Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH

SEJARAHULUMUL
ULUMULQUR’AN
QUR’AN

KELOMPOK I
FAJRIN
SITTI FATIMA ILMI
EVI AJRIANI
ANA AFIANA
Istilah Ulumul Qur’an baru muncul pada abad ke 3,
tapi sebagian ulama berpandangan bahwa istilah ini
lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri pada abad ke 5.
Dalam konteks sejarah awal pewahyuan Qur’an, maka
para sahabat Nabi adalah kelompok umat/generasi
pertama dan paling awal menerima pelajaran Qur’an
dari Rasulullah SAW. Sebagai al-sabiqun al-awwalun,
dapat dipastikan bahwa semangat dan antusiasme para
sahabat mempelajari Qur’an sangatlah tinggi.
Rasulullah menyampaikan wahyu kepada para
sahabatnya yang sebagian besar berasal dari lingkungan
dan kultur arab asli, sehingga hampir tidak ada kendala
yang berarti bagi para sahabat dalam mentransfer
wahyu Qur’an yang diwahyukan kepada mereka.
Para sahabat yang memiliki naluri dengan latar belakang
kultur arab dapat mudah memahami pesan-pesan Qur’an.
Apabila pada suatu kondisi tertentu mereka mengalami
kendala dalam memahami makna ayat-ayat qur’an, maka
dengan sangat mudah mereka dapat menkonsultasikannya
langsung kepada Nabi, sehingga mereka dapat terhindar
dari kekeliruan dan kesalahan dalam menginterprestasi
makna dari pesan ayat-ayat yang terdapat dalam Qur’an.
Ketika masa awal dimana Nabi Muhammad SAW., masih
hidup, maka hampir tidak ada problem krusial tentang
pemaknaan atau penafisran suatu ayat, karena setiap kali
ada kendala dalam memahami makna teks sebuah atau
beberapa ayat para sahabat dengan mudah berkonsultasi
langsung langsung kepada Nabi Muhammad SAW., guna
mendapatkan penjelasan yang valid.
Menurut Quraish Shihab. Dkk., setidaknya ada 4 alasan utama,
yang menyebabkan sehingga pada masa sahabat sebagai
generasi awal tidak menulis ‘ulum al-qur’an sepeninggal Rasul,
yaitu:
1. Para sahabat sebagaimana umumnya komunitas Arab pada masa
itu, memiliki kemampuan manghafal yang sangat luar biasa
terhadap teks-teks penting. Sehingga apa yang mereka terima
dan dengar dari nabi mereka simpan dalam ingatan melalui
hafalan mereka, dan pada saat yang sama mereka juga mampu
mengungkapkannya kembali seketika hafalan tersebut
dibutuhkan.
2. Pada umumnya sahabat tidak memiliki kemampuan membaca
dan menulis aksara.
3. Terbatasnya alat tulis menulis pada waktu itu.
4. Yang lebih penting lagi, adanya beberapa teks hadis yang
tampak secara eksplisit melarang para sahabat untuk menuliskan
sesuatu selain menulis Qur’an. dalam hal ini Nabi SAW.,
bersabda: janganlah kalian menulis sesuatu tentang diriku. Dan
Setelah pasca masa kenabian tepatnya dimulai pada masa
pemerintahan Abu Bakar As-Sidiq, seluruh naskah Qur’an
yang ditulis oleh para katib Nabi SAW disatukan dan
disimpan dengan tujuan pengamanan. Kebijakan penulisan
ulang naskah Qur’an baru dimulai pada masa khalifah ke III,
yaitu Usman bin Affan. Pada masa Usman bin Affan naskah-
nakah yang telah dikumpulkan pada zaman Abu Bakar
dikeluarkan untuk selanjutnya ditulis kembali, disatukan
untuk dijadikan naskah standar (induk). Naskah yang ditulis
ulang oleh sahabat dimasa Usman kemudian oleh umat Islam
dikenal dengan istilah mushaf Usmani. Penulisan mushaf
usmani ditulis dengan menggunakan rasm Usmani, atau
bentuk dan corak tulisan yang disetujui oleh Usman. Berawal
dari sini kemudian lahirlah satu ilmu dalam ‘ulum Qur’an
yang disebut dengan ‘ilm rasm al-quran; yaitu cabamg ilmu
yang menelaah dan mengkaji bentuk dan jenis tulisan yang
digunakan dalam menulis atau menyalin Qur’an.
Fase Kodifikasi

Bila sebelumnya atau pada masa awal dengan


dimonitori oleh para sahabat dan tabi’in,
umumnya ‘ulum al-qur’an masih disampaikan
dalam hafalan dan ingatan para ulama (sahabat
dan tabi’in), maka memasuki awal abad ke II
Hijiyah terjadi perkembangan baru, yaitu upaya
pembukuan terhadap pengetahuan yang mereka
miliki. Pembukuan berbagai tafsir atas ayat-ayat
Qur’an terkait langsung denga upaya pembukuan
hadis
Adapun kondisi pertumbuhan Ulum Qur’an sebagaimana ditulis para ulama
sebagai berikut:
a. Abad II H.
Pada abad ini para ulama memberikan prioritas atas penyusunan tafsir sebab
tafsir merupakan induk ulum Qur’an. diantara ulama abad II H ini yang
menyusun tafsir adalah:
1. Syu’bah al-Hajjaj (w. 160 H)
2. Sufyan bin Uyainah (w. 198 H)
3. Sufyan al-Tsauri (w. 161 H)
b. Abad III H.
Pada abad ini, selain tafsir dan ilmu tafsir, para ulama mulai menyusun
Ulumul Qur’an, diantaranya adalah:
1. Ilmu Asbab al-Nuzul yang dikarang oleh Ali bin al-Maldini (w.160 H),
guru imam besar al-Bukhari yang wafat pada tahun 244 H.
2. Abu Ubaid al-Qasimi bin Salam (w. 224 H), Abu Ja’far Ahmad bin
Muhammad al-Nuhas (w. 338 H), dan Ibnu Hazm yang wafat pada tahun
456 H, menyusun ilmu Nasikh wa Mansukh, ilmu Qira’at, dan Fadha’il al-
Quran.
c. Abad IV H
Diantara ulama yang menyusun Ulumul Qur’an adalah:
1. Abu bakar al-Sijistani (w. 230 H), Abu Ubaidah Ma’mar
bin Mutsanna (w. 209 H, Abu Ubaid al –Qasim bin Salam
(w. 230 H), dan Al-Raghib al-Asfahani (w. 502 H)
menyusun kitab Gharib al-Qur’an wa Mufradatihi.
2. Abu bakar Muhammad bin al-Qasim al-Anbari (w. 328
H) menyusun kitab “ajaib ulum al-quran.
d. Abad V H.
Diantara ulama uang berjasa dalam pengembangan Ulum
Qur’an pada abad ini adalah:
1. Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (w. 430 H) menyusun
kitab al-Burhan fi Ulum al-Quran
2. Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H) menyusun kitab al-Taisir fi
Qira’at al-Sab’ah dan kitab al-Muhkam fi al-Naqth.
g. Abad VIII H
Mereka yang bergiat dalam penulisan Ulumul Quran
abad ini antara lain adalah :
1. Ibn Abi al-Isba’ menyusun ilmu Bada’i al-Quran yakni ilmu
badi’ (tentang keindahan bahasa yang kandungan al-Quran).
2. Ibn al-Qayyim (w. 752 H) menyusun Ilmu Aqsam al-Quran
(tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Quran).
h. Abad IX dan X H
Perekembangan Ulumul Quran pada masa ini
dipandang telah mencapai kesempurnaan. Para ulama
abad ini adalah :
1. Jalaluddin al-Bulqini (w. 824 H) menyusun kitab Mawaqi’
al-Ulum min Mawaqi; al-Nujum.
2. Muhammad bin Sulaiman al-Kafiyaji (w. 879 H) menysun
kitabal-Taisir fi Qawa’id al-Tafsir.
e. Abad VI H.
Ulama yang terkenal pada abad ini anatara lain:
1. Abu al-Qasim bin Abdu al-Rahman al-Suhaili (w. 581 H)
menyusun kitab Mubhamat al-Quran, kitab ini menjelaskan maksud
kata-kata al-Quran yang tidak jelas, apa atau siapa yang
dimaksudkan.
2. Ibn al-Jauzi (w. 597 H) menyusun kitab Funun al-Afnan fi
‘Aja’ibal-Quran dan kitab al-Mujtab fi ‘Ulum tata’allaq bi al-Quran.
f. Abad VII H
Pada abad ini mulai berkembang ilmu Majaz al-Quran dan ilmu
Qira’at. Ulama yang menaruh perhatian dalam bidang ini adalah :
1. Alamuddin al-Sakhawi (w. 643 H) menyusun kitab Hidayat al-
Murtab fi Mustasyabih.
2. Ibn ‘Abd al-Salam (w. 660 H) ia mempelopori penulisan ilmu
Majaz al-Quran.
3. Abu Syamah (w. 655 H) menyusun kitab al-Mursyid al-Wajiz fi
Ulum al-Quran tata’allaq bi al-Quran al-‘Aziz.
i. Abad XIV H
Pada masa ini Universitas Al-Azhar Mesir diakui
telah memicu kebangkitan kembali penyusunan
kitab-kitab yang membahas tentang al-Quran
setelah memasuki abad XIV H karena telah
membuka jurusan bidang studi tafsir hadis. Para
ulama yang berjasa pada abad ini terkait
penyusunan Ulumul Quran antara lain adalah :
1. Syekh Thahir al-Jaziri, yang menyusun kitab al-Tibyan
fi Ulum al-Quran.
2. Jalaluddin al-Qasimi, (w. 1332 H) menyusun kitab
Mahasin al-Ta’wil
3. Muhammad Abd al-‘Azhim al-Zarqani, menyusun
kitab Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran.

Anda mungkin juga menyukai