BAB I
“ULAMA AL-QUR’AN DAN PERKEMBANGANNYA
Masa Khalifa Ar-rasyidin Al-Qur’an dibukukan dalam Mushaf Al-Ustmani pada masa
Ustman Bin Affan.
Masa Ali bin Abithalib, diutuslah Abu Al-Aswad Al-Duali untuk merancang ilmu nahwu.
Masa sahabat menggali hikmah Al-Qur’an dan menafsirkannya untuk ummat dan diteruskan
oleh Tabi’in.
Musaffir yang terkenal pada masa Khulafa Ar-rrasyidin-Ibn Mas’ud, Ibn Abbas, Ubay bin
Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, dan Abu Musa Al-Asy’ari, dan setiap dari
mereka memiliki murid.
Ibn Abbas pengajar di makkah dengan murid, Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Mujahid, Atha bin
Abi Rabbah
‘Abd Allah bin Mas’ud yang mengajar di Irak muridnya, Al-Qarammah bin Qais, Masruq, al-
Aswad bin Yazid, Amir al-Sya’bi, qatadah bin Dilamah
Muncul tokoh-tokoh spesialis pengkaji al-Qur’an melalui ilmu Tafsir dan Asbab Al-Nuzul
ilmu tentang makkiah dan madani, serta Nasikh dan Mansukh.
Muncullah cendikiawan seperti Ayubah bin al-Hajjaj, Sufiyan bin Uyainah dan Waki bin
Jarrah.
Pada abad ke tiga hijriyah, Ali bin Al-Madini (guru Al-Bukhari), menyusun Kitab Asbabun-
Nuzul.
Abu Ubaid al-Qasyim bin Salam Menyusun kitab Nasikh Mansukh danQira’ah
Menurut penelitian Syekh Muhammad Abdu Al-Ashim Al-Zarqani, penulis kitab Manahil
Al-Rfan fil Ulum AL-Qur’an, mengatakan bahwa istilah Ulum Al-Qur’an dalam bentuk
lengkap muncul setelah kitab Tafsir yang berantakan urutannya bernama Al-Burhan Fii
‘Ulum Al-Qur’an karangan Ali bin Ibrahim bin Sa’id yang dikenal sebagai Al-Hufi.
Disusul Ibn al-Jauzi pengarang kitab Funun AK-Arfan fii Ajaib Ulum Al-Qur’an.
Jalaludin Al-Balqini, menambahkan isi kitab Al-Burhan di dalam kitab Mawaqi AL-Ulum
mim Mawaqi Al-Nujum.
Syaid Quthbpenulis Kitab Tashwir Al-Fann fii Al-Qur’an, fii Zhilal Al-Qur’an dan Masyahid
Al-Qiyamah fii Al-Qur’an
jamaluddin Al-Qasimi penerjemah Kitab Mahasin Al-Ta’wil dan Al-Qru’an Karya Syekh Al-
Maraghi.
Syekh Muhammad Ali pengarang Kitab Manhaj Al-Fur’qan fii ulum Al-Qur’an.
M. Hasbi al-Shiddeqy penulis Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir karya ,Pengantar Ilmu Tafsir Karya
Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan.
Peter the Venerable kepala Biara Cluny ke Toledo pada abad ke-12, Karya kajian Ilmiyah Al-
Qur’an.
Kemungkinan Pengembangan Ulum Al-Qur’an
Makkiyah dan Madaniyah dapat ditentukan selain metode Isma’I Naqli dan Qiyasi Ijtihad.
Seperti surah An-Nisa ayat 3, tidak satuppun Mufassir megaitkan ayat poligami dengan
perang Uhud. dalam sejarah, 70 orang menjadi Syuhada yang meninggalkan istri dan anak-
anak masing-masing. Hal ini menjadikan Asbabu Al-Nuzul Poligami adalah Perang Uhud.
Dari redaksi Sharih ataupun Muhtamal tidak ada yang mengaitkan hukum poligami dan
perang uhud, jika diterima Asbabun Al-Nuzul maka itu karena aspek lain.
Berdasarkan Abu Salamah diriwayatkan dalam Hadis riawayat Bukhari dan Muslim.
Abu Salamah, ia bertanya kepada Jubair bin Abdullah,”Ayat mana pertama kali turun?” Jabir
menjawab “Ya’ayyuh al-Mudasttir” Abu Salamah bertanya,”Bukan ‘Ikra’ Bismirabbikal
ladzi khalaq’?’” Jabir menjawab, “aku ceritakan kepada kalian apa yang telah diceritakan
Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda, (ketika itu) “Aku menyepi di gua Hira’. Selesai itu,
aku turun (dari gua itu), tiba-tiba dipanggil. sebelah kananku tidak apa-apa, kemudian
belakangku tidak melihat apa-apa, kemudian melihat ke atas, aku melihat sesuatu. Aku lari ke
Khadijah, dan berkata, “Selimuti dan guyurkanlah air dingin kepadaku.”Beliau menceritakan,
“kadijah pun menyelimuti dan mengguyurku dengan air dingin.” Lalu beliau bersabda,”Maka
turunlah (Ya ‘Ay-yuhal Mudasttir)” Surah Al-Mudasttir adalah ayat dari surah Fatarah ayat
yang turun setelah ayat dari surah pertama.
3. Al-Fatihah.
Berdasarkan sejarah, Al-Qur’an dan Islam diberikan ke kaum buta huruf. Nabi
Muhammad SAW juga seorang Ummi tidak paham tulisan berdasarkan Q.S. Al-Jum’ah
ayat 2. Tapi hafalan yang kuat terbukti dari sya’ir yang telah dihafalkan. Meskipun
demikian, rasulullah tetap menyuruh yang bisa menulis Al-Qur’an yaitu, (paling banyak
oleh) Zaid bin Tsabit, Abu Bakar Assidiq, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin
Abithalib, Ubay bin Ka’ab dan lainnya. Bermodalkan Kulit kurma, tulang unta, batu halus
putih, kulit, Sadel kayu unta dan dihafal.
Masalah yang Dihadapi
Nabi Muhammad melarang menulis hadis agar tidak bercampur dengan qur’an1, dan
beliau juga yang memberi petunjuk urutan-urutan penulisan Al-Qur’an.
1.Masa Abu Bakar As-Siddiq.
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat untuk menjadikan Abu-Bakar sebagai
Khalifah Ar-Rasyiddin. Banyak kaum muslimin yang melakukan pemberontakan, pembuatan
nabi palsu (seperti Al-Kaddzah Musailamah), tidak berzakat dan ada yang murtad.
Terjadilah perang Yamamah untuk membereskan nabi-nabi palsu yang menyebabkan
tujuh puluh penghafal Qur’an syahid. Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar
untuk membukukan Al-Qur’an yang ditolak karena Bid’ah, Namun Umar tetap mengusulkan
pembukuan Al-Qur’an hingga Abu Bakar menerima.
Abu Bakar kemudian meminta Zaid bin Tsabit yang paling hafal untuk membantu
pembukuan Qur’an. Zaid menolak karena merasa mengumpulkan Al-Qur’an karena itu tugas
berat. Namun akhirnya Zaid bin Tsabit tetap melakukannya.
Dalam pembukuan Al-Qur’an, Abu Bakar membentuk panitia khusus, diketuai Zaid
bin Tsabit beranggotakan, Ustman bin Affan, Ali bin Abithalib dan Ubay bin Ka’ab. Dan
mereka menyelesaikan pengumpulan Al-Qur’an dalam setahun. Dengan memeriksa
kemiripan hafalan semua sahabat dan catatan yang tersebar. Mushaf itu tersimpan di rumah
Hafsah, putri Umar bin Khattab.
Di masa pemilihan Khalifatu Ar-Rasyidin yang ke tiga, Umar tidak membawa Mushaf
agar ketika penyerahan Mushaf tidak disalah sangka sebagai petunjuk bahwa orang yang
menerima Mushaf adalah khalifah berikutnya.
2. Khalifatu Ar-Rasyidin Ustman bin Affan.
Umat islam telah menyebar hingga Irak, Syam(Sirya), Irak dan lainnya. Ketika Umat muslim
yang dipimpin Ustman bin Affan pergi berperang dengan Armenia dan Azarbajian di Syam
dan Irak, Hudzaifah bin Al-yaman melaporkan kepada Ustman bin Affan. telah terjadi
perselisihan tentang tata cara Tilawah (Tata car abaca) Al-Qur’an. Huzaifah bin Al-Yaman
mengusulkan Ustman bin Affan untuk menyebarluaskan Al-Qur’an yang telah dihimpun.
Permasalahan tersebut antara murid Qira’ah Ubay bin Ka’ab, murid Qira’ah
Ubay bin Mas’ud, dan murid Qira’ah Abu Musa Al-Asy’ari. Maka Ustman bin Affan
memerintahkan untuk meminjam Mushaf dari Hafszah dan membetuk panitia penyalinan Al-
Qur’an yang diketuai Zait bin Tsabit beranggotakan Abdullah bin Zubair, Sa’ad bin Al-Ash,
Abdurahman bin Harits bin Hasyim. Berdasarkan nasihat Ustman bin Affan:
a. Mengambil pedoman dari hafalan Al-Qur’an mereka.
1
DI sebutkan dalam bukunya Kamaluddin Marzuki.
b. Jika terjadi perdebatan cara baca, maka harus ditulis dalam dialek suku Quraish
karena itu asal Nabi Muhammad SAW.
Mushaf ini hanya ada 5 dan disebarkan ke Makkah, Syiria, Basarah, Kuffah dan disimpan di
Madinah, dikenal sebagai Mushaf Ustmani.
Turunnya Al-Qur’an
Adapun Al-Qur’an di turunkan secara berangsur sesuai dengan situasi. Periode
Awalnya di mulai dari malam 17 Ramadhan (nabi berumur 41 tahun) sampai 1 Rabbi’ul
Awwal (nabi berumur 54 tahun). Periode setelahnya dimulai dari 1 Rabi’ul Awwal (nabi
berumur 54) hingga 9 Dzulhijjah (nabi berumur 63 tahun). Berdasarkan Q.S Al-
Isr’a:106.Kaum Qurais mencela Al-Qur’an karena turun secara berangsur dibandingkan kitab
lainnya. Q.S. Al-Furqan: 32. dan mencela karena kebiasaan nabi sebagai manusia Al-
Furqan:20 dan 27.
BAB III
QIRA’AH AL-QUR’AN
A. Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologis Qira’ah (Jama’) dari kata “Qara’a” artinya membaca, secara terminologis
Qira’ah adalah cara membaca Al-Qur’an seorang imam ahli qira’ah.
Al-Zarqani mendefinisikan Qira’ah :”Suatu cara membaca Al-Qur’an dari seorang imam
Ahli Qira’ah yang berbeda dengan cara membaca imam lainnya, sekalipun riwayat dan jalur
periwayatannya sama, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf ataupun bentuknya.”
Al-Suhabuni mendefinisikan Qira’ah sebagai:”Cara membaca Al-Qur’an dari seorang imam
Ahli Qira’ah yang berbeda dengan cara membaca imam lainnya berdasarkan sanad yang
sampai kepada nabi Muhammad SAW.”
Qira’ah yang di maksud adalah suatu bacaan yang di iramakan. Ilmu Qira’ah dalam
pengertian umum adalah tata car abaca Al-Qur’an dari Mahkraj huruf, panjang-pendek
iramanya dan Tajwid-nya.
Qira’ah setiap imam bisa berbeda tapi dalam ayat tertentu karena mereka berdasarkan
Mushaf Ustmani dengan Kaidah Arab Quraiys.
1....Sejarah Qira’ah
Karena rasulullah adalah seorang buta huruf maka malaikat Jibril lah yang membacakan ayat-
ayat Al-Qur’an dan Allah SWT. berfirman dalam Al-Qiyamah[75] ayat 16-20:
Menurut Al-Dzahabi di kitab Thabaqat al-Qura’, yang bersumber dari Al-Suyuthi, para
sahabat yang paling dikenal sebagai pembaca Al-Qur’an ada, Ustman bin Affan, Ali bin
Abithalib, Ubayya bib ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud, Abu Al-Darda dan Abu
Musa Al-Asyi’ari.
Pada Abad pertama Hijriyah
Dari sahabat, para tabi’in mengadopsi gaya baca mereka
Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas dan Abdullah ib Al-Saib mengadopsi gaya Ubay ibn
ka’ab.
Ubay bin Ka’ab dab Zaid ibn Tsabit mengadopsi gaya Zaid bin Tsabit.
Adapun pengadopsian Qira’ah para Tabi’in dari Sahabat yang berada di penjuru Arabiya:
a....Dari madinah: Ibn Al-Musayyab, ‘Urwah, Salim, Umar ibn Abdul Al-Aziz, Sulaiman
ibn Yasar dan Atha ibn Yasarm Nu’az ibn Al-Harits, Abdurrahman ibn Harmus Al-
A’raj, Ibn Syihab Al-Zhuhru, Muslim ibn Jundab dan Zaid ibn Aslam.
b....Dari makkah: ‘Ubaid ibn ‘Umair, ‘Atha ibn Abi Rabah, Thaws, Mujahid, Ikrimah dan
Ibn Abi Malikiah.
c....Dari Kufah: ‘Al-Qamah, Al-Aswad, Masruq, ‘Ubaidah, ‘Amru ibn Syurahbil, Al-
Harits ibn Qais, Al-Rabi ibn Khutsaim, Amru ibn Maimun, Abu Abdirrahman Al-
Sulami, Ubaid ibn Nudhailah, Sa’ad ibn Jubair, Al-Nakh’I dan Al-Sya’bi.
d....Dari Bashrah: Abu Aliyah, Abu Raja, Nashr ibn Ashim, Yahya ibn Ya’mar, Ibn Sirin
dan Qatadah.
e....Dari Syam: Al-Mughirah ibn Abi Syihab Al-Makhzumi dan Khalifah ibn Sa’ad.
Di kalangan Tabi’in ada kelompok yang mempelajari Qira’ah secara khusus dan
menjadikannya disiplin ilmu sendiri, mereka adalah imam dan Ahli Qira’ah yang dipercaya:
a....Dari madinah: Abu Ja’far Yazid ibn al-Qa’da, Syaibah ibn Nashah, dan Nafi ibn
Abdirrahman
b....Di makkah: Abdullah ibn Katsir dan Humaid ibn Qais Al-A’raj dan Muhammad ibn
Muhaishan.
c.... Di Kufah: Yahya ibn Watab, Ashim ibn Abi Al-Nujud, Sulaiman al-A’masyi,
Hamzah dan Al-Kasai.
d....Di Bashrah: Abdullah ibn Abi Ishaq, Isa ibn Amru, Abu Amru ibn al-A’la, Ashim Al-
Jahdaridan Ya’qub Al-Hadhrami.
e....Di Syam: Abdullah ibn Amir, Athiyah ibn Qais Al-Kilabi, Isma’il ibn Abdullah ibn
Al-Muhajir, Yahya ibn Al-Harits Al-Dzimari, dan Syarih ibn Yazid al-Hadhram.
Malaikat jibril membacakan kepada nabi Muhammad Al-Qur’an dalam berbagai logat atau
lahjah sebagaimana perbedaan car abaca Umar bin Khattab dengan Hasyim Ibn Hakim.
BAB IV
QASHSAH AL-QUR’AN
A. Pengertian Qashas Al-Qur’an
Secara secara bahasa Al-Qashas berati mengikuti jejak atau mengungkapkan masa
lalu. Al-Qashash adalah bentuk masdar dari qashsha-yaqushshu-qashashan, seperti yang
tertulis di Q.S. Al-Kahfi[18]:64.
Artinya:Musa berkata:”Itulah (tempat) yang kita cari,” lalu keduanya kembali mengikuti
jejak mereka semula.
Al-Qashash dalam al-Qur’an sudah pasti dan bukan fiksi, ditegaskan Q.S.
Al-’Imran [3]:62 dan Q.S. Yusuf[12]:111.
Artinya: Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar dan tidak ada tuhan (yang berhak
disembah) selain Allah dan sesungguhnya Allah, dialah yang maha perkasa lagi
maha bijaksana.
Qashash al-Qur’an berarti pemberitaan mengenai ikhwal (keadaan) umat yang telah lalu,
nubuat (kenabian)pendahulu dan peristiwa yang telah, sedang dan akan terjadi.
Amtsal adalah bentuk jamak dari kata matsal yang secara etimologi berarti bandingan.
Al-Asfihani mengartikan Matsal sebagai suatu ibarat sebuah ungkapan tentang sesuatu yang
sama ungkapan lain karena adanya kesamaan. Dalam sastra Arab Murstal memiliki arti,
sebuah ungkapan perumpamaan yang populer yang bertujuan untuk menyamakan kadaan
yang diungkapkan dengan keadaan yang mengiringnya.
Abdu Ar-rahman Husein dalam bukunya Al-Qur’aniyyah, mengartikan Matsal
sebagai memperhatikan bahwa sifat-sifat yang disebutkan bagi sesuatu sebagai simbol
baginya (bisa berupa) misal dari sisi sifat dengan petunjuk-petunjuk perumpamaan.
Kata matsal telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan misal, yang
dalam KBBI diartikan sebagai: sesuatu yang menggambarkan sebagian dari sesuatu yang
keseluruhan, dan sesuatu yang dianggap bukan sungguh-sungguh.
2. Al-Amtsal Al-Kaminah
Al-Amtsal ini tidak tertulis lafadz tamsil, tapi secara maknawi. Contoh,
Q.S. Al-Isra’ [17]: 110.
3. Al-Amtsal Al-Mursalah
Al-Amtsal Al-Mursalah adalah ungkapan bebas yang tertulis lafaz
tasybih, tapi dipandang sejalan dengan amtsal. Murstal atau bebas karena
ungkapan yang digunakan tidak berhubungan dengan ungkapan lain yang se-
makna. Contohnya Q.S. Al-Hajj [22]: 10.
Qasam artinya sumpah, dalam bahasa Arab Qasam sinonim dari hilf dan yamin.
Asalnya redaksi sumpah ditulis dalam bentuk fi’il (kata kerja), yaitu uqsimu atau ahlifu, yang
disambung dengan bi, dan diakhiri dengan hal-hal yang di-sumpah-kan (Al-Muqsam bih), lalu
disebutkan perkara yang hendak di sumpahkan (Al-Maqsam ‘alaih). Contoh:
Q.S. An-Nahl [16]:38.
Artinya: Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-
sungguh:”Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati,”(tidak demikian)
bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar
dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Redaksi Qasam terdiri dari tiga elemen yaitu, kata kerja yang disambung dengan bi, Al-
Muqsam bih, dan Al-Muqsam ‘alaih. Kata sumpah telah mengalami perubahan dari ‘Aku
bersumpah demi Allah’ menjadi,’Billahi’(Demi Allah) atau ‘wallahi’ ketika yang
menjadi Al-Muqsam bih adalah selain Allah, atau ‘Tallahi’ tapi yang ini jarang dipakai.
Sumpah baik atau Qasam atau Yamin, adalah mengikat diri dengan hal juga
menjauhkan sesuatu yang lain.
Halif (sumpah) dinamai yamin yang secara harfiah berarti kanan. karena orang Arab
jika bersumpah, biasa memegang tangan kanan temannya.
Ada dua macam sumpah di al-Qur’an. Yaitu,
1.Sumpah yang di ucapkan makhluk lalu diceritakan Allah SWT. Contohnya Q.S. Al-
Anbiya[21]: 57.
Artinya: Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap
berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.
2.Sumpah yang dilakukan Allah SWT. Yang terbagi menjadi dua macam yaitu,
a) Qasam Mudhmar Sumpah tersembunyi, yaitu sumpah yang kata kerja dan kata
benda yang dijadikan alat sumpahnya dibuang, tapi tetap dinilai sebagai sumpah
dengan dua indikator. yaitu,
1) Kata-katanya di tegaskan dengan huruf “” (Lam)
Contohnya, Q.S. Al-Imran [3]: 186.
Artinya: Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi
neraka itu. Hal itu bagi tuhanmu adalah sesuatu kemestian yang
sudah ditetapkan.
Artinya: Aku bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang
amat menyesali (dirinya sendiri)
2. Mudhamar, sumpah yang tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam
bih,tapi ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk ke dalam jawab qasam,
Contohnya.
Artinya: Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu dan
(juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang
diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu dan dari orang-orang yang menyekutukan Allah, gangguan
yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa,
maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut
diutamakan.
B. Unsur-unsur Qasam Al-Qur'an
a) Adat Qasam adalah sighat yang digunakan untuk menunjukkan qasam/sumpah,
dalam bentuk fi’il atau huruf ba, ta dan wa sebagai pengganti fi’il qasam karena
sumpah sering digunakan dalam keseharian. Contoh qasam dengan fi’il. Q.S. An-
Nahl [16]: 38
Artinya: Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-
sungguh:”Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati,”(tidak
demikian) bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu
janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui.
b) Al-Muqsam bih, sumpah dengan segala hal yang membawa berkah atau nama-nama
Allah yang mengagungkan Allah SWT.
c) Muqsam ‘alaih atau jawab qasam, suatu pernyataan yang mengiringi qasam,
berfungsi sebagai jawaban qasam. Muqsam ‘alaih ada dua jenis yaitu, disebutkan
dengan tegas atau dihilangkan. Contoh Q.S. Ad-Dzariyat [51]:1-6.
Artinya: Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan kuat, dan demi awan yang
mengandung hujan, dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah, dan
(malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan, dan sesungguhnya apa
yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan sesungguhnya (hari)
pembalasan pasti terjadi.
Muqsam ‘alaih dihilangkan karena,
a) Qasam di Al-Qur’an ditujukan untu menegaskan suatu kabar dengan menyebut nama
Allah atau ciptaan yang memuliakan Allah.
Secara bahasa, Asbabun An-Nuzul berarti sebab-sebab turunnya suatu ayat. Shubhi Al-
Shalih mendefinisikan Asbab Al-Nuzul sebagai perihal yang menyebabkan turunnya ayat-ayat
sebagai jawaban atau penjelasan.
Secara terminologis asbab an-nuzul adalaah perihal sebab-sebab turunnya suatu
ayat, beberapa ayat atau surat di al-Qur’an.
Contohnya, hadis riwayat Bukhari dari jalir Ikrimah dari Ibnu Abbas bawasannya
Hilal ibn Umayyah mengadukan kepada nabi Muhammad SAW bahwa istrinya ber-zina
dengan Syarik ibn Samhak, lalu nabi Muhammad SAW meminta buktinya dengan
menghadirkan empat orang saksi. Jika tidak, Hilal ibn Umayyah dicambuk. Hilal
mempertanyakan perintah nabi, namun nabi Muhammad SAW tetap kokoh. Hilal ibn
Umayyah berdo’a kepada Allah SWT untuk menurunkan ayat yang membela Hilal.
Maka turunlah malaikat Jibril membawakan surat An-Nur[24]: 6~9:
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu
ialah, empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah
termasuk orang-orang yang benar, dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat
Allah atas dirinya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu
dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah,
sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta,
dan (sumpah) yang kelima, bahwa la’nat Allah atas dirinya jika suaimnya itu
terbasuk orang-orang yang benar.
Contoh berikutnya, Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq dari Ikramah yang
bersumber dari Ibnu Abbas. pendeta-pendeta yahudi di Madinah mengatakan pada
utusan Quraish yang datang menemui mereka,”tanyakanlah kepada nabi Muhammad
SAW tentang tiga hal. Jika ia tidak dapat menjawabnya, maka ia hanyalah orang yang
mengaku-ngaku menjadi nabi. Tanyakan tentang pemuda-pemuda zaman dahulu yang
bepergian dan apa yang terjadi pada mereka, karena cerita tentang pemuda itu sangat
menarik. Tanyakanlah kepadanya tentang seorang pengembara yang sampai ke Masryiq
dan Maghrib dan apa pula yang terjadi padanya. Dan tanyakanlah kepadanya tentang
ruh,v apakahv ruhv itu?” Ketika utusan Quraisy menyanyakan itu kepada nabi
Muhammad SAW, beliau menjawab,”Aku akan menjawab apa yang kalian tayakan itu
besok.” besok wahyu tidak turun hingga 15 malam. Nabi Muhammad merasa sedih dan
bingung apa yang akan ia katakan, tapi malaikat Jibril datang membawa Surat Al-
Kahfi[18]:9~26. untuk menjawab tentang Ashabul Al-Kahfi, Zulqarnain dan ruh. Serta
Allah memerintahkan nabi Muhammad SAW, dalam Q.S. Al-Kahfi[18]: 23~24.
Pada sarjana Muslim telah berusaha merumuskan ciri-ciri spesifik surat atau ayat
makkiyah dan madaniyyah dalam menguraikan kronologis AL-Qur’an.Dari tekan
pertama, memformulasikan ciri-ciri khusus Makkiyah dan Madaniyyah sebagai
berikut;
a. Surat-surat makkiyah
b. Surat-surat Madaniyyah
1) Mengandung ketentuan-ketentuan ilmu faraid dan had.
c. Surat-surat Makkiyah
1. AL-Fatihah [1]
2. AL-An’am [6]
3. AL-Araf [7]
4. Yunus [10]
5. Hud [11]
6. Yusuf [12]
7. Ibrahim [14]
8. AL-Hijr [15]
9. AL-Nahal [16]
10. AL-Isra’[17]
d. Surat-surat madaniyyah
1. AL-Baqarah [2]
3. AL-Nisa [4]
4. Al-Maidah [5]
5. AL-Anfa [8]
6. AL-Tauba [9]
7. AL-Ra’ad [13]
8. AL-Hajj [22]
9. AL-Nur [24]
10. AL-Ahzab [33]
MUSABAT AL-QUR’AN
3. Penghubung antara ayat atau surat itu bisa berupa lafazh(kata),bisa pula
makna
4. Mencari munasabah antara ayat atau surat bersifat taufiqi (berdasar ijtihad
dan penalaran)
B. Macam-macam Munasabah
1. Munasabah antara ayat (hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya)