hadiah mereka berdua. Demi Allah, Allah tidak pernah menerima
harta sogokan dariku setelah Allah mengembalikan kerajaanku kepadaku.”
Ummu Salamah berkata, “Mereka berdua meninggalkan Najasyi dengan hina, dan seluruh hadiah-hadiah yang
mereka bawa dikembalikan lagi kepada mereka. Kami akhirnya berdiam di negerinya dengan aman sentosa, di
dekat tetangga yang sangat baik.”

BAB 17 Berita Pemboikotan [al-shahifah]


Ibnu Ishak berkata, “Setelah Quraisy melihat dan yakin bahwa sahabat Rasulullah telah berlindung di sebuah
negeri dengan aman dan sentosa, dan Najasyi memberikan perlindungan kepada mereka. Demikian Umar telah
masuk Islam. Maka Umar dan Hazah bin Abdul Muththalib bersama sahabat-sahabatnya semakin kuat, dan
agama Islam pun telah menyebar di setiap kabilah. Semua itu membuat para tokoh Quraisy berkumpul dan
membuat perjanjian pemboikotan atas kabilah Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib. Isi perjanjian tersebut
adalah tidak boleh ada hubungan pernikahan dengan orang yang berasal dari dua kabilah itu; Bani Hasyim dan
Bani al-Muththalib, yakni tidak boleh menikahkan atau dinikahi, juga tidak boleh ada hubungan jual-beli
dengan mereka. Setelah mereka sepakat, mereka menulis isi perjanjian tersebut dan menggantungnya di atap
Ka’bah. Penulis perjanjian itu adalah Manshur bin Ikrimah bin Abdid Dar bin Qushay.
Setelah Quraisy melakukan itu, maka kabilah Bani Hasyim dan Banu Abdul Muththalib bergabung dengan Abu
Thalib bin Abdul Muththalib, mereka semua masuk ke kelompok Abu Thalib dan berkumpul di wilayahnya.
Yang tidak bergabung dari Banu Hasyim adalah; Abu Lahab Abdul al-Uzza bin Abdul Muthallib. Dia
bergabung dengan Quraisy, dan menentang Banu Hasyim dan Banu Abdul Mutthalib.
Dalam kondisi seperti itu Rasulullah senantiasa mengajak manusia masuk Islam, siang dan malam, terang-
terangan ataupun sembunyi-sembunyi, dan tidak takut terhadap siapapun.
Setelah pemboikotan itu berlangsung tiga tahun, beberapa orang dari kabilah Abdu Manaf mulai saling
mencemooh dengan beberapa orang dari Bani Qusyah, dan beberapa orang dari kabilah lainnya. Mereka
menyayangkan pemboikotan itu. Pada suatu malam mereka sepakat untuk membatalkan perjanjian itu dan
berlepas tangan darinya.
Allah mengirim rayap untuk memakan maker dan perjanjian itu, dan memakan segala sesuatu yang ada dalam
kertas itu.
Hingga tidak ada tulisan yang mengandung kezhaliman, kemusyrikan, dan pelampauan batas kecuali telah
musnah di makan rayap.
Allah memberitahukan Rasul-Nya apa yang telah terjadi dengan perjanjian itu. Rasulullah kemudian
memberitahukan kejadian itu kepada Abu Thalib.
Abu Thalib berkata, “Demi bintang, kamu belum pernah berbohong kepada kami.” Abu Thalib bersama
beberapa orang dari Banu Abdul Muththalib berangkat ke masjid yang telah penuh dengan orang-orang Quraysi
untuk menemui mereka.
Setelah rombongan Abu Thalib datang, para Quraisy mengira bahwa mereka datang karena tidak lagi bisa
bertahan dengan penderitaan akibat pemboikotan yang akhirnya memutuskan untuk menyerahkan Rasulullah
kepada mereka.
Abu Thalib berkata, “Telah terjadi beberapa masalah di antara kalian yang belum kami sebutkan, maka bawalah
kembali lembar perjanjian itu, mudah-mudahan terjadi perdamaian di antara kita.”
Abu Thalib berkata seperti itu karena khawatir mereka membuka dan melihat perjanjian itu sebelum mereka
datangkan kepadanya. Mereka mengambil dengan perasaan bangga dan dengan keyakinan bahwa Muhammad
akan diserahkan kepada mereka.
Mereka meletakkan di depan mereka dan berkata, “Memang sudah saatnya kalian menerima tawaran kami dan
kembali kepada kesepakatan yang menyatukan khalayak umum di antara kalian dan kaum kalian, hingga
persatuan di antara kita tidak putus hanya karena ulah seorang yang menjadi penyebab keluarga kita rusak dan
bermasalah.”
Abu Thalib berkata, “Kami datang dengan urusan separuh buat kami dan separuh buat kalian.”
Lembaran perjanjian yang ada di tangan kalian, sebagaimana keyakinan anak saudara kami, dan yang kami
yakini dia (Muhammad SAW) itu belum pernah berbohong kepada kami. Dia memberitahukan kami bahwa
Allah telah mengutus pasukan rayap untuk memakan semua nama Allah yang ada dalam lembaran itu, dan yang
tersisa adalah tinggal kata-kata yang mengandung kezaliman dan pelampauan batas atas kami. Bila
kenyataannya adalah seperti yang dia katakan, maka saatnya kalian sadar wahai Quraysi, dan demi Allah kami
tidak akan menyerahkan Muhammad walaupun sampai manusia terakhir di antara kami meninggal. Namun bila
yang dia katakana ternyata bohong, maka kami akan menyerahkan dia kepada kalian, dan selanjutnya terserah
kalian, apakah kalian mau membunuhnya atau mempermalukannya.”
Mereka berkata, “Kami setuju dan ridha dengan apa yang kamu katakana.”
Mereka kemudian membukanya dan setelah melihat bahwa kenyataannya adalah sama seperti yang dikatakan
Abu Thalib, mereka berkata, “Demi Allah, ini pastilah permainan sihir dari keponakanmu.”
Mereka mencabut ucapan persetujuan mereka yang baru saja mereka lontarkan, dan kembali melakukan
kezaliman yang lebih jahat lagi. Mereka semakin kafir, dan semakin memperkuat tekanan kepada Rasulullah,
sahabat-sahabatnya, keluarganya, dan melanjutkan pemboikotan.
Rombongan Abu Thalib berkata, “Kalianlah yang lebih pantas dikatakan tukang sihir, apa yang kalian lakukan
terhadap kami itu lebih dekat dengan sihir. Seandainya kesepakatan kalian itu bukan sihir maka surat itu tidak
akan rusak di tangan kalian. Cobalah perhatikan, seluruh lafazh Allah dimakan rayap, dan yang tertinggal
hanyalah kata yang mengandung kezaliman. Kalau demikian adanya apakah kami yang tukang sihir atau
kalian?”
Saat itulah orang-orang musyrik dari Quraysi menyesalkan perlakuan mereka.
Berkatalah para tokoh laki-laki yang ada di antara mereka yaitu; Abu al-Bakhtari [al-‘Ash bin Hisyam bin
Qushay], Hisyam bin Umar saudara Bani Amir bin Luai [dimana lembaran itu ada padanya], Zuhair bin
Umayyah, Zam’ah bin al-Aswad bin Abdul Mutthalib, di hadapan tokoh Quraysi yang ibu-ibu mereka bersala
dari Bani Hasyim. Mereka juga termasuk yang menyesal dari apa yang telah mereka lakukan dari pemboikotan
itu. Mereka berkata, “kami berlepas tangan dari perjanjian ini.”
Namun Abu Jahal berkata, “Ini adalah keputusan yang telah disepakati bersama di antara kita.”
Ibnu Ishak berkata, “Setelah lembaran perjanjian itu rusak, maka dengan sendirinya telah batallah isinya. Abu
Thalib menyampaikan untaian syair yang dia peruntukkan kepada mereka yang membatalkan isi perjanjian itu
dengan maksud memuji.”
Keluarga menghampiri para pelaut kami ke Habasyah sebagai kebaikan Tuhan kami
Memberitahukan bahwa Allah SWT lebih kasih terhadap manusia
Memberitahukan bahwa lembaran perjanjian itu telah dirobek
Dan semua yang tidak diridhai Allah SWT itu pasti hancur
Allah SWT pasti membalas kebaikan para pedagang di Hujan yang melakukan jual beli
Laksana raja-raja, bahkan mereka lebih mulia dan lebih tinggi
Mereka telah menyelesaikan sesuatu di malam hari kemudian di pagi hari
Mereka pelan-pelan berjalan sementara orang-orang masih tidur
Mereka telah merujuk Sahl bin Baidha’ dengan ridha
Dan bergembiralah Abu Bakar dan Muhammad
Dulu kami tidak pernah menyetujui adanya kezaliman
Dan kami bebas melakukan sesuatu dan tidak berlaku kasar
Dan kami memberikan makanan sampai orang-orang masih menyisakannya
Bila tangan pengelana gemetar karena kelaparan.

BAB 18 Isra’ dan Mi’raj


Rasulullah diperjalankan oleh Allah di waktu malam dari masjid Haram Mekkah menuju masjid al-Aqsha,
ketika agama Islam telah tersebar di kalangan kabilah Quraisy dan kabilah-kabilah lainnya semuanya.
Abu Ishak berkata, “Kami diberitahukan dari Al-Hasan bahwa dia berkata, “Rasulullah bersabda, “Tatkala aku
tidur di Hijir Ismail dekat Ka’bah, datanglah Jibril dan menghimpitku dengan kakinya. Aku terbangun dan
duduk namun aku tidak melihat sesuatu. Akhirnya aku kembali tidur. Kemudian dia datang lagi untuk yang
kedua kalinya sampai berulangtiga kali sambil menghimpitku dengan kakinya. Akhirnya aku bangun dan
duduk, dan dia memegang tangan atasku dan akupun berdiri bersamanya, lalu keluar bersamanya ke pintu
masjid.
Di pintu itu sudah ada kendaraan berciri antara kuda dan keledai, pada kedua pahanya ada dua sayap yang
menopang kedua kakinya. Ia meletakkan tangannya di ujung matanya. Kemudian Jibril mengangkutku di atas
kendaraan itu lalu dia keluar dan pergi bersamaku, aku tidak mendahuluinya dan diapun tidak mendahuluiku.”
Al-Hasan berkata, “Jibril berlalu dan Rasulullah pun berlalu hingga sampai di Baitul Maqdis. Dia menemukan
di situ ada Ibrahim, Musa, Isa dan beberapa Nabi lainnya. Mereka shalat diimani oleh Nabi Muhammad.
Kemudian Jibril datang dengan dua bejana yang satunya berisi tuak dan yang satunya lagi berisi susu.
Rasulullah mengambil bejana yang isinya susu dan meminumnya, dan tidak mengambil yang berisi tuak.
Jibril berkata, “Kamu telah mendapat hidayah dan kamu telah memberikan hidayah kepada kaummu.”
Kemudian Rasulullah kembali ke Mekkah.
Pada waktu pagi tiba, dia menemui Quraysi dan menceritakan masalah itu kepada mereka.
Kebanyakan dari mereka berkata, “Ini adalah berita aneh yang mengada-ada.
Demi Allah, yang kami ketahui adalah perjalanan dari Mekkah ke Syam membutuhkan satu bulan lama
perjalanan dan kembali dari sana membutuhkan satu bulan lagi, lalu apakah mungkin Muhammad pergi dan
kembali dalam satu malam?”
Mereka menemui Abu Bakar dan bertanya, “Wahai Abu Bakar apakah kamu telah mendengar berita dari
temanmu. Dia mengaku semalam telah pergi ke masjidil Aqsa dan shalat di dalamnya, kemudian kembali pada
malam itu juga.”
Abu Bakar berkata, “Apakah benar yang kamu katakan?”
Mereka berkata, “Itu dia, sekarang masih bercerita kepada orang-orang di masjid.”
Abu Bakar berkata, “Demi Allah kalau memang dia berkata seperti itu maka itu berarti benar. Apa yang aneh
dari berita itu? Demi Allah dia mengaku kepadaku bahwa dalam hitungan beberapa detik, wahyu datang
kepadanya dari langit, dan aku mempercayainya. Dan sesungguhnya peristiwa wahyu turun itu sebenarnya jauh
lebih aneh.”
Kemudian Abu Bakar berangkat menuju masjid dan menemui Rasulullah dan bertanya kepadanya; “Wahai
Rasulullah, apakah engkau telah bercerita kepada mereka bahwa pada malam ini, engkau telah datang dari
Baitul Maqdis?”
Rasulullah menjawab, “Betul.”
Abu Bakar berkata, “Tolong engkau jelaskan kepadaku ciri-ciri masjid itu karena aku telah pernah pergi ke
sana dan melihatnya.”
Al-Hasan berkata menceritakan pengakuan Nabi, “Maka diperlihatkanlah masjid itu kepadaku dan aku
menjelaskannya, sambil diiyakan oleh Abu Bakar.”
Abu Bakar berkata; “Engkau benar, wahai Rasulullah, kami bersaksi bahwa engaku adalah utusan Allah.”
Di situlah Rasulullah berkata, “Dan kamu wahai Abu Bakar adalah ash-Shiddiq (orang yang membenarkan).”
Dari sejak itulah, dia dinamakan ash-Shiddiq.
Dari Anas bin Malik bin Sha’sha’ah berkata, “Rasulullah telah bercerita kepada para sahabatnya pada malam
dia diperjalankan. Rasulullah bercerita, “pada waktu aku berada di Hijir Ismail, datanglah malaikat kepadaku
dan membedah tubuhku dari sini hingga ke sini, dan mengelurkan jantungku. Kemudian didatangkan bejana
dari emas berisi keimanan. Kemudian jantungku dicuci dan ditutup kembali. Kemudian didatangkan kendaraan
yang berciri bukan kuda dan juga bukan keledai, ia berwarna putih.”
Kami dibawa memakai kendaraan itu. Jibril berangkat bersamaku menuju langit paling dekat ke bumi. Setelah
sampai di langit, dia meminta izin untuk naik. Setelah dia ditanya dengan pertanyaan; “Siapa?”,
Dia menjawab, “Jibril.”
Dia bertanya, “Siapa bersamamu?”
Dia menjawab, “Muhammad.”
Dia bertanya lagi, “Apakah dia sudah diutus kepada manusia?”
Jibril menjawab, “Sudah.”
Dia berkata, “Selamat datang Muhammad, sebaik-baik tamu yang datang.”Dia membuka pintu, hingga setelah
pintu dibuka, ternyata ada Nabi Adam.
Dia berkata, “Ini adalah bapakmu Adam, ucapkanlah salam atasnya!”
Aku mengucapkan salam kepadanya dan dia menjawab, seraya berkata, “Selamat datang anak yang shalih dan
Nabi yang shalih.”
Jibril melanjutkan perjalanan ke langit yang kedua dan kembali meminta untuk dibukakan, setelah ditanya;
“Siapa?” Dia menjawab, “Jibril.”
Dia bertanya, “Siapa bersama kamu?”
Dia menjawab, “Muhammad.”
Dia bertanya lagi, “Apakah dia sudah diutus kepada manusia?”
Jibril menjawab, “Sudah.”
Dia berkata, “Selamat datang Muhammad, sebaik-baik tamu yang datang.”
Dia membuka pintu, hingga setelah terbuka, ternyata ada Yahya dan Isa, kedua-duanya adalah anak bibi beliau.
(Keturunan Ibrahim dari Siti Sarah).
Dia berkata, “Ini adalah Yahya dan Isa ucapkanlah salam atas mereka berdua?”
Kami mengucapkan salam, dan dia menjawab seraya berkata, “Selamat datang saudara yang shalih dan Nabi
yang shalih.”
Kemudian melanjutkan perjalanan ke langit yang ketiga, setelah sampai dia minta izin, setelah ditanya;
“Siapa?”
Dia menjawab, “Jibril.”
Dia bertanya, “Siapa bersamamu?”
Dia menjawab, “Muhammad.”
Dia bertanya lagi, “Apakah dia sudah diutus kepada manusia?”
Jibril menjawab, “Sudah”
Dia berkata, “Selamat datang Muhammad, sebaik-baik tamu yang datang.”
Dia membuka pintu, hingga setelah terbuka, ternyata ada Yusuf.
Dia berkata, “Ini adalah Yusuf, ucapkanlah salam atasnya!”
Akupun menyampaikan salam dan dia menjawab salamku kemudian berkata, “Selamat datang saudara yang
shalih dan Nabi yang shalih.”
Kemudian perjalanan dilanjutkan ke langit yang keempat. Setelah sampai dia minta izin, setelah ditanya;
“Siapa?”
Dia menjawab, “Jibril.”
Dia bertanya, “Siapa bersamamu?”
Dia menjawab, “Muhammad.”
Dia bertanya lahi, “Apakah dia sudah diutus kepada manusia?”
Jibril menjawab, “Sudah.”
Dia berkata, “Selamat datang Muhammad, sebaik-baik tamu yang datang.”
Dia berkata, “Ini adalah Idris sampaikan sampaikan salam atasnya!”
Setelah aku mengucapkan salam, dia menjawab seraya berkata, “Selamat datang saudara yang shalih dan Nabi
yang shalih.”
Kemudian dilanjutkan perjalanan ke langit lima. Setelah sampai dia minta izin, setelah ditanya “Siapa?” Dia
menjawab, “Jibril.”
Dia bertanya, “Siapa bersamamu?”
Dia menjawab, “Muhammad.”
Dia bertanya lagi, “Apakah dia sudah diutus kepada manusia?”
Jibril menjawab, “Sudah.”
Dia berkata, “Selamat datang Muhammad, sebaik-baik tamu yang datang.”
Dia membuaka pintu, hingga setelah terbuka, ternyata ada Harun.
Dia berkata, “Ini adalah Harun, ucapkanlah salam atasnya?”
Aku mengucapkan salam kepadanya, dia menjawab salamku seraya berkata, “Selamat datang saudara yang
shalih dan Nabi yang shalih.”
Kemudian perjalanan dilanjutkan ke langit enam. Setelah sampai dia minta izin, setelah ditanya “Siapa?”
Dia menjawab, “Jibril.”
Dia bertanya, “”Muhammad.”
Dia bertanya lagi, “Apakah dia sudah diutus kepada manusia?”
Jibril menjawab, “Sudah.”
Dia berkata, “Selamat datang Muhammad, sebaik-baik tamu yang datang.”
Dia membuka pintu, hingga setelah terbuka, ternyata ada Musa.
Dia berkata, “Ini adalah Musa maka ucapkanlah salam kepadanya?”
Aku mengucapkan salam dan dia menjawab seraya berkata, “Selamat datang, saudara yang shalih dan Nabi
yang shalih.“
Setelah itu Musa menangis.
Dia ditanya, “Kenapa kamu menangis?”
Dia menjawab, “Aku menangis karena ada seorang Nabi yang diutus setelahku, dan umatnya yang masuk surga
jauh lebih banyak daripada umatku.”
Kemudian perjalanan dilanjutkan ke langit tujuh, setelah sampai dia minta izin, setelah ditanya; “Siapa?”
Dia menjawab, “Jibril.”
Dia bertanya, “Siapa bersamamu?”
Dia menjawab, “Muhammad.”
Dia bertanya lagi, “Apakah dia sudah diutus kepada manusia?”
Jibril menjawab, “Sudah.”
Dia berkata, “Selamat datang Muhammad, sebaik-baik tamu yang datang.”
Dia membuka pintu, hingga setelah terbuka, ternyata ada Ibrahim.
Dia berkata, “Itu adalah Ibrahim ucapkanlah salam kepadanya!”
Aku mengucapkan salam dan dia membahas salamku seraya berkata, “Selamat datang anak yang shalih dan
Nabi yang shalih.”
Setelah itu kami diangkat ke Sidratul Muntaha, yang ternyata buahnya seperti kantong air dari Hajar, dan
daunnya seperti telinga gajah.
Jibril berkata, “Ini adalah Sidratul Muntaha.”
Di sana ada empat sungai, dua sungai berada di dalam dan dua sungai berada di bagian luar. Kami bertanya,
“Apa itu wahai Jibril?”
Dia menjawab, “Yang di bagian dalam adalah dua sungai di surga dan di bagian luar adalah sungai Nil dan
Eufrat.”
Kemudian Rasulullah diangkat ke Bait al-Ma”mur…, kemudian diwajibkan dan ditetapkan atasku shalat lima
waktu.” [Bukhari,3/4/66-68].

BAB 19 Upaya Nabi Menemui Kabilah Tsaqif dan Pertemuannya dengan Kaum Anshar
Ibnu Ishak berkata, “Setelah Abu Thalib meninggal, kesempatan Quraisy menyiksa Rasulullah semakin
menjadi-jadi, hal yang sebelumnya belum pernah mereka lakukan.
Rasulullah akhirnya berangkat menuju Thaif dengan harapan bisa mendapatkan perlindungan dari kabilah
Thaqif.
Setelah tiba di Thaif, beliau langsung menemui tokoh mereka yang terdiri dari tiga bersaudara; Andu Yalila bin
Amru, Mas’ud bin Amru, dan Hubaib bin Amru.
Rasulullah berbincang-bincang dengan mereka dan mengajak mereka masuk Islam. Salah satu di antara mereka
berkata, “Dia akan menyobek kiswah [kain] Ka’bah bila Allah mengutusmu menjadi Nabi.”
Yang lain berkata, “Apakah Allah tidak menemukan orang lain untuk diutus menjadi Nabi?”
Dan yang ketiga berkata, “Demi Allah, kami tidak akan menemanimu untuk berbincang-bincang. Kalau kamu
adalah seorang rasul dari Allah seperti yang kamu katakan, maka kamu adalah orang yang paling berbahaya
bila aku membantah pembicaraanmu. Namun apabila ternyata kamu berbohong atas nama Allah maka tidak
pantas bagiku menemanimu berbicara.”
Rasulullah meninggalkan mereka dengan kecewa, karena tidak bisa memberikan hidayah kepada mereka.
Rasulullah berkata, “Kalau memang itulah sikap kalian, maka tolong rahasiakan masalah ini.”
Beliau tidak menginginkan masalah itu diketahui kaumnya yang menyebabkan mereka menistakan Rasulullah.
Namun ternyata mereka membangkang dan berkhianat. Mereka memprovokasi anak-anak, para budak, dan
mereka meneriaki Rasulullah serta mencacinya hingga berkumpullah orang banyak dan mengganggu
Rasulullah. Maka terpaksa beliau menepi ke sebuah kebun milik Utbah bin Rabiah, dan Syaibah bin Rabiah,
dimana pada saat itu mereka berdua ada dalam kebun itu dan melihat apa yang terjadi dengan beliau.
Beliau duduk berteduh di bawah pohon anggur itu.
Setelah tenang dan orang-orang jahil itu telah kembali, beliau berdoa, “Ya Allah, hanya kepada-Mu kau
mengeluhkan kelemahanku ini, sedikitnya taktik yang aku sanggup melakukannya, dan kehinaanku di hadapan
manusia, wahai Zat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Engkaulah Rab manusia yang lemah, dan
Engkaulah Rab-ku, kepada siapakah Engkau akan mewakilkan masalahku ini?” Apakah kepada orang yang nun
jauh di sana yang tidak peduli dengan kami? Ataukah kepada musuh yang menguasai kami? Selama Engkau
tidak murka kepadaku, maka apapun yang terjadi denganku, aku tidak akan pedulikan. Aku berlindung kepada
cahaya muka-Mu yang telah menerangi kegelapan, dan yang telah memperbaiki urusan dunia ini dan urusan
akhirat, agar supaya tidak menurunkan kepadaku murka-Mu, atau menghalalkan untukku laknat-Mu, kepada-
Mulah segala pujian hingga Engkau ridha.
Dan sesungguhnya tidak ada kekuatan kecuali hanya dari-Mu.”
Kedua anak Rabi’ah yang menyaksikan kejadian itu menjadi terenyuh dan luluh hatinya. Mereka memanggil
hamba sahaya mereka yang bernama Addas yang masih beragama Nasrani. Mereka memerintahkannya untuk
membawakan Rasulullah setangkai buah anggur yang diletakkan di atas bejana untuk dimakan.
Addas melakukannya, dan meletakkannya di depan Rasulullah serta memersilahkan beliau untuk memakannya.
Setelah dipegang oleh beliau dan ingin dimasukkan ke mulutnya, beliau mengucapkan Bismillah.
Addas memperhatikan Nabi dan bertanya, “Demi Allah ucapan tadi itu, aku tidak pernah mendengarnya
disebutkan di negeri ini.
Rasulullah bertanya, “Kamu dari negeri mana wahai Addas dan agamamu apa?”
Dia berkata, “Aku beragama nasrani dan berasal dari Ninawi.”
Beliau menimpali, “Dari kampungnya seorang hamba shalih bernama Yunus bin Matta.”
Addas kembali bertanya, “Apakah kamu tahu tentang Yunus bin Matta?”
Nabi bersabda, “Yunus adalah saudaraku, dia adalah seorang Nabi dan aku adalah seorang Nabi.”
Akhirnya Addas langsung mencium kepala, tangan dan kaki Nabi.
Kemudian Rasulullah pulang dari Thaif menuju Mekkah dalam kondisi putus asa dari kebaikan orang Tsaqif,
dan setelah sampai di sebuah tempat bernama nakhlah, [tempat dekat Mekkah dan sekarang sudah masuk
wilayah Mekkah] beliau beristirahat dan di waktu malam tiba, beliau bangun untuk qiyamullail].
Pada saat itulah lewat tujuh makhluk jin dari utara Iraq seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an, mereka
mendengarkan bacaan Nabi.
Setelah Nabi usai shalat, mereka para jin itu kembali ke kaum mereka untuk mereka dakwahi [diberikan
peringatan].
Kemudian beliau kembali ke Mekkah, dalam kondisi warga Mekkah berada pada posisi sangat menentang
ajarannya, memusuhi agama Islam, kecuali sekelompok kecil dari orang-orang lemah yang mengikutinya.
Rasulullah memanfaatkan musim haji untuk menawarkan dirinya kepada setiap kabilah Arab. Beliau mengajak
mereka masuk Islam, menyampaikan kepada mereka bahwa beliau adalah seorang Nabi yang diutus kepada
umat manusia.
Rasulullah meminta mereka supaya percaya kepadanya dan bersedia membela beliau, hingga ajaran Islam bisa
disampaikan kepada mereka dengan baik.
Pada saat itulah Allah menginginkan agama-Nya menang, dengan memberikan izzah (kejayaan) kepada Nabi-
Nya. Maka pada suatu musim haji, Rasulullah menemui para jama’ah haji dari kabilah Arab sebagaimana yang
biasa beliau lakukan pada musim haji sebelumnya. Beliau menawarkan dirinya kepada mereka. Nabi
Muhammad bertanya kepada mereka, “Dari kabilah manakah kalian berasal?”
Mereka menjawab, “Kami rombongan dari Khazraj.”
Beliau melanjutkan perbincangan, “Dari tetangga orang Yahudi?”
Mereka menjawab, “Betul.”
Nabi melanjutkan, “Apakah kalian bersedia duduk sejenak, hingga kami bisa menyampaikan sesuatu?”
Mereka berkata, “Boleh.”
Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam, memperkenalkan kepada mereka Islam, dan membacakan atas
mereka Al-Qur’an.
Dan merupakan tadbir (ketentuan) Ilahi bahwasanya orang-orang Yahudi di Madinah yang bertetangga dengan
warga Madinah telah banyak memperkenalkan akan kedatangan Nabi yang tidak lama lagi. Mereka orang-
orang Yahudi adalah pemilik kitab Samawi dan orang yang berilmu, sementara warga Madinah adalah
penyembah berhala.
Apabila terjadi masalah dalam kehidupan bermasyarakat antara mereka, maka orang-orang Yahudi selalu
mengancam dengan berkata, “Apabila Nabi akhir zaman itu datang maka kami akan perangi kamial
bersamanya seperti ‘Ad dan Iram dihancurkan.”
Setelah mereka mendengar ajakan Nabi, maka di antara mereka berkata kepada sesama mereka, “Wahai kaum
Khazraj,inilah Nabi yang dimaksud oleh orang-orang Yahudi yang sering mereka ancamkan kepada kita, maka
jangan sampai kalian didahului oleh orang-orang Yahudi bergabung dengannya.”
Mereka menerima dengan baik ajakan Nabi. Mereka berkata, “Kami meninggalkan kaum kami di Madinah,
dimana mereka memiliki permusuhan di antara mereka yang sangat luar biasa. Namun kami masih berharap
mudah-mudahan mereka bisa bergabung denganmu, kami akan ajak mereka masuk Islam, dan ketahuilah
apabila mereka mau bergabung denganmu, maka tidak akan ada kekuatan lain yang lebih kuat daripada mereka
bagimu.”

BAB 20 Bai’ah al-Aqabah al-Kubra [Perjanjian Aqabah Kedua]


Ka’ab berkata, “Kami pergi menunaikan haji, dan kami telah berjanji dengan Nabi di dekat jumrah Aqabah
pada hari-hari tasyriq. Dan pada malam itu kami tidur di tenda kami bersama kaum kami yang masih kafir.
Setelah tiba sepertiga malam, kami meninggalkan tempat kami untuk melakukan perjanjian dengan Rasulullah.
Kami meninggalkan mereka dengan hati-hati, melangkah seperti burung yang paling lembut tatkala berjalan.
Kami berjalan sembunyi-sembunyi hingga akhirnya kami berkumpul di jumrah Aqabah menunggu Rasulullah.
Tidak lama kemudian Rasulullah bersama pamannya al-Abbas datang.
Jumlah kami 73 orang laki-laki dan dua wanita.
Al-Abbas pada waktu itu masih kafir, namun dia hadir karena ingin meyakinkan dirinya tentang jaminan orang
kaum Anshar kepada keponakannya.
Setelah al-Abbas duduk, dialah yang paling pertama berbicara dengan berkata, “Wahai kaum Khazraj,
Muhammad di antara kami seperti yang kalian telah ketahui bersama, dia mendapatkan perlakuan jelek, namun
kami telah membelanya dengan segala kemampuan kami, dia telah mendapatkan perlindungan dari kaumnya.
Walaupun demikian, dia tetap memilih bergabung dengan kalian di negeri kalian.
Kalau kalian berjanji dan akan mampu menepati janji untuk membelanya dari penentang dan musuhnya
setelah bergabung dengan kalian, maka kalian boleh mengajaknya pergi dan itu adalah tanggung jawab kalian.
Namun apabila kalian tidak mampu membelanya, bahkan membiarkannya menghadapi lawannya sendirian
setelah sampai ke negeri kalian, maka mulai dari sekarang tinggalkanlah dia.”
Kami berkata, “Kami telah paham apa yang kamu katakana, sekarang berbicaralah ya Rasulullah, katakanlah
dari Rab-mu dan dari dirimu apa yang kamu inginkan!”
Rasulullah berbicara, dia mengawali dengan membacakan Al-Qur’an, kemudian mengajak untuk komitmen
dengan agama Allah dan aturan-aturan-Nya, kemudian berkata kepada kami, “Kami membai’at kalian untuk
berjanji membela kami seperti kalian membela istri-istri dan anak-anak kalian.”
Al-barra bin Ma’rur memegang tangan Nabi dan brekata, “Demi Allah yang mengutusmu menjadi Nabi dengan
haq, kami berjanji dan berbai’at untuk membelamu seperti kami membela istri dan anak-anak kami. Maka
bai’atlah kami semua wahai Rasul Allah, karena kami adalah anak-anak prajurit perang, kami adalah prajurit-
prajurit perang yang tangguh, perang adalah pusaka warisan nenek moyang kami.”
Al-Haitsam bin at-Taihan menyela pembicaraan dengan berkata, “Wahai Rasul Allah, sesungguhnya di antara
kami dengan orang-orang Yahudi ada perjanjian, dan kami siap membatalkannya. Namun apakah apabila kami
melakukan itu, kemudian Allah memberikan kemenangan atasmu, apakah setelah itu kamu akan kembali ke
kaummu dan meninggalkan kami berhadapan dengan orang-orang Yahudi?”
Rasulullah tersenyum dan berkata, “Masalahku adalah maslah kalian, perjanjianku adalah perjanjian kalian, aku
adalah adalah perjanjian kalian, aku adalah bagian dari kalian dan kalian adalah bagian dariku, aku perangi
siapa yang memerangi kalian dan aku menjaga perdamaian dengan siapa kalian melakukan perdamaian.”
Kemudian Rasulullah berkata, “Pilihlah 12 tokoh dan pimpinan di antara kalian!” Mereka memilih 12 orang,
sembilan dari Khazraj dan 3 orang dari Aus.

Bab 21 Hijrah ke Madinah


Ibnu Ishak berkata, “Setelah Rasulullah bertekad untuk pergi ke Madinah, dia mendatangi Abu Bakar di
rumahnya kemudian mereka berdua keluar dari pintu darurat, kemudian mereka berdua menuju gua Tsur,
sebuah gua di gunung yang terletak di daerah pinggiran Mekkah, mereka berdua memasukinya dan belindung
di dalamnya.
Abu Bakar memerintahkan anaknya Abdullah untuk memata-matai apa yang di lakukan oleh orang Quraisy di
siang hari, kemudian melaporkan kepada ayahnya di sore hari apa yang telah terjadi, menugaskan Amir bin
Fuhairah untuk menggembalakan kambing pada siang hari dan menghapus jejak kaki mereka yang telah datang
dan pergi ke Gua itu.
Dia datang ke gua itu pada waktu sore, dan Asma’ binti Abu Bakar bertugas membawakan makanan pada
waktu sore. Rasulullah bermalam di gua itu bersama Abu Bakar selama tiga malam, sementara Quraysi
mengeluarkan sayembara dengan nilai seratus ekor unta bagi yang mampu menemukan Muhammad.
Setelah tiga hari berlalu dan situasi sudah tenang, maka datanglah orang yang telah ditunjuk untuk menjadi
penunjuk jalan ke madinah bersama dua kendaraan, untuk Nabi dan Abu Bakar dan satu lagi untuknya.
Asma’ juga datang membawa makanan pada hari keberangkatan itu, dan ternyata lupa membawa ikatan tempat
makanan untuk diikat di kendaraan. Akhirnya dia menyobek pengikat bajunya [semacam ikat pinggang] hingga
terbagi dua, dia mengikat makanan itu di kendaraan dengan sobekan pengikat bajunya itu.
Setelah kejadian itu dia digelari dzatu an-nithaqain [pemilik dua ikat pinggang/sabuk].
Setelah dua kendaraan itu didekatkan kepada Rasulullah dan Abu Bakar, Abu Bakar memberikan yang paling
baik kepada Rasulullah.
Rasulullah berkata, “Aku tidak menumpangi kendaraan yang bukan punya.”
Abu Bakar berkata, “Aku hadiahkan buat Rasulullah.”
Rasulullah berkata, “Bukan begitu, ia mesti menjadi milikku dengan harga seperti harga yang kamu belikan.”
Abu Bakar berkata, “Harganya segini...”
Rasulullah berkata, “Kami beli dengan harga itu.”
Abu Bakar berkata, “Dia milikmu ya Rasulullah.”
Mereka berdua menunggangi kendaraan masing-masing dan berangkat menuju tujuan mereka berdua.
Keluarga Abu Bakar berkata, ”Kami menginap selama 3 malam di rumah kami setelah kepergian ayah kami
dengan Rasulullah dan kami tidak mengetahui mau menuju kemana mereka, hingga datanglah
seorang dari pinggiran Mekkah sambil bersenandung dengan bait syair yang berbunyi;
semoga Allah memberikan balasan yang sebaik-baiknya kepada Ummi Ma’bad yang tinggal dekat jalan
menujuMadinah, mereka berdua beristirahat di kediamannya,
kemudian mereka melanjutkan perjalanan lagi, sungguh berbahagialah teman Muhammad...
Setelah kami mendengar syair itu, kami baru tahu kalau ternyata Rasulullah menuju Madinah.
Dari Suraqah bin Malik berkata, “Waktu Rasulullah meninggalkan Mekkah menuju Madinah, Quraysi
mengeluarkan sayembara 100 ekor unta bagi orang yang bisa menangkap Muhammad.
Tatkala aku sedang duduk-duduk bersama kaumku di tempat perkumpulanku, tiba-tiba datanglah seorang dari
kalangan kami, seraya berkata, “Demi Allah aku telah melihat dengan mata kepalaku tidak orang menunggang
kendaraan, aku yakin dia adalah Muhammad dan teman-temannya.”
Aku memberikan isyarat kepadanya dengan mataku supaya dia diam.
Tidak lama kemudian aku pergi dan masuk ke rumahku, aku minta supaya kudaku disiapkan bersama pedang
dan senjataku.
Aku berharap bisa menangkap Muhammad dan mengembalikannya kepada Quraisy hingga aku bisa
mendapatkan 100 ekor unta.
Begitu aku memacu kecepatan lari kudaku, tiba-tiba kaki depan kudaku masuk ke dalam tanah dan aku jatuh
terpental. Kemudian kedua kakinya berhasil keluar dari tanah yang diikuti dengan asap seperti angin keras.
Aku yakin setelah melihat kenyataan itu7 bahwa Muhammad tidak mungkin aku tangkap. Akhirnya aku
berteriak, “Aku adalah Suraqah bin Malik, tolong tunggu aku! Aku ingin berbicara dengan kalian, demi Allah
aku tidak mungkin mencelakai kalian.”
Rasulullah meminta Abu Bakar bertanya, “Apa yang kamu inginkan dari kami?”
Dia berkata, “Anda menulis untukku sebuah catatan agar menjadi bukti antara aku dengan dirimu.”
Nabi bersabda, “Tuliskan keinginannya wahai Abu Bakar.”
Mereka warga Madinah berkata, “Setelah kami mendengar bahwa Rasulullah telah berangkat menuju Madinah,
dan menurut perkiraan kami, Rasulullah telah hampir tiba, kami senantiasa mengharapkan kedatangannya
dengan cara setiap usai shalat subuh, kami keluar ke perbatasan kampung kami menunggu datangnya
Rasulullah. Demi Allah kami tidak meninggalkan tempat itu hingga terik matahari memaksa kami untuk
berteduh. Dan kalau kami sudah tidak lagi mendapatkan tempat berteduh, barulah kami pulang.
Itu terjadi di musim panas.
Pada hari kedatangan Rasulullah, kami tetap melakukan kebiasaan kami menunggu kedatangannya hingga kami
tidak mendapatkan ada lagi tempat untuk berteduh, kemudian kami pulang.
Ternyata Rasulullah tiba pada waktu kami meninggalkan tempat dan masuk ke rumah kami masing-masing
untuk beristirahat.
Dan ternyata yang paling pertama melihat kedatangan Rasulullah adalah orang Yahudi.
Dia memanggil dengan suara yang keras, “Wahai Bani Qailah [kaum Anshar] itu jatah dan bagian kalian telah
datang.”
Kami bersegera menemui Rasulullah yang sedang bernaung di bawah pohon dan bersamanya Abu Bakar yang
usianya kelihatan sama.
Kebanyakan di antara kami belum pernah melihat Rasulullah. Manusia berkumpul mengelilinginya. Hanya Abu
Bakar yang selama ini mereka kenal.
Setelah terik matahari semakin panas, Abu Bakar berdiri dan memayungi Rasulullah dengan pakaiannya.
Kemudian dari situlah kami mengetahui bahwa orang yang dipayubgi itu adalah Rasulullah.
Ali bin Abi Thalibtetap berada di Mekkah selama tiga hari tiga malam. Setelah amanah yang dititipkan orang-
orang Mekkah kepada Rasulullah ditunaikan semua oleh Ali,barulah dia ikut berhijrah.
Ibnu Ishak berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di Quba; mulai dari hari Senin sampai hari
Kamis. Kemudian membangun masjid Quba’, dan berangkat lagi meninggalkan mereka pada hari Jum’at.
Dalam perjalanan itulah beberapa sahabat Anshar datang menawarkan diri dengan berkata, “Wahai Rasulullah,
tinggallah di tempat kami dengan fasilitas, makanan, perbekalan dan pembelaan.”
Rasulullah berkata, ‘Biarkan unta ini berjalan karena dia diperintah oleh Allah.”
Mereka akhirnya membiarkannya unta Nabi berjalan,hingga ketika sampai di tempat Bani Malik bin an-
Najjar unta itu menderum.
Kemudian Rasulullah turun dari untanya dan saat itulah Abu Ayyub langsung mengangkat barang-barang Nabi
ke rumahnya, dan di tempat itulah beliau membangun rumah dan tempat tinggalnya.
Bab 22 Membangun Masjid
Ibnu Ishak berkata, “Rasulullah memerintahkan untuk membangun masjid, dan Rasulullah bertamu di rumah
Abu Ayyub hingga pembangunan masjid dan tempat tinggalnya selesai.
Rasulullah ikut bekerja untuk memberikan semangat para sahabatnya. Kaum Anshar dan Muhajirin semuanya
ikut bekerja dalam pembangunan masjid Nabawi itu.
Dari umat Islam ada yang bersyair;
Bila kami berpangku tangan sementara Rasulullah bekerja,
Kami benar-benar telah melakukan pekerjaan yang sesat
Umat Islam bersenandung ria sambil bekerja, di antara isi senandungnya adalah, “Tidak ada kehidupan hakiki
kecuali kehidupan akhirat,Ya Allah sayangilah kaum Anshar dan Muhajirin
Ibnu Ishak berkata, “Mendengar senandung itu Rasulullah berkata bersama mereka, Tidak ada kehidupan
hakiki kecuali kehidupan akhirat,
Ya Allah sayangilah kaum Anshar dan Muhajirin
Ali bersenandung dengan berkata,
Tidak sama bagi orang yang membangun masjid,
Dia bekerja duduk dan berdiri,
Dengan orang yang menghindar dari kotoran debu

Bab 23 Adzan
Ibnu Ishak berkata, “Setelah Rasulullah merasa tenang di Madinah, urusan kaum muhajirin serta kaum Anshar
telah terselesaikan, maka aturan-aturan Islam berlaku dalam bermasyarakat dan telah menguat. Kemudian
shalat didirikan, zakat ditunaikan, puasa dilaksanakan, aturan kriminalitas telah ditegakkan, yang halal dan
yang haram diberlakukan, dan Islam telah mengakar dalam kehidupan umat Islam. Kemudian muncul
kebutuhan akan suatu media yang dipakai untuk mengumpulkan umat Islam kalau tiba waktu shalat, karena
sebelumnya para sahabat datang berkumpul untuk shalat tanpa ada seruan atau panggilan. Rasulullah hampir
memerintahkan untuk meniup terompet setiap tiba waktu shalat, seperti orang Yahudi, tetapi kemudian beliau
tidak menyukainya, dan memerintahkan untuk menyeru dan memberitahukan kaum muslimin shalat berjaa’ah.
Dalam situasi seperti itu tiba-tiba Abdullah bin Zaid bin Tsa’labah bin Abdi Rabbih bermimpi tentang adzan
dalam tidurnya, dia berkata, “Wahai Rasulullah tadi malam kami telah melihat sesuatu. Kami melihat ada orang
yang berpakaian warna hijau, dia membawa lonceng di tangannya, kami berkata kepadanya, “Apakah kamu
mau menjual lonceng itu untukku?”
Dia bertanya, “Untuk apa kamu membelinya?” Aku menjawab, “Aku mau menjadikannya sebagai tanda yang
dipukul apabila tiba waktu shalat.”
Dia berkata, “Maukah kamu, kami tunjukkan yang lebih baik daripada itu?”
Kami berkata, “Apa itu?”
Dia berkata, “Katakan; “Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,asyhadu an lailaha illa Allah
asyhadu an lailaha illa Allah.
Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah asyhadu anna Muhammadan Rasulullah. Hayya ‘ala asshalah hayya
‘ala asshalah. Ahayya ‘ala al-falah hayya ‘ala al-falah.
Allahu Akbar llahu akbar, lailaha illa Allah.
Rasulullah berkata, “Ini adalah mimpi yang haq insya Allah, panggilan Bilal untuk mengumandangkan adzan
itu, dan berdirilah di sampingnya untuk memberitahukan-nya, karena dia lebih nyaring suaranya daripada
suaramu.
Ketika Bilal adzan, dan didengar oleh Umar, dia berkata kepada Rasulullah, “Rasulullah kami telah bermimpi
semalam seperti yang dikumandangkan oleh Bilal.”
Nabi bersabda, “Segala puji bagi Allah atas hal itu.”

Bab 24 Persaudaraan antara Muhajirin dan kaum Anshar


Ibnu Ishak berkata, “Rasulullah mempersaudarakan sahabat-sahabatnya antara Muhajirin dengan kaum Anshar.
Rasulullah bersabda, sebagaimana berita yang sampai kepada kami, “Bersaudaralah kalian karena Allah
masing-masing dua orang, dua orang, kemudian beliau memegang tangan Ali bin Abi Thalib dan berkata, “Ini
adalah saudaraku.”
Rasulullah dan Ali adalah bersaudara, Abu Bakar dan Kharijah bin Zuhair dari Bani al-Harits bin al-Khazraj
bersaudara, Umar bin Khattab dan Utban bin Malik dari Bani Salim bin Auf bersaudara, Abu Ubaidah bin
Abdullah bin al-Jarrah dengan Sa’ad bin Muadz bersaudara, Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin al-Rabi’
bersaudara.
Dari Anas radiallahu ‘anhu, berkata, “Rasulullah mempersaudarakan antara Abdurrahman bin Auf dengan
Sa’ad bin al-Rabi’ dari kaum Anshar.
Sa’ad menawarkan kepada Abdurrahman bin Auf separuh miliknya; “Harta dan istrinya.”
Abdurrahman berkata, “Semoga Allah memberkahi dalam harta dan keluargamu, tolong tunjukkan kepadaku
dimana letak pasar.”
Dia menjual makanan yang terbuat dari susu dengan tepung dan samin.
Beberapa hari kemudian Nabi melihatnya berpakaian dengan minyak za’faran.
Nabi berkata, “Bagaimana urusanmu wahai Abdurrahman?”
Abdurrahman berkata, “Kami baru saja menikahi wanita dari kaum Anshar.”
Nabi bertanya : “Apa maharnya?”
Dia menjawab, “Beberap gram dari emas.”
Nabi bersabda, “Buatlah walimah walaupun hanya dengan memotong kambing.”
Dari Musa bin Dhamrah bin Said dari bapaknya berkata; “Tatkala Rasulullah datang ke Madinah, beliau
mempersaudarakan antara Muhajirin dengan yang lainnya, dan antara Muhajirin dengan kaum Anshar.
Beliau mempersaudarakan mereka dalam kebenaran dan kepedulian, mereka saling mewarisi bila meninggal
walaupun tanpa ikatan nasab dan keluarga.
Mereka berjumlah 90 orang, empat puluh lima dari Muhajirin dan empat puluh lima dari kaum Anshar. Dan ada
yang mengatakan bahwa jumlah mereka adalah seratus orang, lima puluh dari kaum Muhajirin dan lima puluh
dari kaum Anshar. Itu terjadi sebelum peristiwa perang Badar.
Dari Anas berkata, “Kaum Muhajirin berkata, “Wahai Rasulullah, kami belum pernah menemukan manusia
yang paling bisa berbagi tatkala sedikit, dan paling pemurah tatkala memiliki yang banyak, dan kami tidak
perlu bersusah payah membanting tulang. Mereka menertakan kami dalam pembagian buah-buahan, hingga
kami merasa merekalah yang memborong seluruh amal pahala.
Rasulullah bersabda, “Tidak demikian kesudahannya, selama kalian senantiasa memuji mereka dan mendoakan
merka.”

BAB 25 Perang Badar Al-Kubra


Ibnu Ishak berkata, “Rasulullah mendengar bahwa Abu Sufyan bin Harb telah pulang dari Syam membawa
hasil perniagaan besar milik orang-orang Quraisy.
Di kafilah perdangan itu ada 30 orang Quraisy.
Rasulullah berkata, “Kafilah perniagaan Quraisy telah datang, mereka membawa harta kekayaan. Mari kita
cegat mereka, mudah-mudahan Allah memberikan kalian keuntungan dari mereka.”
Abu Sufyan menyewa Dhamdham Al-Giffary untuk misi ke Mekkah meminta pertolongan dari orang Quraisy,
karena Muhammad dan sahabat-sahabatnya telah mencegat hasil perniagaan itu.
Mendengar berita itu, orang-orang Quraisy bergegas dengan perlengkapan siap perang, dan tidak seorang pun
yang tertinggal dari pemuka Quraisy.
Rasulullah mendengar berita bahwa orang-orang Quraisy telah datang dengan kekuatannya untuk
menyelamatkan perdagangan mereka.
Rasulullah minta pendapat dari sahabatnya dan memberitahukan mereka bahwa Quraisy telah datang.
Al-Miqdad bin Amru berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah berjalanlah terus sesuai dengan perintah Allah,
demi Allah, seandainya Rasulullah berjalan hingga ke tempat terjauh di kota Yaman, maka kami akan dengan
setia mengikutimu, dan tidak ada yang akan ketinggalan.”
Rasulullah masih mengulangi dengan berkata, “Berikanlah masukan kepada kami wahai para sahabatku.”
Maka Sa’ad bin Muadz dari kaum Anshar berkata, “Wahai utusan Allah, sepertinya Anda menginginkan
pendapat kami dari kaum Anshar?.”
Kata Rasulullah, “Benar.”
Sa’ad berkata, “lakukanlah apa yang engkau inginkan wahai Rasulullah, seandainya engkau melintasi lautan
ini, maka kami juga akan ikut melintasinya, dan tidak akan ada yang tertinggal.”
Rasulullah sangat bergembira dengan pernyataan Sa’ad, beliau berkata, “Mari kita lanjutkan perjalanan dan
bergembiralah wahai sahabat-sahabatku, karena Allah telah menjanjikan kepadaku kemenangan pada salah satu
dari dua kelompok; kafilah perdagangan atau pasukan perang.
Demi Allah, telah terbayang di mataku sekarang, tempat-tempat terbunuhnya musuh-musuh Allah.”
Setelah Rasulullah melihat kekuatan Quraisy, beliau berdoa, “Ya Allah inilah Quraisy dengan kuda-kuda
perang mereka, dengan kesombongan mereka, dan dengan segala apa yang mereka miliki, mereka berperang
menentang-Mu, dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah aku memohon pertolongan-Mu yang Engaku telah
janjikan kepadaku.”
Kemudian keluarlah dari barisan mereka Utbah bin Rabiah, dan saudaranya Syaibah bin Rabiah serta anaknya
Al-Walid bin Utbah.
Setelah mereka terpisah dari barisan, mereka meminta lawan untuk perang tanding, Rasulullah berkata,
“Berdirilah wahai Ubaidah bin Al-Harits, berdirilah wahai Hamzah, dan berdirilah wahai Ali bin Abi Thalib.”
Setelah mereka bertiga berdiri lalu mendekat kepada mereka, terjadilah perang tanding, Ubaidah melawan
Utbah, Hamzah melawan Syaibah, dan Ali melawan Al-Walid.
Hamzah berhasil membunuh Syaibah, Ali bin Abi Thalib juga berhasil membunuh Al-Walid, adapun Ubaidah
dan Utbah, mereka sama-sama saling melukai, hingga Hamzah dan Ali menebaskan pedang mereka kepada
Utbah dan meninggallah dia.
Rasulullah berkata kepada sahabatnya, “Demi Allah, tidak ada seorangpun di antara kalian yang berperang
karena Allah, dan terbunuh dalam kondisi sabar, maju menghadapi musuh dan bukan lari dari musuh, kecuali
Allah akan memasukkannya ke dalam surga.”
Mendengar kabar gembira itu, Umair bin Al-Hamam yang sedang makan kurma dan di tangannya masih tersisa
berkata, “Apakah jarak antara diriku dengan masuk surga hanyalah terbunuh di tangan orang-orang kafir itu?”
Dia membuang kurma dari tangannya, dan mengambil pedangnya, dan memerangi mereka hingga terbunuh.
Rasulullah mengambil segenggam pasir dan meniupkannya ke arah Quraisy dengan berkata, “Semoga wajah-
wajah menjadi buruk!”
Beliau memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya agar mempergencar serangan. Perang berakhir dengan
kekalahan musuh, setelah terbunuh para jagoan mereka, dan tertawan tokoh-tokoh terhormat mereka.
Ibnu Ishak berkata, “Dari Abdurrahman bin Auf berkata, “Berkata kepada kami Umayyah bin Khalaf;
“Siapakah di antara kalian yang bertanda bulu burung unta di dadanya?”
Kami menjawab, “Itu adalah Hamzah bin Abdul Muthalib.”
Dia berkata, “Orang itu telah melakukan atas kami perlakuan yang sangat banyak.”
Umayyah adalah orang yang telah menyiksa Bilal di Mekkah.
Setelah Bilal melihat Umayyah dia berkata, “Wahai penolong agama Allah, pinpinan orang kafir adalah
Umayyah, aku tidak akan selamat kalau dia masih selamat.” Mereka menyerang Umayyah bin Khalaf dan
memotongnya dengan pedang-pedang mereka.
Orang pertama yang menemukan Abu Jahal adalah Muadz bin Amru bin Al-Jamuh, dia berkata, “Aku
mendengar orang-orang berkata, “Tidak ada yang bisa mendekati Abu Jahal.”
Kemudian aku memutuskan untuk menerobos ke arahnya, dan setelah aku mendapat kesempatan, aku langsung
menebasnya dengan pedangnya, yang menyebabkan kakinya sampai betisnya terputus. Kemudian anaknya
Ikrimah membalas dengan menebas tanganku, yang menyebabkan tanganku terputus, namun tanganku ini tetap
bergantung dengan kulit yang tersisa di bagian belakangku. Aku tetap berperang pada hari itu sambil menarik
tanganku itu. Setelah aku merasa tersiksa karenanya, aku meletakkan kakiku di atasnya dan menariknya hingga
putus kemudian membuangnya.
Setelah itu lewatlah Mu’awwadz bin Afra’ dan menemukan Abu Jahal antara hidup dan mati, dia menebasnya
dan meninggalkannya dalam kondisi masih hidup. Kemudian datanglah Abdullah bin Mas’ud, Ibnu Mas’ud
berkata, “Aku menemukan Abu Jahal dalam kondsisi masih hidup, aku mengenalinya, aku meletakkan kakiku
di atas lehernya dan berkata, “Apakah Allah telah menghinakanmu wahai musuh Allah?”
Abu Jahal bertanya, “Beritahukan kepadaku, siapa yang menjadi pemenang pada perang hari ini?”
Aku menjawab, “Yang menang adalah Allah dan Rasul-Nya.”
Kemudian aku memotong lehernya dan membawanya kepada Rasulullah.
Aku berkata, “Wahai Rasulullah ini adalah kepala musuh Allah, Abu Jahal.”
Beliau bersabda, “Demi Allah, apakah itu benar kepala Abu Jahal ?”. Aku menjawab, “Benar, demi Allah
wahai Rasulullah.”
Kemudian aku meletakkan kepalanya di depan Rasulullah, dan beliau memuji Allah.”
Dari Ibnu Abbas berkata, ”Umar bin Khattab-radiallahu ‘anhu bercerita kepada kami; “Pada waktu perang
Badar, Rasulullah melihat kepada kaum musyrikin dimana jumlah mereka adalah seribu dan umat Islam
berjumlah tiga ratus sembilan belas orang.
Rasulullah menghadap qiblat, kemudian mengangkat tangannya dan berdo’a kepada Allah hingga terjatuh
pakaiannya dari pundaknya. Pada saat itulah Allah menurunkan ayat, “Tatkala kalian memohon pertolongan
dari Allah, dan Allah mengabulkan permintaan kalian dengan menurunkan seribu malaikat secara beruntun.”
Allah menurunkan seribu malaikat yang mengikuti langkah kemana orang-orang kafir pergi.
Rasulullah bersabda, “Bergembiralah wahai Abu Bakar, itu Jibril telah datang dengan sorban warna kuning,
sedang menuntun kudanya di antara langit dan bumi.”
BAB 26 Perang Uhub
Apa yang menimpa kaum Quraisy pada perang Badar, dan keberhasilan perdagangan Quraisy kembali ke
Mekkah, menjadi pemicu untuk melanjutkan perang babak kedua, mereka yang kehilangan anak, bapak dan
sanak saudara datang mengadu kepada Abu Sufyan dan pemilik harta kafilah perdagangan yang diselamatkan
oleh Abu Sufyan. Mereka berkata, “wahai kaum Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah membunuh manusia
terbaik di antara kalian, maka bantulah kami untuk memerangi mereka dengan harta-harta ini, mudah-mudahan
kita bisa membalas kekalahan kita kemarin.
Kaum Quraisy dan pengikut-pengikutnya serta yang setia dengan Quraisy dari kabilah Kinanah telah sepakat
untuk memerangi umat Islam. Mereka berangkat bersama wanita-wanita mereka dengan maksud untuk
membangkitkan semangat juang para prajurit dengan membela kehormatan wanita-wanita yang menemani
mereka itu.
Setelah Rasulullah dan umat Islam mendengar bahwa mereka telah datang dan bermarkas di tempat tertentu,
Nabi bersabda, “Jika kalian setuju, aku memandang kita tetap bertahan di dalam kota Madinah, dan
membiarkan mereka tetap di tempatnya. Jika mereka menyerang ke dalam Madinah barulah kita perangi lawan
mereka.”
Berkatalah sebagian dari umat Islam, “Wahai Rasulullah, keluarlah bersama kami menemui musuh kami, agar
mereka tidak beranggapan bahwa kita telah menjadi penakut dan telah lemah.”
Rasulullah berangkat bersama seribu tentara dari sahabatnya. Setelah berada di tempat antara Madinah dan
Uhud, pemimpin munafiqin bernama Abdullah bin Ubai bersama pengikutnya kembali dan meninggalkan
Rasulullah dengan sepertiga dari pasukan.
Rasulullah melanjutkan perjalanan hingga berhenti di sebuah tempat di Uhud. Beliau bersiap-siap untuk perang
bersama para sahabat, dan mereka berjumlah tujuh ratus orang.
Abdullah bin Jubair ditunjuk sebagai pemimpin pasukan pemanah, yang berjumlah lima puluh personil.
Rasulullah berpesan, “Lemparilah dengan anak panah kalian, pasukan berkuda mereka, dan awasi jangan
sampai kita diserang oleh mereka dari belakang pasukan kita.”
Pada waktu itu Rasulullah mengizinkan Rafi’ bin Khadij dan Samurah bin Jundub untuk ikut perang sementara
usianya masih 15 tahun, padahal sebelumnya Rasulullah telah menolak keduanya untuk ikut.
Tetapi setelah dikatakan bahwa Rafi’ adalah pemanah, maka beliau menerimanya. Dan setelah dikatakan bahwa
Samurah mampu mengalahkan Rafi’ dalam berlaga dan bergulat maka Samurah juga ikut diterima.
Rasulullah berkata, “Siapa yang bersedia mengambil pedang ini dengan haknya, “Maka berdirilah Abu Dujanah
dan berkata, “Aku yang mengambilnya wahai Rasulullah, apakah hak pedang ini?”
Rasulullah berkata, “Kamu menebus dengannya musuh Allah hingga ia menjadi bengkok.” Abu Dujanah
berkata, “Aku sanggup mengambilnya dengan hak pedang itu.”
Setelah dua pasukan bertemu dan sudah saling mendekat, berdirilah Hindun bintu Utbah dengan wanita-wanita
lainnya. Mereka memegang lonceng untuk dipukul di belakang para pasukan hingga semangat juang prajurit
berkobar, dan manusia hanyut dalam peperangan yang sengit.
Abu Dujanah terlibat dalam perang yang sengit dan dia tidak menemukan lawan melainkan pasti dibunuhnya.
Pada kaum musyrikin ada seseorang yang tidak menemukan orang terluka dari umat Islam kecuali dia pasti
menebasnya dan membunuhnya.
Pada suatu kesempatan keduanya bertemu, mereka saling menebas, musyrik itu menghantam kepala Abu
Dujanah namun terselamatkan dengan tameng yang dibawa oleh Abu Dujanah, dan Abu Dujanah menebaskan
pedangnya dan berhasil membunuhnya.
Setelah perang semakin berkecamuk, Rasulullah duduk di bawah bendera kaum Anshar, dan mengirim pesan
kepada Ali bin Abi Thalib untuk memajukan bendera, Ali maju dan berkata, “Kami adalah Abu Al-Qasham
[penghancur].
Abu Sa’ad bin Thalhah pembawa bendera musyrikin memanggilnya, dia berkata, “Wahai Abu Al-Qasham,
apakah kamu berminat untuk perang tanding?”
Mereka beradu tebasan, hingga Ali mengalahkannya.
Allah kemudian menetapkan kemenangan untuk masuk Islam.
Umat Islam menyerang mereka dengan pedang hingga mereka terusir dari pasukan.
Ibnu Az-Zubair dari bapaknya berkata, “Demi Allah kami melihat Hindun bersama wanita lainnya
mengobarkan semangat perang bagi prajurit, dan tiba-tiba pasukan pemanah umat Islam bergabung dengan
pasukan lainnya dan membiarkan pertahanan belakang kami kosong dan dimanfaatkan oleh pasukan kuda kaum
musyrikin. Dan tiba-tiba mereka menyerang dari belakang dan berteriak bahwa Muhammad telah terbunuh.
Kami mundur dan kami diserang balik oleh kaum Musyrikin. Setelah kami berhasil menyerang dan membunuh
seluruh pembawa bendera mereka tanpa ada yang tersisa.
Ibnu Ishak berkata, “Umat Islam diserang balik, dan musuh Islam meraih kembali kemenangan.”
Hari itu adalah hari ujian dan hari penyeleksian. Allah memuliakan sebagian dari umat Islam dengan dengan
mati syahid, musuh Islam berhasil menembus barisan hingga ke hadapan Rasulullah.
Mereka melukai Rasulullah dengan batu, salah satu gigi Rasulullah tanggal, mukanya luka parah, bibir
Rasulullah berdarah.
Rasulullah jatuh ke lubang dan ditarik oleh Ali dengan memegang tangannya, dan diangkat oleh Talhah hingga
berdiri tegap. Malik bin Sinam menghentikan darah yang mengalir di wajah Rasulullah dengan cara menghisap
dan menelannya setelah itu.
Rasullah bersabda, “Siapa yang darahku menyentuh darahnya maka orang itu tidak disentuh api neraka.”
Ummu Imarah ikut berperang pada perang Uhud, dia berkata, “Setelah umat Islam dipukul mundur aku
bergabung ke lingkaran Rasulullah, aku terlibat langsung dalam perang, aku membela Rasulullah dengan
pedangku. Aku melempar anak panah hingga aku terluka.
Ummu Sa’ad berkata, “Aku telah melihat ada luka di atas pundak Ummu Imarah seperti lubang, aku bertanya
kepadanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Ibnu Qam’ah, semoga Allah menghinakan dia [arti dari Qam’ah adalah;
hina].” Sewaktu umat Islam diserang mundur dia datang dan berkata, “Tunjukkan kepadaku mana Muhammad,
tidak ada artinya aku hidup kalau ternyata dia selamat.”
Makanya aku bersama Mush’ab bin Umair menghadangnya, akhirnya dia melukaiku dengan luka ini.
Aku sudah melakukan perlawanan dan berhasil membalas dengan pukulan yang banyak, namun musuh Allah
itu punya dua baju besi.
Ibnu Ishak berkata, “Yang mengelilingi Rasulullah dalam pembelaan di antaranya adalah Abu Dujanah, anak-
anak panah mengenai belakangnya tatkala membungkukkan badannya agar Rasulullah terlindungi Qatadah bin
Al-Nu’man terluka di matanya, hingga bola matanya terletak di tulang pipinya.
Ibnu Ishak berkata, “Anaknya Ashim berkata, “Rasulullah mengembalikan bola matanya dengan tangan
Rasulullah, dan matanya itu menjadi lebih baik dan lebih tajam penglihatannya dari yang lain.
Ibnu Ishak berkata, “Dari Anas bin Malik berkata, “Kami menemukan Anas bin Al-Nadhar [pamannya] pasca
perang uhud dengan tujuh puluhan luka di badannya, kami tidak mengenalinya, yang mengenalinya adalah
saudarinya dari identitas yang ada di jarinya.”
Orang pertama yang mengenal Rasulullah setelah penyerangan dan isu bahwa Rasulullah telah meninggal
adalah Ka’ab bin Malik. Dia berkata; “Aku melihat sorotan kedua matanya bersinar dari balik pelindung kepala
dari besi. Kami berteriak sekeras-kerasnya, “Wahai umat Islam tenangkan jiwa kalian, bergembiralah, ini dia
Rasulullah masih hidup.”
Tetapi Rasulullah mengisyaratkan kepada kami sebuah isyarat untuk diam.”
Setelah Rasulullah duduk bersandar, dilihatlah oleh Ubay bin Khalaf, dia berkata, “Wahai Muhammad tidak
ada artinya aku hidup kalau kamu masih selamat.”
Setelah mendekat, Rasulullah mengambil tombak Al-Harits bin Al-Shummah. Setelah tombak itu ada di tangan
Rasulullah, beliau meluncur ibarat lalat yang terbang dari atas binatang. Kemudian beliau langsung menghadapi
Ubay bin Khalaf. Rasulullah melukai lehernya, yang menyebabkan Ubay terguling-guling dari kudanya berkali-
kali. Tatkala Rasulullah berada di atas kaki gunung Uhud bersama beberapa sahabatnya, tiba-tiba ada dari kaum
Quraisy yang naik ke Uhud melampaui tempat Rasulullah dan bersama pasukan berkuda adalah Khalid bin Al-
Walid, hingga Rasulullah berkata, “Ya Allah, tidak pantas mereka berada di tempat yang lebih tinggi dari pada
kita.”
Umar bersama beberapa orang dari Muhajirin memerangi mereka, hingga mereka turun dari gunung.
Ibnu Ishak meriwayatkan dari bapaknya dari sesepuh Bani Salamah, bahwa Amru bin Al-Jamuh adalah orang
yang pincang dan kepincangannya cukup berat. Dia punya empat putra yang semuanya bagaikan singa dalam
medan perang, keempat-empatnya selalu terlibat peperangan bersama Rasulullah.
Pada peperangan Uhud mereka berempat itu melarang ayahnya yang pincang untuk ikut perang dengan berkata,
“Allah telah memaafkan bagi orang yang pincang untuk tidak ikut perang.”
Dia mendatangi Nabi dan berkata, “Sesungguhnya anak-anakku melarangku mendapatkan kemuliaan dari
perang ini dan ikut bersamamu menghadapi musuh. Demi Allah aku menginginkan dengan jasa kakiku yang
pincang ini agar aku bisa menginjak surga.”
Nabi berkata, “Adapun orang yang seperti dirimu Allah telah mengizinkan untuk tidak ikut perang.”
Nabi berkata kepada anak-anaknya, “Kalian jangan melarang ayah kalian untuk ikut perang, mungkin saja
Allah menganugerahkan kemuliaan mati syahid.”
Dia akhirnya ikut berperang bersama Rasulullah dan meninggal di Uhud.
Setelah Abu Sufyan hendak kembali pulang, dia naik ke kaki gunung Uhud dan berkata, “Sungguh mulia apa
yang telah terjadi, perang adalah kemenangan dan kekalahan, sungguh mulia Tuhan kami Hubal.
Rasulullah berkata, “Berdirilah wahai Umar dan jawab dia.”
Umar berdiri dan berkata, “Allah lebih mulia dan lebih tinggi, tidak mungkin bisa disamakan, karena yang mati
terbunuh di antara kami akan masuk surga, dan yang mati terbunuh di antara kalian akan masuk neraka.”
Abu Sufyan yang mendengar jawaban Umar itu berkata, “Kemarilah wahai Umar, kami ingin kamu bersumpah
atas nama Allah, apakah kami telah berhasil membunuh Muhammad?”
Umar berkata, “Kalian tidak berhasil membunuhnya sama sekali, sekarang beliau mendengar percakapanmu.”
Abu Sufyan berkata, “Wahai Umar, bagi kami kamu lebih kami percaya dan lebih benar daripada Ibnu
Qama’ah. [yang telah mengaku membunuh Nabi].
Ibnu Ishak berkata, “Setelah itu Rasulullah melakukan penyisiran korban perang dan mencari Hamzah. Beliau
menemukan Hamzah berada di perut lembah dalam kondisi perutnya telah dibedah sampai ke dadanya, dia
telah dimutilasi, hidungnya dipotong, dan kedua telinganya dipotong juga.
Nabi bersabda, “Seandainya kami tidak khawatir Shafiyyah bersedih, dan takut dijadikan contoh setelah kami,
maka kami akan membiarkannya, biarlah dia berada di perut binatang buas atau berada di perut burung.”
Rasulullah memerintahkan sahabatnya untuk mengurus Hamzah, dia ditutup dengan kain, kemudian dishalati.
Nabi bertakbir tujuh laki.
Jenazah berikutnya dibawa ke hadapan Rasulullah untuk dishalati di samping jasad Hamzah, menyebabkan
Hamzah dishalati sebanyak tujuh puluh dua kali.
Setelah Rasulullah melihat keseluruhan korban syahid, beliau bersabda, “Aku yang menjadi saksi di akhirat
terhadap mereka semua yang telah jadi korban, sesungguhnya tidak ada luka yang terluka di jalan Allah kecuali
akan dibangkitkan pada hari akhirat dengan luka yang berdarah, warnanya adalah warna darah namun
aromanya adalah wangi misk.”
Tatkala Rasulullah melewati wanita dari Bani Dinar yang mana suaminya, saudara kandungnya dan bapaknya
telah meninggal di perang Uhud. Setelah sahabat menta’ziah wanita itu dia berkata, “Bagaimana kondisi
Rasulullah?”. Mereka berkata, “Al-hamdulillah wahai Ummi Fulan, beliau dalam kondisi baik seperti yang
kamu harapkan.”
Wanita itu berkata, “Kami ingin melihatnya mana beliau?”
Setelah dia melihat Rasulullah wanita itu berkata, “Semua musibah yang menimpa kami selama bukan
menimpamu adalah ringan.”
Ibnu Hisyam seperti yang diriwayatkan dari beberapa ulama berkata; “Bahwa Rasulullah bersabda, “Semoga
kita tidak ditimpa lagi musibah seperti ini dari mereka hingga Allah menetapkan kemenangan kita atas
mereka.”

BAB 27 Sariyyah Ar-Raji


Ibnu Ishak berkata, “Setelah perang Uhud selesai, utusan dari kabilah “Adhal dan Al-Qarah datang menemui
Rasulullah.
Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah masuk Islam, maka tugaskanlah untuk ikut bersama kami
beberapa sahabatmu yang bisa mengajarkan kami agama, mengajar kami Al-Qur’an dan syariat-syariat Islam
lainnya.”
Rasulullah menunjuk enam orang sahabatnya, meunjuk Murtsid bin Abi Mur’id Al-Ghanawiy sebagai
pimpinan di antara mereka. Mereka berangkat bersama hingga sampai di tempat yang bernama Al-Raji’, sumur
kabilah Hudzail di wilayah Hijaz. Di tempat itulah mereka berkhianat.
Mereka berteriak memanggil kaum Hudzail untuk menyerang para sahabat Nabi. Dan para sahabat Nabi yang
masih berada di atas tunggangan mereka, dikagetkan dengan munculnya beberapa laki-laki yang menghunus
pedang mereka masing-masing. Maka para sahabat Nabi melakukan perlawanan dengan pedang yang mereka
miliki, hingga para penghianat itu berkata, “Demi Allah, kami tidak bermaksud membunuh kalian, kami hanya
menginginkan imbalan harta dari orang-orang Mekkah dengan cara menawan kalian. Dan kalian mendapatkan
jaminan Allah SWT. dan janji-Nya, bahwa kami tidak akan membunuh kalian.”
Adapun Murtsid, Khalid bin Al-Bukair, Ashim bin Tsabit, mereka semua berkata, “Demi Allah, kami tidak
akan membuat perjanjian dan kesepakatan dengan orang musyrik.”
Ashim bin Tsabit sempat bersenandung.
Abu Sulaiman dan orang sepertiku adalah ahli pemanah dan kaumku terkenal mulia dan
dermawan.
Ashim bin Tsabit dijuluki dengan Abu Sulaiman. Kemudian dia berperang dan melakukan perlawanan sehingga
dia dan kedua sahabatnya syahid terbunuh.
Kemudian Zaid bin Al-Dutsnah, Khubaib bin Adi, dan Abdulah bin Thariq, maju menyerang, namun mereka
bertiga berhasil ditawan, dan para pengkhianat itu membawa mereka ke Mekkah.
Setelah tiba di sebuah tempat bernama Zhahran, Abdullah berhasil melepaskan ikatan tali di tangannya dan
langsung mengambil pedangnya untuk melakukan perlawanan. Maka kaum pengkhianat itu menjauh darinya
dan mereka melempari Abdullah bin Thariq dengan batu hingga meninggal.
Kemudian Zaid bin Al-Dutsnah dan Khubaib bin Adi, keduanya berhasil mereka bawa ke Mekkah.
Hujair bin Ihab kemudian membeli Khubaib, dan Shufyan bin Umayyah membeli Zaid untuk dibunuh sebagai
pelampiasan dendam atas gugurnya ayahnya dalam perang Badar.
Mereka membawa Zaid keluar dari wilayah Haram untuk dieksekusi.
Orang-orang Quraisy berkumpul untuk menyaksikan eksekusi itu di antaranya adalah Abu Sufyan bin Harab.
Abu Sufyan berkata kepadanya sewaktu hendak dieksekusi, “Wahai Zaid, kami minta kamu bersumpah untuk
menjawab yang sesungguhnya, “Apakah kamu suka kalau Muhammad menggantikan posisimu ini, dan kamu
duduk dengan tenang bersama keluargamu?”
Zaid berkata, “Demi Allah, kami tidak suka Muhammad di tempatnya sekarang ini tertusuk duri yang
melukainya sementara aku bercengkerama dengan tenang bersama keluargaku.”
Abu Sufyan berkata, “Kami tidak pernah menemukan ada seorang manusia yang mencintai manusia lainnya
seperti cintanya para sahabat Muhammad kepada Muhammad.”
Zaid kemudian dieksekusi oleh Nisthaas.
Berikutnya adalah giliran Khubaib yang dibawa ke wilayah Tan’im untuk dieksekusi mati.
Sebelum eksekusi dilakukan Khubaib meminta waktu untuk berwudhu dan shalat dua rakaat.
Mereka menerima permintaan terakhir itu, dan Khubaib melaksanakan niatnya itu dengan baik, kemudian
menghadap kepada manusia yang berkumpul seraya berkata, “Demi Allah seandainya bukan karena khawatir
kalian menduga aku memanjangkan shalat karena takut mati, maka aku akan memanjangkan shalatku.”
Setelah itu mereka mengangkatnya ke tiang salib yang telah disediakan, setelah selesai, dia berkata, “Ya Allah,
kami telah menunaikan amanah Rasul-Mu, maka sampaikanlah secepatnya kepadanya apa yang mereka
lakukan kepada kami.” Kemudian dia berkata; “Ya Allah, hitunglah jumlah bilangan mereka, dan binasakan
mereka secara terpisah, dan jangan sisakan satupun dari mereka yang selamat.”
Aku tidak peduli, aku dibunuh selama masih muslim,
dengan cara apapun kami dibunuh,
selama semua itu karena Allah, dan kalau Dia menghendaki, maka Dia memberkahi potongan tubuhku yang
lain.
Setelah itu mereka melakukan eksekusi mati terhadapnya.

BAB 28 Perang Khandaq


Perang Khandaq terjadi pada tahun kelima Hijriah di bulan Syawwal.
Ibnu Ishak berkata, “Perang Khandak terjadi karena beberapa orang Yahudi berangkat menemui Quraisy di
Mekkah. Mereka mengajak untuk memerangi Rasulullah dan bersiap-siap untuk itu.
Setelah itu orang-orang Yahudi itu melanjutkan perjalanannya menuju kabilah Ghathafan dan mengajak mereka
untuk memerangi Rasulullah. Mereka berjanji bahwa orang Yahudi akan bergabung bersama mereka dalam
memerangi Rasulullah.
Mereka sepakat dalam masalah ini.
Quraisy keluar di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harab, dan Ghathafan di bawah pimpinan Uyainah bin
Hishin dan Al-Harits bin Auf.
Setelah Rasulullah mendengar bahwa mereka akan menyerang secara masal, Rasulullah membuat parit di
sepanjang kota Madinah.
Rasulullah ikut terlibat dalam penggalian itu untuk memberikan semangat bagi umat Islam dalam pahala
beramal.
Dari Jabir bin Abdillah berkata, “Kami menggali parit bersama Rasulullah, dan di rumahku ada seekor kambing
kecil yang tidak gemuk. Aku berkata, “Kami berniat ingin menyuguhkannya buat Rasulullah. Aku meminta
kepada istriku untuk membuat tepung dari gandum, kemudian istriku membuatnya roti. Kemudian aku
menyembelih kambing itu dan membakarnya. Setelah tiba waktu sore aku berkata, “Wahai Rasulullah kami
telah membuat suguhan kambing bakar kecil-kecilan, kami mengundang Anda untuk makan malam di rumah
kami. Dan kami berharap yang datang ke rumah kami adalah Rasulullah sendirian. Setelah kami mengucapkan
undangan itu, Rasulullah menjawab, “Ya, aku setuju.”
Kemudian Rasulullah meminta seseorang untuk mengumumkan dan berseru kepada semua orang tentang
undangan makan ke rumah Jabir bin Abdillah bersama Rasulullah.
Jabir berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.”
Rasulullah datang dan diikuti orang banyak, kemudian mereka duduk, dan makanpun kami keluarkan untuk
dihidangkan kepada Rasulullah. Rasulullah berdo’a agar makanan itu mendapat berkah, kemudian menyebut
nama Allah dan memakannya, kemudian diikuti dengan yang lain, setiap yang lain selesai, mereka keluar dan
digantikan oleh rombongan berikutnya yang lain hingga semua yang bekerja menggali parit mendapatkan
jatahnya.
Dari Salman al-Farisi berkata, “Saat aku bertugas menggali parit dan disaksikan oleh Rasulullah. Setelah aku
menghadapi kesusahan karena ada batu besar yang menghalangi dan tidak bisa dipecahkan, Rasulullah turun ke
parit dan mengambil cangkul dari tanganku. Kemudian Rasulullah menghantamkannya ke batu itu yang
menyebabkan kilatan besar dari bawah cangkul. Kemudian beliau menghantamnya lagi dan kembali terpancar
kilatan besar dari bawah cangkul. Kemudian beliau menghantamnya untuk yang ketiga kalinya dan tetap diikuti
dengan kilatan besar dari bawah cangkul.
Aku bertanya, “Kilatan apa itu yang aku lihat dari bawah cangkul tatkala engkau menghantam batu?”
Beliau balik bertanya, “Apakah kamu melihatnya”?.
Aku menjawab, “Ya.”
Beliau bersabda, “Yang pertama adalah sebagai tanda bahwa Yaman akan dibebaskan, dan kilatan yang kedua
sebagai tanda bahwa Syam dan Magrib akan dibebaskan oleh umat Islam, dan yang ketiga sebagai tanda bahwa
Timur akan dibebaskan oleh umat Islam.“
Setelah penggalian parit selesai, Quraisy datang dan bermarkas di tempat yang bernama Raumah di sebuah
lembah tempat berkumpulnya atau tergenangnya air, dengan jumlah tentara sepuluh ribu personil. Dan
Ghathafan juga datang bersama pengikutnya yang berasal dari Najd.
Rasulullah keluar menghadapi mereka dengan menjadikan gunung di belakang mereka dan parit di depan
mereka, dengan jumlah tentara tiga ribu personil, beliau bermarkas di tempat itu.
Musuh Allah; Huyai bin Akhthab An-Nadhari dalam waktu yang sama datang menemui pimpinan Yahudi
bernama Ka’ab bin Asad al-Qurazhi. Ka’ab telah membuat perjanjian dengan Rasulullah atas nama kaumnya,
namun Huyai membujuk terus hingga Ka’ab mengkhianati janjinya, dan akhirnya berlepas tangan dari apa yang
pernah terjadi melalui perjanjian antara dia dengan Rasulullah.
Dengan demikian musibah dan cobaan bagi umat Islam semakin menjadi-jadi. Musuh umat Islam dari atas dan
dari bawah mengancam, hingga umat Islam mulai menduga-duga dan diliputi oleh prasangka yang bermacam-
macam. Dan kemunafikan pun mulai tampak secara terang-terangan di barisan kaum munafiqin.
Di antara mereka yang bernama Mu’tab bin Qudhair berkata, “Muhammad menjanjikan kita akan mendapatkan
harta kekayaan Kisra dan Kaisar, sementara pada hari ini salah seorang di antara kita tidak merasa aman untuk
buang hajat.”
Amru bin Abdi Wuddin seorang jawarah Mekkah tampak pada perang Khandaq dengan tanda yang dikenal
untuk mempermudah orang lain mengenalnya.
Dia berhasil untuk melintasi parit dan berkata, ”Siapa yang berani berperang tanding”?
Ali berdiri dan berkata, “Itu lawanku wahai Rasulullah.”
Rasulullah berkata, “Duduklah wahai Ali, itu adalah Amru.”
Karena respon umat Islam terkesan lambat, maka Amru kembali berkata, ”Mana surga yang kalian yakini kalau
ada di antara kalian yang terbunuh maka dia akan memasukinya?
Dia kembali berteriak dengan berkata, “Tidak adakah salah seorang di antara kalian yang mau berperang
tanding.
Maka Ali bin Abi Thalib kembali berdiri dan berkata, “Biar aku yang menghadapinya wahai Rasulullah.“
Rasulullah berkata, “Duduklah wahai Ali.”
Kemudian untuk yang ketiga kalinya dia memanggil sambil bersenandung,aku mulai letih memanggil
penantangku di antara kalian untuk berperang tanding,aku berdiri tatkala pemberani telah menjadi pengecut
karena takut mati,maka aku bergegas pada saat genting dan malapetakasungguh keberanian dan
kedermawanan pada pemuda merupakan fitrah terbaik
Pada saat itulah Ali bin Abi Thalib kembali berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah aku yang menantangnya.”
Rasulullah berkata, “Itu Amru Wahai Ali.”Ali berkata, “Walaupun Amru, aku siap melawannya.”
Rasulullah mengizinkan Ali, dia berjalan menemuinya sambil berkata,
jangan tergesa-gesa, karena telah dating kepadamu penyambut tantanganmu yang bukan karena lemah dia
terlambat,pemilik niat suci, pengetahuan yang luas, pemilik kejujuran, dan juru penyelamat yang selalu
menang,aku berharap bisa membuatkanmu tenda ta’ziah,dengan pukulan telak dan mantap selalu dikenang
sepanjang kehidupan manusia.”Saat itulah Amru bertanya, “Siapa kamu?”Dia menjawab, “Aku Ali”.Dia
bertanya, “Ali bin Abi Thalib.”
Amru berkata, “Jangan kamu wahai anak saudaraku, masih ada pamanmu yang lebih tua, kami tidak suka
mengalirkan darahmu.”
Ali bin Abi Thalib berkata, “Tetapi aku demi Allah tidak akan pernah takut dan segan mengalirkan darahmu.”
Amru marah mendengar kata-kata itu dan langsung menyerang ke arah Ali seperti sengatan api. Dan Ali bin
Abi Thalib radiallahu ‘anhu menghadapinya dengan tameng yang dimilikinya.
Amru memukul Ali dan mengenai tamengnya, dan pedangnya tertahan dan mengenai kepala Ali yang
mengakibatkan luka pada kepalanya.
Kesempatan itu dimanfaatkan Ali untuk memukul Amru pada bagian urat lehernya kemudian dia tersungkur
dan debu bertebaran. Rasulullah mendengar suara takbir Ali dan beliau paham bahwa Ali telah berhasil
membunuh Amru.
Rasulullah mengutus utusan untuk menemui Uyainah bin Hishin dan kepada Al-Harits bin Auf, mereka berdua
adalah panglima perang dari kabilah Ghathafan.
Rasulullah bersedia memberikan sepertiga dari hasil panen buah kurma Madinah dengan catatan mereka pulang
dan meninggalkan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.
Sewaktu Rasulullah ingin melaksanakan kesepakatan itu, terlebih dahulu beliau memberikan Sa’ad bin Mu’adz
dan Sa’ad bin Ubadah.
Rasulullah memberitahukan mereka berdua masalahnya dan meminta pandangan dari mereka berdua.
Mereka berdua berkata; “Wahai Rasulullah; apakah perkara ini engkau sukai dan kami melakukannya untuk
menyenangkanmu atau sesuatu yang diperintahkan Allah kepadamu?”
Rasulullah berkata, “Aku melakukan itu karena orang-orang Arab telah bersatu padu memerangi kalian, dan
kami bermaksud membubarkan barisan mereka.”
Sa’ad bin Muadz berkata, “Wahai Rasulullah dulu kami dan mereka adalah penyembah berhala, kami tidak
mengenal Allah dan juga tidak menyembah-Nya. Kami adalah kaum yang musyrik kepada Allah, dalam kondisi
seperti itu mereka tidak pernah bisa memakan hasil buah-buahan kami kecuali kalau mereka datang bertamu
atau dengan cara membeli. Apakah setelah kami semua dimuliakan Allah dengan Islam, Allah memberikan
kepada kami hidayah untuk masuk Islam, dan membuat kami bermartabat karena keberadaan engkau wahai
Rasulullah, lalu setelah itu kami memberikan mereka hasil kebun kami dengan cuma-cuma? Demi Allah kami
tidak mau memberikan kepada mereka kecuali pedang, hingga Allah SWT. menetapkan keputusan-Nya antara
kami dengan mereka.”
Rasulullah berkata; “Itu terserah kepadamu wahai Sa’ad”
Sa’ad mengambil teks perjanjian itu dan menghapus isinya kemudian berkata, “Biarkan mereka memerangi kita
wahai Rasulullah.”
Rasulullah bersama umat Islam tetap dalam posisinya, begitu juga musuh yang mengepungnya, tidak ada
perang kecuali beberapa pasukan berkuda yang berupaya menyeberangi parit.
Setelah tiba malam Sabtu pada bulan Syawwal tahun kelima Hijriah, malam yang merupakan ketetapan Allah
dalam menolong Rasul-Nya, karena Abu Sufyan bin Harab bersama pemuka kabilah Ghathafan mengutus
Ikrimah bin Abi Jahal dan beberapa personil lainnya untuk menemui tokoh Bani Quraizhah. Pesan yang harus
disampaikan adalah, “Sekarang saatnya kita memerangi Muhammad hingga urusan kita dan mereka
terselesaikan.”
Mereka Bani Quraizhah berkata, “Hari ini adalah hari Sabtu, dimana kami pantang untuk melakukan sesuatu,
dan kami tidak akan memerangi Muhammad sebelum kalian memberikan kepada kami beberapa tokoh kalian
untuk kami jadikan sebagai jaminan, karena kami takut kalau perang telah berkecamuk lalu kalian
meninggalkan kami sendirian di Madinah.
Muhammad dan kawan-kawannya berada di negeri kami, dan kalau itu terjadi maka kami tidak akan sanggup
menghadapinya.”Jawaban dari mereka terhadap permintaan Bani Quraizhah adalah, “Kami tidak akan
memberikan jaminan orang kepada kalian walaupun hanya satu orang. Kalau kalian memang mau berperang
bersama kami maka sekarang adalah waktunya dan marilah kita bersama-sama berperang melawan umat
Islam.”Antara mereka tidak ada kata sepakat, dan Allah memecahkan belah barisan mereka, dan kemudian
Allah mengirim tentara angin pada waktu malam yang sangat dingin, menyebabkan panci-panci mereka terbalik
dan bejana-bejana mereka beterbangan.
Pada saat semua itu diketahui oleh Rasulullah; bahwasanya mereka saling berlawanan keinginan dan barisan
mereka telah pecah, Rasulullah meminta Hudzaifah untuk memata-matai mereka pada waktu malam, untuk
mengetahui apa yang terjadi dengan mereka.
Beliau berkata, “Wahai Hudzaifah pergilah dan masuklah ke dalam barisan mereka, lihatlah apa yang terjadi
dengan mereka, dan angan kamu melakukan tindakan apapun hingga kamu kembali kepada kami.”
Hudzaifah berkata, “Aku pergi dan masuk ke dalam barisan musuh, di saat tentara Allah memporak-porandakan
markas mereka, panci-panci makanan mereka tidak ada yang tetap pada tempatnya, api dan tenda-tenda
berantakan.
Pada saat itulah Abu Sufyan memberikan komando dengan berkata, “Wahai Quraisy, demi Allah kalian
bukanlah pada tempat yang menguntungkan, kuda dan unta telah binasa, Banu Quraizhah melakukan
pengkhianatan terhadap kita, dimana kita telah mendapatkan informasi dari apa yang kita tidak senangi. Dan
sperti yang kalian saksikan angin sangatlah kencang, menyebabkan panci berjatuhan dan api menjadi padam,
tenda tidak ada yang berdiri tegak, maka tinggalkanlah tempat ini, karena kami akan meninggalkan tempat ini.”
Aku kembali dan menemukan Rasulullah sedang shalat dengan memakai kain dari salah satu istrinya. Setelah
beliau melihatku, beliau memasukkanku ke lingkaran kedua kakinya, dan menyelimutiku dengan ujung
kainnya. Kemudian beliau ruku’ dan bersujud. Aku memberitahukan Rasulullah apa yang telah aku saksikan.
Ghathafan yang mengetahui apa yang dilakukan Quraisy juga mengambil langkah yang sama, mereka pulang
ke negerinya.
Pada waktu pagi tiba, Rasulullah bersama sahabatnya kembali ke Madinah dan meletakkan senjata.
Di situlah Nabi bersabda, “Mulai saat ini Quraysi tidak akan memerangi kalian lagi, sebaliknya kalianlah yang
akan memerangi mereka.”

BAB 29 Perang Melawan Bani Quraizhah


Ibnu Ishak berkata, “Pada waktu shalat Zhuhur tiba, datanglah Jibril kepada Rasulullah dan berkata, “Allah
memerintahkanmu untuk berangkat ke perkampungan Bani Quraizhah, dan kami akan menuju ke tempat
mereka untuk mengguncang mereka.”
Rasulullah memerintahkan untuk mengumumkan kepada umat Islam sebuah maklumat yang berbunyi, “Siapa
yang mendengar pengumuman ini maka hendaknya mengikuti dan mentaati, jangan ada yang shalat Ashar
kecuali setelah sampai di Bani Quraizhah.
Setelah Rasulullah sampai di perkampungan Bani Quraizhah, beliau berhenti di salah satu sumur milik mereka.
Beliau berkata, “Wahai saudara-saudara monyet, apakah Allah telah menghinakan kalian dan menurunkan
murka-Nya kepada kalian.”
Setelah orang Yahudi yakin bahwa umat Islam tidak akan meninggalkan mereka kecuali setelah berperang
maka berkatalah Ka’ab bin Asad kepada kaumnya; orang-orang Yahudi, “Wahai orang Yahudi, sungguh kita
telah ditimpa masalah yang serius sebagaimana yang kalian saksikan sekarang, dan kami akan menawarkan
kalian tiga hal, maka pilihlah salah satu di antaranya.”
Mereka bertanya, “Apa itu?”
Dia berkata, “Kalian mengikuti laki-laki itu dan beriman kepadanya, karena demi Allah, sesungguhnya telah
jelas bagi kalian bahwa dia itu adalah benar-benar Nabi yang diutus.”
Mereka berkata, “Demi Allah, kami tidak akan meninggalkan kitab taurat selama-lamanya.”
Ka’ab berkata, “Kalau kalian tidak mau menerima tawaran pertama, maka marilah kita membunuh istri dan
anak-anak kita kemudian kita keluar dengan pedang-pedang kita untuk menemui Muhammad, biarlah Allah
yang menentukan apa yang akan terjadi dengan diri-diri kita.”
Mereka berkata, “Kalau kita membunuh keluarga kita yang tergolong orang-orang lemah itu, lalu apa artinya
hidup setelah itu?”
Ka’ab berkata, “Kalau kalian masih tidak menerimanya, maka yang ketiga adalah; kalian tahu bahwa malam ini
adalah malam Sabtu, dan sepertinya Muhammad dan sahabat-sahabatnya sekarang sedang istirahat. Maka inilah
waktunya bagi kita untuk menyerang mereka, mudah-mudahan kita bisa mengalahkan mereka dalam kondisi
lengah.”
Mereka berkata, “Kalau begitu kita akan tercatat sebagai pelanggar adat larangan hari Sabtu.”
Pada waktu pagi tiba, mereka akhirnya menyerahkan diri kepada keputusan Rasulullah. Maka bergegaslah
kaum Aus, seraya berkata, “Wahai Rasulullah, mereka adalah kolega kami dan bukan kolega kaum Khazraj.”
Rasulullah berkata, “Apakah kalian bersedia kalau masalah ini diputuskan oleh salah seorang di antara kalian?”
Mereka berkata, “Kami ridha wahai Rasulullah.”
Beliau berkata, “Kalau begitu maka yang akan menetapkan hukumannya adalah Sa’ad bin Muadz.”
Rasulullah telah berkata kepada kaum Aus pada waktu Sa’ad terkena panah pada perang Khandaq. Letakkanlah
Sa’ad di sebuah tenda, agar kami bisa menjenguknya dalam waktu yang dekat.”
Setelah Sa’ad datang dan berada di depan Rasulullah dan umat Islam, Rasulullah berkata, “Berdirilah untuk
pemimpin kalian.”
Mereka berdiri menemui Sa’ad, dan berkata, “Wahai Sa’ad, sesungguhnya Rasulullah meminta kepadamu
untuk memutuskan hukuman bagi kolega kami dari Yahudi Quraizhah.”
Berkatalah Sa’ad, “Menurut kami adalah; laki-laki yang telah baligh dari mereka hukumannya dieksekusi mati,
harta mereka dijadikan harta rampasan perang dan dibagi, sedangkan anak-anak dan wanitanya dijadikan
tawanan perang.”
Rasulullah berkata, “Kamu telah memberikan keputusan hokum sesuai dengan keinginan Allah dari atas langit
yang tujuh.”
Setelah itu Rasulullah membagi harta dan anak-anak mereka kepada umat Islam.
Setelah urusan Bani Quraizhah selesai, luka Sa’ad semakin parah hingga dia meninggal sebagai seorang syahid.
Jibril mendatangi Rasulullah dan berkata, “Wahai Muhammad, siapa yang telah meninggal yang menyebabkan
pintu-pintu langit dibuka untuknya dan ‘Arsy bergerak?.
Rasulullah segera menemui Sa’ad tetapi ternyata beliau menemukannya telah meninggal.
Rasulullah bersabda, “Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh para malaikat telah bergembira
menyambut Ruh Sa’ad, dan “Arsy ikut bergoyang.”

BAB 30 Perdamaian Hudaibiah


Ibnu Ishak berkata, “ Rasulullah tinggal di Madinah bulan Ramadhan, dan Syawal, kemudian pada bulan Dzul
Qa’dah berangkat ke Mekkah dengan maksud menunaikan ibadah umrah dan bukan untuk perang.
Maka berangkatlah bersama Rasulullah kaum Muhajirin dan kaum Anshar dan dari orang Arab lainnya, beliau
berihram dengan niat umrah agar manusia merasa aman dari dampak peperangan.
Pada saat berada di Asfan, sekitar 100 kilo meter sebelum Mekkah, Rasulullah bertemu dengan Bisyir bin
Sufyan al-Ka’bi, dia berkata, “Wahai Rasulullah, Quraisy sudah tahu akan berita kedatangan anda, mereka telah
keluar menghadangmu dengan bersumpah atas nama Allah tidak akan membiarkan anda memasuki kota
Mekkah apapun yang terjadi, dan Khalid bin al-Walid telah ditunjuk sebagai pimpinan pasukan berkuda
mereka. Rasulullah berkata, “Apa yang diinginkan oleh Quraisy, demi Allah kami akan terus memperjuangkan
risalah ini hingga Allah memenangkannya atau kami yang mati. “
Rasulullah melanjutkan perjalanan hingga sampai pada tempat yang bernama Tsaniyyah al-Mirar [sekitar 25
km dari Mekkah], tiba-tiba Unta Rasulullah duduk dan tidak mau maju, disitulah Rasulullah berkata, “Unta ini
ditahan sebagaimana kisah gajah Abrahah yang ditahan untuk masuk Mekkah, demi Allah, tidak ada tawaran
yang diajukan kepada kami oleh orang Quraisy, dimana mereka menginginkan silaturrahmi kepada kami,
kecuali kami akan penuhi.”
Rasulullah berkata, “Turunlah kalian, di tempat inilah kita bermarkas.”
Mereka para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, pada tempat ini tidak ada sumber air yang bisa kita jadikan
patokan untuk bermarkas.”
Rasulullah mengeluarkan anak panah dan memberikannya kepada sahabatnya. Sahabat itu membawanya ke
sumur yang ada di tempat itu dan menancapkan anak panah itu di tengah sumur hingga keluarlah air yang
memenuhi sumur itu, dan kaum muslimin menjadikan sekeliling sumur sebagai tempat beristirahat unta-unta
mereka. Kaum Quraisy mengutus Urwah bin Mas’ud untuk menemui Rasulullah, dia duduk di depan
Rasulullah dan berbicara dengannya sambil memegang jenggot Rasulullah, sementara al-Mughirah bin Syu’bah
berdiri di dekat kepala Rasulullah dengan memegang besi, dan setiap Urwah bin Mas’ud memegang jenggot
Rasulullah maka al-Mughirah bin Syu’bah memukulkan besi itu ke tangannya dengan berkata, “Tarik tanganmu
dari muka Rasulullah sebelum besi ini menimpamu.”
Urwah bertanya, “Siapa orang itu wahai Muhammad?”
Rasulullah menjawab, “Itu adalah anak saudaramu, namanya al-Mughirah bin Syu’bah.”
Kemudian dia pun meninggalkan Rasulullah dan kembali menemui Quraisy, seraya berkata, “Wahai Quraisy,
kami telah menemui Kisra di kerajaannya dan Kaisar di kerajaannya dan an-Najasyi di singgasananya, dan
kami tidak pernah menemukan ada Raja di kalangan rakyatnya yang melebihi ketaatan dan wibawa Muhammad
di kalangan sahabatnya. Kami melihat mereka adalah kaum yang tidak rela melihat duka kesusahan pada diri
Muhammad, maka karena itu pikirkanlah dengan baik pendapat kalian.”
Kemudian Rasulullah mengutus Utsman untuk menemui pembesar Quraisy dan menyampaikan pesan bahwa
Nabi sama sekali tidak dating untuk berperang, umat Islam datang hanya untuk berziarah ke Ka’bah dan dalam
rangka mengagungkannya.
Namun yang tersebar setelah itu adalah isu bahwa Utsman terbunuh oleh Quraisy, dengan segera Rasulullah
membai’at sahabat-sahabatnya di bawah sebuah pohon yang dikenal dengan Bai’at al-Ridwan.
Orang-orang menyebutkannya dengan Bai’at untuk mati.
Jabir berkata, “Kami membai’at Rasulullah untuk tidak lari dari perang.”
Setelah itu terbukti bahwa berita kematian Utsman adalah bohong.
Selanjutnya Quraisy mengutus Suhail bin Amru untuk bernegosiasi dengan Muhammad dengan permintaan
agar Muhammad kembali dan jangan masuk ke Mekkah tahun ini.
Kemudian terjadilah kesepakatan perdamaian untuk menghentikan perang selama 10 tahun dan selama itu
manusia mendapatkan jaminan keamanan, dan siapa saja yang ingin bergabung dan berkoalisi dengan
Muhammad maka dipersilahkan, sebagaimana siapapun yang ingin bergabung dan melakukan kesepakatan
dengan Quraisy juga dipersilahkan.

Bab 31 Penaklukan Khaibar


Ibnu Ishak berkata, “Setelah Rasulullah kembali dari Hudaibiyah beliau tinggal di Madinah bulan Dzul Hijah,
dan sebagian bulan Muharram, kemudian melanjutkan perjalanan pada sebagian bulan Muharram menuju
Khaibar, dan menyerahkan bendera kepada Ali bin Abi Thalib.
Kebiasaan Nabi kalau memerangi suatu kaum adalah menunggu hingga pagi, kalau beliau mendengar adzan
maka beliau tidak menyerangnya.
Setelah sampai di Khaibar, penjaga Khaibar menemui kami, namun setelah mereka melihat Rasulullah datang
bersama pasukan tentaranya, mereka berkata, “Muhammad bersama tentaranya.”
Mereka kabur melarikan diri.
Rasululllah berkata, “Allahu Akbar, telah hancur Khaibar”, kalau kita telah berada di pekarangan suatu kaum
maka kabar buruklah akibatnya bagi kaum itu.
Kemudian Rasulullah mulai memungut harta rampasan satu demi satu, dan menaklukkan benteng satu per satu.
Setelah Rasulullah menaklukkan benteng mereka satu per satu dan yang tersisa adalah benteng yang bernama
al-Wathih dan as-Salalim, dimana itulah benteng terakhir yang ditaklukkan.
Rasulullah mengepungnya selama beberapa malam, hingga pada suatu saat keluarlah dari benteng itu seorang
Yahudi bernama Murahhib dengan pedangnya dan sambil berkata, “Khaibar telah tahu kalau kami ini adalah
Murahhib, seorang pendekar bersenjata yang telah teruji,
terkadang kami melukai dan terkadang kami menebas,
tatkala ular hitam datang mengobarkan perang,
sesungguhnya keganasan kami tidak boleh didekati.
Ali bin Abi Thalib menantangnya dan di atas kepalanya ada pelindung kepala berwarna merah, dia berkata,
“kami adalah orang yang dinamakan [haidarah] singa oleh ibu kami,
seperti singa di hutan dan ibarat angin berhembus cepat,
kami membunuh lawan dengan pedang kami seperti penjual menjual dengan ukurannya.
Kemudian Ali menyerang Murahhib dan menjadikan kepalanya terbelah dua dan itulah tanda penaklukan.
Dalam riwayat lain, maka Ali mendahuluinya dengan pukulan yang menyebabkan kepala dan pengaman
kepalanya terpotong.
Para tentara mendengar suara hantaman Ali bin Abi Thalib.
Kemudian pemberani Yahudi berikutnya bernama Yasir maju dengan bersenandung, “Khaibar telah mengenal
kami dengan nama Yasirpenenteng senjata sang jawara yang tangguh,
kalau ular hitam datang maka diapun menjemputnya, sesungguhnya pedang kami membawa kematian yang
segera.”
Maka keluarlah al-Zubair dengan bersenandung,
“Khaibar mengenal kami dengan nama Zubair,
sang jantan yang kuat dan tidak mengenal menyerah,
wahai Yasir, jangan kamu terlena dengan kekafirankarena semua kekafiran adalah ibarat fatamorgana yang
melengahkan.”
Mereka berdua bertarung, dan al-Zubair berhasil membunuh lawannya.
Rasulullah berkomentar, “Sungguh luar biasa apa yang telah kamu lakukan wahai az-Zubair, setiap Nabi ada
penolong dan teman setianya, dan teman setia kami adalah az-Zubair.”
Bukhari dan Muslim dan lainnya meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Abu
Bakar radhiallahu ‘anhu dan berperang dengan sengit, kemudian kembali tanpa berhasil menaklukkan musuh
namun telah terjadi perang yang sengit.
Kemudian bendera Rasulullah itu diambil alih oleh Umar bin Khathab dan terjadilah perang yang lebih sengit
dari yang pertama, namun kembali dengan tanpa berhasil menaklukkannya. Kemudian berita itu didengar oleh
Rasulullah yang akhirnya dia berkata, “Besok kami akan memberikan bendera perang kepada orang yang akan
menaklukkan musuh dengan tangannya, orang yang tidak mengenal menyerah dan dia mencintai Allah dan
Rasul-Nya, dia menaklukkan dengan kekuatan.
Manusia melewatkan malamnya dengan desas-desus tentang siapa gerangan yang dimaksudkan oleh
Rasulullah. Abu Hurairah berkata, “Umar berkata, “Kami belum pernah berharap tampuk pucuk panglima
kecuali pada malam itu.”
Ali bin Abi Thalib datang dan duduk dengan mata yang dia keluhkan.
Setelah tiba waktu pagi, Nabi Shalat kemudian meminta bendera didatangkan , dan setelah itu beliau bertanya,
“Mana Ali bin Abi Thalib?” mereka menjawab, “Ali lagi mengeluhkan matanya.”
Rasulullah berkata, “Tolong datangkan dia kemari.”
Salamah berkata, “Maka kami datang dengan memapah Ali, dan setelah Ali datang, Rasulullah bertanya, “Apa
yang menimpa kamu?”
Ali menjawab, “Maka kami sakit hingga kaki kami saja tidak bisa kelihatan.”
Nabi bersabda, “Mendekatlah.”
Nabi kemudian meludahi mata Ali, dan matanya sembuh seperti tidak pernah kena apa-apa.
Setelah itu Rasulullah mendoakan untuk Ali dan berkata, “Berangkatlah dan perangi mereka hingga Allah
menentukan kemenangan atas kamu dan jangan menyerah!”
Ali berangkat dengan bendera itu, demi Allah dia berlari kecil hingga menempatkan pasukannya di bawah
benteng, kemudian seorang Yahudi melihat dari atas benteng dan bertanya, “Siapa kamu?”
Dia berkata, “Aku Ali.”
Orang Yahudi itu berkata, “Demi Tuhan yang menurunkan Taurat kepada Musa, kamu telah menempati tempat
yang tinggi.”
Kemudian tatkala mendekat kepada benteng pertahanan itu, penghuninya keluar dan terjadilah peperangan.
Seseorang Yahudi menghantam Ali, dan menyebabkan tamengnya terlepas dari tangannya, kemudian Ali
mengambil pintu yang ada di benteng itu dan menjadikannya sebagai tameng, tameng pintu itu senantiasa di
tangannya hingga Allah menetapkan kemenangan atas Umat Islam, dan setelah itu dia membuangnya dari
tangannya.
Salamah berkata, “Setelah itu, pintu yang dijadikan tameng oleh Ali kami mencoba untuk mengangkatnya
bersama tujuh orang lainnya, dan kami adalah yang kedelapan, dan ternyata kami tidak mampu membaliknya.
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Jabir radhiallahu ‘anhu, bahwa Ali mengangkat pintu pada perang Khaibar
hingga umat Islam menyeberanginya untuk naik ke benteng dan kemudian umat Islam menaklukkan musuh,
dan setelah itu dia kembali mencobanya namun tidak bisa diangkat oleh empat puluh orang.”

BAB 32 Mengutus Duta kepada Penguasa dan Raja-raja


Ibnu Hisyam berkata, “Telah bercerita kepada kami orang yang kami percayai, dari Abu Bakar al-Hudzali
berkata, “Telah sampai berita kepada kami bahwa Rasulullah keluar bersama sahabatnya pada suatu hari setelah
peristiwa umrah gagal karena dihalangi untuk masuk Mekkah, kemudian berlanjut dengan perdamaian
Hudaibiah, dia berkata, “Wahai sekalian manusia sesungguhnya Allah mengutus kami untuk membawa rahmat
yang menyeluruh kepada manusia, maka janganlah kalian berbeda pendapat atas kami sebagaimana pengikut
Isa bin Maryam berbeda pendapat terhadap Isa.”
Para sahabat bertanya, “Bagaimana pengikut Isa berbeda pendapat ya Rasulullah?”
Sabda Rasulullah, “Isa mengajak mereka seperti apa yang aku ajak kepada kalian kepadanya, adapun yang
ditugaskan ke tempat yang dekat maka dia ridha dan menerimanya, sedangkan yang ditugaskan ke tempat yang
jauh maka dia murka dan bermalas-malasan, maka Isa pun melaporkan masalah itu kepada Allah. Akhirnya
yang bermalas-malasan dan setiap orang dari mereka ditugaskan untuk mempelajari bahasa umat yang dikirim
kepada mereka.”
Rasulullah mengutus beberapa sahabatnya untuk membawa surat ke Raja-raja penguasa di dunia, yang isinya
mengajak mereka masuk Islam.
Rasulullah mengutus; Dihyah nin Khalifah al-Kalbi ke Raja Kaisar Romawi, Abdullah bin Hudzafah al-Sahmi
ke Kisra Raja Persia, mengutus Amru bin Umayyah al-Dhamri ke Najasyi Raja Habasyah, mengirim Hathib bin
Abi Balta’ah ke Muqauqis Raja Iskandariah, mengutus Amru bin al-Ash al-Sahmi kepada Jaifar dan Ubbad,
keduanya adalah anak al-Jalandi dan keduanya adalah Raja Oman, mengutus Sulaith bin Amru salah satu anak
dari Bani Amir bin Luai ke Tsumamah bin Atsal dan kepada Haudzah bin Ali al-Hanafiyyin keduanya adalah
Raja Yamamah, mengutus al-‘Alla’ bin Amru al-Khadhrami kepada al-Mundzir bin Sawi al-‘Abdi Raja Barain,
dan mengutus Syuja’ bin Wahab al-Asadi kepada al-Harits bin Abi Syamir al-Gassani Raja di Wilayah Syam.
Dari Ibnu Sa’ad dalam kitab ath-Thabaqat berkata, “Surat pertama yang dikirim Rasulullah adalah kepada al-
Najasyi, Rasulullah menulis dua surat kepadanya, yang satu mengajak masuk Islam, dan yang lain tentang Al-
Qur’an. Dia mengambil surat Rasulullah, dan turun dari singgasana kerajaannya dan duduk di atas lantai
menunjukkan ketawadhuannya, setelah itu dia masuk Islam dan mempersaksikan syahadatain.
Rasulullah mengutus Abdulah bin Hudzafah kepada Kisra Raja Persia untuk mengajak masuk Islam, dan
Rasulullah menulis surat untuknya, namun setelah dibacakan atasnya dia mengambil surat itu dan
menyobeknya. Setelah berita itu sampai ke telinga Rasulullah, beliau berkata, “Ya Allah sobeklah
kerajaannya.”
Rasulullah mengutus Hathib bin Abi Balta’ah kepada al-Muqauqis Raja Iskandariah untuk mengajak masuk
Islam dan Rasulullah menulis surat untuknya.
Dia membacanya dan meresponnya dengan baik namun dia tidak masuk Islam.
Rasulullah berkata, “Dia kikir karena kerajaannya, dan semoga tidak awet kerajaannya.”
Dhiyah bin Khalifah al-Kalbi dikirim ke Kaisar untuk diajak masuk Islam dan disertakan surat bersamanya
untuk sang Raja, namun kaumnya takut terjadi sesuatu terhadap dirinya dan kerajaannya.
Suja’ bin Wahab al-Asadi dikirim ke al-harits bin Abi Syamar al-Gassani untuk diajak masuk Islam dan
bersamanya ada surat, setelah dia membaca surat itu dia melemparkannya, dan berkata, “Siapa yang akan
mencabut dari kami kekuasaan kami.”
Rasulullah berkata, “Semoga kerajaannya hancur.”

BAB 33 Umrah Pengganti


Ibnu Ishak berkata, “Setelah Rasulullah pulang ke Madinah dari Khaibar, Rasulullah tinggal di Madinah dari
Khaibar, Rasulullah tinggal di Madinah bulan Rabiul Awal dan Rabiuts Tsani, Jumadil Ula dan Jumadits Tsani,
Rajab, Sya’ban, Ramadhan dan Syawwal, dimana pada bulan-bulan itu terkadang Rasulullah mengirim tentara
dalam bentuk kelompok kecil dan kelompok besar.
Kemudian pada bulan Dzul Qa’dah belliau bersama sahabat-sahabatnya berangkat ke Mekkah untuk
menunaikan umrah pengganti [qadha], bulan yang sama dengan bulan pada tahun sebelumnya, dimana orang-
orang musyrikin menahan untuk masuk ke Mekkah menunaikan umrah, itu terjadi pada tahun ke tujuh Hijriah.
Setelah orang-orang Mekkah tahu bahwa Umat Islam bersama Rasulullah telah datang, mereka pergi dan
mengosongkan Mekkah, dan di antara mereka ada orang-orang Kafir yang bercerita bahwa umat Islam dalam
kondisi susah dan melarat.
Ibnu Ishak berkata, “Telah bercerita kepada kami perawi yang tsiqah (terpercaya) yang kami tidak ragu
kelayakannya dan tidak tercela, dari Ibnu Abbas berkata, “Mereka kaum Quraisy berbaris dua shaf di Dar an-
Nadwah untuk menonton Rasulullah dan sahabatnya, dan setelah Rasulullah masuk ke masjid beliau
menjadikan kain potongan atas menutupi tangan kiri dan membiarkan tangan kanan terbuka dengan cara
melilitkan kain dari bawah ketiak tangan kanan, beliau bersabda kepada sahabatnya, “Allah merahmati seorang
yang memperlihatkan kekuatannya pada hari ini kepada orang-orang musyrikin, kemudian Rasulullah
mengistilam (mencium) Hajar Aswad dan berlari kecil dan diikuti oleh sahabat-sahabatnya, dan setelah sampai
di Rukun Yamani beliau kembali berjalan sampai ke Hajar Aswad, dan setelahnya kembali lagi berlari kecil
hingga tiga kali putaran.
Ibnu Ishak berkata, “Telah bercerita kepada kami Abdullah bin Abi Bakar bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi
wasallam sewaktu masuk ke Mekkah pada masa menunaikan umrah, beliau masuk dan Abdullah bin Rawahah
menarik tali untanya sambil berkata,
“bani kuffar telah meluangkan jalannya,mereka membuka jalan karena segala kebaikan ada pada Rasul-Nya,
wahai Rabb-ku, kami beriman dengan kata-katanya,kami tahu bahwa kebenaran Allah ada pada untaian kata
iman kepadanya.”Ibnu Ishak berkata, “Rasulullah tinggal di Mekkah selama tiga hari, setelah itu datanglah
Huwaitib bin Abd al-Uzza bin Sahal bersama beberapa orang Quraisy pada hari yang ketiga. Orang Quraisy
telah memberikan kuasa kepada Huwaitib untuk mengeluarkan Rasulullah dari Mekkah. Mereka berkata,
“Sesungguhnya sudah habis waktumu, maka silahkan tinggalkan Mekkah.”
Rasulullah berkata, “Maukah kalian memperpanjang waktu kami, kami bermaksud membuat pesta dan
menghidangkan makanan untuk kalian. ”Mereka berkata, “Kami tidak butuh dengan makananmu, sekarang
silahkan tinggalkan kami.”
Rasulullah meninggalkan Mekkah dan menugaskan Abu Rafi’sekutu beliau untuk mengurus Maimunah [istri
Nabi yang dinikahinya pada saat Nabi umrah dan yang menikahkannya adalah al-Abbas bin Abdul Mutthalib].
Mereka bertemu di tempat dekat Tan’im, dan setelah bermalam pertama, beliau pulang ke Madinah pada bulan
Dzul Hijjah.

BAB 34 Perang Mu’tah


Terjadi pada bulan Jumadil Ula tahun kedelapan Hijriah.
Ibnu Ishak berkata, “Rasulullah mengirim pasukan ke Mu’tah pada bulan Jumadil Ula tahun kedelapan Hijriah,
Rasulullah menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai panglima perang, beliau berkata, “Kalau seandainya Zaid
terbunuh maka dia digantikan oleh Ja’far bin Abi Thalib, kalau seandainya Ja’far terbunuh maka dia digantikan
oleh Abdullah bin Rawahah.
Orang-orang bersiap-siap untuk berangkat dengan jumlah tentara 3.000 mujahid, umat Islam memberikan
ucapan perpisahan dengan berkata, “Semoga Allah bersama kalian, dan semoga kalian kembali dengan
selamat.”
Berkatalah Abdulah bin Rawahah,
“tetapi kami memohon kepada Allah ampunan,
pukulan yang membuat darah mengalir,dengan tombak yang membuat badan ini tercabik,hingga mereka yang
melewati kuburan kami berkata,“alangkah indahnya yang berperang di jalan Allah dan mendapatkan rizki
syahid.”
Pasukan berangkat dan diikuti oleh Rasulullah untuk mengantar kepergian mereka.
Mereka melanjutkan perjalanan setelah Rasulullah memberikan ucapan selamat berjuang, dan mereka berhenti
dan bermarkas di sebuah tempat bernama Mu’an di wilayah Syam.
Di tempat itu mereka mendapat berita bahwa Herakleus telah berada di tempat bernama Ma’aab bersama
seratus ribu tentara dari orang-orang Romawi, dan tentara Arab yang bergabung dengannya berjumlah seratus
ribu. Setelah mereka mendengar berita seperti itu, maka umat Islam masih tetap berada di tempat Mu’an hingga
dua malam untuk membicarakan apa yang sebaiknya mereka lakukan, mereka berkata, “Sebaiknya kita menulis
surat kepada Rasulullah, kita beritahukan tentang jumlah musuh, selanjutnya kita menanti apakah dia
menambah pasukan atau memerintahkan kepada kita sesuatu untuk kita lakukan.”
Abdullah bin Rawahah memberikan semangat kepada pasukan dengan berkata, “Wahai umat Islam kalian
keluar mencari syahid dan sekarang pintu untuk mati syahid telah terbentang luas di depan mata, kita berperang
bukan karena kekuatan dan jumlah, kita memerangi mereka semata-mata karena agama yang Allah telah
memuliakan kita dengannya, maka lanjutkanlah perjalanan kalian karena hanya dua kemungkinan yang menanti
kalian menang atau mati syahid.”
Mereka berkata, “Demi Allah apa yang dikatakan oleh Abdullah bin Rawahah adalah benar.”
Untuk Islam melanjutkan perjalanan hingga ke Takhum al-Balqa, dan di situlah umat Islam bertemu dengan
tentara Romawi dan Arab kafir, mereka bermarkas di sebuah kampung bernama Masyarif, dan umat Islam
bertempat di sebuah tempat yang bernama Mu’tah, dan di situlah terjadi peperangan.
Umat Islam bersiap-siap untuk berperang, hingga terjadilah perang yang sangat sengit, Zaid bin Haritsah
berperang dengan bendera Rasulullah hingga syahid dengan luka panah.
Kemudian Ja’far mengambil bendera dan berperang dengan sangat sengit, dia menyerang dengan kudanya yang
berwarna coklat, hingga kuda itu terbunuh dan masih berperang dengan sengit hingga dia syahid sambil
berkata,“alangkah indahnya surge yang telah dekat,segar dan dingin air minumnya,pasukan Romawi sebentar
lagi akan mendapatkan adzabnya,Kewajibanku membunuh mereka bila berjumpa di medan perangMereka
orang-orang kafir yang jauh nasabnya.
Dia mengambil bendera dengan tangan kananya hingga tangannya putus, akhirnya bendera itu diambil dan
dipeluk dengan badannya hingga dia syahid.
Semoga Allah merahmatinya!.
Dia meninggal dalam usia 33 tahun.
Allah memberikan ganjaran dengan pengorbanannya itu dengan dua sayap di surga, dia bebas terbang kemana
saja dia mau.
Diriwayatkan bahwa ada tentara dari pasukan Romawi yang tetap menebasnya hingga Ja’far terbelah menjadi
dua. Setelah dia terbunuh maka bendera diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah, dan maju sambil berkata,
“kami telah bersumpah wahai jiwaku bahwa kamu akan turun,
Turunlah lama waktunya kamu merasakan ketenangan,
Kenapa kami melihatmu wahai sang jiwa membenci surga.”
Dia juga berkata,“wahai jiwaku, bila kamu tidak terbunuh maka kamu pasti akan mati,
Lihatlah bahwa pintu kematian telah dating,
Apa yang kamu harapkan telah diberikan,
Kalau kamu melakukannya maka mudah-mudahan kamu mendapat seperti apa yang didapatkan Zaid dan
Ja’far.’
Dia mengambil pedangnya dan maju berperang hingga syahid.
Pada saat itulah bendera diambil alih oleh Tsabit bin Arqam, dia berkata, “Wahai umat Islam tunjuklah
pemimpin di antara kalian.”
Mereka berkata, “Kamu”
Dia berkata, “Kami tidak menerimanya.”
Kemudian orang-orang menunjuk Khalid bin al-Walid.
Setelah bendera di pegang Khalid, dia mengorbankan semangat juang dan melindungi pasukannya, kemudian
mengalihkan barisan dan pergi bersama pasukannya.
Ibnu Hisyam berkata, “Adapun az-Zuhri dia berkata seperti berita yang sampai kepada kami, “Umat Islam
menunjuk Khalid bin al-Walid sebagai panglima, dan Allah memberikan kemenangan atas umat Islam.”
Khalid bin al-Walid tetap menjadi panglima hingga pasukan pulang menemui Rasulullah.
Dalam shahih al-Bukhari dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah berkhutbah pada suatu saat dan berkata,
“Bendera dipegang oleh Zaid dan dia syahid setelah itu, kemudian diambil oleh Ja’far dan diapun syahid
setelah itu, kemudian bendera diambil oleh Abdullah bin Rawahah dan dia pun Syahid, kemudian setelah itu
bendera diambil alih oleh si pedang Allah yang terhunus Khalid bin al-Walid dan Allah memberikan
kemenangan atas umat Islam melalui Khalid.
Rasulullah bercerita kepada umat Islam di Madinah dengan air mata yang berlinang.
Dari Qais bin Abin Hazim berkata, “Kami mendengar Khalid bin al-Walid berkata, “Pada perang Mu’tah ada
sembilan buah pedang patah di tanganku, dan setelah itu tidak ada lagi yang tersisa yang kami pegang kecuali
besi tajam dari Yaman.”
Ibnu Ishak berkata, “Setelah umat Islam ditimpa musibah di perang Mu’tah Rasulullah bersabda, “Kami
diperlihatkan kedudukan mereka di surga, seperti orang yang diperlihatkan sesuatu dalam mimpi, mereka
berada di atas ranjang dari emas, kami melihat ranjang Abdulah bin Rawahah lebih rendah sedikit dari pada
ranjang kedua temannya, kami berkata, “Kenapa begitu?”
Maka mereka menjawab, “Abdullah bin Rawahah pada awalnya ragu untuk maju kemudian akhirnya dia maju
juga.”

Bab 35 Pembebasan Kota Mekkah


bnu Ishak, “Sewaktu Quraisy dan Banu Bakar sepakat untuk membuat makar terhadap Khuza’ah dan dari
Khuza’ah banyak yang terbunuh, dengan sendirinya mereka telah mengkhianati perjanjian yang telah disepakati
dengan Rasulullah, maka Amru bin Salim al-Khuza’i berangkat menemui Rasulullah di Madinah, dan setelah
sampai dan menemukan Rasulullah sedang duduk dengan sahabat-sahabatnya di masjid dia bersyair.
“Wahai Rab-ku kami datang memberitahukan Muhammad, kolega kami sejak lama dari semenjak nenek
moyang kami, maka tolonglah – semoga Allah memberimu hidayah selalu dengan pertolongan yang kuat, dan
panggillah hamba Allah maka mereka akan datang memberi bantuan,
Di antara mereka ada Rasulullah yang telah bersiap siaga, sesungguhnya Quraisy telah mengkhianati
perjanjian, mereka telah bersiap siaga, sesungguhnya Quraisy telah mengkhianati perjanjian, mereka telah
menginjak-injak kesepakatan yang ditanda-tangani denganmu, mereka membantai kami pada waktu sedang
lelap tertidur, mereka membunuhi kami dalam keadaan ruku’ dan sujud.”
Rasulullah bersabda, “Kamu telah mendapatkan pertolongan wahai Amru bin Salim.”
Rasulullah melakukan perjalanan militer bersama sepuluh ribu pasukan kaum muslimin ke Mekkah, hingga
setelah sampai pada sebuah tempat bernama Marru az-Zhahran [sebuah tempat dekat tidak mengetahui
kedatangan umat Islam. Pada malam itu Abu Sufyan bin Harab dan yang lainnya keluar dari kota Mekkah
untuk melihat kondisi dan mendengar informasi.
Al-Abbas paman Rasulullah shallalahu ‘alaihi wassalam berkata, “Kami mendengar Abu Sufyan berkata,
“Kami tidak pernah melihat ada api dan tentara yang lebih besar daripada malam ini.” Budail bin Warqa’
berkata, “Demi Allah, itu adalah apinya Khuza’ah, dia siap untuk berperang.”
Abu Sufyan berkata, “Khuza’ah lebih sedikit dan lebih hina dari pada api dan tentara seperti itu.”
Kami, kata al-Abbas mengetahui dari suaranya, kami berkata, “Abu Hanzhalah [Abu Sufyan], dan dia
mengenal suara kami.”
Dia berkata, “Kenapa kamu berada di sini wahai saudaraku.”
Kami berkata, “Hati-hati dengan diri kamu wahai Abu Sufyan, itu adalah api Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersama tentaranya, demi Allah, kalau dia menemukanmu maka pasti dia akan menebas lehermu.
Sekarang naiklah di kendaraan ini, duduk di belakangku, kita datang ke Rasulullah dan kami mintakan untukmu
jaminan keamanan.”
Dia naik duduk di belakang kami, hingga melewati tenda Umar yang ditandai dengan api unggun. Setelah Umar
melihat Abu Sufyan di belakang kami dia berkata, “Abu Sufyan musuh Allah!, Segala puji bagi Allah yang
telah memudahkan kamu menangkapnya tanpa perlu bersusah payah, kemudian tunggakan kami baghal [anak
kuda dari pejantan keledai] berhenti.”
Umar dengan segera menuju Rasulullah dan kami mendahuluinya seperti hewan tunggangan yang lambat
jalannya mendahului orang yang berjalan lambat, kami masuk menemui Rasulullah dan Umar juga masuk
menemui Rasulullah.
Umar berkata, :Wahai Rasulullah, itu dia Abu Sufyan, al-Abbas telah berhasil menangkapnya dengan mudah
tanpa perlu bersusah payah, maka diizinkanlah kami menebas lehernya.”
Kami al-Abbas berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah memberikan jaminan keamanan kepadanya.”
Rasulullah berkata, “Pergi dan bawalah dia ke tendamu, besok pagi kamu datang lagi menemui kami.”
Setelah tiba waktu pagi, kami datang membawa Abu Sufyan menghadap kepada Rasulullah, dan setelah
Rasulullah melihatnya dia berkata, “Celaka kamu wahai Abu Sufyan, bukanlah sudah tiba waktunya bagi kamu
untuk mengikrarkan bahwa; “La ilaha illa Allah?”.
Abu Sufyan berkata, “Wahai saudaraku, alangkah mulianya kamu, pemaaf dan gemar menyambung hubungan
silaturrahim, demi Allah kami telah yakin bahwa seandainya memang ada ilah selain Allah, maka pasti Dia
telah memberikan kami jalan keluar dari masalah yang kami hadapi sekarang.”
Rasulullah berkata, “Celaka kamu wahai Abu Sufyan, bukankah sudah saatnya kamu mengikrarkan bahwa aku
adalah Rasulullah?”
Abu Sufyan berkata, “Saudaraku, alangkah mulianya kamu, pemaaf dan gemar menyambung hubungan
silaturrahim, adapun tentang masalah ini maka terus terang bahwa hati ini belum bisa menerimanya.”
Al-Abbas berkata, “Celaka kamu wahai Abu Sufyan, masuk Islamlah sekarang!”
Dia masuk Islam, dan kami berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, Abu Sufyan itu adalah orang yang
suka kebanggaan dan kehormatan, makan berikanlah dia sedikit dari kehormatan itu!”
Nabi berkata, “Baiklah kalau begitu.”
Dia bersabda, “Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan maka dia akan aman, siapa yang menutup pintu
rumahnya maka dia akan aman, dan siapa yang masuk ke masjid maka diapun akan aman.”
Kami berkata kepada Abu Sufyan, “Pulanglah dan berikan keamanan buat kaummu!
Dia pulang dan berteriak dengan suara yang keras, “Wahai kaum Quraisy, Muhammad telah datang kepada
kalian dengan kekuatan tentara yang tidak mungkin dihadapi, maka selamatkanlah diri kalian masing-masing.
Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan maka dia akan aman, siapa yang masuk ke rumahnya dan menutup
pintunya maka dia akan aman, dan siapa yang masuk ke masjidil Haram maka dia akan aman.”
Manusia pun terpencar ke rumah masing-masing atau ke masjid.
Ibnu Ishak berkat, “Shafwan bin Umayyah dan Ikrimah bin Abi Jahal telah mengumpulkan kekuatan untuk
menyambut kedatangan umat Islam dengan perang di tempat bernama Khandamah [dekat Mekkah], namun
setelah bertemu dengan tentara umat Islam dari anak buah Khalid dan terjadi perang kecil-kecilan yang
menyebabkan ada sekitar dua belas orang yang terbunuh dari kaum musyrikin, kemudian mereka kalah dan
melarikan diri.”
Salah satu di antara mereka lari dan masuk ke rumahnya sambil berkata kepada istrinya, “Tutup pintu rumah.”
Istrinya itu berkata, “Lalu mana bukti janjimu bahwa nanti kamu akan membawakan kami salah satu di antara
mereka untuk menjadi pembantu kami?”
Suaminya bersyair;
Sesungguhnya jika kamu menyaksikan pernag Khandamah, tatkala Shafwan dan Ikrimah melarikan diri,
mereka dihadapi oleh pedang-pedang umat Islam, mereka menebas setiap tangan dan kepalka, sebuah pukulan
yang berderu dan menyeramkan. Sungguh tidak ada suara kecuali suara perih karena kesakitan, maka niscaya
secuil cemoohan pun pasti tidak akan terlontar dari mulutmu.”
Setelah Rasulullah sampai di Mekkah dan suasananya telah tenang, beliau keluar dan menuju Ka’bah,
kemudian berthawaf sebanyak tujuh kali di atas kendaraannya, sementara di sekitar Ka’bah ada patung-patung
yang berhiaskan senjata, kemudian nabi menunjuk patung-patung itu dengan kayu yang ada ditangannya sambil
berkata, “telah datang kebenaran dan musnahlah kebatilan, sesungguhnya kebatilan itu pasti akan lenyap.”
Tidak ada patung yang ditunjuk kepadanya kecuali jatuh dan roboh.
Tamim bin Asad berkata,
“pada keruntuhan patung-patung itu ada pelajaran dan pengetahuan, bagi siapa saja yang menginginkan pahala
dan takut akan ganjaran dari perbuatan mereka.”
Rasulullah berdiri di depan pintu dan berkata, “Wahai kaum Quraisy, sesungguhnya Allah telah membuang dari
kalian benih-benih kejahiliyahan dan keangkuhan membanggakan keturunan dan nenek moyang, manusia
semuanya berasal dari Adam dan Adam adalah diciptakan dari tanah.”
Rasulullah membacakan ayat yang berbunyi, “Wahai sekalian manusia, kami menciptakan kalian dari laki-laki
dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar kalian saling kenal mengenal, sesungguhnya yang
paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa kepada Allah.”
Kemudian Rasulullah berkata, “Wahai kaum Quraisy, kira-kira menurut kalian apa yang akan kami perlakukan
terhadap kalian?”
Mereka berkata, “Perlakuan yang baik, karena sepengetahuan kami adalah saudara terbaik kami dari anak yang
mulia di antara kami.”
Rasulullah bersabda, “Pergilah kalian semua, kalian kami bebaskan.”

BAB 36 Perang Hunian


Ibnu Ishak berkata, “Rasulullah setelah pembebasan Mekkah melanjutkan perjalanan bersama dua ribu dari
warga Mekkah dan sepuluh ribu dari sahabat-sahabatnya Muhajirin dan kaum Anshar.
Jabir bin Abdulah berkata, “Setelah kami berada di dekat lembah Hunian dan kami menapaki lembah Tihamah
di kegelapan malam menjelang subuh, yang ternyata musuh telah lebih dahulu berada di lembah itu, mereka
telah siap dan telah lebih dahulu kami, mereka menyerang kami secara serentak, yang menyebabkan orang-
orang berhamburan dan tidak mempedulikan yang lainnya. Sementara Rasulullah menyamping ke arah kanan
dengan berkata, “Wahai manusia kemarilah bergabung dengan kami, aku adalah Rasul Allah, aku adalah
Muhammad bin Abdillah.”
Namun tidak ada unta yang membawa manusia datang bergabung ke Rasulullah. Mereka pergi menyelamatkan
diri, kecuali beberapa orang dari sahabatnya dari Muhajirin dan kaum Anshar serta ahlu Bait Rasulullah.
Ibnu Ishak berkata, “Az-Zuhri bercerita kepada kami dari Katsir bin al-Abbas dari bapaknya yang bernama al-
Abbas bin Abdul Mutthalib berkata, “Kami bersama Rasulullah memegang kudanya yang berwarna putih, dan
kami adalah orang yang berperawakan besar dan bersuara lantang, sementara Rasulullah berkata tatkala
menyaksikan manusia berhamburan, “Mau kemana wahai kalian umat Islam?”
Namun kami melihat manusia yang dipanggil itu tidak menjawab, akhirnya Rasulullah berkata, “Wahai al-
Abbas berteriaklah, panggillah kaum Anshar dan mereka yang telah membaiat kami di bawah pohon.”
Al-Abbas berkata, “Setelah kami panggil mereka, mereka menjawab, “Hadir, kami akan datang dengan segera
ya Rasulullah.”
Al-Abbas berkata, “Di antara mereka ada yang berupaya untuk mengendalikan kendaraannya namun tidak
mampu. Akhirnya dia mengambil baju besinya, dan menggantungnya di lehernya, serta mengambil pedangnya
dan tamengnya, kemudian dia meninggalkan kendaraannya dan turun ke medan perang.”
Al-Abbas berkata, “Suara kami terdengar oleh semuanya, hingga mereka datang kepada Rasulullah, dan begitu
ada sekitar seratus orang prajurit berkumpul, Rasulullah mulai menghadapi musuh dan berperang melawan
mereka.”
Dari Jabir bin Abdullah berkata, “Tatkala laki-laki yang berasal dari Hawazin itu, yang memegang bendera
berada di atas untanya dan melakukan apa yang dia lakukan, tiba-tiba Ali bin Abi Thalib dan seorang dari kaum
Anshar mendekatinya, Ali menghampirinya dari belakang dan menebas kedua kaki untanya, yang
menyebabkan dia merosot ke arahnya dan menebas kakinya hingga betisnya putus, dan terjatuhlah diadari
untanya.”
Manusia dalam kondisi perang yang sengit, namun demi Allah, manusia yang kabur belum sempat kembali ke
medan perang, hingga di samping Rasulullah telah berkumpul para tawanan.
Rasulullah menoleh ke Abu Sufyan bin al-Harits, dia menjadi muslim yang baik setelah masuk Islam, dia
sedang duduk di bagian belakang kudanya [Baghal adalah keturunan kuda dengan kedelai].
Nabi bertanya kepadanya, “Siapa kamu?”. Dia berkata, “Kami adalah anak ibumu ya Rasulullah.”
Rasulullah menoleh lagi dan mendapatkan Ummu Sulaim binti Malhan, dia bersama suaminya Abu Thalhah,
dia sedang hamil.
Nabi bertanya, “Kamu adalah Ummi Sulaim?”
Dia berkata, “Betul ya Rasulullah, kamu adalah ibarat saudaraku seibu dan seayah, kami memerangi yang lari
dari perang sebagaimana kamu memerangi musuh dan mereka berhak diperangi.”
Bersama Ummi Sulaim ada senjata bermata dua.
Abu Thalhah bertanya, “Untuk apa senjata itu wahai Ummu Sulaim?”
Dia berkata, “Untuk berjaga diri, kalau ada orang musyrik yang mendekati kami, maka kami akan belah
perutnya dengan menikamkan senjata ini kepadanya.”
Dari Jubair bin Math’am berkata, “Kami menyaksikan sebelum perang selesai yang berakhir dengan kekalahan
musuh, mereka berperang seperti kain hitam yang turun dari langit dan jatuh di antara kami, kami
menelusurinya, ternyata mereka ibarat semut yang sangat banyak yang telah memenuhi, lembah, kami yakin
tentara-tentara itu adalah para malaikat, tidak lama kemudian musuh kalah dan melarikan diri.”
Rasulullah mengirim Abu Amir al-Asy’ari untuk mengikuti mereka yang kabur ke salah satu lembah yang ada
di Hunian, dan dia menemukan ada sepuluh dari orang musyrikin bersamanya, satu persatu dihadapkan kepada
Abu Amir, dia menawarkan untuk masuk Islam sambil berkata, “Ya Allah bersaksilah atasnya!”
Setelah mereka tidak mau menerima tawaran itu, mereka kemudian dieksekusi mati, dan begitulah seterusnya
hingga sembilan orang tereksekusi, dan tinggallah satu orang, setelah dia ditawari untuk masuk Islam dan tidak
mau manerimanya, Abu Amir berkata, “Ya Allah jangan Engkau bersaksi atasku.”
Abu Amir membiarkannya hingga dia berhasil kabur kemudian masuk Islam setelah itu.
Ibnu Ishak berkata, “Telah bercerita kepada kami beberapa orang dari Bani Sa’ad bin Bakar bahwa Rasulullah
berkata pada waktu, “Kalau kalian telah berhasil menangkap mereka, maka jangan sampai ada yang lolos.”
Setelah umat Islam berhasil menangkapnya kembali, mereka menawannya dan keluarganya, dan bersama
mereka al-Syaima binti al-Harits saudari sesusuan Nabi shallahu ‘alaihi wasallam.
Mereka menyusahkan wanita itu pada saat digiring, akhirnya dia berkata, “Apakah kalian tahu bahwa aku
adalah saudari susuan teman kalian [Muhammad], namun umat Islam tidak percaya hingga dia berada di dekat
Rasulullah.Setelah dia bertemu dengan Rasulullah dia berkata, “Wahai Rasul Allah, aku adalah saudara
sesusuanmu.”Rasulullah bertanya, “Apa tanda-tandanya?”
Dia berkata “Bekas gigitanmu yang Engkau menggigitku di belakang badanku.”
Rasulullah akhirnya membentangkan kainnya dan memintanya duduk di atasnya dan berkata, “Kalau kamu mau
tinggal bersama kami dengan kemuliaan dan kehormatan silahkan, atau kalau kamu lebih memilih pulang ke
kampung halamanmu maka kami akan fasilitasi kamu dengan bekal yang dibutuhkan.”
Dia berkata, “Kami memilih pulang ke keluarga kami.”Rasulullah mengembalikannya ke kaumnya dengan
membekali segala kebutuhannya, dan diberikan bersamanya hamba sesusuan Nabi itu akhirnya menikahkan
kedua hamba sahaya itu, dan mereka memiliki anak keturunan setelah itu.

BAB 37 Perang Thaif dan Tawanan dari Kabilah Hawazin


Kemudian setelah Rasulullah selesai dari Hunian, beliau melanjutkan perjalanan ke Thaif, dan tentaranya
bermarkas di Thaif, sebagian dari sahabat Rasulullah masuk ke bawah senjata meriam, kemudian diarahkan
tembakannya ke tembok Thaif agar terbakar temboknya.
Tsaqif membalas dengan melemparkan kawat besi dengan api yang menyala.
Akhirnya mereka keluar dari bawah meriam itu. Kemudian Tsaqif melempar mereka dengan anak panah, maka
merekapun berhasil membunuh beberapa di antara mereka.
Dia ketika Rasulullah SAW bermarkas di sana ada beberapa hamba sahaya yang turun menemui Rasulullah
yang sebelumnya terpenjara, dan menyatakan masuk Islam Rasulullah memerdekakannya. Kemudian
setelah selesai dari Thaif, Rasulullah melanjutkan perjalanan ke Ji’ranah bersama sahabatnya dan tawanan yang
banyak dari Hawazin, dan salah seorang dari sahabatnya berkata kepada Beliau tatkala ingin meninggalkan
Tsaqif, “Wahai rasulullah, berdoalah untuk kebinasaan mereka!”
Akhirnya Rasulullah berdoa, “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada Tsaqif dan datangkanlah mereka kepada
kami.”
Tawanan dari Tsaqif yang bersama Rasulullah adalah enam ribu dari wanita dan anak-anak.Adapun jumlah
unta dan kambing tidak terhitung jumlahnya.
Utusan dari Hawazin yang sudah masuk Islam menemui Rasulullah, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kiat
adalah berhubungan keluarga, dan kami telah ditimpa musibah yang engkau sudah ketahui, maka berbuat
baiklah kepada kami, semoga Allah membalas kebaikan engkau.”
Kemudian berdirilah salah seorang dari Hawazin dan berkata, “Mereka para tawanan wanita itu adalah wanita-
wanita dari saudara perempuan serta keluarga dari ibu yang pernah menyusui dan membesarkanmu.”
Rasulullah berkata, “Apakah wanita-wanita dan anak-anak kalian yang kalian lebih cintai atau harta-harta
kalian?”
Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, Engaku meminta kami untuk memilih antara harta dengan keturunan
kami? Kami memilih agar engkau mengembalikan kepada kami anak-anak dan wanita-wanita kami.”
Rasulullah mengembalikan tawanan itu kepada mereka dan membagi harta rampasan kepada kaum muslimin
dan tidak memberikan kepada kaum Anshar sedikitpun.
Ibnu Ishak berkata, “Rasulullah memberikan bagian kepada mereka yang baru masuk Islam, mereka adalah
tokoh kaumnya, dengan maksud agar mereka semakin cinta kepada Islam dan agar kaum mereka bersimpati
dengan Islam.
Setelah harta itu dibagi di antara kabilah Quraisy dan tidak dibagi kepada kaum Anshar, maka hati al-Anshar
tergores sesuatu, mereka sedih.
Rasulullah mendekati kaum Anshar dan berkata, “Wahai kaum Anshar, apakah kalian mendapatkan
kecenderungan terhadap kenikmatan dunia yang sedikit, dimana kami lakukan itu agar mereka bisa masuk
Islam, dan kami pasrahkan dan sandarkan kalian kepada keimanan kalian. Wahai kaum Anshar apakah kalian
tidak ridha mereka pulang dengan unta dan kambing, sementara kalian pulang bersama Rasulullah ke kampung
halaman kalian, kami bersumpah demi Allah, dari kaum Anshar, seandainya manusia memilih jalan dan kaum
Anshar memilih jalan lain maka kami akan memilih jalan kaum Anshar.
Ya Allah sayangilah kaum Anshar, sayangilah anak-anak kaum Anshar, sayangilah cucu-cucu kaum Anshar.”
Mereka semua menagis yang menyebabkan jenggot-jenggot mereka berbasahan.
Mereka berkata, “Kami ridha terhadap apa yang telah dilakukan Rasulullah dalam pembagian harta rampasan.”
Setelah itu Rasulullah berangkat ke Ji’ranah untuk melakukan umrah pada bulan Dzul Qa’dah, kemudian
kembali ke Madinah setelah itu.

BAB 38 Perang Tabuk


Kemudaian rasulullah tinggal di Madinah dantara bulan Dzul Hijjah sampai Rajab, setelah itu Rasulullah
memerintahkan sahabatnya untuk bersiap-siap berperang melawan adikuasa Romawi, dan itu terjadi pada masa
susah dan paceklik, dan ditambah lagi terjadi pada musim panas. Pada saat itu hasil perkebunan dari buah
pohon-pohonan sebentar lagi dipanen, dan biasanya orang-orang sangat senang melihat hasil perkebunanya
dipanen.
Rasulullah sangat serius dalam menempuh perjalanan ini dan meminta para sahabatnya untuk bersiap-siap, dan
menganjurkan kepada yanng berharta agar berinfak di jalan Allah agar yang lain bisa ikut berperang dari orang-
orang yang tidak memiliki perbekalan.
Banyak dari orang-orang kaya yang berinfak.
Utsman bin Affan berinfak di jalan Allah dalam jumlah yang sangat banyak dan tidak ada yang menyainginya,
dia berinfak sebanyak seribu dinar, dan meyiapkan angkutan kendaraan sebanyak seribu ekor.
Rasulullah berdoa untuk Utsman, “Ya Allah ridhailah Utsman karena kami telah ridha kepadanya!”
Banyak umat Islam yang datang menemui Rasulullah, yang kemudian dikenal dengan al-Bukkaaun [orang-
orang yang menangis], mereka datang untuk minta difasilitasi kendaraan yang bisa dipakai untuk berangkat
jihad, namun karena mereka miskin dan tidak ada lagi kendaraan maka mereka bersedih dan menangis.
Rasulullah berkata kepada mereka, “Kami tidak menemukan kendaraan yang kalian bisa pakai.” Maka
merekapun kembali dengan air mata yang berlinang karena sedih tidak bisa ikut berjihad.
Tidak lama kemudian Rasulullah menetapkan untuk berangkat, dan tatkala Rasulullah melewati perkampungan
batu [tempat kaum Shalih dibinasakan oleh Allah], Rasulullah mampir dan beristirahat. Kemudain para
sahabatnya ingin mengambil air sumurnya, tetapi Rasulullah bersabda, “Jangan ada yang minum dari airnya
dan jangan ada yang memakainya berwudhu untuk shalat.”
Setelah tiba waktu pagi dan persiapan air telah habis, mereka mengadukan masalah itu kepada Rasulullah,
maka beliau pun berdoa kepada Allah. Setelah itu tidak lama kemudian Allah mengirim awan dan turunlah
hujan hingga manusia dapat minum air semuanya, dan menjadikan sebagiannya sebagai bekal dalam
perjalanan. Setelah sampai di Tabuk, datanglah penguasa Ilah [Ilaat], mereka berdamai dan siap membayar
jizyah [pajak kepala].
Rasulullah tinggal di Tabuk selama belasan malam, dan tidak lebih dari itu, kemudian kembali ke Madinah.
Dalam perjalanan pulang ada air yang keluar dari bawah batu yang hanya cukup untuk satu atau dua orang
penunggang saja.Rasulullah turun dan meletakkan tangannya di bawah batu itu, dan air pun mengalir dengan
deras melalui batu itu, kemudian dia memercikkan air itu, dan mengusapnya dengan tangannya, dan berdoa
kepada Allah secukupnya, kemudian keluarlah dari air suara gemuruh seperti suara guntur.
Para pasukan pun minum dari air itu dan menyelesaikan kebutuhan mereka, jumlah mereka pada waktu itu
adalah 30.000 prajurit.
Dari Ibnu Mas’ud berkata, “Kami bangun tengah malam ketika kami bersama Rasulullah pada perang Tabuk,
dan kami melihat ada nyala api di sudut markas, kami mengikuti sumber api itu untuk mengetahui ada apa yang
terjadi. Ternyata setelah sampai di sumber api, kami melihat Rasulullah, Abu Bakar dan Umar. Seorang sahabat
bernama Abdulah Dzul Bajadain al-Muzani telah meninggal, bapaknya hadir dalam pemakaman itu. Rasulullah
berada di lubang kuburan, sementara Abu Bakar dan Umar membopong jasadnya ke arah Rasulullah,
Rasulullah berkata, “Turunlah kepada saudara kalian.”
Mereka pun menurunkannya. Menjelang dimasukkan ke liang lahad kuburannya, Nabi berdoa, “Ya Allah pada
malam ini kami telah ridha kepadanya, maka ridhailah dia!”
Ibnu Mas’ud, “Alangkah indahnya bila kamilah yang pada waktu itu menjadi mayatnya.”
Dia dinamakan dengan Dzul Bajadain karena pada waktu dia hendak masuk Islam, kaumnya melarangnya dan
menyiksanya, sehingga mereka membiarkannya sendirian dengan kain kasar dan dia tidak memiliki selainnya,
akhirnya dia melarikan diri dari mereka menuju Rasulullah. Setelah dekat dengan Rasulullah, dia menyobek
kainnya menjadi dua, satu untuk kain sarung dan yang lain dijadikan sebagai kain untuk bagian atas badannya.”
Mereka berkata, “Pada waktu Rasulullah berada di perjalanan pulang dari Tabuk, para kaum Munafiq membuat
makar terhadap Rasulullah. Mereka bersekongkol untuk melempar Rasulullah dari tempat yang sempit di
bagian gunung yang berhadapan dengan lembah [jurang]. Setelah Rasulullah hampir sampai di jalan sempit
tersebut, mereka para pembuat makar itu berupaya untuk ikut masuk, Rasulullah memerintahkan Ammar bin
Yasir untuk memandu tali unta Rasulullah, dan menugaskan Hudzaifah Ibnul al-Yaman mengikuti di
belakangnya. Ketika Rasulullah berjalan di lereng gunung itu, tiba-tiba beliau mendengar suara banyak orang
bermaksud menyerang beliau, maka Rasulullah pun marah dan memerintahkan Hudzaifah untuk mengusir
mereka.
Hudzaifah mengusir mereka dengan cara memukul muka kendaraan mereka dengan kayu yang ada di
tangannya. Mereka mengira bahwa Rasulullah telah mengetahui makar mereka, sehingga mereka pun turun
segera dari lereng gunung dan langsung bergabung ke kumpulan orang banyak.
Pada waktu pagi tiba, Usaid bin al-Hudhair berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa semalam engkau melewati
jalan sempit dan tidak melewati lembah saja, padahal itu lebih mudah jalannya?”
Rasulullah berkata, “Wahai Abu Yahya, apakah kamu tahu apa yang diinginkan semalam oleh orang-orang
Munafiq dan apa yang telah mereka lakukan?”
Mereka berkata, “Ikuti dia dari lereng gunung, setelah malam tiba, mereka bermaksud memotong pengikat
tempat duduk dari bawah kendaraan kami, hingga lepas dan kami jatuh dari kendaraan kami.”
Usaid berkata, “Wahai Rasulullah sekarang orang-orang pada berkumpul, maka perintahkanlah setiap kabilah
untuk membunuh orang yang telah bermaksud jahat kepadamu, maka mereka sendirilah yang akan membunuh
orang yang ada di kabilah mereka, atau beritahukan kepada kami dan kami akan datangkan kepada engkau
kepala-kepala mereka. Kemudian kami akan minta bantuan dari tokoh-tokoh Khazraj biar mereka melindungi
Rasulullah dari kejahatan mereka, karena orang-orang seperti mereka tidak pantas hidup ya Rasulullah. Sampai
kapan kita mentolerir mereka sementara mereka sekarang sudah sedikit jumlahnya dan semakin lemah.”
Rasulullah berkata kepada Usaid. “Kami takut dikatakan orang-orang bahwa Muhammad pada saat perang telah
selesai antara dia dengan orang-orang musyrikin, maka dia mulai membunuh sahabat-sahabatnya.”
Usaid berkata, “Mereka bukan sahabat-sahabat Rasulullah.”
Rasulullah berkata, “Tetapi bukanlah mereka bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah?”
“Bukankah mereka menampakkan bahwa aku adalah Rasulullah?”
Usaid berkata :”Betul, tetapi mereka tidak bisa diterima kesaksiannya.”
Rasulullah berkata, “Tetapi aku dilarang membunuh mereka.”
Pembuat makar di lereng gunung itu ada tiga belas orang, Rasulullah telah menyebutkan nama-namanya kepada
Hudzaifah Ibnul Yaman dan kepada Ammar.
Ibnu Ishak berkata, “Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanan hingga sampai di sebuah tempat bernama
Dzi Awan, sebuah kampung yang berada antara Madinah dengan perjalanan beberapa jarak. Di tempat itu ada
sebuah masjid dimana pemiliknya yang membangunnya telah datang kepada Rasulullah sebelum ke Tabuk dan
meminta beliau untuk mendatanginya, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah membangun masjid
untuk orang yang membutuhkan berteduh tatkala hujan, orang-orang sakit, yang dalam perjalanan, atau
bernaung ke masjid tersebut dan shalat bersama kami.”
Rasulullah berkata, “Kami sibuk dan sedang bersiap-siap berangkat untuk perjalanan jauh. Setelah kami pulang
dari Tabuk insya Allah kami datang dan shalat bersama kalian di masjid itu.”Setelah turun di tempat Dzi Awan
itu, datanglah berita tentang masjid itu.
Rasulullah memanggil Malik bin Addukhsyam dan Ma’an bin Adi, beliau berkata, “Berangkatlah kalian berdua
ke masjid yang pemiliknya telah berlaku zhalim, robohkanlah masjid itu dan bakarlah setelah itu.”
Mereka berdua berangkat dengan bergegas hingga sampai ke kampung Bani Salim bin Auf, Malik masuk
menemui pemiliknya, dia mengambil setangkai daun kurma kemudian membakarnya dan menghancurkannya
dalam kondisi di dalam masjid itu banyak penghuninya, yang menyebabkan mereka bertebaran dan menjauh
dari masjid yang sedang dibakar.
Mengenai kisah ini telah turun ayat yang berbunyi, “Dan mereka yang membangun masjid dhirar dnegan dasar
karena kekafiran dan bermaksud dengan masjid itu umat Islam bercerai berai dan sebagai landasan untuk
memerangi Allah dan Rasul-Nya, mereka bersumpah atas nama Allah bahwa yang kami inginkan adalah
semata-mata kebaikan, namun Allah menyaksikan bahwa merka itu adalah orang-orang yang bohong.”
Ibnu Ishak berkata, “Az-Zuhri berkata kepada kami dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah, dari Ibnu Abbas
berkata, “Kami telah mendengar Umar bin Khaththab berkata, “Tatkala Abdullah bin Ubai meninggal [dia
adalah pimpinan munafiqin di Madinah, Rasulullah diundang untuk menshalatkannya, dan beliau memenuhi
panggilan itu dan berdiri di sampingnya. Setelah beliau hendak menshalatkannya, kami mendekatinya hingga
berdiri di depannya, dan kami berkata, “Wahai Rasulullah, apakah anda hendak menshalatkan Abdullah bin
Ubai bin Salul?” Apakah Rasulullah lupa yang dia telah katakan pada hari itu...kami mengingatkan beliau hari-
harinya bersama Abdullah bin Ubai. Beliau mendengar sambil tersenyum, setelah kami berbicara panjang lebar,
beliau bersabda, “Wahai Umar, menghindarlah dari depanku!, Kami telah diberikan pilihan dan kami memilih
cara ini, dan ketahuilah bahwasanya aku telah diberitahukan dan difirmankan kepadaku, “Bila kamu
memohonkan ampunan baginya atau tidak memohonkan ampunan adalah sama saja, bahkan seandainya kamu
memohonkan ampunan sebanyak tujuh puluh kali pun untukya, maka Allah tidak akan mengampuninya.”
Seandainya kami tahu kalau kami lakukan lebih dari tujuh puluh kali, dosanya akan diampuni maka kami akan
melakukan itu.”
Kemudaian Rasulullah menshalatkannya, beliau mengantarnya hingga berdiri di atas kuburannya sampai selesai
acara penguburannya. Kami menyesal karena terlalu lancang menegur dan bersikap kepada Rasulullah.”
Namun tidak lama kemudian turunlah ayat yang berbunyi, “Dan janganlah kamu shalati salah seorang yang
meninggal di antara mereka, juga jangan pula kamu berdiri di atas kuburannya, mereka itu adalah orang-
orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka meninggal dalam kondisi fasik [kafir].
Setelah kejadian itu Rasululah tidak pernah lagi menshalatkan orang-orang munafiq hingga beliau meninggal
dunia.

BAB 39 Tahun Delegasi


Ibnu Ishak berkata, “Setelah Rasulullah membebaskan Mekkah dan perang Tabuk telah selesai, Tsaqif telah
masuk Islam dan mereka telah membai’at Rasulullah, maka berdatanganlah setelah itu delegasi dari negeri-
negeri Arab dari beberapa penjuru untuk bertemu dengan Rasulullah. Hal itu disebabkan karena orang-orang
Arab selama ini memang menunggu apa yang akan terjadi dengan orang-orang Quraisy bersama Rasulullah,
karena posisi Quraisy di kalangan orang-orang Arab adalah sebagai pemimpin dan suri tauladan, merekalah
yang mengelola masjidil haram, merekalah anak keturunan dari Ismail bin Ibrahim alaihima assalam,
merekalah pemimpin Arab. Kalangan orang-orang Arab pada umumnya tidak mengingkari akan hal itu. Dan
hanya orang-orang Quraisylah yang menjadi ujung tombak dalam melakukan perlawanan terhadap Rasulullah.
Setelah Mekkah ditaklukkan, dan Quraisy tunduk terhadap Islam, kemudian mereka masuk Islam, pada saat
itulah bangsa Arab menyadari bahwa mereka tidak akan mampu melakukan perlawanan dan permusuhan
terhadap Rasulullah.
Akhirnya mereka memilih untuk masuk Islam secara berbondong-bondong, seperti yang difirmankan oleh
Allah dalam Al-Qur’an, “Dan apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan, maka pada saat itulah kamu
akan melihat manusia masuk ke dalam Islam secara berbondong-bondong. Maka bertasbihlah kepada Allah dan
mohonlah ampunan-Nya, karena dia Maha Menerima Taubat.”
Maka datanglah delegasi dari Negara-negara Arab.
Datanglah Atharid bin Haajib bersama para tokoh dari Bani Tamim, di antara al-Aqra bin Habis, al-Zabarqan
bin Badar, dan termasuk dari Bani Tamim ada Nu’aim bin Zaid, Qais bin Ashim, mereka bersama rombongan
besar dari Bani Tamim.
Dari Banu Sa’ad bin Bakar mengutus tokoh mereka bernama Dhamam bin Tsa’labah untuk menemui
Rasulullah. Saudara Abdul Qais bernama al-Jaarud bin Amru juga datang menemui Rasulullah.
Utusan dari Thai di antara hadir Zaid al-Khail tokoh mereka dan bersamanya ada tokoh lain bernama ‘Adiy bin
Hatim datang menemui Rasulullah.
Farwah bin Musaik al-Muradi juga datang menemui Rasulullah dan meninggalkan kekuasaan dan menjauh dari
kerajaan untuk menemui Rasulullah.
Juga datang menemui Rasulullah Amru bin Ma’dikarib bersama rombongan dari Zubaid dan mereka masuk
Islam.Juga datang menemui Rasulullah al-Asy’ats bin Qais bersama rombongan dari Kindah dengan jumlah 80
penunggang tunggangan.Juga datang menemui Rasulullah Shurd bin Abdilah al-Azdi dia masuk Islam dan
menjadi muslim yang sangat baik. Dia bersama utusan dari al-Azdi.
Juga datang menemui Rasulullah utusan dari himyar membawa surat dan memberitahukan bahwa mereka telah
masuk Islam.Kemudian Rasulullah mengutus Khalid bin al-Walid kepada Bani al-Harits bin Ka’ab di Najran.
Mereka datang menemui Rasulullah dan menyatakan masuk Islam.
Juga datang rombongan dari Hamdan menemui Rasulullah, setelah mereka masuk Islam melalui Ali bin Abi
Thalib di Yaman.
Kemudian Rasulullah mengirim pemimpin dan ututsan untuk mengambil zakat kepada setiap wilayah yang
telah menyatakan masuk Islam di segala penjuru negeri.

BAB 40 Haji Wada’


Menjelang datangnya bulan Dzul Qa’dah, Rasulullah bersiap-siap untuk menunaikan ibadah haji. Beliau
memerintahkan orang-orang untuk bersiap menunaikan ibadah haji, kemudian beliau berangkat menjelang
bulan Dzul Qa’dah berakhir sekitar lima hari lagi, hingga tatkala berada di tempat bernama Saraf [dekat
Mekkah], beliau memerintahkan orang-orang untuk melakukan umrah [dengan niat ihram, thawaf dan sa’i]
kecuali orang yang membawa bersama mereka binatang sembelihannya.
Kemudian Rasulullah melanjutkan amalan hajinya, beliau mengajarkan manusia bagaimana cara menunaikan
haji, sunah haji, kemudian menyampaikan khutbah haji, beliau bertahmid kepada Allah, memuji Allah, dan
berkata, “Wahai sekalian manusia dengarkanlah perkataan kami karena mungkin saja kami tidak lagi bertemu
denan kalian setelah tahun ini, pada tempat ini selama-lamanya. Wahai sekalian manusia, sesungguhnya darah-
darah kalian dan harta-harta kalian haram untuk ditumpahkan dan diambil dengan tanpa hak, seperti haramnya
kalian melakukan pelanggaran pada hari ini dan di negeri kalian ini, dan pada bulan kalian ini. Dan ketahuilah
bahwa kalian semua akan menemui Rabb kalian dan kalian akan ditanyai tentang apa yang kalian lakukan,
maka barang siapa yang memiliki amanah maka sampaikanlah kepada yang diamanahkan kepadanya,...”
Beliau berkata setelah menjelaskan syariat Islam, “Kami telah meninggalkan buat kalian yang apabila kalian
berpegang teguh dengannya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya, itulah Kitab Allah dan Sunnah Rasul-
Nya. Wahai sekalian manusia, dengarkanlah perkataan kami ini, ketahuilah bahwa setiap muslim atas yang lain
adalah bersudara, seluruh kaum muslimin adalah bersaudara, dan tidak halal harta saudara kalian kecuali yang
diberikan denan kerelaan hati, maka janganlah kalian menzhalimi diri-diri kalian. Ya Allah kami telah
sampaikan amanah ini, ya Allah saksikanlah!”
Dari Aisyah berkata, “Rasulullah memerintahkan untuk berihram dengan niat umrah, dan pada waktu itu aku
sedang haidh, dia masuk menemuiku dalam keadaan aku menangis, beliau bertanya, “Apa yang terjadi
denganmu wahai Aisyah, apakah kamu sedang haidh?” aku menjawab, “Ya Allah, alangkah lebih baiknya
kalau saja aku tidak berangkat haji pada tahun ini bersama kalian.”
Nabi berkata, “Jangan kamu berkata seperti itu, karena kamu bisa melakukan setiap yang dilakukan orang yang
berhaji, hanya saja kamu tidak bisa thawaf di Ka’bah.
Setelah tiba waktu istirahat malam yang berangin kencang, Rasulullah mengutusku bersama saudara
kandungku, Abdurrahman bin Abu Bakar, dia mengutus kami untuk melakukan umrah dari Tan’im sebagai
pengganti umrah yang lalu yang tidak bisa aku lakukan.”
Ibnu Ishak berkata, “Telah berkata kepada kami Abdullah bin Najiih bahwa Rasulullah sewaktu wuquf di
Arafah dia berkata. “Tempat kami berdiri ini [di atas bukit] adalah tempat wuquf dan semuai wilayah Arafah
tempat wuquf.”
Tatkala menyembelih pada hari Mina dia berkata, “Di sini adalah tempat untuk menyembelih dan seluruh Mina
adalah tempat untuk menyembelih.”
Rasulullah menunaikan ibadah haji dan telah mencontohkan kepada manusia bagaimana cara menunaikan
ibadah haji, dan mengajarkan kepada mereka apa yang Allah wajibkan atas mereka untuk dilakukan pada saat
menunaikan ibadah haji, dari wuquf, melempar jumrah, thawaf di Ka’bah, dan lain-lain. Hal itu juga termasuk
apa yang dihalalkan dan yang diharamkan pada saat menunaikan manasik haji.
Oleh karena itu hari tersebut adalah haji percontohan dan haji wada’ karena setelah itu Nabi tidak lagi
menunaikan ibadah haji.
Bukhari meriwayatkan dari Thariq bin Syihab bahwasanya orang Yahudi berkata kepada Umar, “kalian
membaca ayat yang seandainya ayat itu diturunkan kepada kami, maka kami akan jadikan hari turunnya sebagai
hari besar.” Umar berkata, “Kami tahu ayat itu turun, di mana, dan di hari apa, dan di mana tempat Rasulullah
tatkala diturunkan kepadanya di Arafah. Kami – demi Allah – pada waktu itu masih berada di Arafah.”
Setelah Umar mendengar ayat itu dia menangis. Tatkala ditanyakan kepadanya kenapa menangis, dia berkata,
“Sesungguhnya tidak akan datang setelah kesempurnaan kecuali kehilangan [kekurangan].”

BAB 41 Hari Wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam


Ibnu Ishak berkata, “Al-Zuhri berkata, “Ayyub bin Basyir berkata kepada kami bahwa Rasulullah keluar
dengan mengikat kepalanya dan duduk di atas mimbar dan yang paling pertama dia lakukan adalah berdoa
untuk pahlawan Uhud dan memohonkan ampun atas mereka, kemudian berkata, “Sesungguhnya ada seorang
lelaki yang telah diminta kepadanya oleh Allah untuk memilih antara kehidupan dunia dan kehidupan di sisi
Allah, dan hamba itu memilih kehidupan di sisi Allah.”
Abu Bakar mengerti maksud perkataan Nabi bahwa yang dimaksudkannya adalah dirinya sendiri. Dia langsung
menangis, Abu Bakar berkata, “Kami dan anak-anak kami siap menjadi pengganti dan tebusan dirimu wahai
Rasulullah.”
Rasulullah berkata, “Cukuplah wahai Abu Bakar.”
Kemudian Rasulullah bersabda, “Perhatikanlah wahai sahabatku ke pintu rumah yang berada di sekitar masjid
ini kami minta kalian menutupnya kecuali pintu rumah Abu Bakar, karena kami tidak menutupnya
persahabatan yang melebihi dari persahabatan dengannya.”
Dari Ibnu Abi Malikah berkata, “Pada hari senin Rasulullah keluar rumah dalam keadaan mengikat kepalanya
untuk shalat Subuh, dan Abu Bakar sedang menjadi imam dalam shalat. Beliau shalat sambil duduk di sebelah
kanan Abu Bakar. Setelah usai shalat Nabi berbicara di depan manusia dengan mengangkat suaranya dan
bersabda, “Wahai sekalian manusia, api neraka telah dinyalakan, demi Allah kami tidak menghalalkan sesuatu
kecuali yang telah dihalalkan Al-Qur’an, dan kami tidak mengharamkan sesuatu yang telah diharamkan Al-
Qur’an.”
Kemudian Rasulullah masuk ke dalam rumahnya.
Dari Aisyah berkata, “Rasulullah kembali kepada kami pada hari itu dari masjid dan tiduran di pangkuan kami,
kemudian masuklah ke rumah kami dari keluarga Abu Bakar membawa siwak berwarna hijau. Aisyah berkata,
“Orang itu memandang ke wajah Rasulullah, kami berkata [Aisyah], “Wahai Rasulullah, apakah Kanda suka
kami berikan siwak itu kepadamu?”
Beliau menjawab, “Ya.”
Aisyah berkata, “Kami mengambil siwak itu dari orang itu kemudian kami gigit hingga lunak, dan
memberikannya kepada Rasulullah setelah itu.”
Aisyah berkata, “Beliau bersiwak dengan kayu siwak itu, dan beliau melakukannya melebihi apa yang selama
ini Beliau lakukan dalam bersiwak.” Kemudian setelah itu beliau meletakkannya, dan kami merasakan setelah
itu badan Rasulullah semakin berat dalam pangkuan kami, akhirnya kami perhatikan mukanya ternyata matanya
membelalak tanpa berkedip.
Rasulullah bersabda, “Kami memilih bersama Allah di surga.”
Aisyah berkata, “Kanda telah dipilihkan sesuatu dan Kanda telah menetapkan pilihanmu demi Dzat yang telah
mengutusmu dengan kebenaran.”
Ibnu Ishak berkata, “Al-Zuhri berkata, “Said bin al-Musayyib dari Abu Hurairah berkata, “Setelah Rasulullah
meninggal, Umar berkata di depan para sahabat, “Sesungguhnya orang-orang munafiq berkata bahwa
Rasulullah telah meninggal, dan ketahuilah bahwasanya Rasulullah belum meninggal. Dia hanya pergi
menemui Allah, sebagaimana Musa bin Imran pergi menemui Allah. Musa telah pergi dan hiang dari kaumnya
selama empat puluh hari, dan kembali kepada mereka setelah tersebar isu bahwa dia telah meninggal. Demi
Allah, Muhammad akan kembali sebagaimana Musa kembali, dan pada saat itulah tangan dan kaki orang yang
berkata Muhammad telah meninggal hendaknya dipotong.”
Abu Hurairah berkata, “Dan datanglah Abu Bakar dan berhenti di pintu masjid tatkala mengetahui bahwa Umar
telah berceramah di depan manusia, dia tidak menoleh sampai masuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam di rumah Aisyah.
Rasulullah terbaring di salah satu sisi rumah, di atas badannya ada selimut yang menutupi wajahnya, Abu Bakar
mendekatinya hingga membuka penutup wajahnya, dia mencium Rasulullah dan berkata, “Demi Allah, adapun
mati yang Allah telah tetapkan atasmu maka kamu telah menemuinya, dan kamu tidak akan pernah mati dua
kali.” Setelah itu dia menutup kembali muka Rasulullah, kemudian keluar dan menemukan Umar masih
berceramah di depan manusia, Abu Bakar berkata, “Cukuplah wahai Umar, diamlah!”
Namun Umar enggan untuk berhenti bicara, akhirnya Abu Bakar berusaha mendekati kerumunan orang-orang,
dan setelah mendengar suara Abu Bakar, mereka mendekati Abu Bakar dan meninggalkan Umar. Abu Bakar
bertahmid kepada Allah dan memuji Allah, kemudian berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya siapa
yang menyembah Muhammad maka Muhammad telah meninggal, dan barang siapa yang menyembah Allah
maka Allah kekal selamanya dan tidak meninggal.”
Abu Bakar kemudian membacakan ayat, “Dan bukanlah Muhammad itu kecuali seorang rasul seperti rasul-
rasul sebelumnya, apakah dia mati atau terbunuh maka kalian akan kembali kepada masa lalu kalian. Dan
siapa yang kembali kepada masa lalunya [jahiliyah] maka dia tidak akan membahayakan Allah sedikitpun dan
Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
Abu Hurairah berkata, “Demi Allah, manusia sepertinya belum pernah mendengar ayat ini diturunkan hingga
Abu Bakar membacakannya.”
Dia berkata, “Manusia mengambil ucapan Abu Bakar, dan pengingkaran bahwa Muhammad belum meninggal
hanya sebatas mulut mereka saja.”
Abu Hurairah berkata, “Umar berkata, “Demi Allah, setelah kami mendengar ayat itu dibacakan oleh Abu
Bakar, tiba-tiba saja kaki kami lemas dan tidak bisa menopang berat badan kami, kami tersungkur ke tanah dan
kami yakin bahwa memang Muhammad telah meninggal.”
Ali bin Abu Thalib, al-Abbas, al-Fadhal, Qatsam dan yang lainnya bertindak sebagai orang yang memandikan
Rasulullah. Rasulullah dimandikan dengan memakai pakaian, air dituangkan dari atas kain, mereka menggosok
badan beliau, kemudian dibungkus dengan kain kafan sebanyak tiga lapis, dan umat Islam berbeda pendapat
pada saat ingin menguburkan beliau.
Ada yang berpendapat agar supaya Nabi dikuburkan di masjid Nabi, dan ada yang berpendapat untuk
dikuburkan bersama sahabatnya di Baqi’.
Abu Bakar berkata, “Kami telah mendengar Rasulullah bersabda, “Tidak ada seorang Nabi yang diambil
nyawanya kecuali dia dikuburkan di tempat dimana dia dicabut nyawanya.”
Sofa dimana Rasulullah meninggal di atasnya diangkat kemudian digali kuburan di bawahnya.
Manusia masuk ke rumah Rasulullah menshalati beliau, yang laki-laki masuk hingga selesai, kemudian masuk
wanita hingga mereka selesai dan selanjutnya anak-anak dipersilahkan masuk.
Tidak ada seorangpun yang menjadi imam tatkala Rasulullah dishalati.
Rasulullah dimakamkan setelah itu pada tengah malam bertepatan dengan malam Rabu.
Mereka yang turun ke kuburan Nabi adalah; Ali bin Abi Thalib, al-Fadhal bin Abbas, Qatsam bin al-Abbas,
Syaqran Maula Rasulullah shallalu ‘alaihi wasallam.
Aus bin Khaula berkata kepada Ali; “Wahai Ali kami minta kamu bersumpah kepada Allah, mana bagian kami
dari Rasulullah?”Ali berkata, “Turunlah bersama kami!”
Syaqran Maula Rasulullah tatkala meletakkan Rasulullah di kuburannya mengambil kain yang dulu Rasulullah
pakai dan terkadang dijadikan alas tempat tidur, kain itu juga ikut dikuburkan.
Syaqran berkata, “Demi Allah tidak ada yang memakainya setelah kamu Ya Rasulullah.”
Dia berkata, “Kain itu akhirnya dikuburkan bersama Rasulullah.”
“Dia pergi meninggalkan rumah kenangan dan sebuah Ma’had yang terang benderang.
Kini Rasulullah telah pergi dan dikuburkan. Berkah untukmu wahai kuburan Rasul dan keberkahanlah
untukmu wahai negeri yang telah mendapat petunjuk dan hidayah. Memang mereka bersedih atas kepergian
Nabi mereka, mereka ada yang lemas dan memelas, mereka menangis seperti langit menangisnya, dan seperti
bumi menangisinya manusia pun ikut bersedih, apakah suatu hari kamu merasakan musibah kematian.
Musibah seperti hari kematian Muhammad?.Akhirnya hanya kepada Allah Pemilik alam semesta kita
kembalikan segala permasalahan, shalawat dan taslim serta keberkahan kepada engkau Rasulullah penghulu
para rasul Allah, dan kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya dan kepada orang yang berjalan dalam
sunnahnya dan manhajnya hingga hari

Anda mungkin juga menyukai