Anda di halaman 1dari 15

Kelompok 4

Sejarah
Perkembangan
Ulumul Quran
Dinisyifa Azzahra F (221105030829)
Raka Sabri Sandika (221105030833)
Apa itu Ulumul Quran?

Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul Quran tidak lahir
sekaligus. Ulumul Quran menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk
membenahi Alquran dari segi keberadaannya dan segi pemahamannya. Ppt ini akan
memaparkan perkembangan Ulumul Quran pada masa Rasulullah SAW., masa Khulafa al-
Rasyidin, dan masa Tadwin (Penulisan Ilmu).
Ulumul Quran pada masa Rasulullah SAW

Pada masa Rasulullah SAW. Alquran belum dibukukan. Di masa Rasulullah


SAW. dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu
yang berdiri sendiri dan tertulis. Pada masa Rasulullah SAW., Ulumul Quran
dipelajari secara lisan, hal ini berlangsung terus sampai beliau wafat. Karena
para sahabat yang menerima Alquran asli orang Arab dengan keistemewaan
hafalan yang kuat, kecerdasan, kemampuan menangkap makna yang
terkandung dalam Alquran. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang
dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang
diturunkan kepada Rasulullah SAW. Bila mereka menemukan kesulitan
dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung
kepada Rasulullah SAW.
Pada zaman kekhalifaan
Abu Bakar dan Umar
Ilmu Alquran masih diriwayatkan melalui penuturan secara
lisan. Ketika Abu Bakar Shiddiq menjadi khalifah terjadi
pertempuran yang sangat sengit antara kaum muslimin dengan
pengikut Musailamah al-Kadzab yang menimbulkan banyak
korban. Di pihak muslimin ada tujuh puluh penghafal Alquran
yang gugur, sehingga Umar bin Khattab mengusulkan kepada
Abu Bakar untuk menuliskan Alquran dalam satu mushaf. Pada
mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk menerima usul Umar
tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menuliskan
Alquran dalam bentuk mushaf.
Pada zaman khalifah Ustman
Ketika di zaman Utsman di mana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang
non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang
pada mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk
dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya
membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang menurut caranya masing-
masing. Di zaman Khalifah Utsman wilayah Islam bertambah luas sehingga
terjadi perbauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui
bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan
tercemarnya keistimewaan bahasa Arab dari bangsa Arab. Bahkan dikhawatirkan
akan terjadinya perpecahan di kalangan kaum Muslimin tentang bacaan Alquran
yang menjadi standar bacaan bagi mereka. Untuk menjaga terjadinya
kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah Alquran yang
disebut Mushhaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini maka berarti
Utsman telah meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm al-
Qur’an atau Ilm al Rasm al-Utsmani.
Pada masa kekhalifahan
Ali bin Abu Thalib
Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan baru dalam bidang
ilmu Alquran. Karena banyaknya melihat umat Islam yang berasal
dari bangsa non-Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan
kesalahan dalam pembacaan Alquran, Ali menyuruh Abu al-Aswad
al-Duali (w.63 H.) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal
ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan
menjaga Alquran dari keteledoran pembacanya. Tindakan khalifah
Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu Nahwu dan I’rab
Alquran.
Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Tadwin (Penulisan Ilmu)

Setelah berakhirnya zaman khalifah yang Empat, timbul zaman Bani Umayyah.
Kegiatan para sahabat dan Tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang
tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Alquran melalui jalan periwayatan dan
pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-kegiatan
ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang-orang yang
paling berjasa dalam periwayatan ini adalah; khalifah yang Empat, Ibn Abbas,
Ibn Mas’ud, Zaid ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah ibn al-Zubair dari
kalangan sahabat. Sedangkan dari kalangan Tabi’in ialah Mujahid, ‘Atha,
‘Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id ibn Jubair, dan Zaid ibn Aslam di
Madinah. Dari Aslam ilmu ini diterima oleh putranya Abdul Rahman bin Zaid,
Malik ibn Anas dari generasi Tabi’i al-tabi’in. Mereka ini semua dianggap
sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asbab al-
nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu gharib Alquran dan lainnya.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad II H

Kemudian, Ulumul Quran memasuki masa pembukuannya pada abad ke-


2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu
tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-‘Ulum al-Qur’aniah (Induk
Ilmu-ilmu Alquran). Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah
Ibn al-Hajjaj. Sufyan ibn Uyaynah dan Waqi’ Ibn al-Jarrah Kitab-kitab
tafsir mereka menghimpun pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad III H

Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir al-Thabari (w. 310
H.). Al-Thabari adalah mufassir pertama membentangkan bagi
berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya atas lainnya. Ia juga
mengemukakan i’rab dan istinbath (penggalian hukum dari
Alquran). Di abad ke-3 ini juga lahir ilmu asbab al-nuzul, ilmu
nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat-ayat Makkiah dan
Madaniah. Guru Imam al-Bukhari, Ali Ibn al- Madini mengarang
asbab al-nuzul; Abu Ubaid al-Qasim Ibn Salam (w.224 H.)
mengarang tentang nasikh dan mansukh, qirrat dan keutamaan-
keutamaan Alquran. Muhammad Ibn Ayyub al-Dharis menulis
tentang kandungan ayat-ayat yang turun di Mekkah dan
Madinah.Muhammad Ibn Khalaf Ibn al-Mirzaban (w. 309 H)
mengarang kitab al-Hawi fi ’Ulum al-Qur’an.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad V H

Di abad ke-5 muncul pula beberapa tokoh ilmu qirrat, di antaranya ialah
Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al-Hufi. mengarang Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an
dan i’rab al-Quran. Abu Amral-Dani (w. 444 H.) menulis kitab Al-Taisir fi
al-Qiraat al-Sab’i dan Al-Mukham fi al-Nuqath. Dalam abad ini juga lahir
ilmu amtsal al-Qur’an yang di antara lain dikarang oleh Al-Mawardi (w. 450
H.).

Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VI H

Pada abad ke-6, di samping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan


ilmu-ilmu Alquran yang telah ada, lahir pula ilmu mubhamat al-Qur’an. Abu
al-Qasim Abd al-Rahman al-Suhaili (w. 581 H.) mengarang Mubhamat al-
Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafal-lafal Alquran yang maksudnya apa dan
siapa tidak jelas. Misalnya kata rajulun (seorang lelaki) atau malikun
(seorang raja). Ibn al-Jauzi ( w.597 H.) menulis kitab Funun al-Afnan
fi’Ajaib al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ’Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an.
Perkembangan Ulumul
Qur’an Pada Abad IV H
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul
Quran. Di antara tokoh-tokoh Ulumul Quran ini ialah Abu Bakar
Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari (w. 328 H.) dengan kitabnya
‘Ajaib ulum al-Qur’an. Di dalam kitab ini al-Anbari berbicara tentang
keutamaan-keutamaan Alquran, turunnya atas tujuh huruf, penulisan
mushhaf-mushhaf, jumlah surah, ayat, dan kata-kata Alquran. Abu al-
Hasan al-Asy’ari (w. 324 H.) mengarang al-Mukhtazan fi’ulum al-
Qur’an (Yang Tersimpan di Dalam Ilmu Alquran), kitab yang
berukuran besar sekali.Abu Bakar al-Sijistani. mengarang Grarib al-
Qur’an; Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad Ibn Ali al-Kharkhi
(w. 360 H.) mengarang Nukat al-Qur’an al-Dallah ’ala al-Bayan fi
Anwa’ al-‘Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah ’an Ikhtilaf al-Anam (Titik-
Titik Alquran Menunjukkan Kejelasan Tentang Berbagai Ilmu dan
Hukum yang Memberitakan Perbedaan Pikiran Insani) dan
Muhammad Ibn Ali al-Adfawi (w. 388 H.) mengarang Al-istghna’ fi
’Ulum al-Qur’an (Kebutuhan Akan Ilmu Alquran).
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VII H

Pada abad ke-7 Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al-‘Izz (w. 660 H.)
mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ’Alam al-Din al-Sakhawi (w. 643 H.) mengarang
tentang qirrat. Ia menulis kitab Hidayah al-Murtab fi al-Mutasyabih yang terkenal
dengan nama Al-Sakhawiyah. Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismal al-Maqdisi (w.
665 H.) menulis kitab Al-Mursyid al-Wajiz fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al-‘Aziz.
 
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VIII H

Pada abad ke-8 muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang
Alquran. Sementara itu penulis tentang kitab-kitab tentang ilmu-ilmu sebelumnya
telah lahir terus berlangsung. Ibn Abi al-Ishba’ menulis tentang badai’al-Qur’an.
Ilmu ini membahas keindahan bahasa dalam Alquran. Ibn al-Qayyim ( w.752 H.)
menulis tentang Aqsam Alquran. Ilmu ini membahas tentang sumpah-sumpah
Alquran. Najmuddin al-Thufi (w.716 H.) menulis tentang Hujaj Alquran. Ilmu ini
membahas tentang bukti-bukti yang dipergunakan Alquran dalam menetapkan suatu
hukum. Abu al-Hasan al-Mawardi menyusun ilmu amtsal Alquran. Ilmu ini
membahas tentang perumpamaan-permpamaan yang ada dalam Alquran. Kemudian
Badruddin al-Zarkasyi (w. 794 H.) menyusun kitabnya Al-Burhan fi ’Ulum al-
Qur’an.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IX H

Pada abad ke-9, muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan


ilmu-ilmu Alquran. Jalaluddin al-Bulqini, menyusun kitabnya
Mawaqi’ al-‘Ulum min Mawaqi’al-Nujum. Menurut al-Suyuthi, Al-
Bulqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori penyusunan
Ulumul Quran yang lengkap. Sebab dalam kitabnya mencakup 50
macam ilmu Alquran. Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiaji]
mengarang kitab Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya
diterangkan makna tafsir, takwil, Alquran, surah dan ayat. Di
dalamnya juga diterangkan tentang syarat-syarat mentafsirkan
Alquran. Jalaluddin al-Suyuthi (w. 991 H.) menulis kitab al-Tahbir
fi’Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H.
Kitab ini memuat 102 macam-macam ilmu Alquran. Karena itu,
menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul
Quran yang paling lengkap.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad X H

Abad ke-10, boleh dikatakan adalah abad kemunduran karena hanya


seorang penulis yang aktif mengarang, yaitu Imam Jalaluddin
Setelah as-Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilum al-
Alquran seolah-olah telah mencapai puncaknya dan bephenti dengan
berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan Ulumul Alquran, dan
keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya Imam as-Sayuti sampai akhir
abad XIII H.
Semangat
Puasanya!

Anda mungkin juga menyukai