Anda di halaman 1dari 9

Sejarah Turunya al-Qur’an

SEJARAH TURUNNYA AL-QUR‟AN

A. Pendahuluan

Ketika Al-Quran turun kepada Nabi SAW, beliau menyampaikan kepada para sahabatnya
secara perlahan-lahan agar mereka menghafalnya lafaznya, dan mampu memahami
maknanya. Nabi Muhammad SAW, sangat perhatian dalam menghafal (memelihara) Al-
Qur‟an dan dalam memperolehnya. Al-Qur‟an sepenuhnya hanya bisa diapresiasi dalam
bahasa Arab. Al-Qur‟an adalah dokumen keagamaan yang mengandung pernyataan awal
tentang kepercayaan dan praktek kaum Muslim yang mendasar, namun bukan doktrin yang
dijelaskan secara utuh dan sistematis. Al-Qur‟an adalah sebuah dokumen hukum suci yang
terdiri dari peraturan-peraturan tentang perkawinan, perceraian, makanan, finansial, harta
rampasan, pembalasan (Qishash), perjanjian, wasiat, warisan, dan sebagainya, meskipun
tampaknya ia mengandung inkonsistensi dan kode hukum yang diberikan, dilakukan secara
tidak lengkap dan sistematis. Peraturan-peraturan individu sepertinya dinyatakan dari waktu
ke waktu dengan kebutuhan yang ada, dan men-naskh beberapa peraturan yang
mendahuluinya.
Allah SWT menurunkan Al-Qur‟an tidak sekaligus sebagaimana kitab-kitab yang kita
ketahui, akan tetapi sedikit demi sedikit secara berangsur-angsur, sebab ada suatu hikmah
atau rahasia yang terkandung di dalamnya. Wahyu itu diturunkan pada setiap ada peristiwa
atau kejadian, supaya mereka kaum muslimin bertetap hati, tidak merasa jenuh dan Nabi
sering dikunjungi oleh malaikat Jibril untuk dibangun kegembiraan dan kesenangan hati.
Dengan demikian Nabi selalu merasa gembira karenanya. Untuk orang-orang yang ummi
akan lebih mudah cara menghafalnya dan memahami. Al-Qur‟an diturunkan secara
berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari. Wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan perantaraan Malaikat Jibril adalah secara berangsur-angsur, sedikit
demi sedikit. Kadang-kadang turun hanya terdiri dari beberapa ayat saja, dan kadang-kadang
terdiri dari beberapa ayat, lima sampai sepuluh ayat bahkan ada yang hanya satu ayat. Tetapi
ada pula yang sekali turun terdiri dari satu surat lengkap yaitu terdiri dari beberapa surat yang
pendek, seperti Surat Al-fatihah, Surat Al-Ikhlas, Al-Alaq, dan sebagainya.
Oleh karena itu, tidaklah aneh kalau Al-Qur‟an itu, sebagaimana apa yang telah kita dengar,
telah dihafal oleh sejumlah besar para sahabat. Karena salah satu hikmah Al-Qur‟an
diturunkan berangsur-angsur menurut hemat penulis adalah agar lebih mudah dihafal ataupun
dipahami oleh umat Rasulullah SAW dikemudian hari.
B. Pembahasan
1. Ayat yang Pertama Turun
Agama Islam adalah agama yang dianut oleh ratusan juta bahkan miliaran kaum muslim
seluruh dunia, dan merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di
dunia dan di akhirat, karena agama Islam mempunyai satu sendi utama yang esensial
berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya; yaitu kalamulah.
Al-Qur‟an pertama kali turun pada malam Lailatul Qadr di sebuah gua Hira dengan ayat yang
pertama dalam Surat Al-Alaq ayat 1-5, ini didasarkan pada firman Allah SWT, pada Surat
Al-Qadr, dan ayat yang terakhir turun adalah ayat mengenai riba. Al-Qur‟an pertama kali
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada 17 Ramadhan tahun pertama kenabian atau
di waktu Nabi Muhammad SAW telah di angkat menjadi Nabi Muhammad SAW. Sampai
saat ini, tanggal tersebut diperingati oleh umat Islam Indonesia setiap tahun sebagai malam
peringatan Nuzulul Qur‟an. Sebenarnya para ulama mengenai hal ini tidak sependapat. Ada
tiga pendapat, mengenai ayat atau surat pertama sekali turun, yaitu ada yang mengatakan
Surat Al-Fatihah, Surat Al-Mudatstsir, dan pendapat yang terkuat adalah Surat Al-„Alaq.
Semua pendapat ini masing-masing mempunyai alasan.
Pendapat yang lain mengatakan, bahwa ayat yang pertama diturunkan adalah Surat Al-
Mudatstsir berhujjah dengan hadits riwayat Asy-Syaikhani, yang diterima dari Abi Salamah
bin Abdurrahman. Dia berkata, saya bertanya kepada Jabir bin Abdullah “Ayat apa yang
turun sebelum segalanya? Jabir berkata, saya bertanya kepada Jabir bin Abdullah: “Ya
Ayyuhal Mudatstsir.” Kemudian aku berkata, atau “Iqra‟ Bismi Rabbika”? jabir berkata:
“Saya ceritakan kepadamu apa yang diceritakan oleh Rasulullah kepada kami.” Rasulullah
berkata “ Aku mengasingkan diri di gua Hira, setelah aku pun turun ke lembah, kemudian
aku dipanggil oleh seorang, maka aku menoleh ke depan, ke belakang, ke kanan, dan ke kiri
(tapi tiada siapa-siapa). Selanjutnya aku melihat ke atas, ternyata ada Jibril, kemudian aku
menggigil, aku lalu datang kepada Khadijah. Aku menyuruh orang-orang menyelimutiku.
Maka Allah SWT menurunkan ayat “Ya Ayyuhal Mudatstsir qum fa anzir.” Demikian pula
pendapat-pendapat yang lain, masing-masing didukung oleh hadits. Akan tetapi, jumhur
ulama berpendapat bahwa ayat pertama turun ialah Surat Al-„Alaq 1-5 berdasarkan hadits
riwayat Imam Bukhari, yang diterima dari Aisyah ra, “Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-„Alaq: 1-5).

Tentang ayat pertama turun Imam Al-Bukhari meriwayatkan dua hadits yang berbeda. Salah
satunya mengatakan bahwa ayat pertama turun adalah lima ayat pertama Surat Al-„Alaq
(seperti teks di atas). Hadits riwayat Imam Al-Bukhari yang bersumber dari Aisyah ra ini
menyatakan sahih oleh dua tokoh hadits yang lain. Yaitu oleh Al-Hakim dalam Al-
Mustadrak-nya dan oleh Al-Baihaqiy dalam Dalil-nya. Kemudian Al-Thabraniy dalam
kitabnya Al-Kabir dengan sanad-nya sendiri- yang bersumber dari Abi Raja Al-Aththardiy
menyatakan:”Abu Musa mengajarkan kami mengaji. Beliau menyuruh kami duduk ber-
halaqah. Beliau mengenakan dua baju putih. Jika beliau membaca surat Al-Alaq, Beliau
menyatakan: “Ini adalah surat pertama yang turun kepada Muhammad SAW.
Imam Al-Bukhari juga memang meriwayatkan dua hadits yang seakan-akan berbeda
mengenai satu masalah. Yakni ayat yang pertama turun. Mari kita simak riwayat Imam Al-
Bukhari, dan Imam Muslim dari Abu Salamah bin Abdal Rahman bin „Auf yang mengatakan
“Aku pernah menanya Jabir bin Abdullah: (ayat) Al-Qur‟an manakah turun terlebih dahulu?”
Ia menjawab: “Ya Ayyuhal Mudatstsir qum fa anzir.” Lalu kukatakan “Ataukah “Iqra‟ Bismi
Rabbika?” Ia (Jabir) lalu mengatakan: “Akan kuceritakan kepadamu, apa yang diceritakan
Rasulullah.” Rasulullah pernah bersabda:”Sesungguhnya aku pernah di gua Hira. Seusai aku
menyendiri di sana, aku keluar. Aku menuruni lembah. Kemudian aku dipanggil. Aku
melihat ke depan dan ke belakangku, ke kanan dan ke kiriku. Kemudian aku menatap ke
langit. Tiba-tiba dia (maksudnya Jibril) tengah duduk di atas Arsy antara langit dan bumi.
Aku gemetar. Maka kudatangi Khadijah dan dia menyelimutiku. Kemudian Allah SWT
menurunkan: “Ya Ayyuhal Mudatstsir qum fa anzir.” (Wahai orang yang tengah berselimut.
Bangunlah, maka berilah peringatan).
Sedikitnya ada dua hal yang perlu diperhatikan menurut penulis menyangkut hadits di atas.
Pertama, kalimat Abu Salamah yang berbunyi:” Ataukah Iqra‟ Bismi Rabbika?” ini artinya,
Abu Salamah tidak serta merta menerima keterangan Jabir yang mengatakan bahwa ayat
yang pertama turun adalah “Ya Ayyuhal Mudatstsir qum fa anzir” itu. Dan, kalimat Abu
Salamah yang berbentuk pertanyaan (Ataukah Iqra‟ Bismi Rabbika?) itu sesungguhnya
bantahan secara halus terhadap keterangan Jabir. Tetapi oleh karena dalam masalah ini status
Abu Salamah sebagai orang yang bertanya (katakanlah murid), tentu ia harus bersikap sopan,
tidak membantah ulang keterangan Jabir bin Abdullah; kedua, kecuali hadits di atas, Imam
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan yang lain dari Abu Salamah dan dari Jabir. Intinya
berbunyi “Ketika aku (maksudnya Rasulullah SAW) tengah berjalan, tiba-tiba aku
mendengar suatu jenis suara dari langit. Aku lalu mengarahkan pandangan ke arah langit.
Rupanya malaikat yang telah mendatangiku di gua Hira tengah duduk di atas kursi antara
langit dan bumi. Aku takut, sampai-sampai aku terperosok ke tanah. Aku kemudian
mendatangi keluargaku dan kukatakan “Selimuti aku, selimuti aku”. Lalu Allah SWT
menurunkan ayat: “Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu berilah
peringatan!, Dan Tuhanmu agungkanlah!, Dan pakaianmu bersihkanlah, Dan perbuatan dosa
tinggalkanlah” (QS. Al-Muddatstsir:1-5)
Adanya pengakuan Rasulullah yang berbunyi: “Rupanya malaikat yang tengah mendatangiku
di Hira…” menunjukkan bahwa sebelum peristiwa turunnya Surat Al-Muddatstsir, Rasulullah
telah bertemu Jibril di Hira. Dengan dasar dua alasan tadi, kebanyakan ulama mengatakan
bahwa ayat Al-Qur‟an yang pertama sekali turun adalah ayat 1-5 Surat Al-Alaq. Sementara
itu, Surat Al-Muddatstsir mereka nyatakan diturunkan, bukan yang pertama kali turun.
Menurut penulis, mungkin saja timbul pertanyaan: Apakah kegunaan kita mengetahui ayat
lebih dahulu turun dibandingkan dengan ayat lainnya? Pertanyaan seperti ini memang bisa
saja timbul terutama dari orang yang awam terhadap hakikat Al-Qur‟an.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya dikutip apa yang tulis oleh Syekh
Muhammad Abd Al-„Azhim Al-Zarganiy. Penulis kitab Manahil Al-„Irfan ini, melihat
sedikitnya ada tiga faedah yang dapat dipetik dari mengetahui hal seperti ini, yaitu:
1. “Untuk membedakan ayat mana yang nasikh dan mana mansukh. Jika ditemui atau
beberapa ayat yang berbeda mengenai satu masalah, maka dengan mengetahui ayat yang
mana turun lebih dahulu dan belakangan, dapat diketahui mana yang nasikh dan mana yang
mansukh.
2. Untuk mengetahui Tarikh Tasyri‟. Artinya, perjalanan sejarah penetapan hukum Islam
dapat ditangkap secara lebih jelas dengan mengetahui hal ini.
3. Untuk dapat mengikuti secara pasti perjalanan turunnya Al-Qur‟an yang berangsur-angsur.
Dengan demikian bisa ditangkap taktik strategi dakwah Islam di dalam mengajak orang
kepada jalan Allah SWT.”
2. Surat yang Terakhir Turun
Ayat yang terakhir turun adalah Surat Al-Baqarah ayat 281, “Dan peliharalah dirimu dari
(azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah.
Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang Sempurna terhadap apa yang Telah
dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)”.(QS. Al-Baqarah: 281)
Para ulama tidak sepakat mengenai ayat terakhir turun. Selain dari pendapat di atas, terdapat
pula pendapat lain yaitu di antara mereka yang mengatakan bahwa ayat yang terakhir turun
adalah Surat Al-Baqarah ayat 278, An-Nisa‟ ayat 176, At-Taubah ayat 128-129, dan yang
paling populer adalah Surat Al-Maidah ayat 3. Akan tetapi, pendapat yang paling kuat adalah
pendapat di atas, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 281. Masing-masing pendapat ini mempunyai
alasan, tetapi alasan itu kurang kuat jika dibandingkan dengan pendapat yang mengatakan
bahwa yang terakhir turun tersebut Surat Al-Baqarah ayat 281. Tapi menurut Salman Harun
bahwa ayat terakhir yang turun adalah ayat ke lima dari Surat Al-Maidah. Isinya adalah pesan
bahwa ajaran Tuhan tentang manusia dan kemanusiaan telah sempurna diberikan lewat Al-
Qur‟an. Sesuai dengan makna Al-Maidah yaitu “ hidangan”, maka untuk mencapai
kesempurnaan manusia dan kemanusiaan tersebut, perlu ada sesuatu yang dihidangkan yaitu
pendidikan dan pengajaran. Mayoritas ulama berpendapat bahwa terakhirnya turunnya Al-
Qur‟an ialah hari Jumat, 9 Dzulhijah tahun 10 H atau tahun 63 kelahiran Nabi Muhammad
SAW atau sama dengan bulan Maret 632 M, pada saat itu nabi sedang berwukuf di Padang
Arafah dalam menyelenggarakan haji yang dikenal dengan haji Wada‟. Sa‟id bin Al-Khudri,
sebagaimana dikutip oleh As-Syayuti, mengatakan, ayat ini turun kepada Nabi Muhammad
SAW sembilan hari menjelang beliau wafat.
Menurut pendapat yang lain masalah ayat yang paling akhir turun, tak satu pun yang marfu‟
kepada Nabi Muhammad SAW. Riwayat-riwayat yang semuanya bersumber dari sahabat dan
tabi‟in. Itulah sebabnya mengapa di dalam menunjuk ayat yang paling akhir turun, terjadi
kesimpangsiuran dan persilangan pendapat. Dan, riwayat-riwayat yang hanya sekali tidak
selamanya menunjukkan turunnya ayat. Tidak jarang di antaranya yang menunjuk pada surat.
Bersama ini kita uraikan beberapa riwayat di antaranya:
a. Riwayat pertama yang paling akhir turun adalah firman Allah SWT dalam Surat Al-
Baqarah ayat 281, “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada
waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi
balasan yang Sempurna terhadap apa yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun
tidak dianiaya (dirugikan)”.(QS. Al-Baqarah: 281)

Dalil yang dipegang adalah:


1) Riwayat yang dikeluarkan oleh Nasa‟i dari „Ikhrimah, dari Ibnu Abbas.
2) Riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari Sa‟id Jubair.
3) Riwayat Ibnu Jari, dari Ibnu Jurai.
4) Riwayat Al-Baihaqiy, dari Ibnu Abbas.
b. Riwayat kedua ayat yang terakhir turun adalah Surat Al-Baqarah ayat 278, “Hai orang-
orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah:278)
Riwayat yang sama, juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqy.
c. Riwayat ketiga ayat yang terakhir adalah Surat Al-Baqarah ayat 282, “Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu‟amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana
Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada hutangnya. jika yang berhutang
itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua orang lelaki,
Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai,
supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu
enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis
hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu‟amalahmu itu), kecuali jika mu‟amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu,
(jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah;
Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS.Baqarah:282)
Riwayat ini merujuk pada:
1) Riwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Sa‟id bin Al-Musayyab.
2) Riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Ubaid, dari Ibnu Syihab.
Mengomentari ketiga riwayat di atas, Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy dan Dr. Muhammad
Yusuf Al-Qasim dalam masalah ini sepakat dengan Imam Al-Syayuthi mengatakan: “Ketiga
riwayat ini mungkin sekali dikompromikan”. Jelas, kata kedua guru besar Ilmu Al-Qur‟an
dari Universitas Al-Azhar ini, bahwa ketiga ayat yang ditunjuk oleh ketiga riwayat di atas
diturunkan sekaligus karena letaknya yang boleh dikatakan berurutan dan kisahnya masih
satu rangkaian.
d. Riwayat keempat ayat yang terakhir turun adalah Surat Maidah ayat 3, “…pada hari ini
telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatku, dan
telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu…”( QS. Al-Maidah:3)

Menurut Ibnu Abbas, ayat ini turun 81 hari sebelum Rasulullah SAW wafat. Jadi, inilah
pendapat yang kuat dibandingkan dengan pendapat yang populer di kalangan umat Islam,
bahwa ayat yang terakhir adalah Surat Al-Maidah ayat 3. Ayat ini turun di Padang Arafah
ketika Rasulullah menunaikan haji terakhir, dan dia masih hidup beberapa bulan lagi setelah
itu. Setelah Surat Al-Baqarah ayat 281, turun 9 hari atau 81 hari menjelang Rasulullah SAW
wafat.
Syekh Muhammad Al-Khudhari dalam kitabnya, Tarikh Al-Tasyri‟ Al-Islami, dan Syekh
Abdu Al-Aziz Al-Khuli dalam kitabnya Al-Qur‟an Wasfhuhu, Hidayatuhu, „Atsaru I‟jazihi
termasuk memegang ayat 3, surat Al-Maidah ini sebagai ayat yang diturunkan paling akhir
yang diturunkan pada haji Wada‟, dan setelah ayat diturunkan 81 hari sebelum Rasulullah
SAW 81 hari.
Imam Al-Syayuthi menolak ayat 3 Surat Al-Maidah sebagai ayat yang paling akhir turun
dengan alasan, bahwa; pertama, yang dimaksud dengan “menyempurnakan agama” adalah
menyempurnakan kekuasaannya, meninggikan kalimatnya, dan memperkuat wibawanya;
kedua, yang dimaksud dengan “menyempurnakan agama” adalah menyempurnakan hukum-
hukum halal dan haram. Dengan kata lain, tidak berarti setelah itu turun lagi ayat-ayat
mengenai peringatan dan nasihat.
Tetapi menurut Imam Al-Zarkasyi punya pilihan lain. Penulis kitab Al-Burhan fi‟Ulum Al-
Qur‟an ini menulis “Al-Qadhi Abu bakar mengatakan dalam kitab Al-Intishar ”Tak satu pun
dari ucapan-ucapan ini yang marfu‟ kepada Rasulullah SAW. Boleh jadi, perawinya
mengatakannya sebagai suatu jenis ijtihad dan kecenderungan dugaan. Mengetahui yang
demikian bukan termasuk kewajiban agama, ada kemungkinan, masing-masing mereka
menginformasikan ayat yang terakhir yang didengarnya dari Rasulullah SAW pada hari
wafatnya atau beberapa saat sebelum beliau sakit”.
3. Masa Turun Al-Qur‟an
Rentang selama turunnya Al-Qur‟an, salah satu faktor kuat yang menyebabkan keterjagaan
hafalan Nabi Muhammad SAW, dan tetapnya dalam hati Nabi yang mulia adalah
penyampaian Al-Qur‟an yang dilakukan oleh Jibril kepada nabi Muhammad SAW, pada
bulan Ramadhan di setiap tahun. Bahkan, pada tahun wafatnya Nabi Muhammad SAW, Jibril
menyampaikan bacaan Al-Qur‟an dua kali, sehingga dapat memahaminya pada waktu
menjelang akhir kehidupannya.
Penyampaian Al-Qur‟an kepada Nabi Muhammad SAW seiring dengan periode dakwah Nabi
SAW, yang meliputi periode Mekkah dan periode Madinah. Yang pertama berlangsung lebih
kurang 13 tahun sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Dan yang terakhir
berlangsung lebih kurang selama 10 tahun, setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah. Ayat atau
surat Al-Qur‟an yang diturunkan pada periode pertama disebut dengan ayat atau surat Al-
Makkiyah dan pada periode kedua disebut dengan Al-Madaniyah.
Tentang rentang waktu di mana Nabi Muhammad SAW menerima Al-Qur‟an, Abdal Wahhab
Abdal Masjid Ghazlan dalam Mabahitsfi „Ulum Al-Qur‟an-nya menurunkan tiga pendapat,
yaitu; pertama, bahwa Al-Qur‟an diturunkan berturut-turut selama dua puluh tahun; kedua,
bahwa Al-Qur‟an diturunkan selama dua puluh tiga tahun; ketiga, Nabi Muhammad SAW
menerima Al-Qur‟an selama dua puluh lima tahun.
Ketiga pendapat Al-Ghazlan di atas, tak satu pun yang menunjukkan secara cermat mengenai
masa di mana Rasulullah SAW menerima Al-Qur‟an. Agaknya mereka memilih
menggenapkan bilangan masa itu ketimbang merincinya. Seperti diketahui, bahwa
pengangkatan Muhammad bin Abdullah yang lahir tanggal 12 Rabi‟ul-Awwal menjadi nabi
dan rasul pada saat usia beliau mencapai usia 40 tahun. Sedangkan pertama kali beliau
menerima wahyu pada tanggal 12 Rabi‟ul-Awwal saat beliau bermimpi (ru‟ya shadiqah).
Enam bulan kemudian, pada bulan yang sama juga, yakni pada bulan Ramadhan, beliau
menerima ayat Al-Qur‟an yang pertama turun. Sedangkan Rasulullah SAW wafat pada usia
63 tahun. Dengan demikian, bisa ditarik kesimpulan, bahwa Rasulullah SAW menerima
wahyu Al-Qur‟an selama 22 tahun 6 bulan.
Semua ayat Al-Qur‟an diperoleh Nabi Muhammad melalui wahyu. Hal ini tidak dapat
disamakan dengan proses ilham. Karena ilham datang lantaran suatu usaha, sedangkan wahyu
datang dengan sendirinya. Wahyu datang dalam dua bentuk, yaitu bentuk pertama lewat
malaikat Jibril yang bertugas menyampaikannya dan cara seperti inilah yang sering terjadi.
Bentuk yang kedua adalah penyampaian secara langsung dari Allah SWT ke dalam kesadaran
Nabi, bentuk terakhir ini sangat berat bagi beliau sehingga sampai bercucuran keringat walau
itu terjadi di musim dingin.
Wahyu turun kapan saja dan tidak atas kemauan Nabi Muhammad. Adakalanya saat beliau
sudah berangkat tidur lalu beliau duduk dan senyum ( misalnya QS.108 ), atau sedang lelap
dini hari ( misalnya QS.9:118 ), sedang menetap ( misalnya QS.2:125 ), bepergian ( antara
lain QS.4:176 ), sedang berperang ( seperti QS.63 ), melaksanakan Isra‟ ( yaitu QS.43:45 ),
melaksanakan Mi‟raj ( seperti QS.2:284 sampai akhir ), waktu musim dingin ( ayat mengenai
fitnah terhadap Aisyah; QS.24:11 ), musim panas ( QS.9:81), serta keadaan lainnya.
Ayat-ayat Al-Qur‟an diturunkan sehubungan dengan berbagai peristiwa, baik bersifat
individual atau sosial (kemasyarakatan) yang terjadi berturut-turut selama kurang lebih 23
tahun sampai akhir hidup Rasulullah SAW. Beberapa sumber riwayat memperkirakan masa
turunnya wahyu seluruhnya 20 tahun, tetapi ada juga memperkirakan kurang lebih 25 tahun,
perkiraan ini didasarkan pada masa mukimnya Rasulullah SAW di Mekkah setelah bi‟tsah
yaitu antara 10 dan 15 tahun.
4. Dalil dan Bukti Al-Qur‟an Diturunkan Secara Berangsur
Al-Qur‟an itu sampai kepada Nabi Muhammad SAW melalui tiga tahap. Pertama,
penyampaian Al-Qur‟an dari Allah SAW kepada Lawh Al-Mahfuzh. Maksudnya, sebelum
Al-Qur‟an disampaikan kepada Rasulullah SAW sebagai utusan Allah SWT terhadap
manusia, ia terlebih dahulu disampaikan kepada Lawh Al-Mahfuzh, yaitu suatu lembaran
yang terpelihara di mana Al-Qur‟an pertama kalinya ditulis pada lembaran tersebut. Allah
SWT menjelaskan, “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, Yang
(tersimpan) dalam Lauh Mahfuz.“(QS. Al-Buruuj:21-22)
Tidak ada manusia yang tahu bagaimana cara penyampaian Al-Qur‟an dari Allah SWT ke
Lawh Al-Mahfuzh. Dan manusia tidak wajib mengetahuinya, tetapi wajib mempercayainya
karena yang dikatakan Allah SWT.
Tahap kedua adalah turunnya ke langit pertama dengan sekaligus. Di langit pertama itu, ia
disimpan pada Bayt Al-„Izzah. Penurunan tahap kedua ini bertepatan dengan malam Qadar,
seperti dalam Surat Al-Qadr (97) ayat 1, Ad-Dukhan (44) ayat 3, dan Al-Baqarah ayat 185.
Ibnu Abbas mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Az-Zarqani: “Al-Qur‟an diturunkan,
secara sekaligus, ke langit dunia pada malam Qadr. Setelah itu, ia diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW secara berangsur-angsur selama 20 tahun.”
Para Mufassirin mengkaji hikmah penurunan Al-Qur‟an ke langit pertama. Fakhruddin Ar-
Razi, misalnya mengatakan bahwa hikmah diturunkan Al-Qur‟an ke langit dunia adalah
untuk kemaslahatan, yaitu agar ia tidak jauh, baik dari Rasulullah SAW maupun dari
malaikat, terutama malaikat Jibril sebagai penyampai wahyu kepada Nabi Muhammad SAW.
Pendapat Ar-Razi ini dikomentari oleh Al-Hijazi. Dia mengatakan hal ini merupakan rahasia
Allah SWT. Masalah tersebut lebih tinggi dari itu semua, di mata manusia sulit
mengetahuinya.
Tahap ketiga adalah turunnya Al-Qur‟an dari Bayt Al-„Izzah secara berangsur-angsur kepada
Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, atau 23
tahun. Jibril menyampaikan wahyu ke dalam hati Nabi Muhammad SAW, sehingga setiap
kali wahyu ini disampaikan beliau langsung menghafalnya. Al-Qur‟an dalam Surat Al-
Baqarah ayat 97 menyebutkan hal tersebut, yaitu: “Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi
musuh Jibril, Maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin
Allah, membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita
gembira bagi orang-orang yang beriman.”(QS. Al-Baqarah: 97)

Klasifikasi tahap penurunan Al-Qur‟an di atas, didasarkan penyampaian Al-Qur‟an dari Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Apabila klasifikasi tersebut didasarkan atas periode
penyampaian dakwah Islam dan penanaman serta pertumbuhan ajaran Islam, maka
penurunan Al-Qur‟an dapat diklasifikasikan pula kepada periode Mekkah dan Madinah.
Periode Mekkah lebih kurang 13 tahun dan periode Madinah kurang lebih 10 tahun. Dalam
kajian Ulumul Al-Qur‟an, hal ini disebut dengan ilmu Al-Makkiyah Wa Al-Madaniyah.
Jumlah surat yang diturunkan pada periode Mekkah lebih banyak dari jumlah surat yang
diturunkan pada periode Madinah. Surat yang diturunkan pada periode Mekkah adalah
berjumlah 86 surat, sedangkan periode Madinah berjumlah 28 surat. Perbedaan antara kedua
periode ini ditandai dengan perjalanan dakwah Islam oleh Rasulullah SAW, yaitu yang terdiri
dari sebelum hijrah yang disebut periode Mekkah, dan setelah hijrah yang disebut periode
Madinah.
Seperti yang telah digambarkan di atas, bahwa Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW tidak dengan sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur. Hal ini mendapat
ejekan dan kritik dari kaum kafir. Mereka mempertanyakan kenapa Al-Qur‟an tidak
diturunkan dengan sekaligus. Kitab-kitab sebelum Al-Qur‟an diturunkan dengan sekaligus.
Maka Al-Qur‟an menjawab kritikan dan protes kaum kafir itu. Allah menjawab dengan
beberapa berfirman-Nya: “Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak
diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya kami perkuat hatimu
dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).”(QS.Al-Furqan:32). “Dan
Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.”(QS.Al-
Isra‟:106)

5. Hikmah Al-Qur‟an Diturunkan Berangsur-Angsur


Paling tidak ada empat hikmah kenapa Al-Qur‟an diturunkan secara berangsur-angsur, yaitu:
a. Menetapkan atau menguatkan hati Nabi Muhammad SAW, seperti digambarkan dalam
ayat di atas. Dengan turunnya Al-Qur‟an secara berangsur-angsur, maka berarti Nabi
Muhammad SAW akan selalu berjumpa dengan Jibril dan menerima Al-Qur‟an. Hal ini
secara psikologis akan berpengaruh kepada Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan
risalah ilahi, dia akan menjadi tegar dan kuat. Berbeda dengan turunnya sekaligus, berjumpa
dan mendapatkan seluruh ayat kemudian tidak muncul lagi.
b. Berangsur-angsur dalam mendidik umat, yang sedang tumbuh ini, untuk menanamkan ilmu
dan amal. Hal ini dapat memberikan kemudahan kepada para sahabat untuk memahami dan
menghafalkannya. Betapa sulitnya memahami dan menghafal ayat-ayat yang begitu banyak
jika ia diturunkan sekaligus. Dan bahkan lebih sulit lagi mengamalkannya, karena perintah
dan larangan yang begitu banyak muncul secara bersamaan. Maka untuk itulah Allah SAW
menurunkan ayat-ayat tersebut dengan berangsur-angsur.
c. Menyesuaikan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa itu. Paling tidak ada
dua hal yang menyebabkan perlunya penyesuaian penurunan ayat dengan peristiwa yang
sedang terjadi, yaitu; pertama, akan menimbulkan kesan yang mendalam sehingga umat
Islam benar-benar merasakan betapa butuhnya mereka dengan Al-Qur‟an; kedua, berguna
menjawab pertanyaan-pertanyaan para sahabat secara langsung dengan yang diturunkan
ketika itu juga atau menunggu beberapa lama, hal ini selain menimbulkan kesan yang
mendalam bagi penanya, dan juga dapat menambah keyakinan mereka bahwa Al-Qur‟an
benar-benar datang dari Allah SWT, sehingga Nabi Muhammad SAW harus menunggu
turunnya ayat yang berkenaan dengan itu.
d. Memberikan isyarat yang nyata kepada musuh-musuh Islam, bahwa Al-Qur‟an adalah
kalamullah yang datang dari Allah SWT bukan perkataan Nabi Muhammad SAW. Jika ia
kalam Nabi Muhammad SAW, maka dia dapat mengungkapkannya kapan dan di mana saja,
tidak perlu menunggu.

C. Penutup
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa kesimpulan yakni:
1. Al-Qur‟an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada 17 Ramadhan
tahun pertama kenabian atau di waktu Nabi Muhammad SAW telah di angkat menjadi Nabi
Muhammad SAW, dan peringati sebagai Nuzulul Qur‟an. Sebenarnya para ulama mengenai
hal ini tidak sependapat. Ada tiga pendapat, mengenai ayat atau surat pertama sekali turun,
yaitu ada yang mengatakan Surat Al-Fatihah, Surat Al-Mudatstsir, dan jumhur ulama
berpendapat bahwa ayat pertama turun ialah Surat Al-„Alaq 1-5.
2. Para ulama tidak sepakat mengenai ayat terakhir turun. Terdapat banyak pendapat
mengatakan bahwa ayat yang terakhir turun adalah Surat Al-Baqarah ayat 278, An-Nisa‟ ayat
176, At-Taubah ayat 128-129, dan yang paling populer adalah Surat Al-Maidah ayat 3. Akan
tetapi, pendapat yang paling kuat adalah Surat Al-Baqarah ayat 281.
3. Penyampaian Al-Qur‟an kepada Nabi Muhammad SAW seiring dengan periode dakwah
Nabi SAW, yang meliputi periode Mekkah dan periode Madinah. Ayat-ayat Al-Qur‟an
diturunkan sehubungan dengan berbagai peristiwa, baik bersifat individual atau sosial
(kemasyarakatan) yang terjadi berturut-turut selama kurang lebih 23 tahun sampai akhir
hidup Rasulullah SAW.
4. Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tidak dengan sekaligus, tetapi secara
berangsur-angsur. Hal ini dibuktikan dengan jumlah 86 surat yang diturunkan pada periode
Mekkah lebih banyak dari jumlah 28 surat yang diturunkan pada periode Madinah. Perbedaan
antara kedua periode ini ditandai dengan perjalanan dakwah islam oleh Rasulullah SAW,
yaitu yang terdiri dari sebelum hijrah yang disebut periode Mekkah, dan setelah hijrah yang
disebut periode Madinah. Dalilnya dapat dilihat pada Surat Al-Furqan ayat 32 dan Surat Al-
Isra‟ ayat 106.
5. Hikmah diturunkannya Al-Qur‟an berangsur-angsur, yaitu:
a. Menetapkan atau menguatkan hati Nabi Muhammad SAW.
b. Berangsur-angsur dalam mendidik umat, yang sedang tumbuh ini, untuk menanamkan ilmu
dan amal.
c. Menyesuaikan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa itu.
d. Memberikan isyarat yang nyata kepada musuh-musuh Islam, bahwa Al-Qur‟an adalah
kalamullah yang datang dari Allah SWT bukan perkataan Nabi Muhammad SAW.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (1996), Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI.


Abu Syuhbah, Muhammad bin Muhammad, (2003), Al-Madkhal Li Dirasah Al-Qur‟an
Karim, Terj. Taufiqurrahman, Bandung: Pustaka setia.
Al-Kumiy, Ahmad Al-Sayyid, dan Yusuf Al-Qasim, Muhammad Ahmad, (1396H/1976M),
„Ulum Al-Qur‟an Cet. III, Mesir: Universitas Al-Azhar.
As-Shalih, Subuhi, (2001), Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, Jakarta: Pustaka Firdaus.
As-Syayuti, Jalaluddin Abdurrahman, (1398H/1978), Al-Itqan „Ulum Al-Qur‟an, Beirut:
Darul Al-Ma‟rifah.
Hijazi, Mahmud, (1970), Al-Wahdah Al-Mawdhu‟iyyah fi Al-Qur‟an Al-Karim,
Kairo:Marba‟ah Al-Madani.
Harun, Salman, (1999), Mutiara Al-Qur‟an, Jakarta:Logos.
Marzuki, Kamaluddin, (1994), „Ulum Al-Qur‟an, Bandung: Remaja Rosakarya.
M. Yusuf, Kadar, (2009), Studi Al-Qur‟an, Jakarta: Hamzah.
Shihab, M. Quraish, (1996), Membumikan Al-Qur‟an¸ Bandung: Mizan.
Wahid, Marzuki, (2005), Studi Al-Qur‟an Kontemporer, Bandung: Pustaka Setia.
Zarkasiy, Al-Imam Badru Al-Din Muhammad Abdullah (1391H/1972M) Al-Burhan fi‟Ulum
Al-Qur‟an, Tahqiq Muhammad Al-fadlal Ibrahim cet.I, Beirut:Darul Al-Ma‟rifah.

Anda mungkin juga menyukai