Anda di halaman 1dari 26

 NAMA: Nur kholis hanafi

 Kelas. : 1D perbankan syariah


 NIM. : 220502108
 TUGAS:Resume,mata kuliah Al-Qur’an

BAB I
“ULAMA AL-QUR’AN DAN PERKEMBANGANNYA

A. Pengertian Ulum Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan kepada manusia sebagai petunjuk dalam mencapai keselamatan,


kebahagiaan dunia dan akhirat.“Ulum” merupakan jamak dari ilm yang artinya Al-Fahm wa
Al-Idrak (paham dan menguasai).Al-Qur’an yang turun secara bergilir dan sesuai keadaan
pada masa rasulullah, mengalami perkembangan yang stimulant dan berkesinambungan,
akibat sikap ulama yang berbeda pemahaman dalam memahaminya. Ada yang fokus ke Rasm
(Penulisan), Asbab Al-Nuzul (sebab turunnya ayat), I’jaz (Kemukzizatannya), dan Balagah
(gaya sastra).
Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Sejarah Al-Qur’an hingga kini, ayat-ayat dan surah-surahnya secara tauqifi atau taufiqi.
Asbabun Al-Nuzul/sebab turunnya, penerjemahannya, tata baca Qira’ah dan imam qira’ah
yang masyhur.Nasikh Mansukh,Takhshish hukum umum, Muhkam dan Mutasyabih, pendapat
ulama mengenai tasyabbuh, sikap ulama dan hikmah ayat-ayat Mutasyabihat; Munasabah
ayat dan surah; kisah-Kisah. Mu’jizat dari aspek bahasa, sejarah, ramalan dan aspek ilmu
Tafsir Qur’an, pengertiannya, bentuk, metode dan corak penafsiran baik secara Tafsir
Tematis atau Tafsir Al-Maudhu’i.
hal yang tidak dibahas dalam buku refrensi adalah Amtsal Qur’an (Perupaan dalam Al-
Qur’an), Aqsam Al-Qur’an (Sumpah-sumpah dalam Al-Qur’an) Jadal Al-Qur’an (perdebatan
dalam Al-Qur’an) dan pembahasan lain seperti Huruf-huruf potong dalam Al-Qur’an;
Muthlaq dan Muqayyad; Adam dan Khash, Mantiq dan Mafhum dan lain-lain.

Sejarah Perkembanga Al-Qur’an

Masa Nabi Muhammad segala persoalan ditanyakan kepada beliau.

Masa Khalifa Ar-rasyidin Al-Qur’an dibukukan dalam Mushaf Al-Ustmani pada masa
Ustman Bin Affan.

Masa Ali bin Abithalib, diutuslah Abu Al-Aswad Al-Duali untuk merancang ilmu nahwu.

Masa sahabat menggali hikmah Al-Qur’an dan menafsirkannya untuk ummat dan diteruskan
oleh Tabi’in.

Musaffir yang terkenal pada masa Khulafa Ar-rrasyidin-Ibn Mas’ud, Ibn Abbas, Ubay bin
Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, dan Abu Musa Al-Asy’ari, dan setiap dari
mereka memiliki murid.

Ibn Abbas pengajar di makkah dengan murid, Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Mujahid, Atha bin
Abi Rabbah

‘Abd Allah bin Mas’ud yang mengajar di Irak muridnya, Al-Qarammah bin Qais, Masruq, al-
Aswad bin Yazid, Amir al-Sya’bi, qatadah bin Dilamah

Ibn Mas’ud yang mengajar di kuffah

Zubair bin Aslam yang mengajar di madinah.

Muncul tokoh-tokoh spesialis pengkaji al-Qur’an melalui ilmu Tafsir dan Asbab Al-Nuzul
ilmu tentang makkiah dan madani, serta Nasikh dan Mansukh.

Muncullah cendikiawan seperti Ayubah bin al-Hajjaj, Sufiyan bin Uyainah dan Waki bin
Jarrah.

Pada abad ke tiga hijriyah, Ali bin Al-Madini (guru Al-Bukhari), menyusun Kitab Asbabun-
Nuzul.

Abu Ubaid al-Qasyim bin Salam Menyusun kitab Nasikh Mansukh danQira’ah

Ibn Quaibah menyusun Musykil Al-Qur’an

Abu Muhammad binQasim al-Anbari menyusun kitab Gharib Al-Qur’an

Muhammad bin Ali Al-Afdhawi menyusun kitab Al-Istighna fi Ulum Al-Qur’an

Abad ke lima Abu bakar Al-Baqalani menyusun kitab I’jaz Al-Qur’an

Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi menyusun kitabI’rab Al-Qur’an


Al-Mawardi menyusun kitab Amtsilah Al-Qur’an

Abad ke tujuh Hijriyah

Al-Izz bin Abdu Al-Salam menulis Majaz Al-Qur’an

Alam Al-Din Al-Sakhwi menyusun Kitab Ilm Qira’ah.

Menurut penelitian Syekh Muhammad Abdu Al-Ashim Al-Zarqani, penulis kitab Manahil
Al-Rfan fil Ulum AL-Qur’an, mengatakan bahwa istilah Ulum Al-Qur’an dalam bentuk
lengkap muncul setelah kitab Tafsir yang berantakan urutannya bernama Al-Burhan Fii
‘Ulum Al-Qur’an karangan Ali bin Ibrahim bin Sa’id yang dikenal sebagai Al-Hufi.

Disusul Ibn al-Jauzi pengarang kitab Funun AK-Arfan fii Ajaib Ulum Al-Qur’an.

Lalu Badr Al-Din Al-Zarkasyid menyusun Al-Burhan Fii ‘Ulum Al-Qur’an.

Jalaludin Al-Balqini, menambahkan isi kitab Al-Burhan di dalam kitab Mawaqi AL-Ulum
mim Mawaqi Al-Nujum.

Jalaluidin As-Syuthi penulis kitab Al-Itqan fii Ulum Al-Qur’an.

Pada masa modern,

Mustafa Shadiq Rafi’I penulis Kitab Ijaz Al-Qur’an,

Syaid Quthbpenulis Kitab Tashwir Al-Fann fii Al-Qur’an, fii Zhilal Al-Qur’an dan Masyahid
Al-Qiyamah fii Al-Qur’an

jamaluddin Al-Qasimi penerjemah Kitab Mahasin Al-Ta’wil dan Al-Qru’an Karya Syekh Al-
Maraghi.

Syekh Muhammad Ali pengarang Kitab Manhaj Al-Fur’qan fii ulum Al-Qur’an.

Shubhi Shalih pengarang Mabhits fii Ulum Al-Qur’an

Khalil Al-Qaththan penulis Mabahits fu’Ulum Al-Qur’a.

Dari kalangan Indonesia

M. Hasbi al-Shiddeqy penulis Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir karya ,Pengantar Ilmu Tafsir Karya
Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan.

Pakar tafsir Indonesia penulis

M.Quraish Shihab, penulis yang dibantu Editornya Azumardi Azra,“Membumikan Al-


Qur’an”, untuk kajian tematik ditulislah buku “Wawasan Al-Qur’an”, buku Sejarah dan Ulum
Al-Qur’an.

Dari kalangan orang-orang Eropa

Peter the Venerable kepala Biara Cluny ke Toledo pada abad ke-12, Karya kajian Ilmiyah Al-
Qur’an.
Kemungkinan Pengembangan Ulum Al-Qur’an

Al-Wahidi meneyatakan:”Tidak boleh berpendapat mengenai Ababun Al-Nuzul kecuali


berdasarkan kepada riwayat atau diceritakan langsung oleh orang-oran yang menjadi saksi
mata turunnya, mengetahui sebab-sebabnya, memahami pengeartiannya dan mencarinya
secara serius.”

Makkiyah dan Madaniyah dapat ditentukan selain metode Isma’I Naqli dan Qiyasi Ijtihad.

ayat Al-Qur’an yang bisa ditentukan melalui ijtihad Qiyas.

Seperti surah An-Nisa ayat 3, tidak satuppun Mufassir megaitkan ayat poligami dengan
perang Uhud. dalam sejarah, 70 orang menjadi Syuhada yang meninggalkan istri dan anak-
anak masing-masing. Hal ini menjadikan Asbabu Al-Nuzul Poligami adalah Perang Uhud.
Dari redaksi Sharih ataupun Muhtamal tidak ada yang mengaitkan hukum poligami dan
perang uhud, jika diterima Asbabun Al-Nuzul maka itu karena aspek lain.

Pengembangan Asbabun Al-Nuzul dapat mempengaruhi kondisi hukum seperti contoh


Muhammad Syahrur, ilmuan dari Suriyah.Dari sudut pandang Syahrur, poligami hanya
dibolehkan dengan janda/wanita beranak atau tidak beranak lalu ditinggal Syahid oleh
suaminya.

Tujuan mempelajari Ulum Al-Qur’an


Untuk membantu memahami seluk beluk kandungan Al-Qur’an dari zaman Rasulullah dan
pemahaman ulama hingga sekarang baik dari hukum, proses Asbabun AL-Nuzul, proses
penyusunan, tata cara pemnulisan, kajian-kajiannya, dan penjagaannya.
BAB II

SEJARAH TURUN,PENULISAN DAN KODIFIKASI AL-QUR’AN

Surah yang pertama


1....Al-Alaq ayat 1~5
Berdasarkan Aisyah diriwayatkan oleh Hadis Sahih Bukhari, Muslim dan riwayat lainnya.
Dia berkata “Wahyu yang pertama turun kepada Rasulullah SAW. berupa mimpi nyata.
Beliau tidak bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. lalu belau gemar ber-khalwat
(menyepi) ke gua Hira’, ber-tahannus (beribadah) selama beberapa malam sambil membawa
perbekalan. (setelah bekalnya habis), beliau pulang dan khadijah (isteri beliau) lagi memberi
bekalnya seperti sebelumnya. Sampai beliau dikagetkan sebuah “kebenaran” ketika berada di
gua Hira’.
Malaikat jibril mendatanginya dan berkata “Bacalah!” Rasulullah SAW menjawab:” Aku
tidak bisa baca. Lalu malaikat memeluk erat sampai beliau merasa payah, lalu melepaskannya
dan berkata,”Bacalah!” Rasulullah menjawab,”Aku tidak bisa baca” lalu Lalu malaikat
memeluk erat sampai beliau merasa kepayahan, lalu melepaskannya lagi dan
berkata,”Bacalah!” Rasulullah menjawab,”Aku tidak bisa baca” Lalu malaikat memeluk erat
beliau sampai beliau merasa kepayahan, lalu melepaskannya lagi dan berkata,”Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan…[sampai]....Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya” kemudian beliau pulang membawa ayat tersebut dan
bergetar kuduknya.”
2. Al-Mudastir

Berdasarkan Abu Salamah diriwayatkan dalam Hadis riawayat Bukhari dan Muslim.
Abu Salamah, ia bertanya kepada Jubair bin Abdullah,”Ayat mana pertama kali turun?” Jabir
menjawab “Ya’ayyuh al-Mudasttir” Abu Salamah bertanya,”Bukan ‘Ikra’ Bismirabbikal
ladzi khalaq’?’” Jabir menjawab, “aku ceritakan kepada kalian apa yang telah diceritakan
Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda, (ketika itu) “Aku menyepi di gua Hira’. Selesai itu,
aku turun (dari gua itu), tiba-tiba dipanggil. sebelah kananku tidak apa-apa, kemudian
belakangku tidak melihat apa-apa, kemudian melihat ke atas, aku melihat sesuatu. Aku lari ke
Khadijah, dan berkata, “Selimuti dan guyurkanlah air dingin kepadaku.”Beliau menceritakan,
“kadijah pun menyelimuti dan mengguyurku dengan air dingin.” Lalu beliau bersabda,”Maka
turunlah (Ya ‘Ay-yuhal Mudasttir)” Surah Al-Mudasttir adalah ayat dari surah Fatarah ayat
yang turun setelah ayat dari surah pertama.
3. Al-Fatihah.

Berdasarkan kesaksian Abu Maisarah, diriwayatkaan oleh Al-Baihaqi berdasarkan Hadis


Mursal.
Dari Abu Maisarah, Nabi Muhammad SAW bersabda kepada Khadijah,”Sesungguhnya
aku apabila ber-Khalwat (di Gua Hira’) biasa mendengar panggilan. Demi Allah, aku
benar-benar takut jika ini urusan (besar)” khadijah menjawab,”Hanya kepada Allah SAW
kita memohon perlindungan. Allah SWT tidak akan berbuat jelek terhadapmu. Demi
Allah, Sesungguhnya engkau penyampai amanat, penyambung tali silaturrahmi, dan
pembicara jujur.” Ketika Abu Bakar datang Khadijah menceritakan apa yang terjadi pada
nabi Muhammad SAW. Lalu berkata,”Pergilah bersama Nabi Muhammad SAW ke
Waraqah bin Naufal.” Keduanya pergi ke Waraqah bin Naufal dan menceritakan apa
yang terjadi. Waraqah bin Naufal berkata,”Jangan lakukan itu, jika panggilan itu datang
lagi kepadamu, tetaplah di tempat sampai engkau mendengar yang dia katakan, lalu cerita
padaku.” Ketika Nabi Muhammad SAW berkhalwat di gua Hira’ beliau mendengar
panggilan, “Hai Muhammad, bacalah Bismillahirrahmanirrahim… (surah Al-Fatiha)”
Hanya sedikit ulama yang sepakat ini adalah surah yang pertama seperti Zamakhasyari,
penulis Tafsir Al-Kasyaf.
4. Bismillahi Ar-Rrahman Ar-Rahim.

Berdasarkan kesasian Ikrimah dan Al-Hasan diriwayatkan Al-Wahidi (hadisnya Mursal


karena Bismillahi Ar-Rrahman Ar-Rahim ada di setiap awal surah ), mereka megatakan
bahwa ayat yang pertama turun adalah Bismillahi Ar-Rrahman Ar-Rahim dan awal surat
Iqra’ (Al-Alaq).
Ayat Terakhir yang Turun.
Al-Baqarah: 281. Dari kesaksian Ibn Abbas diriwayatkan Al-Nasa’I dan lainnya, Bahwa nabi
Muhammad SAW masih hidup 9 hari setelah surat ini turun. An-Nisa: 127 (ayat kalalah
tentang masalah ahli waris) dan An-Nashr: 1-3 (Tentang Peringatan akan hari banyak
mu’alaf.)
Hadis Riwayat Ibnu Abi Saibah,
Rasulullah bertanya,”kenapa menangis, hai umar?” Umar menjawab,” aku
menangis karena kami selalu bertambah dalam agama kami, adapun jika agama kami
telah sempurna, maka tidak akan sempurna kecuali ada yang berkurang.” Rasulullah
bersabda,”Kamu benar”. lalu turunlah Al-Ma’idah: 3 (Ketika haji wa’da, di hari
Arafah).

Sejarah Penulisan Al-Qur’an


1. Pada masa Nabi Muhammad dan sahabat.

Berdasarkan sejarah, Al-Qur’an dan Islam diberikan ke kaum buta huruf. Nabi
Muhammad SAW juga seorang Ummi tidak paham tulisan berdasarkan Q.S. Al-Jum’ah
ayat 2. Tapi hafalan yang kuat terbukti dari sya’ir yang telah dihafalkan. Meskipun
demikian, rasulullah tetap menyuruh yang bisa menulis Al-Qur’an yaitu, (paling banyak
oleh) Zaid bin Tsabit, Abu Bakar Assidiq, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin
Abithalib, Ubay bin Ka’ab dan lainnya. Bermodalkan Kulit kurma, tulang unta, batu halus
putih, kulit, Sadel kayu unta dan dihafal.
Masalah yang Dihadapi
Nabi Muhammad melarang menulis hadis agar tidak bercampur dengan qur’an1, dan
beliau juga yang memberi petunjuk urutan-urutan penulisan Al-Qur’an.
1.Masa Abu Bakar As-Siddiq.
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat untuk menjadikan Abu-Bakar sebagai
Khalifah Ar-Rasyiddin. Banyak kaum muslimin yang melakukan pemberontakan, pembuatan
nabi palsu (seperti Al-Kaddzah Musailamah), tidak berzakat dan ada yang murtad.
Terjadilah perang Yamamah untuk membereskan nabi-nabi palsu yang menyebabkan
tujuh puluh penghafal Qur’an syahid. Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar
untuk membukukan Al-Qur’an yang ditolak karena Bid’ah, Namun Umar tetap mengusulkan
pembukuan Al-Qur’an hingga Abu Bakar menerima.
Abu Bakar kemudian meminta Zaid bin Tsabit yang paling hafal untuk membantu
pembukuan Qur’an. Zaid menolak karena merasa mengumpulkan Al-Qur’an karena itu tugas
berat. Namun akhirnya Zaid bin Tsabit tetap melakukannya.
Dalam pembukuan Al-Qur’an, Abu Bakar membentuk panitia khusus, diketuai Zaid
bin Tsabit beranggotakan, Ustman bin Affan, Ali bin Abithalib dan Ubay bin Ka’ab. Dan
mereka menyelesaikan pengumpulan Al-Qur’an dalam setahun. Dengan memeriksa
kemiripan hafalan semua sahabat dan catatan yang tersebar. Mushaf itu tersimpan di rumah
Hafsah, putri Umar bin Khattab.
Di masa pemilihan Khalifatu Ar-Rasyidin yang ke tiga, Umar tidak membawa Mushaf
agar ketika penyerahan Mushaf tidak disalah sangka sebagai petunjuk bahwa orang yang
menerima Mushaf adalah khalifah berikutnya.
2. Khalifatu Ar-Rasyidin Ustman bin Affan.

Umat islam telah menyebar hingga Irak, Syam(Sirya), Irak dan lainnya. Ketika Umat muslim
yang dipimpin Ustman bin Affan pergi berperang dengan Armenia dan Azarbajian di Syam
dan Irak, Hudzaifah bin Al-yaman melaporkan kepada Ustman bin Affan. telah terjadi
perselisihan tentang tata cara Tilawah (Tata car abaca) Al-Qur’an. Huzaifah bin Al-Yaman
mengusulkan Ustman bin Affan untuk menyebarluaskan Al-Qur’an yang telah dihimpun.
Permasalahan tersebut antara murid Qira’ah Ubay bin Ka’ab, murid Qira’ah
Ubay bin Mas’ud, dan murid Qira’ah Abu Musa Al-Asy’ari. Maka Ustman bin Affan
memerintahkan untuk meminjam Mushaf dari Hafszah dan membetuk panitia penyalinan Al-
Qur’an yang diketuai Zait bin Tsabit beranggotakan Abdullah bin Zubair, Sa’ad bin Al-Ash,
Abdurahman bin Harits bin Hasyim. Berdasarkan nasihat Ustman bin Affan:
a. Mengambil pedoman dari hafalan Al-Qur’an mereka.

1
DI sebutkan dalam bukunya Kamaluddin Marzuki.
b. Jika terjadi perdebatan cara baca, maka harus ditulis dalam dialek suku Quraish
karena itu asal Nabi Muhammad SAW.

Mushaf ini hanya ada 5 dan disebarkan ke Makkah, Syiria, Basarah, Kuffah dan disimpan di
Madinah, dikenal sebagai Mushaf Ustmani.
Turunnya Al-Qur’an
Adapun Al-Qur’an di turunkan secara berangsur sesuai dengan situasi. Periode
Awalnya di mulai dari malam 17 Ramadhan (nabi berumur 41 tahun) sampai 1 Rabbi’ul
Awwal (nabi berumur 54 tahun). Periode setelahnya dimulai dari 1 Rabi’ul Awwal (nabi
berumur 54) hingga 9 Dzulhijjah (nabi berumur 63 tahun). Berdasarkan Q.S Al-
Isr’a:106.Kaum Qurais mencela Al-Qur’an karena turun secara berangsur dibandingkan kitab
lainnya. Q.S. Al-Furqan: 32. dan mencela karena kebiasaan nabi sebagai manusia Al-
Furqan:20 dan 27.
BAB III
QIRA’AH AL-QUR’AN
A. Pengertian Al-Qur’an

Secara etimologis Qira’ah (Jama’) dari kata “Qara’a” artinya membaca, secara terminologis
Qira’ah adalah cara membaca Al-Qur’an seorang imam ahli qira’ah.
Al-Zarqani mendefinisikan Qira’ah :”Suatu cara membaca Al-Qur’an dari seorang imam
Ahli Qira’ah yang berbeda dengan cara membaca imam lainnya, sekalipun riwayat dan jalur
periwayatannya sama, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf ataupun bentuknya.”
Al-Suhabuni mendefinisikan Qira’ah sebagai:”Cara membaca Al-Qur’an dari seorang imam
Ahli Qira’ah yang berbeda dengan cara membaca imam lainnya berdasarkan sanad yang
sampai kepada nabi Muhammad SAW.”
Qira’ah yang di maksud adalah suatu bacaan yang di iramakan. Ilmu Qira’ah dalam
pengertian umum adalah tata car abaca Al-Qur’an dari Mahkraj huruf, panjang-pendek
iramanya dan Tajwid-nya.
Qira’ah setiap imam bisa berbeda tapi dalam ayat tertentu karena mereka berdasarkan
Mushaf Ustmani dengan Kaidah Arab Quraiys.

1....Sejarah Qira’ah
Karena rasulullah adalah seorang buta huruf maka malaikat Jibril lah yang membacakan ayat-
ayat Al-Qur’an dan Allah SWT. berfirman dalam Al-Qiyamah[75] ayat 16-20:

Menurut Al-Dzahabi di kitab Thabaqat al-Qura’, yang bersumber dari Al-Suyuthi, para
sahabat yang paling dikenal sebagai pembaca Al-Qur’an ada, Ustman bin Affan, Ali bin
Abithalib, Ubayya bib ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud, Abu Al-Darda dan Abu
Musa Al-Asyi’ari.
Pada Abad pertama Hijriyah
Dari sahabat, para tabi’in mengadopsi gaya baca mereka
Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas dan Abdullah ib Al-Saib mengadopsi gaya Ubay ibn
ka’ab.
Ubay bin Ka’ab dab Zaid ibn Tsabit mengadopsi gaya Zaid bin Tsabit.
Adapun pengadopsian Qira’ah para Tabi’in dari Sahabat yang berada di penjuru Arabiya:
a....Dari madinah: Ibn Al-Musayyab, ‘Urwah, Salim, Umar ibn Abdul Al-Aziz, Sulaiman
ibn Yasar dan Atha ibn Yasarm Nu’az ibn Al-Harits, Abdurrahman ibn Harmus Al-
A’raj, Ibn Syihab Al-Zhuhru, Muslim ibn Jundab dan Zaid ibn Aslam.
b....Dari makkah: ‘Ubaid ibn ‘Umair, ‘Atha ibn Abi Rabah, Thaws, Mujahid, Ikrimah dan
Ibn Abi Malikiah.
c....Dari Kufah: ‘Al-Qamah, Al-Aswad, Masruq, ‘Ubaidah, ‘Amru ibn Syurahbil, Al-
Harits ibn Qais, Al-Rabi ibn Khutsaim, Amru ibn Maimun, Abu Abdirrahman Al-
Sulami, Ubaid ibn Nudhailah, Sa’ad ibn Jubair, Al-Nakh’I dan Al-Sya’bi.
d....Dari Bashrah: Abu Aliyah, Abu Raja, Nashr ibn Ashim, Yahya ibn Ya’mar, Ibn Sirin
dan Qatadah.
e....Dari Syam: Al-Mughirah ibn Abi Syihab Al-Makhzumi dan Khalifah ibn Sa’ad.
Di kalangan Tabi’in ada kelompok yang mempelajari Qira’ah secara khusus dan
menjadikannya disiplin ilmu sendiri, mereka adalah imam dan Ahli Qira’ah yang dipercaya:
a....Dari madinah: Abu Ja’far Yazid ibn al-Qa’da, Syaibah ibn Nashah, dan Nafi ibn
Abdirrahman
b....Di makkah: Abdullah ibn Katsir dan Humaid ibn Qais Al-A’raj dan Muhammad ibn
Muhaishan.
c.... Di Kufah: Yahya ibn Watab, Ashim ibn Abi Al-Nujud, Sulaiman al-A’masyi,
Hamzah dan Al-Kasai.
d....Di Bashrah: Abdullah ibn Abi Ishaq, Isa ibn Amru, Abu Amru ibn al-A’la, Ashim Al-
Jahdaridan Ya’qub Al-Hadhrami.
e....Di Syam: Abdullah ibn Amir, Athiyah ibn Qais Al-Kilabi, Isma’il ibn Abdullah ibn
Al-Muhajir, Yahya ibn Al-Harits Al-Dzimari, dan Syarih ibn Yazid al-Hadhram.
Malaikat jibril membacakan kepada nabi Muhammad Al-Qur’an dalam berbagai logat atau
lahjah sebagaimana perbedaan car abaca Umar bin Khattab dengan Hasyim Ibn Hakim.
BAB IV
QASHSAH AL-QUR’AN
A. Pengertian Qashas Al-Qur’an

Secara secara bahasa Al-Qashas berati mengikuti jejak atau mengungkapkan masa
lalu. Al-Qashash adalah bentuk masdar dari qashsha-yaqushshu-qashashan, seperti yang
tertulis di Q.S. Al-Kahfi[18]:64.

Artinya:Musa berkata:”Itulah (tempat) yang kita cari,” lalu keduanya kembali mengikuti
jejak mereka semula.
Al-Qashash dalam al-Qur’an sudah pasti dan bukan fiksi, ditegaskan Q.S.
Al-’Imran [3]:62 dan Q.S. Yusuf[12]:111.

Artinya: Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar dan tidak ada tuhan (yang berhak
disembah) selain Allah dan sesungguhnya Allah, dialah yang maha perkasa lagi
maha bijaksana.

Artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pengajaran bagi orang-orang


yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala hal dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman

Al-Quran menggunakan terminologi Qashash untuk menunjukkan bahwa kisah-kisah


yang disampaikan adalah kebenaran dan bukan dusta.

Qashash al-Qur’an berarti pemberitaan mengenai ikhwal (keadaan) umat yang telah lalu,
nubuat (kenabian)pendahulu dan peristiwa yang telah, sedang dan akan terjadi.

A. Macam-macam Qashash Al-Qur’an


1. Kisah para nabi terdahulu
2. Kisah Al-Quran yang terjadi pada orang-orang penting dari masa lalu
3. Kisah pada masa nabi Muhammad SAW.

B. Manfaat Qashash Al-Qur’an


Menurut Manna Al-Qatthan
1. Penjelas prinsip ajaran para nabi dan rasul terdahulu.
2. Menguatkan hati umat Islam terhadap kebenaran dan janji-janji Allah.
3. Membenarkan dan meluruskan keyakinan yang diikuti umat para nabi pendahulu
4. Membuktikan kebenaran akan kenabian nabi Muhammad SAW. Dari kisah
para pendahulu
5. Membuka kebenaran yang disembunyikan para Ahli kitab dan menentang kitab-kitab
terdahulu yang telah diganti isinya.
6. Mempermudah penyampaian dan penyerapan risalah.

C. Hikmah pengulangan Qashash dalam Al-Qur’an.


Qashash memiliki tiga jenis pemaparan. yaitu, Taqdim, Ta’khir, I’jaz, Ithnab, atau
semacamnya.
Hikmah pengulangan kisah di al-Qur’an:
1. Menjelaskan tingkat ke-balagah-an al-Qur’an. Meskipun kisah yang dikisahkan
sama, bukan berarti memiliki pengucapan dan penyampaian yang sama
2. Meneguhkan ke-mukjizat-an al-Qur’an. Dari segi sastra, makna dan lain-lainnya.
3. Menjelaskan pentingnya kisah tersebut, karena pengulangan adalah cara peneguhan
terhadap suatu informasi.
4. Dengan cara itu akan tampak perbedaan tujuan.
BAB V
AMTSALAL-QUR’AN
A. Pengertian Amtsal dalam Al-Qur’an

Amtsal adalah bentuk jamak dari kata matsal yang secara etimologi berarti bandingan.
Al-Asfihani mengartikan Matsal sebagai suatu ibarat sebuah ungkapan tentang sesuatu yang
sama ungkapan lain karena adanya kesamaan. Dalam sastra Arab Murstal memiliki arti,
sebuah ungkapan perumpamaan yang populer yang bertujuan untuk menyamakan kadaan
yang diungkapkan dengan keadaan yang mengiringnya.
Abdu Ar-rahman Husein dalam bukunya Al-Qur’aniyyah, mengartikan Matsal
sebagai memperhatikan bahwa sifat-sifat yang disebutkan bagi sesuatu sebagai simbol
baginya (bisa berupa) misal dari sisi sifat dengan petunjuk-petunjuk perumpamaan.
Kata matsal telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan misal, yang
dalam KBBI diartikan sebagai: sesuatu yang menggambarkan sebagian dari sesuatu yang
keseluruhan, dan sesuatu yang dianggap bukan sungguh-sungguh.

A. Macam Macam Amtsal Al-Qur'an.


Manna’ Al-Qaththan mangklasifikasikannya menjadi tiga yaitu:
1. Al-Amtsal al-Musharrahah
Ini adalah ayat yang secara jelas menunjukkan dan menggunakan kata
matsal. Contohnya Q.S Al-Baqarah [2]:17-19.

Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang-orang yang menyalakan


api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan
cahaya (yang menyinari) mereka, dan mereka tuli, bisu dan buta,
maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), atau
seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai
gelap gulita, guruh dan kilat. Mereka menyumbat telinganya dengan
anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati
dan Allah meliputi orang-orang kafir.
Pada ayat di atas Allah SWT mengumpamakan sikap orang-orang munafik
dengan dua amstal, yaitu api yang bersifat menerangi dan air yang bersifat
menyehatkan. Demikianlah tujuan wahyu diturunkan. Sementara orang munafik
berbuat serupa hanya untuk materialis dirinya dan hatinya hidup di bawah kabut
yang menyesatkan.

2. Al-Amtsal Al-Kaminah
Al-Amtsal ini tidak tertulis lafadz tamsil, tapi secara maknawi. Contoh,
Q.S. Al-Isra’ [17]: 110.

Artinya: Katakanlah,Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama


mana saja kamu seri, dia memliki Al-Asma’ Al-Husna (Nama-nama
terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu
dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di
antara kedua itu.

3. Al-Amtsal Al-Mursalah
Al-Amtsal Al-Mursalah adalah ungkapan bebas yang tertulis lafaz
tasybih, tapi dipandang sejalan dengan amtsal. Murstal atau bebas karena
ungkapan yang digunakan tidak berhubungan dengan ungkapan lain yang se-
makna. Contohnya Q.S. Al-Hajj [22]: 10.

Artinya: (akan dikatakan kepadanya),”yang demikian itu, adalah disebabkan


perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan
sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-
hambanya.

Para ulama’ banyak yang bimbang tentang ini.


B. Hikmah dan Pelajaran dari Amtsal Al-Qur’an
1. Menggambarkan dengan sederhana, jelas, dan logis tentang hal abstrak dalam islam
2. Menjadi motivasi untuk kita agar melaksanakan perintah dan anjuran Allah SWT.
Serta menjauhi perbuatan yang dilarang.
3. Meyakinkan kita akan keagungan, kebijakan dan keluasan ilmu Allah SWT.
4. Motivasi kita untuk memahami al-Qur’an.
BAB VI
AQSAM AL-QUR;AN
A. Difinisi Aqsam Al-Qur’an

Qasam artinya sumpah, dalam bahasa Arab Qasam sinonim dari hilf dan yamin.
Asalnya redaksi sumpah ditulis dalam bentuk fi’il (kata kerja), yaitu uqsimu atau ahlifu, yang
disambung dengan bi, dan diakhiri dengan hal-hal yang di-sumpah-kan (Al-Muqsam bih), lalu
disebutkan perkara yang hendak di sumpahkan (Al-Maqsam ‘alaih). Contoh:
Q.S. An-Nahl [16]:38.

Artinya: Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-
sungguh:”Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati,”(tidak demikian)
bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar
dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Redaksi Qasam terdiri dari tiga elemen yaitu, kata kerja yang disambung dengan bi, Al-
Muqsam bih, dan Al-Muqsam ‘alaih. Kata sumpah telah mengalami perubahan dari ‘Aku
bersumpah demi Allah’ menjadi,’Billahi’(Demi Allah) atau ‘wallahi’ ketika yang
menjadi Al-Muqsam bih adalah selain Allah, atau ‘Tallahi’ tapi yang ini jarang dipakai.
Sumpah baik atau Qasam atau Yamin, adalah mengikat diri dengan hal juga
menjauhkan sesuatu yang lain.
Halif (sumpah) dinamai yamin yang secara harfiah berarti kanan. karena orang Arab
jika bersumpah, biasa memegang tangan kanan temannya.
Ada dua macam sumpah di al-Qur’an. Yaitu,
1.Sumpah yang di ucapkan makhluk lalu diceritakan Allah SWT. Contohnya Q.S. Al-
Anbiya[21]: 57.

Artinya: Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap
berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.
2.Sumpah yang dilakukan Allah SWT. Yang terbagi menjadi dua macam yaitu,
a) Qasam Mudhmar Sumpah tersembunyi, yaitu sumpah yang kata kerja dan kata
benda yang dijadikan alat sumpahnya dibuang, tapi tetap dinilai sebagai sumpah
dengan dua indikator. yaitu,
1) Kata-katanya di tegaskan dengan huruf “” (Lam)
Contohnya, Q.S. Al-Imran [3]: 186.

Artinya: Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu


dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-
orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang
yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang
menyekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan
hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya
yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.
2) Makna dan Konteks, Contohnya. Q.S. Maryam [19]: 71

Artinya: Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi
neraka itu. Hal itu bagi tuhanmu adalah sesuatu kemestian yang
sudah ditetapkan.

Dalam konteks dengan ayat sebelumnya dalam Q.S.Maryam [19]:68-70.


dapat diartikan seperti, ‘Demi Allah, orang kafir akan ke neraka’.

Artinya: Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan kami bangkitkan mereka


bersama syaitan, kemudian akan kami datang kan mereka ke
sekeliling jahannam dengan berlutut. Kemudian pasti kami tarik
dari tiap-tiap golongan siapa di antara mereka sangat durhaka
kepada tuhan yang Maha Pemurah. Dan kemudian kami
sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya
dimasukkan ke dalam neraka.
3) Sumpah Eksplisit
Terdiri atas tiga macam
a) Sumpah-sumpah Allah dengan dzat-nya sendiri, Contoh Q.S. an-
Nisa[4]: 65
b) Sum[ah-sumpah Allahdengan perbuatan dan sifat-sifatnya, Contoh Q.S.
al-Syams []:5~7
c) Sumpah-sumpah Allah dengan makhluknya yang memberi berkah
Allah.

A. Macam-macam Aqsam Al-Qur’an.


1. Zahir, sumpah yang di dalamnya disebutkan Fi’il Qasam danMuqasam Bih, dan di
antaranya dihilangkan fi’il qasam-nya, karena diucapkan dengan huruf jar berupa wa,
ta, dan ba. Contoh Q.S. Al-Qiyamah [75]:1-2.

Artinya: Aku bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang
amat menyesali (dirinya sendiri)

2. Mudhamar, sumpah yang tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam
bih,tapi ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk ke dalam jawab qasam,
Contohnya.

Artinya: Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu dan
(juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang
diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu dan dari orang-orang yang menyekutukan Allah, gangguan
yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa,
maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut
diutamakan.
B. Unsur-unsur Qasam Al-Qur'an
a) Adat Qasam adalah sighat yang digunakan untuk menunjukkan qasam/sumpah,
dalam bentuk fi’il atau huruf ba, ta dan wa sebagai pengganti fi’il qasam karena
sumpah sering digunakan dalam keseharian. Contoh qasam dengan fi’il. Q.S. An-
Nahl [16]: 38

Artinya: Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-
sungguh:”Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati,”(tidak
demikian) bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu
janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui.
b) Al-Muqsam bih, sumpah dengan segala hal yang membawa berkah atau nama-nama
Allah yang mengagungkan Allah SWT.
c) Muqsam ‘alaih atau jawab qasam, suatu pernyataan yang mengiringi qasam,
berfungsi sebagai jawaban qasam. Muqsam ‘alaih ada dua jenis yaitu, disebutkan
dengan tegas atau dihilangkan. Contoh Q.S. Ad-Dzariyat [51]:1-6.

Artinya: Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan kuat, dan demi awan yang
mengandung hujan, dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah, dan
(malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan, dan sesungguhnya apa
yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan sesungguhnya (hari)
pembalasan pasti terjadi.
Muqsam ‘alaih dihilangkan karena,

a) Dalam Muqsam bih-nya telah terkandung Muqsam ‘alaih.


b) Qasam tidak memerlukan jawaban karena dapat dipahami dari redaksinya
C. Tujuan Qasam dalam Al-Qur’an

a) Qasam di Al-Qur’an ditujukan untu menegaskan suatu kabar dengan menyebut nama
Allah atau ciptaan yang memuliakan Allah.

b) Mengukuhkan pembenaran akan suatu kabar kepada manusia yang meragukannya.


BAB VII
ASBAB AL-QUR’AN
A. Pengertian Asbab Al-Nuzul

Secara bahasa, Asbabun An-Nuzul berarti sebab-sebab turunnya suatu ayat. Shubhi Al-
Shalih mendefinisikan Asbab Al-Nuzul sebagai perihal yang menyebabkan turunnya ayat-ayat
sebagai jawaban atau penjelasan.
Secara terminologis asbab an-nuzul adalaah perihal sebab-sebab turunnya suatu
ayat, beberapa ayat atau surat di al-Qur’an.
Contohnya, hadis riwayat Bukhari dari jalir Ikrimah dari Ibnu Abbas bawasannya
Hilal ibn Umayyah mengadukan kepada nabi Muhammad SAW bahwa istrinya ber-zina
dengan Syarik ibn Samhak, lalu nabi Muhammad SAW meminta buktinya dengan
menghadirkan empat orang saksi. Jika tidak, Hilal ibn Umayyah dicambuk. Hilal
mempertanyakan perintah nabi, namun nabi Muhammad SAW tetap kokoh. Hilal ibn
Umayyah berdo’a kepada Allah SWT untuk menurunkan ayat yang membela Hilal.
Maka turunlah malaikat Jibril membawakan surat An-Nur[24]: 6~9:

Artinya: Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu
ialah, empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah
termasuk orang-orang yang benar, dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat
Allah atas dirinya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu
dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah,
sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta,
dan (sumpah) yang kelima, bahwa la’nat Allah atas dirinya jika suaimnya itu
terbasuk orang-orang yang benar.
Contoh berikutnya, Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq dari Ikramah yang
bersumber dari Ibnu Abbas. pendeta-pendeta yahudi di Madinah mengatakan pada
utusan Quraish yang datang menemui mereka,”tanyakanlah kepada nabi Muhammad
SAW tentang tiga hal. Jika ia tidak dapat menjawabnya, maka ia hanyalah orang yang
mengaku-ngaku menjadi nabi. Tanyakan tentang pemuda-pemuda zaman dahulu yang
bepergian dan apa yang terjadi pada mereka, karena cerita tentang pemuda itu sangat
menarik. Tanyakanlah kepadanya tentang seorang pengembara yang sampai ke Masryiq
dan Maghrib dan apa pula yang terjadi padanya. Dan tanyakanlah kepadanya tentang
ruh,v apakahv ruhv itu?” Ketika utusan Quraisy menyanyakan itu kepada nabi
Muhammad SAW, beliau menjawab,”Aku akan menjawab apa yang kalian tayakan itu
besok.” besok wahyu tidak turun hingga 15 malam. Nabi Muhammad merasa sedih dan
bingung apa yang akan ia katakan, tapi malaikat Jibril datang membawa Surat Al-
Kahfi[18]:9~26. untuk menjawab tentang Ashabul Al-Kahfi, Zulqarnain dan ruh. Serta
Allah memerintahkan nabi Muhammad SAW, dalam Q.S. Al-Kahfi[18]: 23~24.

Artinya:Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu,’Sesungguhnya


aku akan mengerjakan ini besok pagi.’ Kecuali (dengan menyebut)’Insya Allah,’
dan ingatlah kepada tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah,’mudah-mudahan
tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari
pada ini.

B. Metode Mengetahui Asbab An-Nuzul


Tidak ada cara untuk mengetahui Asbab An-Nuzul kecuali melalui riwayat sahih dari
nabi Muhammad SAW dan para sabahat menyaksikan langsung turunnya ayat al-Qur’an,
serta perihal yang terjadi pada masa itu.
Al-Wahidi mengatakan, tidak boleh berpendapat mengenai Asbabun An-Nuzul,
kecuali berdasarkan riwayat atau mendengar langsung kesaksian orang-orang yang
menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan mencari makna yang terkandung
dengan serius.
Riwayat dari sahabat dapat diterima meskipun tidak ada riwayat lain yang
mendukungnya, karena pernyataan seorang sahabat tidak termasuk ijtihad dinilai sebagai
riwayat yang marfu kepada nabi Muhammad SAW. Mereka semua mengetahui dan takut
diancam rasul.
Jika Asbabun An-Nuzul diriwayatkan hadis mursal Shahabi (dalam sanad-nya gugur
seorang sahabat dan hanya sampai Tabi’in) maka riwayat tersebut tidak dapat diterima
kecuali dikuatkan hadis mursal lainnya dan perawi-nya termasuk imam-imam Tafsir
yang meriwayatkan dari para sahabat seperti Mujtahid, Ikramah, dan Sa’id ibn Jabir.

A. Ungkapan-Ungkapan yang Digunakan Asbab An-Nuzul


B. Pentingnya Dan Kegunaan Asbab An-Nuzul
C. Contoh-Contoh Asbab An-Nuzul Dalam Al-Qur’An
BAB VIII
AL-MAKKIYAH DAN AL-MADANIYAH
A. Pengertian Makkiyah dan Madaniyyah

Para sarjana Muslim mengemukakan empat perspektif dalam mendefinisikan


treminologi makkiyah dan nadaniyah.kempaat perespektif itu adalah masa turun,tempat turun
objek pembicaraan,dan tema pembicaraan.
Dari perspektif masa turun,mereka mendifinasikan jedua treminiologi diatas yaitu
“makkiyah iyalah ayat ayat yang turun sebelum nabi Muhammad SWA ke madinah,kendati
pun bukan turun di makkah, sedangkan madaniyyah adalah ayat ayat yang turun sesudah
rasullah SWA hijrah ke madinah, kendati pun bukan turun di madinah.
Denangn demikian surat AL-Nisa [4]:58 termasuk katagori madaniyyah kendatipun
diturunkan di makkah,yaitu pada peristiwa terbukanya kota makkah.Begitu pula, surat AL-
Ma’indah [5]:3 termasuk katagori madaniyyah kendatipun tidak diturunkan di madinah
karena ayat itu diturunkan pada peristiwa Haji Wada.’

B. Ciri-ciri Spesifikasi Makkiyah dan madaniyyah

Pada sarjana Muslim telah berusaha merumuskan ciri-ciri spesifik surat atau ayat
makkiyah dan madaniyyah dalam menguraikan kronologis AL-Qur’an.Dari tekan
pertama, memformulasikan ciri-ciri khusus Makkiyah dan Madaniyyah sebagai
berikut;

a. Surat-surat makkiyah

1) Di dalamnya terdapat ayat sajadah

2) Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla”.

3) Ayat-ayatnya mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat terdahulu.

4) Ayat-ayatnya berbicara tentang kisah nabi Adam dan Iblis,kecuali dalam


surat AL-Baqarah [2]:2.

b. Surat-surat Madaniyyah
1) Mengandung ketentuan-ketentuan ilmu faraid dan had.

2) Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik,kecuali dalam surat


AL-Ankabut [29].

3) Mengandung uraian tentang perdebatan dengan Ahli Kitab.

c. Surat-surat Makkiyah

Apabila merujuk kepada Mushaf AI-Madinah,terbitan murjamma’AL-


Malik Fahad di Madinah AL-Munawarah beredar luas di Indonesia,surat-surat
Makkiyah adalah sebagai berikut:

1. AL-Fatihah [1]

2. AL-An’am [6]

3. AL-Araf [7]

4. Yunus [10]

5. Hud [11]

6. Yusuf [12]

7. Ibrahim [14]

8. AL-Hijr [15]

9. AL-Nahal [16]

10. AL-Isra’[17]

d. Surat-surat madaniyyah

1. AL-Baqarah [2]

2. Ali Imran [3]

3. AL-Nisa [4]

4. Al-Maidah [5]

5. AL-Anfa [8]

6. AL-Tauba [9]

7. AL-Ra’ad [13]

8. AL-Hajj [22]

9. AL-Nur [24]
10. AL-Ahzab [33]

Menurut Mana,AL-Qaththan,tidak semua surat disepakati oleh para ulama dalam


memasukkanya dalam katagori Makkiyah dan madaniyyah.

D. Urgenesi pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyyah

AL-Naisaburi,dalam kitabnya AL-Tanbih ‘ala Fadhl ‘Ulum AL-Qur’an,memandang


subjek Makkiyah dan Madaniyyah sebagai ilmu AL-Qur’an yang paling
utama.Mengetahui klafikasi Makkiyah dan Madaniyyah:

a. Membantu dalam Menafsirkan AL-Qur’an

b. Pedoman bagi Langkah-langkah Dakwah

c. Memberi informasi tentang sirah (Sejarah) Kenabian


BAB IX

MUSABAT AL-QUR’AN

A. Pengertian Munasabah Al-Qur’an


Secara etimologi,munasabah berati Al-lttishal wa Al-Muqarabah wa Al-
Mumatsilah (hubungan, kedekatan,dan kesrupaan). Kata munasabah sendiri
merupakan bentuk dari kata dasar nasabah yang maknanya berkisar seputar istilah
syai bi syai (hubungan dengan sesuatu lainnya).Ketika dikatakan fulan nasib fulan
maka artinya adalah si pulan menpunyai hubungan dengan si pulan
Sucara terminologi musabah secara umum dapat dikatakan sebagai illat al-
tartib (rasiha atau bikmah dibalik suasana ayat dan surat.Secara gamblang
munasabah adalah penjelas mengenai hubungan antara suatau himpunan dengan
himpunan kalimat lainya dengaqn sutau ayat.
Sebagai lainya mengkaji munasabah ini dalam tema Al-Wahdah Al-
Maudhu’iyah (Kesatuan tema Al-Qur;an) seperti yang dilakukan Muhammad
Abdullah Darraz dalam kita al-naba al-azhim Muhammad Mahmud Hijazi dalam
kita al-wahdah al-maudhu ‘iyyah fii al qur’an al-karim,dan sa’id hawa dalam kitab
al-asas fii al-tafsir.
Yangan dimaksud dengan dasar umum yang dijadikan pedoman dalam ilmu
munasabah antara lain,sebaguan berikut:
1. Suasana surat dan Al-Qur’an bersifat taufik(berdasarkan petunjuk dari
Allah SWT dan Nabi Muhammad SWA)

2. Tidaklah suatu ayat atau surat didahulukan atau dikemudinakan,atau


tidaklah ayat atau surat berbicara tentang sesuatu,kecuali dan hikmah atau
rahasiadibalik semua itu

3. Penghubung antara ayat atau surat itu bisa berupa lafazh(kata),bisa pula
makna

4. Mencari munasabah antara ayat atau surat bersifat taufiqi (berdasar ijtihad
dan penalaran)
B. Macam-macam Munasabah
1. Munasabah antara ayat (hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya)

Munasabah antara ayat,diantaranya ada yang bersifat jelas dan ada


pula yang bersifat tidak jelas.Munasabah yang bersifat jelas terjadi karna
adanya hubungan antara kalimat-kalimat atau karna ada suatu maslah yang
belum tuntas penjelasannya dalam suatu ayat kemudian uraiannya
dituntaskan dalam ayat-ayat berikutnya baik itu dalam bentuk penekana
(ta’kid) dan penafsiran (tafsir) ataupun berpalingan (I’tiradl) dan
penguatan (Tasydid).

a. Keberadaannya sebagai Ma’thufah (melalui /mengunakan huruf


Athaf),

b. Keberadaannya bukan sebagai Ma’thuf dengan sebelumnya (yang


tidak mengunakan huruf ‘Athaf) bisa ditemukan dengan
memperhatikan Qarinah Ma’nawiyah (hubungan makna)

c. Munasabah uraian awal surat dengan uraian pada akhir


surat,seperti yang terdapat pada awal surat Al-Alaq [96] berupa
perintah untuk membaca merupakan gerebang pengetahuan.

d. Munasabah penutup surat dengan pembukaan surat


berikutnya.Minsalnya,munasabah antara pembukaan surat Al-
Baqarah [2] dengan penutup surat Al-Fatiha [1]

e. Munasabah antara suatu surat dengan surat sebelumnya,antara lain


berfungsi sebagai penjelas dari kandungan surat sebelumnya,baik
dalam bentuk merinci apa yang dijelaskan secara gelobal pada
surat sebelumnya ataupun menguraikan yang secara singkat
diungkapkan sebelumnya.

C. Urgensi Munasabah dalam penafsiran Al-Qur’an

Kajian tentang munasabah sangat diperlukan dalam penafsiran ayat-ayat Al-


Qur’an untuk menunjukkan kerasian antara kalimat kalimat dengan kalimat dalam
suatu ayat,kerasian antara suatu surat dengan surat berikutnya.Setelah mengetahui
munasabah tentu orang yang terburu-buru menilai seperti akan segera menarik
pandangannya dan menyadari betapa Al-Qur’an tersusun dengan sangat serasi dan
sistematis tetapi tentu saja berbeda dengan sistematika buku-buku dan karya ilmiyah
buatan manusiya.

Menurut Al-suyuthi,ilmu munasabah adalah ilmu yang sangat penting dalam


penafsiran Al-Qur’an tetapi hanya sedikit di antara para Mufasir yang memberikan
perhatianya karna ilmu ini memerlukan ketelitian dan kejelian.Khusus tentang surat
Al-Baqarah [2] Al- Razi menyatakan bahwa siapa saja yang memperhatikan rahasia
susunan ayat-ayat dalam surat ini akan mengetahui bahwa Al-Qur’an tidak hanya
mujizat dari segi kefasihan lafal-lafalnya kehebatan isinya tetapi juga mujizat dari
segi susunan surat dan ayat-ayatnya.

Anda mungkin juga menyukai