ULUMUL QURAN
A. Ulumul quran
Secara etimologi, kata Ulumul berasal dari bahasa Arab yaitu “Ulum” . Kata ulum adalah
bentuk jamak dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Sedangkan Al-Qur’an sendiri adalah
kalam Allah yang berupa mukjizat kepada Nabi Muhammad dengan perantara malaikat Jibril.
Jadi, definisi dari Ululmul Qur’an adalah pengetahuan yang membahas masalah-masalah yang
berhubungan dengan al-Qur’an dari segi asbabun nuzul, an-Nasikh wa al-Mansukh, al -Muhkam
wa al-Mutasyabih, al-Makki wa al-Madani, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan al-
Qur’an. Menurut As-Suyuthi dalam kitab Itmamu Al-Dirayah mengatakan bahwa Ulumul
Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya,
hukumnya.
Embrio awal Ulumul Qur’an berasal dari Rasulullah saw sebagai penafsir utama dan
pertama. Penulisan tentang tafsir dan ilmu al-Quran belum dibutuhkan pada masa Rasulullah dan
para sahabat. Bahkan beberapa saat sepeninggal Beliau para sahabat tidak menulis apa yang
disampaikan oleh Nabi berkenaan denga Ulumul Quran. Hal ini dikarenakan oleh beberapa
penyebab diantaranya adalah para sahabat mempunyai daya hafal yang sangat kuat. Kedua,
sebagian sahabat Nabi adalah orang yang buta aksara dan ketika mereka mendapatkan problem
maka langsung bertanya pada Rasulullah. Ketiga, sarana tulis menulis yang sulit didapat.
Larangan Rasulullah saw untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga kemurnian Al-
Quran.
Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal (embrio) ulumul quran mulai
yang diprakarsai oleh Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit)
b. Kekhalifahan Usman ra: dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu
mushaf, dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan
mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan
ar-Rosmul Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman, dan ini dianggap sebagai permulaan
c. Kekalifahan Ali ra: dengan kebijakan perintahnya kepada Abu 'aswad ad-Du'ali
meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan
ketentuan harakat pada qur'an. Ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu I'rabil Qur'an.
al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan kemampuan
mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya
mereka hidup bersama Rasulullah saw, hal demikian diteruskan oleh murid-murid mereka , yaitu
para tabi'in. Diantara para Mufasir yang termashur dari para sahabat adalah:
b. Ibnu Mas’ud
c. Ibnu Abbas
a. Mujahid
c. Ikrimah
e. Al-Hasan Al-Basrhi
Mereka dianggap sebagai Peletak dasar-dasar ilmu-ilmu yang diberi nama Ilmu Tafsir,
Asbabun Nuzul, Ilmu Naskh wal Mansukh, Ilmu Gharibil Qur’an dan lain-lain dari berbagai
Setelah dirintis dasar-dasar ulumul qur’an seperti yang disebutkan di atas, kemudian
pelaksanaan pembukuan Tafsir Al-Qur’an sebab tafsir itu dianggap sebagai induk dari ilmu-ilmu
Al-Qur’an lainnya. Orang pertama yang mengarang tafsir ialah Syu’bah bin Hajjaj, Sufyan bin
Uyainah, dan Waki’ bin Jarrah. Mereka termasuk ulama abad ke-2. Setelah mereka muncul Ibnu
Jari Ath-Thabari yang mengarang kitab Tafsir Ath-Thabari, bernama Jaami’ul Bayaan fi Tafsiiril
Qur’an.
Orang yang pertama kali mengarang ialah Ali Ibnu Madini, gurunya Imam Al-Bukhari.
Beliau mengarang Ilmu Asbabin Nuzul. Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam mengarang Ilmu
Nasikh wal Mansukh. Kemudian diikuti oleh M. Ayub Adh-Dhiris, beliau menulis Ilmu Makki
wal Madani, dan Muhammad bin Khallaf Al-Marzuban yang menulis Al-Hawi Fi Ulumil
Qur’an. Keempat ulama tersebut termasuk ulama abad ke-III H. Sedangkan pada ke-IV H
muncul para ulama yang giat menyusun kitab, yaitu Abu Bakar As-Sijistani ( Ilmu Gharibil
Qur’an), Abu Bakar bin Qasim A-Ambari (‘Ajaibu’ Ulumul Qur’an), Abul Hasan Al-Asy’ari
(Al-Muhtazan fi Ulumul Qur’an), Abu Muhammad bin Ali Al-Karakhi dan Muhammad bin Ali
Al-Adwafi.
Ulumul Qur’an mengalami perkembangan yang pesat pada abad ke-VIII H, sebab pada abad
a. Imam Ahmad Ibnuz Zubair, yang mengarang kitab Al-Burhan Fi Tartibi Suwaril Qur’an
d. Badrudin Az-Zaarkasyi, yang mengaran kitab Al-Burhan Fi Ulumuil Qur’an, terdiri dari
Kepesatan dan kecemerlangan Ulumul Qur’an pada abad VIII H terus berlanjut pada
abad ke-IX H,dengan munculnya pengarang-pengarang kenamaan seperti Imam Jamaluddin Al-
Bulqini, Imam Muhammad bin Sulaiman Al-Kafiji dan Imam Muhammad Al-Buqa’i.
kecemerlangan tersebut berakhir pada abad ke-X H ditangan pakar Ulumul Qur’an, Imam
Jalaluddin Abdur Rahman As-Suyuti (911 H), yang sempat mengarang 6 buah kitab:
b. At-Tahbir Fi Ulumit Tafsiiri, yang didalamnya dibahas 102 cabang Ulumul Qur’an
c. Al-Iitqan Fi Ulumil Qur’an yang terdiri dari 2 juz, tetapi dibukukan menjadi satu jilid,
f. Thaabaqatul Mufassiriin
Setelah wafatnya As-Suyuthi pada tahun 911 H, maka terhentilah gerakan penulisan
Ulumul Qur’an sampai abad ke-XIV H. barulah pada abad XVI H atau abad modern, bangkit
kembali kegiatan penulisan Ulumul Qur’an dan perkembangan kitab-kitabnya baik tafsir maupun
macam-macam kitab Ulumul Qur’an. Diantara para ulama yang menulis Tafsir/Ulumul Qur’an
adalah:
A. Sejarah
Al-qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi muhammad lewat perantara
malaikat jibril. Wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah pada saat
beliau berkholwat di gua hiro’. Beliau di datangi malaikat jibril dan menyuruhnya membaca,
Nabipun sangat takut dan bergemetar lalu berkata “saya tidak bisa membaca” karena Nabi adalah
ummy (buta huruf). Tapi jibril dengan sabar mengajari beliau, dan itulah wahyu yang pertama
Al-qur’an diturunkan pada tanggal 17 ramadhan yang sering di peringati umat muslim
sebagai hari nuzulul qur’an. Sesuai dengan firman allah surat al-baqoroh ayat 183. Adapula yang
mengemukakan bahwa al-qur’an turun pada malam-malam ganjil sepuluh hari pada bulan
ramadhan (lailatul qodar) karena berpegang pada firman Allah surat al-qodar ayat 1-2. Ada
banyak cara Allah menyampaikan wahyu pada Nabi dan Rasul-Nya. Diantaranya;
a. Melalui mimpi yang benar. Misalnya ketika turun wahyu surat al-Kautsar ayat 1-3.
b. Allah berbicar langsung dari balik hijab, contonya wahyu yang diterima Nabi
a. Jibril menampakkan wajahnya atau bentuknya yang asli. Seperti saat Nabi
Muhammad menerima wahyu yang pertama yaitu surat al-‘alaq ayat 1-5.
b. Jibril menyamar seperti seorang laki-laki yang berjubah putih. Misalnya ketika Nabi
menerima wahyu tentang iman, islam, ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat.
Sebagai mana dimaklumi, bahwa Allah menurunkan al-qu’an kepada Rasul-Nya melalui
“amin al-wahyi” (jibril a.s). sementar itu para ulama berbeda pendapat mengenai turunnya
dimaksud Ialah:
a. Pendapat pertama mengatakan bahwa al-qur’an itu diturunkan melalui tiga tahap.
Tahap pertama: al-qur’an diturumkan Allah ke lauh al-mahfuzh secara sekaligus dalam
arti, bahwa Allah menetapkan keberadaannya di sana, sebagimana halnya dia menetapkan
adanya segala sesuatu sesuai denagn kehendak-Nya, tetapi kapan saatnya serta bagaiman caranya
tidak seorangpun mengetahui kecuali allah, sesuai dengan firman-Nya,dalam Qur’an surat Al-
“Bahkan (yang didustakan mereka itu ), ialah al-qur’an yang mulia yang (tersimpan) di lauh al-
mahfuzh.’’
Tahap kedua: al-qur’an diturunkan dari lauh al-mahfuzh ke bait al-‘izzah yang berada di
langit dunia. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat Al-baqarah ayat 185 yang artinya:
“Bulan ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-qur’an sebagi petunjuk bagi manusia,
dan memberikan penelasan-penjelasan mengenai petunjuk tersebut serta sebagai pembeda antara
“Sesungguhnya kami telah menurunkan al-qur’an pada suatu malam yang diberkati, dan
Dan juga firman-Nya dalam surat al-qadar ayat 1 yang artinya:“sesungguhnya kami telah
Tahap ketiga: al-qu’an diturunkan dari bait al-‘izzah (langit dunia) dengan perantara jibril
as. Kepada Rasul s.a.w untuk pertama kalinya pada tanggal 17 bulan ramadhan, dan berlanjut
secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun. Pendapat tersebut dianut oleh para
jumhur ‘ulama. Mereka mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan turunnya al-qur’an pada
ketiga ayat diatas ialah turunnya secara keseluruhan sekaligus, bukan berangsur-angsur.
B. Hikmah diturunkannya Al Quran secara berangsur-berangsur
Al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara
Karena Nabi berdakwah pada orang banyak salah satunnya adalah orang-orang quraisy
yang mana mereka terkenal dengan orang-orang yang kasar dan bengis. Yang tidak hanya
menentang ajaran beliau tetapi mereka juga berusaha membunuh beliau. Maka dengan adanya al-
qur’an turun secara berangsu-angsur dapat memberi semangat pada Rasul untuk tetap
berdakwah, karena hal itu sama dengan yang dialami Nabi dan Rasul terdahulu.
Karena sering kali mereka tidak meyakini dan meminta bukti atas kebenaran ajaran yang
dibawa Nabi.
Beberapa sahabat adalah buta huruf, jadi dengan adanya al-qur’an diturunkan secara
diamalkan.
3. NAMA ALQURAN
A. Nama alquran
1. Al-Quran
Alqur’an artinya bacaan. Nama Al-qur’an Allah sebutkan dalam Al-qur’an surah Alisra’
ayat 9:
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan
memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa
2. Al-Kitab
Alkitab artinya Buku. Nama Al Kitab Allah sebutkan dalam Al-qur’an surah Al Baqarah
ayat 2: “Inilah Al Kitab yang tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 2)
3. Ad-Dzikru
Adzikru artinya pemberi peringatan. Nama Adzikru Allah sebutkan dalam Al-qur’an
memeliharanya.” (QS. Al Hijr: 9)
4. Al-Furqan
Alfurqan artinya pembeda antara yang hak dan yang batil. Nama Alfurqan Allah
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan kepada hamba-Nya, agar dia menjadi
5. At-Tanzil
Attanzil artinya yang diturunakan. Nama Attanzil Allah sebutkan dalam Al-qur’an surah
Asysyuara’: 192)
6. Al-Huda
Alhuda artinya petunjuk. Nama Alhuda Allah sebutkan dalam Al-qur’an surah Al-jin ayat
13:
“ Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al-Qur'an), kami beriman kepadanya.
Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan
tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin:13)
7. Al-Mau'idhah
“ Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
8. Al-Hukm
Al hukum artinya hukum atau peraturan. Nama Al hukum Allah sebutkan dalam Al-
“ Dan demikianlah Kami telah menurunkan Al-Qur'an itu sebagai peraturan (yang benar)
dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang
pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap
9. Al-Hikmah
Alhikmah artinya kebijaksanaan. Nama Al hikmah Allah sebutkan dalam Al-qur’an surah
mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam
neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).” (QS. Al Isra':39)
10. Asy-Syifa'
Asy syifa’ artinya oabat atau penyembuh. namaAsysyifa’ Allah sebutkan dalam Al-qur’an
“ Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
Albayan artinya penerang. Nama Al bayan Allah sebutkan dalam Al-qur’an surah Ali
“Al-Qur'an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi
12. An-Nur
An nur artinya cahaya. Nama An nur Allah sebutkan dalam Al-qur’an surah Annisa’ ayat
174:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu.
(Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang
13. Ar-Rahmah
Ar rahmah artinya karunia. Nama Arrahmah Allah sebutkan dalam Al-qur’an surah An-Namlu
ayat 77:
“Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang
14. Al-Kalam
Al kalam artinya ucapan atau firman. Nama Al kalam Allah sebutkan dalam Al-quran surah At
taubah ayat 6:
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka
yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At-
Taubah:6)
15. Al-Busyra
Albusyra artinya kabar gembira. Nama Al busyra Allah sebutkan dalam Alqur’an surah An nahlu
ayat 102:
“ Katakanlah Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari Tuhanmu dengan benar,
untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. An Nahlu:102)
16. Al-Balagh
Al-balagh artinya penyampaian atau kabar. Nama Al balagh Allah sebutkan dalam Al-
“(Al-Qur'an) ini adalah kabar yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi
peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang
Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” (QS. Ibrahim:52)
17. Ar-Ruh
Ar ruh artinya Ruh. Nama Ar ruh Allah sebutkan dalam Al-qur’an surah Asy syura ayat 52:
Kami, Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al-Qur'an) dan tidak pula
mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki
dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami, Dan sesungguhnya kamu
benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy Syuura:52)
18. Al-Qaul
Al qaul artinya perkataan. Nama Al qaul Allah sebutkan dalam Alqur’an surah Al qashash
ayat 51:
“Dan sesungguhnya telah Kami turunkan berturut-turut perkataan ini (Al-Qur'an) kepada
19. Al-Basha'ir
Al bashair artinya pedoman. Nama Al bashair Allah sebutkan dalam Al-qur’an surah Al
“Al-Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.”
(QS. Al Jasiyah:20).
Itulah nama-nama Al-qur’an yang Allah sebutkan didalam Al-qur’an. Nama-nama Al-qur’an
tersebut memberikan bukti kepada kita umat muslim, betapa agungnya kitab suci umat islam
yaitu Al-qur’an . barang siapa yang berpegang teguh kepada Al-qur’an maka orang
4. RASM QURAN
tata cara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa khlalifah bin Affan. Istilah rasm
dalam Islam Al-Qur’an diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan Ustman bin
Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an. Istilah Rasm Ustman
lahir bersamaan dengan lahirnya Mus bin zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-
harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu. Para ulama meringkas kaidah itu menjadi
b. Al-Jiyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang
mampunyai hukum jama’ dan menambah huruf setelah hamzah marsumah (hamzah yang
c. Al-Hazmah, salah satu kaidahnya berbunyui bahwa apabila hamzah berharakat sukun,
ditulis dengan huruf berharakat yang sebelumnya, contoh I’dzan ( ) dan U’tumin ( ).
e. Washal dan fashl (penyambungan dan pemisahan), seperti kata kul yang diringi kata ma
Kata yang dapat dibaca dua bunyi. Penulisan kata yang dapat dibaca dua bunyi
disesuaikan dengan salah satu bunyi. Didalam mushaf Utsmani, penulisan kata semacam itu
ditulis dengan menghilangkan alif (yakni dibaca dua alif), boleh juga dengan hanya menurut buyi
wahyu Al Qur’an tanpa pola penulisan standar. Karena umumnya dimaksudkan hanya untuk
kebutuhan pribadi, tidak direncanakan akan diwariskan kepada generasi sesudahnya. Di antara
mereka ada yang menyelipkan catatan-catatan tambahan dari penjelasan Nabi, ada lagi yang
menambahkan simbol-simbol tertentu dan tulisannya yang hanya diketahui oleh penulisnya.
Seperti diketahui, pada masa permulaan Islam mushaf Al Qur’an belum mempunyai
tanda-tanda baca dan baris. Mushaf Utsmani tidak seperti yang dikenal sekarang, dilengkapi
tanda-tanda baca. Belum ada tanda titik, sehingga sulit membedakan antara huruf ya’ ()ي dan
ba’ ()ب. Demikian pula antara sin ()سdan syin ()ش, antara tha’ ( )طdan zha’ ()ظ, dan seterusnya.
Kesulitan mulai muncul ketika Islam mulai meluas ke wilayah-wilayah non Arab, seperti
Persia di sebelah timur, Afrika disebelah Selatan, dan beberapa wilayah non Arab disebelah
barat. Masalah ini mulai disadari para pemimpin Islam. Ketika Ziyad ibn Samiyyah menjabat
gubernur Bashrah pada masa Mua’wiyah ibn Abi Sofyan (661-680 M) – riwayat lain
menyebutkan pada masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib – ia memerintahkan Abu Al-Aswad
Al-Duwali memenuhi permintaan itu setelah mendengarkan suatu kasus salah pembacaan
Al-Dawali memberikan tanda baca baris atas (fathah) berupa sebuah titik di atas huruf (ﹿ
),
sebuah titik di bawah huruf ( ) sebagai tana baris bawah (kasrah),k tanda dhammah ben pa
wawu kecil ( ) diantara dua huruf, dan tanpa apa-apa lagi huruf konsonan mati.
memerintahkan Al-Hajjaj ibn Yusuf Al-Saqafi untuk menciptakan tanda-tanda huruf Al-Qur’an
(nuqth al-Qur’an). Mendelegasikan tugas itu kepada Nashr ibn Ashim dan Yahya ibu Ma’mur,
keduanya adalah murid al-Duwali. Kedua orang inilah yang membubuhi titik pada sejumlah
huruf tertentu yang mempunyai kemiripan antara satu dengan yang lainnya, misalnya
penambahan titik diatas huruf dal ( ) maka menjadi huruf dzal ( ). Dari pola penulisan
tersebut akhirnya berkembanglah berbagai pola penulisan dalam berbagai bentuk seperti pola
Sejarah penulisan dan penyusunan dan penyebaran Al-Quran telah bermula dari zaman
Rasulullah SAW. Pada zaman ini, penyusunan telah mula dilakukan oleh para sahabat Rasulullah
SAW. Baginda menyuruh sahabat-sahabat agar menulis ayat-ayat Al-Quran pada tulang,
pelepah-pelepah, batu, kulit-kulit binatang dan sebagainya. Rasulullah SAW juga menghafal
ayat-ayat tersebut dan meminta para sahabat yang lain menghafal ayat-ayat Al-Quran.
Prektik yang biasa berlaku dikalangan para sahabat tentang penulisan Al-
menghapusnya. [4]
Sahabat-sahabat yang menjadi para penulis wahyu pada masa itu ialah Umar bin Al-
Khattab, Uthman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Muawiyyah bin Abi Suffian, Zaid bin Thabit dan
sebagainya.
Rasulullah SAW melarang para sahabat menulis selain dari pada ayat Al-Quran karena
Rasulullah bukan dalam bentuk mashaf seperti di zaman Saidina Utsman bin Affan karena jika
Pada masa kehidupan Beliau ( Rosulullah ) seluruh Al-qur’an sudah tersedia dalam
bentuk tulisan.[5]
Selepas Rasulullah SAW wafat, Saidina Abu Bakar dilantik menjadi khalifah yaitu pada
tahun ke-11 hijrah. Pada zaman ini terjadi peperangan Riddah antara tentera Islam dan golongan
yg murtad. Tidak sedikit tentera Islam yg hafaz Al-Quran telah gugur dalam perang .
Menurut sebuah Riwayat jumlah yang wafat dari kalangan muslim yang syahid sebanyak
1.000 orang …diantara yang syahid terdapat 70 orang Qori’ dan hafizh al-qur’an dan ada yang
berpendapat lebih dari itu. [6] Dan ini menimbulkan kekhawatiran di hati Saidina Abu Bakar
Thabit, Ubay bin Kaab, Ali bin Abi Talib dan Uthman bin Affan untuk menjalankan tugas ini.
Khalifah Abu Bakar juga menetapkan bahawa penulisan Al-Quran harus berdasarkan
sumber tulisan Al-Quran yg terdapat pada Rasulullah dan sumber hafalan para sahabat. Ayat yg
ditulis harus disaksikan oleh dua orang saksi. Pengumpulan Al-Quran selesai dilakukan pada
tahun ke-13 hijrah dan dinamakan mushaf. Setelah kematian Khalifah Abu Bakar, Mushaf Al-
Di masa pemerintahan Khalifatur Rasul Abu Bakar ash-Shiddiq R.A, terjadi perang
Yamamah yang mengakibatkan banyak sekali para qurra’/ para huffazh (penghafal al-Qur`an)
terbunuh. Akibat peristiwa peperangan tersebut, Umar bin Khaththab merasa khawatir akan
hilangnya sebagian besar ayat-ayat al-Qur`an yang ada pada hafalan para suhada’ ( akibat
wafatnya para huffazh ). Maka beliau berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang masih ada di
Zaid bin Tsabit berkata : Abu Bakar telah mengirim berita kepadaku tentang korban Perang
Ahlul Yamamah. Saat itu Umar bin Khaththab berada di sisinya.Abu Bakar ra berkata:
bahwa Umar telah datang kepadanya lalu ia berkata: “Sesungguhnya peperangan sengit terjadi
di hari Yamamah dan menimpa para qurra’ (para huffazh). Dan aku merasa khawatir dengan
sengitnya peperangan terhadap para qurra (sehingga mereka banyak yang terbunuh) di negeri itu.
Dengan demikian akan hilanglah sebagian besar al-Qur`an.” Abu Bakar berkata kepada Umar:
“Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasul saw?”
Umar menjawab: “Demi Allah ini adalah sesuatu yang baik.” Umar selalu mengulang-ulang
kepada Abu Bakar hingga Allah memberikan kelapangan pada dada Abu Bakar tentang perkara
itu. Lalu Abu Bakar berpendapat seperti apa yang dipandang oleh Umar.Zaid bin Tsabit
melanjutkan kisahnya. Abu Bakar telah mengatakan kepadaku, “Engkau laki-laki yang masih
muda dan cerdas. Kami sekali-kali tidak pernah memberikan tuduhan atas dirimu, dan engkau
telah menulis wahyu untuk Rasulullah saw sehingga engkau selalu mengikuti al-Qur`an, maka
kumpulkanlah ia.”Demi Allah seandainya kalian membebaniku untuk memindahkan gunung dari
tempatnya, maka sungguh hal itu tidaklah lebih berat dari apa yang diperintahkan kepadaku
mengenai pengumpulan al-Qur`an. Aku bertanya: “Bagaimana kalian melakukan perbuatan yang
tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?” Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu yang
baik. Umar selalu mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan kelapangan pada
dadaku seperti yang telah diberikanNya kepada Umar dan Abu Bakar ra. Maka aku mulai
menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, tulang-tulang, dari batu-batu
tipis, serta dari hafalan para sahabat, hingga aku dapatkan akhir surat at-Taubah pada diri
Artinya:
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olenya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas
kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah [9]: 128)
Pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini tidak berdasarkan hafalan
para huffazh saja, melainkan dikumpulkan terlebih dahulu apa yang tertulis di hadapan
disaksikan dan dipaparkan di depan dua orang saksi yang menyaksikan bahwa lembaran ini
merupakan lembaran yang ditulis di hadapan Rasulullah saw. Tidak selembar pun diambil
Bukti ketelitiannya, hingga pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat terhenti karena
tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa akhir Surat at-Taubah tsb
ditulis di hadapan Rasululllah saw, kecuali kesaksian Khuzaimah saja. Para sahabat tidak berani
menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti bahwa Rasulullah telah berpegang pada
kesaksian Khuzaimah, bahwa kesaksian Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua orang
muslim yang adil. Barulah mereka menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah
tersebut.
Demikianlah, walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat al-Qur`an, namun mereka
tidak hanya mendasarkan pada hafalan mereka saja. Akhirnya, rampung sudah tugas
pengumpulan al-Qur`an yang sangat berat namun sangat mulia ini. Perlu diketahui, bahwa
pengumpulan ini bukan pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar
mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke dalam satu
tempat.
Lembaran-lembaran al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama hidupnya.
Kemudian berada pada Umar bin al-Khaththab selama hidupnya. Kemudian bersama Ummul
Setelah Umar bin khotob wafat jabatan Kholifah digantikan Amirul Mu`minin Utsman
bin Affan ra. Di wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah
bin al-Yaman terkejut melihat terjadi perbedaan dalam membaca al-Qur`an. Hudzaifah melihat
penduduk Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab. Mereka membacanya
dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk
Irak membaca al-Qur`an dengan bacaan Abdullah bin Mas’ud, sebuah bacaan yang tidak
pernah didengar oleh penduduk Syam. Implikasi dari fenomena ini adalah adanya peristiwa
saling mengkafirkan di antara sesama muslim. Perbedaan bacaan tersebut juga terjadi antara
Hudzaifah pun marah. Kedua matanya merah. Hudzaifah berkata, “Penduduk Kufah
membaca qiraat Ibnu Mas’ud, sedangkan penduduk Bashrah membaca qiraat Abu Musa. Demi
Allah jika aku bertemu dengan Amirul Mu`minin, sungguh aku akan memintanya untuk
menjadikan bacaan tersebut menjadi satu.” Sekitar tahun 25 H, datanglah Huzaifah bin al-Yaman
Hudzaifah berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, sadarkanlah umat ini sebelum mereka
lembaran-lembaran al-Qur`an yang ada padanya kepada Utsman untuk disalin ke dalam beberapa
mushhaf, dan setelah itu akan dikembalikan lagi.Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran
Utsman lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘Ash,
dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke dalam beberapa mushhaf.
Utsman bertanya : Lalu siapa oang yang paling pintar bahasa Arabnya?
Dijawab : Said bin al-‘Ash.
menuliskan al-Qur`an.
Saat proses penyalinan mushhaf berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan,
Seperti diketahui, yang mendiktekannya adalah Said bin al-Ash dan yang menuliskannya
adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan di hadapan para sahabat. Ketika Said bin al-Ash
mendiktekan kata at-Taabuut maka Zaid bin Tsabit menuliskannya sebagaimana ditulis oleh
kaum Anshar yaitu at-Taabuuh, karena memang begitulah menurut bahasa mereka dan begitulah
mereka menuliskannya. Tetapi anggota tim lain memberitahukan kepada Zaid bahwa sebenarnya
kata itu tertulis di dalam lembaran-lembaran al-Qur`an dengan Ta` Maftuhah, dan mereka
memperlihatkannya ke Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit memandang perlu untuk menyampaikan
hal itu kepada Utsman supaya hatinya menjadi tenang dan semakin teguh. Utsman lalu
memerintahkan mereka agar kata itu ditulis dengan kata seperti dalam lembaran-lembaran al-
Qur`an yaitu dengan Ta` Mahtuhah. Sebab hal itu merupakan bahasa orang-orang Quraisy, lagi
pula al-Qur`an diturunkan dengan bahasa mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut dengan Ta`
Maftuhah.
Demikianlah, mereka tidak berbeda pendapat selain dari perkara itu, karena mereka
hanya menyalin tulisan yang sama dengan yang ada pada lembaran-lembaran al-Qur`an, dan
agar orang-orang tidak berbeda pendapat lagi tentang al-Qur`an. Jumlah salinan yang telah
Tujuh salinan tersebut dikirimkan masing-masing satu copy ke kota Makkah, Syam,
Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah yang kemudian dikenal dengan
Utsman kemudian memerintahkan al-Qur`an yang ditulis oleh sebagian kaum muslimin
yang bertentangan dengan Mushhaf Utsmani yang mutawatir tersebut untuk dibakar. Ali Bin Abi
tholib berkata :Demi Allah ,dia tidak melakukan apa-apa dengan pecahan-pecahan ( Mushaf )
Pada masa pemerintahan Sayidina Ali bin Abi Tolib tidak ada perubahan dan
Pada masa berikutnya kaum muslimin menyalin mushhaf-mushhaf yang lain dari
mushhaf Utsmani tersebut dengan tulisan dan bacaan yang sama hingga sampai kepada kita
sekarang.
melaksanakan tanda titik kedalam naskah mushaf, yang kemungkinan dapat terselesaikan pada
Adapun pembubuhan tanda syakal berupa fathah, dhamah, dan kasrah dengan titik yang
warna tintanya berbeda dengan warna tinta yang dipakai pada mushhaf yang terjadi di masa
Khalifah Muawiyah dilakukan untuk menghindari kesalahan bacaan bagi para pembaca al-
Pada masa Daulah Abbasiyah, tanda syakal ini diganti. Tanda dhamah ditandai dengan
dengan wawu kecil di atas huruf, fathah ditandai dengan alif kecil di atas huruf, dan kasrah
ditandai dengan ya` kecil di bawah huruf. Begitu pula pembubuhan tanda titik di bawah dan di
atas huruf di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dilakukan untuk membedakan satu
Dengan demikian, al-Qur`an yang sampai kepada kita sekarang adalah sama dengan yang
telah dituliskan di hadapan Rasulullah saw. Allah SWT telah menjamin terjaganya al-Qur`an.
Tidak ada orang yang berusaha mengganti satu huruf saja dari al-Qur`an kecuali hal itu akan
terungkap.
Oleh karena itu, tidak perlu kita ragu-ragu terhadap orisinalitas al-Qur`an.
Awal mula belajar menulis diantara orang Arab ialah Basyir bin Abdul Malik saudara
Ukaidar daumah, ia belajar pada orang Al-Anbar, Harb dan anaknya Sufyan belajar menulis
padanya, kemudian Harb mengajar Umar bin Khattab. Mu’awiyyah belajar pada Sufyan Bapak
Abu Ali Muhamad bin Ali bin Muqlah dan kemudian diperbaiki lagi oleh Ali bin Hilal Al
Setelah banyak yang bukan orang arab masuk islam, mulailah ada kecederaan dalam
pembacaan Alquran, Maka timbullah kakhawatiran para ulama bahwa Alquran akan mengalami
kecederaan-kecederaan. Ketika itu Ziyad bin Abihi meminta kepada Abul Aswad Ad-Duali salah
seorang ketua tabi’in untuk membuat tanda-tanda bacaan. Lalu Abul aswad Ad-Duali memberi
baris huruf dan penghabisan dari kalimah saja dengan memakai titik di atas sebagai baris di atas,
titik di bawah sebagai tanda baris di bawah dan titik di samping sebagai tanda di depan dan dua
Usaha menberi titik huruf Alquran itu dikerjakan oleh Nashar bin Ashim atas perintah
Al-Hajjaj. Urusan memberi baris dikerjakan oleh Khalil bin Ahmad. Khalil Bin ahmad memberi
sistem baris Abul Aswad Ad-Duali dengan menjadikan alif yang dibaringkan di atas huruf, tanda
baris di atas dan yang dibawah huruf tanda baris di bawah, dan wau tanda baris di depan dan
membuat tanda mad (panjang bacaan) dan tsdyd (tanda huruf ganda).
Setelah itu barulah penghafal-penghafal Alquran membuat tanda-tanda ayat, tanda tanda
wakaf (berhenti) dan ibtida (mulai) serta menerangkan di pangkal-pangkal surat, nama surat dan
tempat tempat turunnya di Mekah atau Madinah dan menyebutkan bilangan ayat nya.
Selain itu ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa yang mula mula memberi titik dan
baris ialah Al-Hasan Al-Bishry dengan suruhan Abdul Malik bin Marwan. Abdil Malik bin
Warwan memerintahkan kepada Al-hajjaj dan Al-hajjaj menyuruh Al-Hasan Al-Bishry dan
sekitar tahun 1530 M, kemudian di Basel pada 1543, tetapi kemudian dimusnahkan atas perintah
penguasa gereja. Pada tahun 1694 M atau sekita tahun 1106 H, seorang jerman yang bernama
Menulis mushaf mengikuti cara yang dipakai dalam penulisan mushaf Khalifah ke-3 yaitu
pada masa khalifah Ustman, yang dilaksanakan oleh komisi yang terdiri dari sahabat-sahabat
Dalam menulis Alquran terdapat 3 pendapat yang berbeda dari Ulama’ al-Qur’an :
1) Tidak di bolehkan sekali-sekali kita menyalahi khat ustmani, baik dalam menulis وmaupun
dalam menulis ا, dan dalam menulis yang lain-lainnya. Pendapat ini dipegang erat oleh imam
Ahmad. Abu ‘Amer Ad Dany berkata: ”tidak ada yang menyalahi apa yang dinukilkan imam
malik, yaitu tidak boleh kita menulis Alquran selain dengan yang ditetapkan oleh para sahabat
itu”
2) Tulisan Alquran itu bukan tauqifi : bukan demikian diterima dari syafa’ tulisan yang sudah
ditetapkan itu, tulisan yang dimupakatkan menulisnya dimasa itu. Ibnu khaldun dalam
muqaddimahnya, dan Alqadli Abu bakar dalam kitab Al intishar, Beliau berkata: “Tuhan tidak
mewajibkan kita menulis Alquran dengan cara yang tertentu” Rasulullah SAW, hanya
3) Pengarang Attibyan dan Al-burhan memilih pendapat yang dipahamkan dari perkataan Ibnu
‘Abdis salam, yaitu kebolehan kita menulis Alquran untuk manusia umum menurut istilah-istilah
yang dikenal oleh mereka dan tidak diharuskan kita menulis menurut tulisan lama. Karena
Maka kami menulis ayat-ayat menurut istilah baru (istilah para ulama) sesuai dengan undang-
undang Imla’ yang mudah dibaca orang. Dan tidak ada salahnya pula orang menulis ayat-ayat
5. ASBABUL NUZUL
A. Pengertian
Menurut bahasa Asbabun nuzul berasal dari dua kata yaitu asbabun dan nuzul. Asbabun
artinya sebab atau karena, sedangkan nuzul artinya turun. Jadi asbabun nuzul adalah sebab-sebab
turunnya ayat Al-Qur’an. Adapun menurut istilah syara’ Asbabun nuzul adalah Suatu hal yang
karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan suatu hukum pada masa hal itu terjadi, baik
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sebab turunnya suatu ayat itu berkisar
a. apabila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah ayat Al-Qur’an mengenai peristiwa
b. apabila Rasulullah SAW ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat al-Qur’an untuk
menerangkan hukumnya. seperti ketika khaulah binti sa’labah dikenakan zihar oleh
suaminya Aus bin tsamit, hingga Khaulah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai
karena suatu pertanyaan. Ada diantara ayat al-Qur’an yang diturunkan sebagai permulaan
tanpa sebab. Seperti kewajiban muslim, mengenai akidah dan syari’at Allah SWT dalam
tentangnya.
b. Dapat mengetahui hikmah rahasia yang terkandung dalam pengsyari’atan hukum dalam
c. Asbabun Nuzul sangat bermanfaat bagi orang mukmin dan yang bukan mukmin. Adapun
bagi orang mukmin akan semakin kuat keimanannya dan jelas baginya hikmah
disyari’atkannya suatu hukum oleh Allah SWT. Sedangkan bagi yang bukan mukmin
dapat mengetahui lewat Asbabun Nuzul ini, bahwa syari’at islam itu sesungguhnya
e. Mengetahui orang atau kelompok yang menjadi kasus turunnya ayat serta memberikan
ketegasan apabila terdapat keragu-raguan. karena jika kita tidak mengetahui Asbabun
Nuzul bisa jadi kita mentakhsiskan ayat yang seharusnya ‘amm atau sebaliknya.
hukum dari suatu ayat, dengan karena mengetahui sebab dan akibatnya, kapan dan
Macam-Macam Asbabun Nuzul
a. Peristiwa berupa pertengkaran, seperti perselisihan antara segolongan dari suku Aus
dan segolongan dari suku Khasraj. Peristiwa itu timbul dari intik-intik yang ditiupkan
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari
b. Peristiwa berupa kesalahan yang serius, seperti: peristiwa seseorang yang mengimami
sholat sedang dalam keadaan mabuk sehingga salah membaca surah Al-kafirun. dari
peristiwa tersebut maka menyebabkan turunnya ayat Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat
43:
sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu
Khattab dengan ketentuan ayat Al-Qur'an. Seperti beberapa harapan umar bin khatab
yang dikemukakan kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian turun ayat yang
diriwayatkan oleh Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Umar berkata :" Aku sepakat
dengan Tuhanku dalam 3 hal: Aku katakan kepada Rasul, bagaimana sekiranya kalau
kita jadikan makam Ibrahim sebagai tempat sholat". Maka turunlah ayat Al-Qur’an
surah Al-Baqarah ayat 125:
Baqarah:125)
a. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah berlalu, seperti pertanyaan
tentang Zulkarnain, maka turunlah ayat Al-Qur’an surah Al-Kahfi ayat 82:
b. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada saat itu,
seperti pertanyaan tentang ruh maka turunlah ayat al-Qur’an surah Al-Isra' ayat 85:
Artinya: "Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, Katakanlah "Ruh itu
c. Pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan datang, seperti pertanyaan
tentang hari kiamat maka turunlah ayat Al-Qur’an surah An-Nazi'aat ayat 42:
Nazi’at:42).
6. NASIKH WALMANSUKH\
A. Pengertian
kata ini dipakai untuk beberapa pengertian:
a. Nasikh, dapat bermakna ‘izalah (menghilangkan).
mutaakhkhir terkait pada sudut pandangan masing-masing dari segi etimologis kata naskh itu.
Ulama mutaqaddim memberi batasan naskh sebagai dalil syar'i yang ditetapkan kemudian,
(muthlaq). Juga dapat mencakup pengertian pengkhususan (makhasshish) terhadap suatu
Sebaliknya ulama mutaakhkhir memperciut batasan-batasan
pengertian tersebut untuk mempertajam perbedaan antara nasikh dan makhasshish,
berakhirnya masa pemberlakuan ketentuan hukum yang
terdahulu, sehingga ketentuan yang diberlakukan ialah
pengertian[2].
hukum satu dengan yang lainnya harus benar-benar diperhatikan supaya tidak ada kontradiksi
antara satu ayat dengan ayat lainnya. Sejalan dengan hal tersebut, ada beberapa rukun dan
1. Adat naskh, adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hukum yang telah ada.
2. Nasikh, yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. Pada hakikatnya, nasikh
itu berasal dari Allah, karena Dialah yang membuat hukum dan menghapusnya.
3. Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan hukum, seperti
perintah Allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti dinasikh setelah selesai melaksanakan
puasa tersebut.
C. JENIS-JENIS NASKH
Masalah pertama yang ingin disoroti dalam bagian ini
saw. [4]
Muslim masih berkiblat ke arah Bait al-Muqaddas. Sekitar enam bulan kemudian, Allah
menetapkan ketentuan lain. Keharusan berkiblat ke arah Bait al-Haram [5]. Ini berarti terjadi
menyangkut bidang ibadat. Di bidang lain ada pula perubahan-perubahan yang menyangkut
berlaku, kemudian dicabut atau berakhir masa pemberlakuannya dan diganti dengan ketentuan
hukum lain.
nasikh yang bersifat dlimmi tidak memuat penegasan
D. MACAM-MACAM NASIKH
Umpama menurut ayat masa iddah bagi perempuan itu lamanya satu tahun. Ayat iddah ini
ternasikhkan oleh ayat lain. Masa iddah itu cukup empat bulan sepuluh hari.
Yang termasuk dalam hal ini, terdapat dua macam definisi, yaitu:
Pertama, Al-Quran dinasikhkan dengan Hadist Ahad. Menurut jumhur tidak diperbolehkan,
karena Al-Quran itu mutawatir, harus diyakini. Sedangkan hadist ahad masih diragukan.
Kedua, Al-Quran dinasikhkan dengan Hadist Mutawatir. Hal ini diperbolehkan menurut
ditetapkan oleh sunnah, sedangkan di dalam Al-Quran tidak ada yang menunjukkan demikian
E. BENTUK-BENTUK NASIKH
berkata:
Dahulu di dalam apa yang telah diturunkan di antara Al-Qur’an adalah: “Sepuluh kali
penyusuan yang diketahui, mengharamkan”, kemudian itu dinaskh (dihapuskan) dengan: “Lima
kali penyusuan yang diketahui”. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat dan itu
ِ ال َّش ْي ُخ َوال َّش ْي َخةُ إِ َذا َزنَيَا فَارْ ُج ُموهُ َما ْالبَتَّةَ نَ َكاالً ِمنَ هللاِ َو هللاُ ع
َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم
Laki-laki tua dan perempuan tua apabila berzina, maka rajamlah keduanya. Pembalasan itu
pasti dari Allah. Dan Allah itu maha Gagah lagi Maha Bijaksana. [8]
dalam disiplin Ilmu Tafsir dan Ilmu Ushul Fiqh. Dalam kaitan ini Imam Subki menerangkan
interpretasi hukum.
Hikmah Keberadaan Naskh Menurut Manna Al-Oaththan terdapat empat ketentuan
naskh, yaitu:
3. Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya perintah yang kemudian di hapus.
4. Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab apabila ketentuan nasikh lebih berat
jika ketentuan dalam nasikh lebih mudah daripada ketentuan mansukh, itu berarti kemudahan
bagi umat. [10]
Cara untuk mengetahui nasakh dan mansukh dapat dilihat dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Keterangan tegas dari nabi atau sahabat, seperti hadis yang artinya:
Aku (dulu) pernah melarangmu berziarah ke kubur, sekarang Muhammad telah.mendapat izin
untuk menziarahi ke kubur ibunya, kini berziarahlah kamu ke kubur. Sesungguhnya ziarah kubur
2. Kesepakatan umat tentang menentukan bahwa ayat ini nasakh dan ayat itu mansukh.
3. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan kemudian turunnya dalam perspektif sejarah.
Nasikh tidak dapat ditetapkan berdasarkan ijtihad, pendapat mufassir, atau keadaan dalil-
dalil yang secara lahir tampak kontradiktif, atau terlambatnya keislaman seseorang dari dua
perawi.
Ketiga-tiga persyaratan tersebut merupakan faktor yang sangat menentukan adanya nasakh
dan mansukh dalam Alquran. Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa nasakh
mansukh hanya terjadi dalam lapangan hukum dan tidak termasuk penghapusan yang bersifat
asal (pokok). [11]
13.
14. 1. Dari perspektif masa turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas
sebagai berikut :
15. َ َما نَ َز َل قَ ْب َل ْال ِهجْ َر ِة َواِ ْن َكانَ بِ َغي ِْر َم َكة: اَ ْل َم ِك ُي.
16. •َ َما نَ َز َل بَ ْع َد الِهجْ َر ِة َواِ ْن َكانَ بِ َغي ِْر َم ِد ْينَة: َو الم َدنِ ُي.
17. فَ َما نَزَ َل بَ ْع َد ال ِهجْ َر ِة َولَوْ بِ َم َكةَ أَوْ َع َرفَةَ َم َدنِ ُي.
18. Artinya :
19. “Makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun
bukan turun di mekah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah
rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di madinah. Ayat-ayat yang turun
setelah peristiwa hijrah disebut madaniyyah walaupun turun di mekah atau di arafah.”
20. Dengan demikian, surat an-nisa’ [4]: 58 termasuk kategori madaniyyah kendatipun
diturunkan di mekah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota mekah (fath makkah). Begitu
pula, surat al-maidah [5]: 3 termasuk kategori madaniyyah kendatipun tidak diturunkan di
21.
23. َ بِ َم َكةَ َو َما َجا َو َرهَا َك ِمنَى َو َع َرفَةَ َو ُح َد ْيبِيَة: نَزَ َل َما.
24. َما نَ َز َل بِالم ِد ْينَ ِة َو َما َجا َو َرهَا َكأ ُ ُح ٍد َوقُبَا َء َوس ُْل َع: َوالم َدنِ ُي.
25. Artinya :
26. “Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di mekah dan sekitarnya seperti mina, arafah, dan
27. Terdapat celah kelemahan dari pendefnisian di atas sebab terdapat ayat-ayat tertentu,
29.
sebagai berikut :
31. َما َكانَ ِخطَابًا أِل َ ْه ِل الم ِد ْينَ ِة: َوالم َدنِ ُي. َ َما َكانَ ِخطَابًا أِل َ ْه ِل َم َكة: اَ ْل َم ِك ُي.
32. Artinya :
33. “Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Makkah.
34. Pendefinisian diatas dirumuskan para sarjana muslim berdasarkan asumsi bahwa
kebanyakan ayat al-qur’an dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhan naas” yang menjadi
kriteria Makkiyah, dan ungkapan “ya ayyuha al-ladziina” yang menjadi kriteria
Madaniyyah. Namun, tidak selamanya asumsi ini benar. Surat Al-Baqarah [2], misalnya,
termasuk kategori Madaniyyah, padahal di dalamnya terdapat salah satu ayat, yaitu ayat
21 dan ayat 168, yang dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhan naas”. Lagi pula, banyak
35.
lebih terinci.
37.
masa turun, subhi shahih melihat komponen-komponen serupa dalam tiga pendefinisian.
Pada ketiga versi itu terkandung komponen masa tempat dan orang. Bukti lebih lanjut
dari tesis shahih di atas bisa dilihat dalam kasus surat Al-Mumtahanah [60]. Bila dilihat
dari perspektif tempat turun, surat ini termasukMadaniyyah karena diturunkan sesudah
peristiwa hijrah. Akan tetapi, dalam perspektif objek pembicaraan, surat itu
termasukMakkiyah karena menjadi khitab bagi orang-orang mekah. Oleh karena itu, para
sarjana muslim memasukkan surat itu kedalam “ma nuzila bi al Madinah wa hukmuhu
diturunkan kepada Rasulullah SWT sebelum hijrah ke Madinah, walaupun ayat tersebut
turun di sekitar / bukan di kota Makkah, yang pembicaraannya lebih ditujukan untuk
penduduk Makkah.
40. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Madinah dan
penduduk Madinah.
41.
43. Dikalangan ulama terdapat beberapa pendapat tentang dasar atau kriteria yang dipakai
44. Sebagian ulama menetapkan lokasi turunnya ayat-ayat atau surat sebagai dasar penentuan
45. Yang diartikan sebagi berikut: “Makiyah ialah yang diturunkan dimakkah sekalipun
46. Agak sulit memang melacak dan mengidentifikasi secara pasti ayat-ayat Makkiyyah dan
Madaniyyah karena urutan tata tertib ayat tidak mengikuti kronologi waktu turunnya ayat
tetapi berdasarkan petunjuk nabi. Lagi pula pada mushaf usmani yang menjadi acuan
47. Koleksi mushaf para sahabat yang diantaranya ada yang ditulis berdasarkan turunnya
ayat, semuanya sudah dibakar setelah tim penyusun al-Quran yang dibentuk Usman bin
Affan menyelesaikan tugasnya. Jadi pembakaran mushaf tersebut bisa juga berarti
sebagai kerugian intelektual, karena dengan demikian menjadi sulit melacak kronologi
48.
50.
52. a. Mengandung ayat sajdah (Al-A’raf : 206, A-Nahl : 149, An-Nahl : 50, Al-Isra’ :
56. •يايهاالناس قدجاءتكم موعظة من ربكم وشفاءلما فى الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين
57. d. Mengandung kisah nabi-nabi dan umat-umat yang telah lalu, kecuali surat Al-
Baqarah (surat Al-A’raaf : kisah Nabi Adam dengan iblis, kisah Nabi Nuh dan kaumnya,
kisah Nabi Shalih dan kaumnya, kisah Nabi Syu’aib dan kaumnya, kisah Nabi Musa dan
Firaun).
59. Contohnya dalam surat Al-A’raf : 11 yang artinya : “sesungguhnya kami telah
menciptakan kamu (adam), lalu kami bentuk tubuhmu, kemudian kami katakana kepada
malaikat : bersujudlah kamu kepada adam. Maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia
63.
Falaq 5 ayat, Al-Lahab 5 ayat), nada perkataannya keras dan agak bersajak (surat Al-
Ashr).
66. والعصر.
69. b. Mengandung seruan pokok-pokok iman kepada Allah, hari akhir dan
70. c. Menyeru manusia berperagai mulia dan berjalan lempang di atas jalan
74.
77. b. Di dalamnya terdapat penjelasan bagi hukuman-hukuman tindak pidana, fara’id,
zina, li’an, adab-adab pergaulan di luar dan di dalam rumah tangga. QS. Al-Ahzab =
78. c. Di dalamnya tersebut tentang orang-orang munafik (surat An-Nur ayat 47-53
tentang perbedaan sikap orang-orang munafik dengan sikap orang-orang muslim dalam
79. d. Di dalamnya didebat para ahli kitab dan mereka diajak tidak berlebih-lebihan dalam
beragama, seperti terdapat dalam surat Al-Baqarah, An-Nisa’, Ali Imran, At-Taubah dan
lain-lain.[6]
80.
82. a. Suratnya panjang-panjang, sebagian ayatnya pun panjang serta jelas menerangkan
hukum (QS. Al-Baqarah surat dan ayatnya panjang, dan didalamnya terdapat hukum haji
dan umrah, hukum qishas, hukum merubah kitab-kitab Allah, hukum haid, iddah, hukum
hakikat-hakikat keagamaan.
84.
87. Diantaranya :
88.
1 Al-‘Alaq 47 An-Naml
2 Al-Qolam 48 Al-Qoshash
3 Al-Muzzammil 49 Al-Isro’
4 Al-Muddatstsir 50 Yunus
5 Al-Fatihah 51 Hud
6 Al-Lahab 52 Yusuf
7 At-Takwir 53 Al-Hir
8 Al-A’la 54 Al-An’am
9 Al-Lail 55 Ash-Shaffat
10 Al-Fajr 56 Luqman
11 Ad-Dhuha 57 Saba’
12 Al-Insyiroh 58 Az-Zumar
13 Al-Ashr 59 Ghofir
14 Al-Adiyat 60 Fushshilat
15 Al-Kautsar 61 Asy-Syura
16 At-takatsur 62 Az-Zukhruf
17 Al-Ma’un 63 Ad-Dukhan
18 Al-Kafirun 64 Al-Jatsiah
19 Al-Fiil 65 Al-Ahqof
20 Al-Falaq 66 Al-Adzariyat
21 An-Nas 67 Al-Ghosiyah
22 Al-Ikhlas 68 Al-Kahfi
23 An-Najm 69 An-Nahl
24 ‘Abasa 70 Nuh
25 Al-Qodar 71 Ibrahim
26 Asy-Syams 72 Al-Anbiya’
27 Al-Buruj 73 Al-Mu’minun
28 At-Tiin 74 As-Sajadah
29 Al-Quroisy 75 At-Thur
30 Al-Qori’ah 76 Al-Mulk
31 Al-Qiyamah 77 Al-Haqqoh
32 Al-Humazah 78 Al-Ma’arij
33 Al-Mursalat 79 An-Naba’
34 Qaf 80 An-Nazi’at
35 At-Thoriq 81 Al-Balad
36 Al-Qomar 82 Al-Infithor
37 Shad 83 Al-Insyiqoq
38 Al-A’rof 84 Ar-Rum
39 Jinn 85 Al-Ankabut
40 Yasin 86 Al-Muthoffifin
41 Al-Furqon 87 Al-Zalzalah
42 Fathir 88 Ar-Rod
43 Maryam 89 Ar-Rohman
44 Thoha 90 Al-Insan
45 Al-Waqiah 91 Al-Bayyinah
46 Asy-Syu’ara
89.
90. 2. Madaniyah[8]
91. Diantaranya :
92.
1 Al-Baqoroh 13 Ali-Imron
2 Al-Anfal 14 Al-Ahzab
3 Al-Mumtahanah 15 Al-Hujurat
4 An-Nisa’ 16 At-Tahrim
5 Al-Hadid 17 At-Taghabun
6 Al-Qital 18 As-Shaf
7 At-Tholaq 19 Al-Jumuah
8 Al-Hasr 20 Al-Fath
9 An-Nur 21 Al-Maidah
10 Al-Hajj 22 At-Taubah
11 Al-Munafiqun 23 An-Nashr
12 Al-Mujadilah
93.
94.
makkiyah dan madaniyyah sebagai ilmu Al-Quran yang paling utama. Sementara itu ,
97.
membantu dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, kendatipun ada teori
yang mengatakan bahwa yang harus menjadi patokan adalah keumuman redaksi ayat dan
mufassir dapat memecahkan makna kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu
Al-Quran.
100.
Ungkapan-ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat makkiyah dan ayat-
dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya. Oleh karena itu, dakwah Islam
berhasil mengetuk hati dan menyembuhkan segala penyakit rohani orang-orang yang
diserunya. Di samping itu, setiap langkah-langkah dakwah memiliki objek kajian dan
103.
105. Penahapan turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah nabi, baik di
diturunkannya wahyu terakhir. Al-Quran adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah
wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang
menyertainya, baik pada periode makkah maupun periode madinah, sejak turun iqra’
sampai ayat yang terakhir diturunkan. Al-Quran adalah sumber pokok bagi hidup
Rasulullah. Pola hidup beliau harus sesuai dengan Al-Quran dan Al-Quran pun
107. Selain itu juga pengetahuan tentang makkiyah dan madaniyah banyak membawa
hikmah dan faedah serta kagunaan yang bermacam-macam, antara lain sebagai berikut:
108. 1. Mudah diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayat
109. 2. Mudah diketahui mana ayat-ayat Al-Quran yang hukum bacaannya telah
dinaskh (dihapus dan diganti) dan mana ayat-ayat yang menasakhkannya, khususnya bila
ada dua ayat yang menerangkan hukum sesuatu masalah, tetapi ketetapan hukumnya
yang dalam surat-surat makkiyah berbeda dengan yang ada dalam surat madaniyah.[10]
114.
116.
117. 1. Ayat yang di bawa dari makkah ke madinah
118. Contohnya ialah surat Al-A’la. HR. Al-Bukhari dari Al-Bara’ bin Azib yang
mengatakan, “orang yang pertama kali datang kepada kami di kalangan sahabat Nabi
adalah Mush’ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum keduanya membacakan Al-Quran
kepada kami. Sesudah itu datanglah Ammar, Bilal dan Sa’ad. Kemudian datang pula
Umar Bin Khattab sebagai orang yang kedua puluh. Baru setelah itu datanglah Nabi. Aku
119. Pengertian ini cocok dengan Al-quran yang dibawa oleh golongan muhajirin, lalu
120.
122. Contohnya dari awal surat Baqarah, yaitu ketika Rasulullah SAW
memerintahkan kepada Abu Bakar untuk pergi haji pada tahun ke Sembilan. Ketika awal
surat Baqarah turun, Rasulullah memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk
membawa surat tersebut kepada Abu Bakar, agar ia sampaikan kepada kaum musyrikin,
maka Abu Bakar pun membacakannya kepada mereka dan mengumumkan bahwa tahun
123.
125. Mayoritas ayat-ayat dan surat-surat Al-Quran turun pada saat Nabi dalam
keadaan menetap. Akan tetapi, karena kehidupan Rasulullah tidak pernah lepas dari jihad
dan peperangan di jalan Allah, maka wahyu pun turun juga dalam perjalanan tersebut.
Imam As-Suyuthi menyebutkan awal surat Al-Anfal yang turun di Badar setelah selesai
perang, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Sa’ad bin Abi Waqqash.
128. Diriwayatkan Ahmad dari Tsauban, bahwa ayat tersebut turun ketika Rasulullah
129. Juga awal surat Al-Hajj. At-Tirmidzi dan Al-Haakim meriwayatkan dari Imran
bin Hushain yang menyatakan “ketika turun kepada Nabi ayat ‘wahai manusia,
bertakwalah kepada tuhanmu, sesungguhnya goncangan Hari Kiamat itu adalah suatu
kejadian yang sangat besar …sampai dengan .. tetapi adzab Allah sangat
130. Begitu juga surat Al-Fath. Al-Hakim dan yang lain meriwayatkan, dari Al-
Miswar bin Makhramah dan Marwan bin Al-Hakam, keduanya berkata “surat Al-Fath
dari awal sampai akhir turun di antara kota makkah dan madinah berkaitan dengan
131. Sebagian dari ayat Al-Quran tidak hanya turun di kota makkah dan sekitarnya
dan tidak pula di madinah dan sekitarnya, seperti firman Allah dalam surat At-Taubah
ayat 42 dan pada surat Az-Zukhruf ayat 45. Yang kedua ayat tersebut tidak turun di kota
makkah dan sekitarnya dan tidak pula di kota madinah dan sekitarnya.
132. Menurut Ibnu Katsir bahwa surat At-Taubah ayat 42 turun di tabuk, dan surat
133.
ْ ت َوهُ ْم اَل ي
َُظلَ ُموْ ن ٍ َواتَقُوا يَوْ ًما تُرْ َجعُوْ نَ فِ ْي ِه اِلَى هللاِ ثُم تُ َوفى َ ُك ُل نَ ْف
ْ َس َما َك َسب .136
137. “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu
kamu semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan
yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak
dianiaya (dirugikan).”[13]
138.
141. حرمت عليكم الميتة والدم و لحم الخنزير وما أهل لغير هللا به والمنخنقة والموقوذة والمتردية والنطيحة وما
اليوم يئس الذين كفروا من دينكم فال أ كل السبع إالماذكيتم وماذبح على النصب وأن تستقسموا باألزلم ذالكم فسق
تخشوهم واشون اليم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم اإلسلم دينا فمن اضطر فى مخمصة غير
142. “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi
nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab
itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah
dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”[15]
8. MUNASABAH ALQURAN
Munasabah secara bahasa berasal dari kata ً ُمنَا َسبَة- ُيُنَا ِسب-ب
َ نا َ َس yang berarti dekat, serupa, mirip,
ْ
dan rapat. ال ُمنَا َسبَة sama artinya dengan ال ُمقَا َربَة yakni mendekatkannya dan
Secara istilah, munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara ayat-ayat Al-
Qur’an. Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh imam As-Sayuti, mendefiisikan munasabah itu
kepada keterkaitan ayat-ayat Al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga
ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapid an sistematis. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa munasabah adalah suatu ilmu yang membahas tentang keterkaitan atau keserasian ayat-
ungkapan dalam satu ayat atau antarayat pada beberapa ayat, antar surat (di dalam al-qur’an).
Menurut al-Biqa’i: munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-
alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-qur’an, baik ayat dengan ayat atau surat
dengan surat
1. Harus diperhatikan tujuan suatu pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
ZHAHIR IRTIBATH : Munasabah yang terjadi karena bagian al-Qur’an yang satu dengan
yang lain nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan yang lain.
KHAFY IRTIBATH : Munasabah yang terjadi karena antara bagian-bagian al-Qur’an tidak
ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya hubungan di antara keduanya, misalnya hubungan
ْس ْالبِرُّ بِأ َ ْن تَأْتُوا ْالبُيُوتَ ِم ْن ظُهُوْ ِرهَا َولَ ِك َّن ْالبِ َّر َم ِن اتَّقَى َو ْأتُوْ ا ْالبُيُوْ تَ ِم ْن
َ اس َو ْال َح ِّج َولَي ُ ك ع َِن ْاألَ ِهلَّ ِة قُلْ ِه َي َم َواقِي
ِ َّْت لِلن َ َيَسْأَلُوْ ن
190 ََوقَاتِلُوْ ا فِ ْي َسبِ ْي ِل هللاِ الَّ ِذ ْينَ يُقَاتِلُوْ نَ ُك ْم َوالَ تَ ْعتَ ُدوْ ا إِ َّن هللاَ الَ يُ ِحبُّ ْال ُم ْعتَ ِد ْين
BERUNTUNG. (189)
Ayat 189 di atas bulan sabit (hilal), tanggal untuk tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji.
Sedangkan ayat 190 menjelaskan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat
islam. Padahal kalaulah dicermati dapat diketahui munasabahnya, yaitu pada waktu haji umat
islam dilarang berperang. Kecuali kalau diserang musuh, maka dalam kondisi demikian mereka
Adapun munasabah ditinjau dari segi materinya, terbagi menjadi dua bagian yaitu: munasabah
(hubungan) antar ayat dengan ayat dan munasabah (hubungan) antar surat dengan surat.
Hubungan antara ayat dengan ayat itu tidak selalu ada pada semua ayat Al-Qur’an. Ayat yang
satu dengan ayat yang lain adakalnya muncul secara jelas menunjukkan hubungan kalimat satu
dengan yang lainnya. Hubungan itu memberikan kejelasan satu sama lain tentang maksud
keseluruhan ayat.
Namun ada juga hubungan yang tidak jelas. Kandungan makna suatu ayat menjadi kabur karena
kaitan kalimat satu denagan kalimat lain tidak dipahamkan secara utuh.
Munasabah ayat dengan ayat dalam setiap surat menambah keyakinan para mufasir bahwa ikatan
antara suatu ayat dengan ayat lain memang erat. Oleh karena itu, hubungan tersebut juga
Hubungan antara ayat dengan ayat Al-Qur’an terbagi dalam dua macam, PERTAMA, hubungan
yang sudah jelas antara kalimat terdahulu dengan kalimat kemudian, atau akhir kalimat
dengan awal kalimat berikutnya, atau masalah yang terdahulu dengan masalah yang dibahah
kemudian.
Munasabah dengan menggunakan waw ‘athaf ini biasanya menghubungkan dua hal yang
berlawanan, seperti masuk dan keluar, turun dan naik, langit dan bumi, rahmat dan azab dan lain
sebagainya.
َّح ْي ُم ْال َغفُوْ ُر ِ ْيَ ْعلَ ُم َما يَلِ ُج فِ ْي اأْل َر
ِ ض َو َما يَ ْخ ُر ُج ِم ْنهَا َو َما يَ ْن ِز ُل ِمنَ ال َّس َما ِء َو َما يَ ْع ُر ُج فِ ْيهَا َوه َُو الر
DIA MENGETAHUI APA YANG MASUK KE DALAM BUMI, APA YANG KE LUAR
DARIPADANYA, APA YANG TURUN DARI LANGIT DAN APA YANG NAIK
PENGAMPUN.
َو َما يَ ْن ِز ُل ِمنَ ال َّس َما ِء َو َما يَ ْع ُر ُج فِ ْيهَا sebab yang pertama berbicara tentang sesuatu yang masuk
dan keluar dari bumi sedangkan yang terakhir berbicara tentang sesuatu yang turun dari langit.
Akan tetapi, kedua ungkapan itu masih berhubungan dan saling terkait antara satu dengan yang
lainnya. Sebab focus pembicaraannya masalah ilmu tuhan. Dia mengetahui apa saja yang terjadi
di langit dan di bumi, kedua ungkapan itu membicarakan topic yang sama yaitu ilmu Allah.
Contoh yang lain, yaitu terdapat pada surah Al-Ghasyiyah, ayat 17-20
ْ ُط َح
ت ِ ْ َوإِلَى اأْل َر ت
ِ ض َك ْيفَ س ِ ُ َوإِلَى ال َّس َما ِء َك ْيفَ ُرفِ َعت َوإِلَى ْال ِجبَا ِل َك ْيفَ ن ت
ْ َصب ْ َأَفَاَل يَ ْنظُرُونَ إِلَى اإْل ِ بِ ِل َك ْيفَ ُخلِق
MAKA APAKAH MEREKA TIDAK MEMPERHATIKAN UNTA BAGAIMANA
DIHAMPARKAN.
Jika diperhatikan, ayat-ayat tersebut sepertinya tidak terkait satu dengan yang lain, padahal
hakekatnya saling berkaitan erat. Penyebutan dan penggunaan kata unta, langit, gunung, dan
bumi pada ayat-ayat tersebut berkaitan erat dengan kebiasaan yang berlaku di kalangan lawan
bicara yang tinggal di padang pasir, di mana kehidupan mereka sangat tergantung pada ternak
(unta), namun keadaan tersebut tak kan bisa berlangsung kecuali dengan adanya air yang
diturunkan dari langit untuk menumbuhkan rumput-rumput di mana mereka mengembala, dan
mereka memerlukan gunung-gunung dan bukit-bukit untuk berlindung dan berteduh, serta
mencari rerumputan dan air dengan cara berpindah-pindah di atas hamparan bumi yang luas.
sehingga membutuhkan penyokong sebagai bukti keterkaitan ayat-ayat, berupa pertalian secara
ِّ ) َك َما أَ ْخ َر َجكَ َربُّكَ ِم ْن بَ ْيتِكَ ْال ُم ْؤ ِمنُونَ بِ ْال َح٤( ق َك ِري ٌم
َق َوإِ َّن فَ ِريقًا ِمن ٌ •ًّا لَهُ ْم َد َر َجÅك هُ ُم َحًق
ٌ ات ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َو َم ْغفِ َرةٌ َو ِر ْز َ ِأُولَئ
(مضمر فعل ).Hubungan itu tampak dari jiwa itu. Maksud ayat itu, Allah menyuruh untuk
mengerjakan urusan harta rampasan, seperti yang kalian lakukan pada perang badar meskipun
kaummu membenci cara demikian itu. Allah SWT menurunkan ayat ini agar kaum Nabi
Muhammad SAW mengingat nikmat yang telah diberikan Allah dengan diutusnya Rasul dari
kalangan mereka (surat Al-Baqarah(2):151) : َك َما أَرْ َس ْلنَا فِي ُك ْم َرسُوال ِم ْن ُك ْم, sebagai mana juga kaummu
membencimu (Rasul) ketika engkau mengajak mereka keluar dari rumah untuk berjihad.
َك ِم ْن آيَات ِهللاِ لَ َعلَّهُ ْم يَ َّذ َّكرُوْ ن ِ يا َ بَنِ ْي آدَم َقَ ْد أَ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم لِبَاسًا يُ َو
َ ِاريْ َسوْ ءاَتِ ُكم ْ َو ِر ْي ًشا َولِباَسُ التَّ ْق َوى َذل
َ ِك َخيْر ذل
Pada ayat tersebut membahas tentang pakaian takwa lebih baik. Allah menyebutkan pakaian itu
untuk menginagatkan manusia bahwa pakaian penutup aurat itu lebih baik. Pakaian berfungsi
sebagai alat untuk memperbagus apa yang Allah ciptakan. Pakaian merupakan penutup aurat dan
kebejatan karena membuka aurat adalah hal yang jelek dan bejat. Sedangkan penutup aurat
َإِ َّن الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوْ ا َس َوا ٌء َعلَ ْي ِه ْم أَأَ ْن َذرْ تَهُ ْم أَ ْم لَ ْم تُ ْن ِذرْ هُ ْم الَ ي ُْؤ ِمنُوْ ن
SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG KAFIR, SAMA SAJA BAGI MEREKA, KAMU
AKAN BERIMAN.
Ayat ini menerangkan watak orang kafir yang pembangkang, keras kepala tidak percaya kepada
kitab-kitab Allah. Sedangkan pada ayat sebelumnya Allah menerangkan watak orang mukmin
sangat berlawanan dengan watak orang kafir. Watak orang-orang mukmin adalah memiliki
kepercayaan yang kuat. Dia percaya adanya yang ghaib, melaksanakan shalat, memiliki sifat
kebersamaan yaitu tidak senang jika melihat saudaranya kesulitan, baik dalam bidang materi
maupun yang lainnya, lalu diambilkan sebagian dari apa yang dimiliki dan diinfakkan kepada
yang memerlukan, dan percaya akan adanya kitab-kitab Allah sebelum Al-Qur’an, apalagi Al-
)3( َصاَل ةَ َو ِم َّما َر َز ْقنَاهُ ْم يُ ْنفِقُوْ ن ِ الَّ ِذ ْينَ ي ُْؤ ِمنُوْ نَ بِ ْال َغ ْي
َّ ب َويُقِ ْي ُموْ نَ ال
DAN MEREKA YANG BERIMAN KEPADA KITAB (AL QUR’AN) YANG TELAH
Munasabah dalam bentuk ini secara jelas dapat dilihat dalam surah-surah pendek. Misalnya
Masing-masing ayat dalam surat tersebut saling menguatkan, thema pokoknya, yaitu tentang
keesaan tuhan.
Contoh lain dari model ini dapat dilihat dalam Surah Al-Baqarah ayat 255 dan ayat 256 yang
berbunyi:
ض َم ْن َذا الَّ ِذيْ يَ ْشفَ ُع ِع ْن َدهُ إِاَّل بِإ ِ ْذنِ ِه يَ ْعلَ ُم َما ِ هللاُ اَل إِلهَ إِاَّل ه َُو ْال َح ُّي ْالقَيُّوْ ُم اَل تَأْ ُخ ُذهُ ِسنَةٌ َواَل نَوْ م لَهُ َما فِي ال َّس َما َوا
ِ ْت َو َما فِي اأْل َر
ض َواَل يَ ُؤوْ ُدهُ ِح ْفظُهُ َما َوه َُو ْال َعلِ ُّي
ِ ْت َو ْاألَر َ بَ ْينَ أَ ْي ِد ْي ِهم َو َما خ َْلفَهُ ْم َواَل يُ ِح ْيطُوْ نَ بِ َش ْي ٍء ِم ْن ِع ْل ِم ِه إِاّل َ بِ َما َشاء َو ِس َع ُكرْ ِسيُهُ ال َّس َم
ِ اوا
)255(ْال َع ِظيم
LANGIT DAN DI BUMI. TIADA YANG DAPAT MEMBERI SYAFAAT DI SISI ALLAH
dalam ayat 156 ditegaskan bahwa tidak perlu adanya paksaan dalam memeluk agama untuk
Tamkin
memperkokoh pertanyaan yang tersebut dalam kandungan ayat itu. Arti FASHILAH di sini
berkaitan langsung dengan apa yang dimaksud ayat itu bila tidak ada hubugan ini kandungan
ayat itu tidak akan memberi arti yang lengkap boleh jadi mengelirukan.
َ َو َر َّد هَّللا ُ الَّ ِذينَ َكفَرُوا بِ َغ ْي ِظ ِه ْم لَ ْم يَنَالُوا خَ ْيرًا َو َكفَى هَّللا ُ ْال ُم ْؤ ِمنِينَ ْالقِت
ِ •ًّا عÅَال َو َكانَ هَّللا ُ قَ ِوًي
َزي ًزا
MUKMIN DARI PEPERANGAN. DAN ADALAH ALLAH MAHA KUAT LAGI MAHA
PERKASA.
Dari ayat ini dipahami bahwa Tuhan menghindarkan orang mukmin dari perang disebabkan
kelemahan mereka (orang-orang kafir), karena angin kencang atau malaikat yang dikirim Allah.
memisahkan antara dua golongan dalam perang tersebut (dalam perang badar). Kejadian ini
menguatkan orang-orang beriman agar mereka merasa bahwa orang-orang mukmin lah yang
menang.
2. Al- Ighal
Al-Ighal adalah tambahan keterangan terhadap kandungan ayat yang sudah ada
)50( َأَفَ ُح ْك َم ْال َجا ِهلِيَّ ِة يَ ْب ُغونَ َو َم ْن أَحْ َسنُ ِمنَ هَّللا ِ ُح ْك ًما لِقَوْ ٍم يُوقِنُون
kalimat َو َم ْن أَحْ َسنُ ِمنَ هَّللا ِ ُح ْك ًما sudah merupakan kalimat sempurna. Akan tetapi, ada persesuaian
fashilah-nya dengan kalimat sebelumnya lalu ditambah dengan َلِقَوْ ٍم يُوقِنُون. QS. An-Naml: 80
)80( َك ال تُ ْس ِم ُع ْال َموْ تَى َوال تُ ْس ِم ُع الصُّ َّم ال ُّدعَا َء إِ َذا َولَّوْ ا ُم ْدبِ ِرين
َ َّإِن
Makna kalimat ini telah lengkap sampai ke ال ُّدعَاء, lalu ditambahkan seterusnya
Misalnya surat al-Mu’minun, dilanjutkan dengan surat an-Nur, lalu diteruskan dengan surat al-
Furqon. Adapun korelasi nama surat tersebut adalah orang-orang mu’min berada di bawah
cahaya (NUR) yang menerangi mereka, sehingga mereka mampu membedakan yangHAQ dan
yang BATHIL.
Misalnya permulaan surat al-Hadid dan penutupan surat al-waqi’ah memiliki relevansi yang
orang kafir. Demikian halnya dengan surat Al-Qashash, dimulai dengan kisah Nabi Musa dan
Fir’aun serta kaum kafir, sedang ayat yang terakhir menggambartkan pernyataan Allah agar umat
islam jangan menjadi penolong bagi orang-orang kafir, sebab Allah lebih mengerti tentang
hidayah.
Yaitu materi surat yang satu sama dengan materi surat yang lain. Misalnya munasabah antara isi
kandungan surat al-baqarah sama-sama menjelaskan tentang aqidah, ibadah, mua’malah, kisah,
janji, dan ancaman. Bedanya kandungan tersebut dalam surat al-fatihah dijelaskan secara global
9. FAWATIH AL SURAH
Fawatih merupakan bentuk jama’ dari kata faith yang berarti pembuka. Sedangkan
Fawatihal-suwar adalah ilmu yang membahas tentang kalimat- kalimat pada pembukan –
a. Pembukaan dengan sifat- sifat terpuji bagi Allah dengan menggunakan lafadz sebagai berikut:
Menggunakan lafadz hamdalah, yakni dibuka dengan ()الحمد هللا, yang terdapat dalam 5 surat,
Mulk.
b. Mensucikan Allah dengan sifat- sifat negatif dengan menggunakan lafadz tasbih, ( \ ْيُ َسبِّ ُح\ َسبِّح
َ) َسب ََّح\ ُس ْبحن, yang terdapat dalam 7 surat, yaitu: 1) Al-isra’, 2) Al-A’la, 3) Al-Hadid, 4) Al-Hasyr,
a. Awalan surah yang terdiri dari satu huruf, ini terdapat pada tiga surah.
b. Awalan surah yang terdiri dari dua huruf, terdapat pada sepuluh surah.
9) QS. An Naml ()طس
QS. Al- Baqarah, QS. Ali Imran, QS. Al Ankabut, QS. Ar Rum, QS.
3.) Dua surah yang diawali dengan Tha Sin Mim( ) طسم
QS. Maryam ]2[ كهيعص
Pembukaan surat dengan nida’ ini terdapat dalam 10 surat, yang dibagi menjadi 3 macam,
yaitu:
Al-Nisa’dan Al-Hajj.
a. Jumlah ismiyah. Jumlah ismiyah yang menjadi pembuka surat terdapat dalam 11 surat, yaitu:
b. Jumlah fi’liyah yang menjadi pembuka surat terdapat dalam 12 surat, yaitu:
Sumpah yang digunakan dalam pembukaan surat dibagi menjadi 3 macam, yang terdapat
dalam 15 surat:
)الطارق dalam QS. Al-Thariq. ( )والفخر وليال عشر dalam QS. Al-Fajr,()والشمس وضحيها dalam QS. Al-
Syams.
Syarat yang digunakan dalam Pembukaan surat Al-Qur’an ada 2w macam, yaitu terdapat
()اذالش‘‘‘مس ك‘‘ورت dalam QS. Al-Takwir, ()اذالس‘‘مء اانفط‘‘ررت dalam QS. Al-Infithar, (اذا الس ‘‘ماء
b. Syarat yang masuk pada jumlah fi’liyah, yang terdapat pada 4 surat:
)االرض زلز الها dalam QS. Al-Zalzalah, ()اذااجاء نصراهللا والفتح dalam QS. Al-Nashr.
Fi’ilamr yang digunakan dalam pembukaan surat ada 2 macam, yang terdapat dalam 6 surat:
( َّستَ َم َع نَفَ ٌز ِمنَ ا ْل ِجن َ ِ )قُ ْل آُوحاdalam QS. Al-Jin, ( َ)قُ ْل يَا آيُّ َها ا ْل َكا فِرُونdalam QS. Al-Kafirun, (قُل ه َُو
ْ يي إِلَ َّي آنَّهُ ا
َ ُ)اهللا dalam QS. Al-Ikhlash, (قُل أَعُو ُذ بِ َر ِّب )ا ْلفَلَق dalam QS. Al-Falaq, (س
أح ٌد َ ‘ِ)قُل أَعُو ُذ ب dalam
ِ ‘ر ِّب النَّا
QS. An-Nas.
a. Pertanyaan positif; pertanyaan dengan menggunakan kalimat positif, yang terdapat dalam 4
surat:
()هل اتى علي االنسان حين من الدهر dalam QS. Al-Dahr, ()عم يتساءلون dalam QS. An-Naba, (هل اتاك حديث
surat:
a. Pembukaan surat dengan do’a atau harapan yang berbentuk isim (kata benda), ada 2 surat, yaitu:
b. Pembukaan surat dengan do’a atau harapan yang berbentuk fi’il (kata kerja), ada 1 surat:
pembukaan surat sebagai huruf-huruf yang mengandung pengertian dan dapat dipahami oleh
manusia. Pendapat ini disandarkan pada penafsiran Ibnu Abbas, diantaranya adalah;
) (أخر جه ابن أني حا تم. أنا اهللا أرى: وفي قو له الر، قال أنا هللا أفصل: وفي قوله المص، قال أنا اهللا أعلم: الم
Ibn Abbas berkata: “ ()الم Aku Allah lebih mengetahui, ()المص: Aku akan memperinci, (
والصاد من صادق، والعين من عليم، والياء من حكيم، والهاء من هاد، قا ل الكا ف من كر يم:في كهييعص.
()أخر جه الحاكم
Ibn Abbas berkata: “ ()كهيعص kaf: ك‘‘‘‘ر يم (pemurah), Ha: ه‘‘‘‘اد (Pemberi Petunjuk),
Walaupun tidak ada larangan menafsirkan huruf- huruf muqath-tha’at yang ada pada
permulaan surat dalam Al-Qur’an, akan tetapi tidak boleh mengartikan huruf- huruf tersebut
D. Hikmah Fawatihal-Suwar
1, Untuk memberi perhatian, peringatan atau menjadi pedoman kehidupan, baik bagi Rasulullah
maupun umatnya.
2. Pembukaan surat yang diawali dengan menetapkan sifat- sifat terpuji kepada Allah, yakni dengan
mashdar dan selanjutnya diikuti dengan fi’ilmadhi, mudhari’ dan amr. Ini dimaksudkan agar
3. Hikmah dari Fawatihal-suwar dengan sumpah, yaitu: agar manusia meneladani sikap
bertanggung jawab; berbicara harus benar dan jujur; dan Allah menggunakan beberapa benda
Dari segi bahasa kata I’jaz berasal dari kata a’jaz-yujizu-I’jaz yang berarti melemahkan atau
memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan atau memperlemah[[1]]. Secara umum
I’jaz adalah ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari ketidak
berdayaan[[2]]. Oleh karena itu apabila kemukjizatan itu telah terbukti, maka nampaklah
kemampuan mukjizat. Sedang yang dimaksud dengan Ijaz secara terminology ilmu Al-Qur’an
I’jaz adalah menampakkan kebenaran Nabi SAW dalam pengakuaan orang lain sebagai rasul
utusan Allah SWT dengan menampakan kelemahan orang-orang Arab untuk menandinginya atau
menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi sesudah
mereka.[[3]]
I’jaz ialah menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk
menandingi hal yang serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari
Allah swt yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasulan dan
kenabianya.
Sedangkan mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tantangan yang tidak
Mukjizat adalah perkara luar biasa yang disertai dan diikuti tantangan yang diberikan oleh Allah
swt kepada nabi-nabiNya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kebenaran terhadap
melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas mengesankan batasan yang lebih spesifik, yaitu
Al-Qur’an. Sedangkan pengertian mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan
hanya berupa Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau manusia
secara keseluruhan. Dengan demikian dalam konteks ini antara pengertian I’jaz dan mukjizat itu
saling melengkapi, sehingga nampak jelas keistimewaan dari ketetapan-ketetapan Allah yang
khusus diberikan kepada Rasul-rasul pilihan-Nya sebagai salah satu bukti kebenaran misi
Ditampilkan I’jaz atau mukjizat itu bukanlah semata-mata bertujuan untuk menampakkan
kelemahan manusia untuk menandinginya tetapi untuk menyakinkan mereka bahwa Muhammad
SAW adalah benar-benar utusan Allah Al-Qur’an dan itu benar-benar diturunkan disisi Allah
swt. Kepada Muhammad yang mana Al-Qur’an itu sama sekali bukanlah perkataan manusia atau
perkataan lainnya.
Al-Quran digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menantang orang-orang pada masa
beliau dan generasi sesudahnya yang tidak percaya akan kebenaran Al-Qur’an sebagai firman
Allah (bukan ciptaan Muhammad) dan tidak percaya akan risalah Nabi saw dan ajaran yang di
bawanya. Terhadap mereka sesungguhnya mereka memiliki tingkat fashahah dan balaghah
sedemikian tinggi dibidang bahasa Arab. Nabi meminta mereka untuk menandingi Al-Qur’an
“Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-
Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya sekalipun
Diajak lagi mereka bertanding dengan sepuluh surat dari Al-Qur’an itu.
أم يقولون افتراه قل فأتوا بعشر سور مثله مفتريات وادعوا من استطعتم من دون هللا إن كنتم صادقين
فإن لم يستجيبوا لكم فاعلموا أنما أنزل بعلم هللا وأن ال إله إال هو فهل أنتم مسلمون
(kalau demikian) maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya.
Dan panggilah orang-orang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang
orang-orang yang benar. Jika mereka yang kamu panggil itun tidak menerima seruanmu
(ajakanmu) itu, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Al-Qur’an itu diturunkan dengan
أم يقولون افتراه قل فأتوا بسورة مثله وادعوا من استطعتم من دون هللا إن كنتم
صادقين
“Atau (patutkah) mereka mengatakan Muhammad membuatnya. Katakanlah (kalau benar yang
kamu katakan itu) maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya (Q.S 10 : 38)”
Kelahiran ilmu kalam di dalam Islam mempunyai implikasi lebih tepat untuk di katakan sebagai
kalam. Di dalam kalam, dimana tokoh-tokoh ilmu kalam ini mulai tampak ketika membicarakan
kemakhlukan Qur’an maka pendapat dan pandangan mereka berbeda-beda dan beraneka ragam.
[[6]]
Abu Ishaq Ibrahim an-Nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah berpendapat, kemukjizatan
Qur’an adalah dengan cara sirfah (pemalingan). Arti sirfah dalam pandangan an-Nizam ialah
bahwa Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menentang Qur’an, padahal sebenarnya
mereka mampu menghadapinya. Pendapat tentang sirfah ini batil dan di tolak oleh Qur’an
قل لئن اجتمعت اإلنس والجن على أن يأتوا بمثل هذا القرآن ال
“ Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Qur’an ini, niscaya
mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi
Satu golongan ulama berpendapat Qur’an itu mukjizat dengan balaghah-Nya yang mencapai
yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang dikenal dalam perkataan orang Arab.
Golongan yang lain berpendapat bahwa Al Qur’an itu terletak pada pemberitaannya tentang hal-
hal ghaib yang akan datang yang tidak dapat diketahui kecuali dengan wahyu
1. Segi Kebahasaan .
Kendatipun Al Qur’an, hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut Nabi tetapi
uslub atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Al Qur’an muncul dengan uslub yang begitu
indah. Uslub bahasa Al Qura’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila di bandingkan dengan
lainnya[[7]].
Dalam Al Qur’an, banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam
bentuk bahasa yang sangat indah lagi mempesona, jauh lebih indah daripada apa yang dibuat
oleh penyair dan sastrawan. Contoh dalam surat Al-Qori’ah (101) ayat 5, Allah berfirman :
(5 :)القارعه
Artinya
“Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang di hambur-hamburkan”. (Q.S. Al-Qoriah ,101:5)
kemukjizatan al- quran dari segi bahasanya bisa kita lihat dari tiga hal yaitu :
Ayat- ayat alqur’an bukanlah syair atau puisi tetapi kalau kita dengar akan nampak keunikan
dalam irama dan ritmenya. Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata – kata yang dipilih
melahirkan keserasian bunyi dan kemudian kumpulan kata – kata itu melahirkan pula keserasian
Dalam al-qur an banyak kita jumpai ayat- ayat nya singkat tetapi padat artinya , sehingga
Bagi orang awam, ayat Al-Qur an mungkin terasa biasa, tetapi bagi para filosof dengan ayat
ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Apabila kita
memperhatikan pokok-pokok ibadah, kita akan memperoleh kenyataan bahwa Islam telah
zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah sekaligus ibadah badaniyah, seperti
Tentang akidah Al Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakni
beriman kepada Allah Yang Maha Agung, menyatakan adanya nabi dan rasul serta mempercayai
kitab samawi.
pidana, politik, dan ekonomi. Adapun mengenai hubungan internasional, Al-Qur’an telah
menetapkan dasar-dasar yang paling sempurna dan adil, baik dalam keadaan damai maupun
perang.
a. Secara global
Persoalan ibadah umumya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada
b. Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan dengan utang-piutang,
makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
3. Gaya bahasa
Gaya bahasa Al Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona. Al
Qur’an secara tegas menentang semua sastrawan para orator Arab untuk menandingi ketinggian
Al Qur’an baik bahasa maupun susunannya. Setiap kali mereka mencoba menandingi, mereka
mengalami kesulitan dan kegagalan dan bahkan mencapat cemoohan dari masyarakat.
Diantara pendusta dan musyrik Arab pada saat itu yang berusaha untuk menandingi ialah
Musailimah Kadzdzab dan tokoh-tokoh masyarakat Arab lain pada waktu itu yang ingin
Sebagian ulama mengatakan bahwa mukjizat Al Qur’an itu adalah berita-berita ghaib. Firaun,
yang mengejar-ngejar Musa, diceritakan dalam surat Yunus (10) ayat 92 Allah berfirman:
ِ َّك لِتَ ُكونَ لِ َم ْن خَ ْلفَكَ ايَةً َواِ َّن َكثِيرًا ِمنَ الن
َاس ع َْن ايتِنَا لَغَافِلُون َ فَ ْليَوْ َم نُنَجِّي
َ ِك بِبَ َدن
“Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahnya dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari
Cerita peperangan Romawi dengan Persia yang dijelaskan dalam surat Ar-rum (30) ayat 1-5
merupakan satu berita ghaib lainnya yang disampaikan Al Qur’an, Allah berfirman:
الم
غلبت الروم
في بضع سنين هلل األمر من قبل ومن بعد ويومئذ يفرح المؤمنون
“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka
sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah lah urusan sebelum
dan sesudah mereka menang. Dan di hari kemenangan bangsa Romawi itu bergembiralah orang-
orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya.
“
5. Isyarat-isyarat ilmiah
Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan sebagaimana
هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد
السنين والحساب ما خلق هللا ذلك إال بالحق يفصل اآليات لقوم يعلمون
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya munzilah-
munzilah (tempat-tempat) bagi perjalan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan
perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak. Dia
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. Yunus
(10): 5).
Perbedaan sidik jari manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah berikut:
“Bukan demikian, sebenarnya kami kuasa menyusun kembali jari-jemarinya dengan sempurna.”
وإن كنتم في ريب مما نزلنا على عبدنا فأتوا بسورة من مثله وادعوا شهداءكم من دون هللا إن كنتم صادقين
“Tatkala kafiah itu keluar (Dari negeri Mesir), ayah mereka berkata “Sesungguhnya aku
mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan
Adanya nurani (super ego) dan bawah sadar manusia, sebagaimana diisyaratkan firman Allah
berikut:
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri meskipun dia mengemukakan alasan-
Masa penyusuan yang tepat dan masa kehamilan minimal sebagai wara diisyaratkan firman
Allah berikut:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian kepada para
Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan napas, hal ini diisyaratkan oleh firman
Allah berikut:
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama Islam) dan barang siapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang
mendekati langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada ;orang-orang yang beriman. (Q.S.
masing13 kali;
7). Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk definite, masing-masing 17 kali;
8). Ash-shayf (musim panas) dan asy-syita (musim dingin), masing-masing 1 kali
b. Keseimbangan jumlah bilangan kata engan sinonimnya/makna yang dikandungnya.
4). Al-quran, al-wahyu dan al-islam (Al-quran, wahyu, dan islam), masing-masing sebanyak 70
kali;
c. keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan
akibatnya.
masing 32 kali;
3). Al- asra (tawanan) dengan al- harb (perang) masing- masing 6 kali.
1). Kata yawn; (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam
setahun, sedangkan kata hari yang menunjukkan bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni),
berjumlah tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti
bulan (syahr) hanya terdapat du belas kali sama dengan jumlah dalam setahun.
2). Al-quran menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak
tujuh kali pula, yakni dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 29, surat Al-isra’ (17) ayat 44, surat Al-
Mu’minun (23) ayat 86, surat Fushilat (41) ayat 12, surat Ath-Thalaq (65) ayat12, surat Al-mulk
(67) ayat 3, dan surat Nuh (71) aya 15. Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi
3). Kata-kata yang menunjukan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir
(pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi nada peringatan), semuanya berjumlah 518 kali.
Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita
I’jaz al-Quran dapat memberikan manfaat bagi orang yang mempelajari dan mengkaji
Baik itu orang awam ataupun para ilmuan, cendikiawan, dan semua kalangan manusia
yang senantiasa mempergunakan akal sehatnya. Adapun manfaat yang dapat dipetik dari I’jaz al-
kepada akal dan hati, baik orang awam ataupun kaum cendikiawan.
Gaya bahasa yang indah dapat dijadikan sebagai media dakwah untuk menarik hati orang.
Dengan adanya berita-berita ghaib, itu dapat dijadikan ibrah guna memperkokoh iman kepada
Dapat dijadikan hujjah dalam menyampaikan kebenaran al-Qur’an bagi orang-orang yang ragu.
Dapat mengetahui keagungan Allah dengan mengenal isyarat ilmiah yang ada di alam dunia.
Dapat menjadi motivasi untuk selalu bereksperimen, berinovasi, dan berkarya dalam ilmu
pengetahuan.
Aturan-aturan hukumnya dapat dijadikan sebagai landasan dalam beribadah, baik ibadah secara
Dapat menjaga kehormatan, harta, jiwa, akal, dan keturunan dengan menganut dan
mengindahkan tasyri-Nya
Blog Tafsir, Fikih Sunnah, Adab, Konsultasi Waris Syariah, Pengetahuan Umum & Tutorial
AYO MENGHAFAL AL-QUR'AN: Mari bergabung menjadi penghafal Al-Qur'an dalam grup
whatsapp dengan metode MANDIRI: 1.Sistematis, 2. Informatif 3. Simpel; Info & Pendaftaran
Ikhwan klik MUSHAF1 dan Akhawat klik MUSHAFAH 1KONSULTASI WARIS ISLAM.
Butuh solusi masalah waris keluarga online dan cepat ? klik KONSULTASI
Mengenai masalah ayat-ayat muhkam dan mutasyabih ini terdapat tiga pendapat:
Pertama: Bahwa al-Qur'an seluruhnya adalah muhkam, mengingat firman Allah: ُِكتَ ٰـبٌ أُ ۡح ِك َم ۡت َءايَ ٰـتُه
Kedua: Bahwa al-Qur'an seluruhnya adalah mutasyabih, mengingat firman Allah:ِكتَ ٰـ ۬بًا ُّمتَ َش ٰـبِ ۬هًا َّمثَانِ َى
Ketiga dan yang paling kuat: Ada yang muhkam dan ada yang mutasyabih, dengan beralasan
kepada kedua ayat tersebut di atas. Sebab, maksud uhkimat ayatuhu dalam ayat di bawah
menjelaskan tentang kesempurnaan al-Qur'an dan tidak adanya pertentangan antar ayat-ayatnya.
•َ تۖ فَأ َ َّما ٱلَّ ِذينَ فِى قُلُوبِ ِهمۡ ز َۡي ۬ ٌغ فَيَتَّبِع
ُُون َما تَ َش ٰـبَهَ ِم ۡنه ٌ ۬ ب َوأُ َخ ُر ُمتَ َش ٰـبِهَ ٰـ
ِ ت ه َُّن أُ ُّم ۡٱل ِكتَ ٰـ ٌ ۬ ب ِم ۡنهُ َءايَ ٰـ
ٌ ت ُّم ۡح َك َم ٰـ َ ك ۡٱل ِكتَ ٰـ
َ ى أَن َز َل َعلَ ۡي
ٓ ه َُو ٱلَّ ِذ
ْ َُّٲس ُخونَ فِى ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َمنَّا بِِۦه ُك ۬ ٌّل ِّم ۡن ِعن ِد َربِّنَاۗ َو َما يَ َّذ َّك ُر إِٓاَّل أُوْ ل
وا ِ ۡٱبتِغَٓا َء ۡٱلفِ ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَٓا َء ت َۡأ ِويلِِۦهۗ َو َما يَ ۡعلَ ُم ت َۡأ ِويلَهُ ۥۤ إِاَّل ٱهَّلل ُۗ َوٱلر
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab [Al Qur’an] kepada kamu. Di antara [isi]nya ada ayat-ayat
yang muhkamaat. itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain [ayat-ayat] mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari
ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran [daripadanya] melainkan orang-
1. Definisinya
Para ulama, masih belum satu kalimat dalam mendefinisikan muhkam dan mutasyabih ini.
Sedang Mutasyabih ialah ayat yang hanya diketahui oleh Allah seperti masalah Kiamat,
Muhkam ialah ayat yang jelas maknanya, dan mutasyabih ialah ayat yang tidak jelas maknanya.
Muhkam ialah ayat yang hanya mengandung satu pena'wilan dan mutasyabih ialah ayat yang
Muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan mutasyabih ialah ayat yang tidak sempurna
Muhkam ialah ayat yang tidak dihapuskan dan mutasyabih ialah ayat yang sudah dihapuskan.
Para ulama memberiikan contoh ayat-ayat Muhkam dalam al-Qur’an dengan ayat-ayat nasikh,
ayat-ayat tentang halal, haram, hudud (hukuman), kewajiban, janji dan ancaman. Sementara
untuk ayat-ayat mutasyabih mereka mencontohkan dengan ayat-ayat mansukh dan ayat-ayat
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوأُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ أَ ْتقَا ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر
Artinya: “ hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan
seorang perempuan dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ا ْعبُدُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم َوالَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون
Artinya: “hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum
Artinya: “ Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al-Baqarah: 275).
Artinya: “ yaitu Tuhan Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arsy”. (Thaha: 5).
Artinya: “ tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali wajah Allah”. (Al-qashash: 88)
ق أَ ْي ِدي ِه ْم
َ ْيَ ُد هَّللا ِ فَو
3. Jenis-Jenis Mutasyabih
b. Lafadz yang dikembalikan kepada bilangan susunan kalimatnya, yang seperti ini ada tiga
macam :
Mutasyabih ini adalah menyangkut sifat-sifat Allah, sifat hari kiamat, bagaimana dan kapan
terjadinya.semua sifat yang demikian tidak dapat di gambarkan secara konkret karena
-Mutasyabih dari segi syarat-syarat sehingga suatu amalan itu tergantung dengan ada atau
tidaknya syarat yang dibutuhkan, misalnya ibadah shalat dan nikah tidak dapat dilaksanakan jika
Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya, seperti pengetahuan
tentang zat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya, pengetahuan tentang waktu kiamat dan hal-hal gaib
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia
sendiri....
Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian,
seperti ayat-ayat mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan
النِّ َسا ِء.... Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim, Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.... Maksud
ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasanya timbul karena lafalnya yang ringkas. Kalimat asal
berbunyi : اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِءَ َواِ ْن َخ ْفـتُ ْم اَ ْن الَ تُ ْق ِسطُوْ ا فِى اليَتمى اِ َذا تَـ َز َّوجْ ـتُ ْم بِ ِه َّن فَا ْن ِكحُوْ ا َما.... Artinya: Dan jika
َ ط
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim sekiranya
Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan
semua ulama. Inilah yang diisyaratkan Nabi dengan doanya bagi Ibnu Abbas: اَللَّهُ َّم فَقِّهْـهُ فِى ال ِّد ْي ِن
َو َعلِّ ْمهُ التَّأْ ِوي َْلArtinya: "Ya Tuhanku, jadikanlah dia seorang yang paham dalam Agama, dan
Pada bagian ini, dapat kami berikan beberapa contoh ayat-ayat mutasyabih beserta sedikit
“(Allah) Yang Maha Pemurah bersemayam di atas ‘Arsy’ (QS Thaha [20]: 5).
Kaum Salaf menanggapi ayat di atas dengan mengemukakan sebuah riwayat. Pada suatu hari
Imam Malik ditanya tentang makna istawa (bersemayam). la menjawab: “Lafadh istawa dapat
dimengerti, tentang bagaimananya tidak dapat diketahui. Pertanyaan mengenai itu adalah bid’ah.
Aku kira ia (orang yang bertanya itu) berniat buruk.” Kemudian ia memerintahkan sahabatnya,
Ad-Darimi mengemukakan sebuah riwayat, berasal dari Sulaiman ibn Yassar. Bahwa seorang
terkenal dengan nama Ibn Shubaigh datang ke Madinah untuk menanyakan ayat-ayat Alquran
yang mutasyabihat. Khalifah Umar ibn Khaththab kemudian memanggilnya dan sambil
menunggu kedatangannya ia menyiapkan sebatang tangkai mayang kurma. Setelah tiba, Khalifah
Umar bertanya, “Engkau siapa?”. Orang itu menjawab, “Aku Abdullah ibn Shubaigh.” tanpa
berkata lebih jauh, Khalifah Umar memukul Abdullah dengan tangkai mayang yang sudah
disiapkan hingga kepala Abdullah berdarah. Menurut versi lain, setelah itu Khalifah Umar
menulis surat kepada Abu Musa al-’Asy’ary (yang ketika itu menjabat selaku kepala daerah
Basrah) memerintahkan agar kaum muslimin jangan boleh bergaul dengan Abdullah ibn
Shubaigh.
Dari kedua riwayat di atas, tampak jelas bahwa kaum Salaf tidak menghendaki adanya
pemberian makna yang dikira-kira terhadap ayat mutasyabih. Sementara kaum Khalaf sendiri
Artinya: ”dan datanglah Tuhanmu, sedang malaikat berbaris-baris”. (QS Al-Fajr [89]: 22).
Kata fauqa (di atas) mereka artikan ketinggian yang bukan arah dan jurusan.
وهو القاهر فوق عباده ويرسل عليكم حفظة حتى إذا جاء أحدكم الموت توفته رسلنا وهم ال يفرطون
Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya
kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di
antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak
أن تقول نفس يا حسرتى على ما فرطت في جنب هللا وإن كنت لمن الساخرين
Supaya jangan ada orang yang mengatakan: “Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam
(menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang
Artinya:”dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (QS Ar-
أن اقذفيه في التابوت فاقذفيه في اليم فليلقه اليم بالساحل يأخذه عدو لي وعدو له وألقيت عليك محبة مني ولتصنع على عيني
Yaitu: ‘Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka
pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir`aun) musuh-Ku dan musuhnya’.
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu
ث َعلَ ٰى ن َۡف ِسِۦهۖ َو َم ۡن أَ ۡوفَ ٰى بِ َما َع ٰـهَ َد َعلَ ۡيهُ ٱهَّلل َ فَ َسي ُۡؤتِي ِه أَ ۡجرًا
ُ ث فَإِنَّ َما يَن ُك ِ ق أَ ۡي ِد
َ يہمۡۚ فَ َمن نَّ َك َ ك إِنَّ َما يُبَايِعُونَ ٱهَّلل َ يَ ُد ٱهَّلل ِ فَ ۡو
َ َإِ َّن ٱلَّ ِذينَ يُبَايِعُون
َظي ۬ ًما
ِ ع
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya
niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barang siapa menepati
janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (QS Al-Fath [48]: 10).
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.
Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali
(mu). Artinya:”dan Allah memperingatkan kamu terhadap diriNya.” (QS Ali Imran: 28).
Merangsang Penelitian. Mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya;
Tidak kaku satu penafsiran. Seandaianya al-Qur'an seluruhnya muhkam niscaya hanya ada satu
madzhab, sebab kejelasannya itu akan membatalkan semua madzhab yang lainnya. Hal ini akan
Melahirkan aneka disiplin ilmu untuk dapat memahaminya, seperti ilmu bahasa, gramatika,
Merangsang kreatifitas Mubaligh. Al-Qur'an berisi da'wah kepada orang-orang tertentu dan
umum. Orang awam biasanya tidak menyukai hal-hal yang abstrak. Karena itu jika mereka
mendengar sesuatu yang ada tetapi tidak berwujud fisik dan berbentuk, maka ia akan menyangka
hal itu tidak benar. Ini menjadi tantangan bagi para penda'wah untuk berfikir lebih dalam
Semoga bermanfaat.
akar kata dari َ قَ َرأyang berarti membaca. Jadi, lafal قَ َرا َءاتsecara lughawi berarti beberapa
1. Menurut Az-Zarqani, qira’at adalah suatu aliran yang dianut oleh seorang imam dalam
membaca al-Qur’an yang berbeda satu dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an serta
disepakati riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan dalam pengucapan huruf maupun dalam
pengucapan lafalnya.
2. Menurut Ibnu Al-Jazari, qira’at adalah pengetahuan tentang cara-cara melafalkan ayat-ayat
3. Menurut Al-Qastalani, qira’at adalah suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati
atau diperselisihkan ulama yang menyangkut persoalan lughat, hadzaf, i’rab, itsbat, fashl, dan
Qur’an, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut secara
5. Menurut Ash-Shabuni, qira’at adalah suatu madzab cara pelafalan al-Qur’an yang
dianut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulullah.
6. Dalam istilah keilmuan, qira’at adalah salah satu madzhab pembacaan al-Qur’an yang
dipakai oleh salah seorang imam qurra sebagai suatu madzhab yang berbeda dalam madzhab
lainnya.
Jadi, Qira’at Al-Qur’an adalah ilmu yang mempelajari cara mengucapkan lafadz-lafadz al-
Qur’an sebagaimana yang diucapkan Nabi Muhammad atau sebagaimana yang diucapkan oleh
para sahabat didepan Nabi lalu beliau menyetujuinya dan perbedaannya cara pengucapan lafadz-
Qira’at sebenarnya sudah dikenal pada masa Nabi Muhammad namun pada masa itu qira’at
belum dikenal sebagai sebuah disiplin ilmu. Pada permulaan abad pertama hijriah pada masa
tabi’in, muncullah seorang ulama yang konsen terhadap masalah qira’at secara sempurna karena
keadaan menuntut demikian, dan menjadikannya sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri
sehinggga mereka lakukan terhadap ilmu-ilmu syari’at lainnya, sehingga mereka menjadi imam
Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qira’at, dimulai pada masa tabi’in, yaitu
pada awal abad 2 H. Saat itu para qari’ sudah tersebar di berbagai pelosok negeri, mereka lebih
suka mengemukakan qira’at gurunya daripada mengikuti qira’at imam-imam lain. Qira’at
tersebut diajarkan secara turun temurun dari guru ke guru, sehingga sampai kepada para imam
Kebijakan Abu bakar As-Siddiq yang tidak mau memusnahkan mushab-mushab lain selain
yang telah disusun Zaid bin tsabit seperti mushab yang dimiliki Ibnu mas’ud, Abu al-asy’ary,
Miqdad bin Amr, Ubai bin Ka’ab, dan Ali bin Abi Thalib, mempunyai andil besar dalam
Adanya mushab-mushab itu disertai dengan penyebaran qari’ ke berbagai penjuru ini
menyebabkan sesuatu yang tidak diinginkan yakni munculnya qira’at yang semakin beragam.
Apalagi setelah terjadinya trasformasi bahasa dan akulturasi akibat bersentuhan dengan bangsa-
bangsa bukan arab sehingga perbedaan qira’at itu semakin terlihat jelas dan menimbulkan
berbagai penyimpangan.
Orang yang pertama kali menyusun qira’at dalam satu buku adalah Abu Ubaidillah Al-
Qasim bin Salam yang mengumpulkan qira’at kurang lebih sebanyak 25 macam kemudian
barulah imam-imam lainnya mulai menyusun qira’at. Persoalan qira’at terus berkembang hingga
masa Abu Bakar Ahmad bin ‘Abbas bin Mujahid yang dikenal dengan nama Ibnu Mujahid
dialah orang yang meringkas menjadi tujuh macam qira’at (qira’ah sab’ah) yang disesuaikan
Inisiatif Ibnu Mujahid itu sempat memancing lahirnya kecaman dari sebagian ulama. Ibnu
Amr mencela keras Ibnu Mujahid dan mengatakannya telah berbuat sesuatu yang tidak layak. Ia
dituduh telah mengaburkan persoalan dengan mengatakan bahwa qira’at yang tujuh itu adalah
ٍ ت أَحْ ر
yang disebut dalam hadist nabi yang berbunyi ( ُف فَا ْقل َر ُؤوْ ا ِ ) اِنِّ هَ َذا ْالقُرْ آنَ اُ ْن ِز َل َعلَى َس ْب َع. Namun
berkat jasa Ibnu Mujahid, kita dapat mengetahui mana qira’at yang dapat diterima dan yang
ditolak. Ibnu Mujahid memilih ketujuh tokoh qira’at tersebut karena menurut pertimbangan,
merekalah yang paling terkemuka, mashur, paling bagus bacaanya, dan memiliki kedalaman
ilmu dan usia panjang dan mereka dijadikan imam qira’at oleh masyarakat mereka masing-
masing.
Dengan demikian, seseorang tidak harus terpaku pada ketujuh imam qira’at (seperti Abu
Amr, Nafi’, Ashim, Hamzah, Al-Kisai’, Ibnu Amir, dan Ibnu Katsir), tapi ia pun harus menerima
setiap qira’at yang sudah memenuhi tiga persyaratan yaitu sesuai dengan salah satu Rasm
1. Qira’at sab’ah (qir’at tujuh) adalah imam-imam qira’at yang tujuh yakni Abdullah bin
Katsir Ad-Dari, Nafi’ bin ‘Abdurrahman bin Abu Na’im, Abdullah Al-Yahshibi, Abu ‘Amar,
2. Qira’at ‘Asyarah (qira’at sepuluh) adalah qira’at tujuh yang telah disebutkan di atas
ditambah lagi dengan tiga imam qira’at berikut yakni Abu Ja’far, Ya’qub bin Ishaq bin Yazid bin
‘Abdullah bin Abu Ishaq Al-Hadhrami Al-Basri, dan Khallaf bin Hisam.
3. Qira’at Arba’at Asyarah (qira’at empat belas) adalah qira’at sepuluh yang telah disebutkan
diatas di tambah dengan empat imam qira’at berikut yakni Al-Hasan Al-Bashri, Muhammad bin
‘Abdirrahman (dikenal dengan Ibn Mahishan), Yahya’ bin Al-Mubarak Al-Yazidi An-Nahwi
Dilihat dari segi kualitasnya, qira’at terbagi menjadi enam macam yaitu:
1. Qira’ah Mutawatir yakni qiraa’at yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang tidak
mungkin sepakat untuk berdusta, sanadnya bersambung hingga penghabisan yakni sampai
2. Qira’ah Masyhur yakni qira’at yang memiliki sanad shahih tetapi tidak sampai pada
kualitas mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan mushaf Utsmani, masyhur
dikalangan qurra’, dibaca sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari, dan tidak
termasuk qira’ah yang keliru dan menyimpang. Para ulama menyebutkan bahwa qira’at macam
3. Qira’ah Ahad yakni qira’at yang memiliki sanad shahih tetapi menyalahi tulisan mushaf
Utsmani dan kaidah bahasa Arab, tidak masyhur dikalangan qurra’ sebagaimana qira’at
mutawatir dan qira’at masyhur. Qira’at macam ini tidak boleh dibaca dan tidak wajib
meyakininya.
4. Qira’ah Syadz (menyimpang) yakni qira’at yang sanadnya tidak shohih. Diantara macam
5. Qira’at Maudhu’ (palsu atau dibuat-buat) yakni qira’at yang tidak ada asalnya.
6. Qira’at Mudraj (sisipan) yakni qira’at yang disisipkan atau ditambahkan ke dalam qira’at
yang sah.
Menurut jumhur ulama, qira’at yang tujuh itu mutawatir. Dan yang tidak mutawatir, seperti
Menurut An-Nawawi qira’at syadz tidak boleh dibaca baik di dalam maupun di luar sholat
karena ia bukan al-Qur’an. Al-qur’an hanya ditetapkan dengan sanad mutawatir, sedangkan
qira’at syadz tidak mutawatir. Orang yang berpendapat selain ini adalah salah. Apabila seseorang
menyalahi pendapat ini dan membaca dengan qira’at yang syadz, maka tidak boleh dibenarkan
baik di dalam maupun diluar sholat. Para fuqaha Baghdad sepakat bahwa orang yang membaca
al-qur’an dengan qira’at yang syadz harus disuruh bertaubat. Ibnu Abdil Barr menukilkan ijma’
kaum muslimin tentang al-Qur’an yang tidak boleh dibaca dengan qira’at yang syadz, tidak sah
shalat dibelakang orang yang membaca al-Qur’an dengan qira’at-qira’at yang syadz itu.[5]
Tolak ukur yang dijadikan pegangan para ulama dalam menetapkan qira’at shohih adalah
sebagai berikut:
a. Sesuai dengan kaidah bahasa arab, baik yang fasih atau paling fasih.
b. Sesuai dengan salah satu kaidah penulisan mushaf utsmani walaupun hanya kemungkinan.
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud tujuh huruf ini dengan perbedaan
yang bermacam-macam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang
artinya sebagai berikut Rrasulullah bersabda : sesungguhnya al-Qur’an ini diturunkan dalam
tujuh huruf (tujuh macam bacaan), bacalah apa saja jenis bacaan yang mudah bagimu dari al-
Qur’an.”
Dalam hadits yang yang dikemukakan diatas tampak dengan jelas bahwa dispensasi yang
diberikan rasulullah dalam membaca al-qur’an lebih dari satu huruf (bacaan) dimaksudkan untuk
memudahkan umat islam dalam membaca al-qur’an sehingga mereka tidak merasa dibebani
oleh bacaan-bacaan yang sulit untuk dilafalkan, sebab sebagaimana dinyatakan Rasulullah dan
memang cocok dengan mereka yang ummi (buta aksara) di kalangan mereka. Dengan
kemudahan yang diberikan Rasulullah dalam membaca al-qur’an mereka makin tertarik kepada
Islam, sehingga mereka merasakan Islam itu benar-benar diturunkan untuk mereka demi
membimbing kehidupan mereka di muka bumi ini agar memperoleh kebahagiaan dunia akhirat.
Dari uraian diatas, yang dimaksud dengan tujuh huruf dalam kajian ilmu tafsir ialah tujuh
macam bacaan yang diajarkan Rasulullah terjadi dimasa kenabian tersebut karena al-qur’an
memang diturunkan dalam tujuh bacaan. Tetapi tidak berarti bahwa setiap kata dalam al-qur’an
dapat dibaca sebanyak tujuh bacaan yang berbeda. Jadi yang dimaksud dengan al-qur’an
diturunkan dengan tujuh huruf ialah memberi isyarat kepada ummat bahwa mereka diberi
kelonggaran untuk membaca al-qur’an sesuai dengan bacaan yang mudah bagi mereka.[6]
Sebagian ulama ada yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf disini
adalah tujuh segi yang terdapat dalam al-Qur’an, yaitu; amr (perintah), nahyu (larangan), wa’d
(ancaman), jadal (perdebatan), qashash (cerita), dan matsal (perumpamaan). Atau amr, nahy,
Segolongan ulama juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ini adalah
1. Ikhtilaf asma’ (perbedaan kata benda) dalam bentuk mufrad, mudzakkar, jamak, dan lain
sebagainya.
2. Perbedaan tashrif (perubahan) kata kerja dari masa lampau menjadi masa sekarang dan
4. Perbedaan taqdim (mendahului) dan ta’khir (mengakhirkan) dalam penempatan suatu kata.
6. Perbedaan dalam segi ibdal (pergantian), baik pergantian huruf dengan huruf.
7. Perbedaan dialek dalam pembacaan tafkhim (tebal), dan tarqiq (tipis), fathah dan imalah,
Ada juga ulama yang berpendapat, yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut adalah qira’at
sab’ah. Pendapat yang paling kuat ialah pendapat yang menyatakan bahwa tujuh huruf yang
dimaksud adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dalam mengungkapkan satu
makna yang sama. Ketujuh bahasa tersebut yaitu Quraysy, Huzayl, Saqif, Hawazin, Kinanat,
Pendapat yang kedua, bahwasannya yang dimaksud tujuh huruf itu adalah tujuh macam
bahasa dari bahasa-bahasa Arab yang dengannya al-Qur’an diturunkan. Artinya kalimat-kalimat
hukum/ajaran, yaitu amr, nahyu, halal, haram, muhkam, mutasyabih, dan amtsal.
Pendapat yang keempat, bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam hal
Meskipun qira’at bukan satu-satunya yang dijadikan dasar dalam istinbath (penetapan
hukum), namun tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan qira’at berpengaruh besar dalam
penetapan hukum Islam. Berikut ini beberapa contoh perbedaan qira’at yang ditafsirkan oleh
imam qira’at:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah Suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Berkaitan dengan ayat diatas, diantara tujuh imam qira’at yaitu Abu Bakar Syu’bah,
Hamzah, dan Al-Kisa’i membaca kata “yathhurna” dengan memberi syiddah pada huruf tha’ dan
ha. Maka, bunyinya menjadi “yuththahhirna”. Berdasarkan perbedaan qira’at ini, para ulama
fiqih berbeda pendapat sesuai dengan banyaknya perbedaan qira’at. Ulama yang membaca
istrinya yang sedang haid, kecuali telah suci atau berhenti dari keluarnya darah haid. Sementara
yang membaca “yuththahhirna” menafsirkan bahwa seorang suami tidak boleh melakukan
yang haid adalah sampai wanita tersebut suci dalam arti telah berhenti darah haidnya, dan telah
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
Berkaitan dengan ayat ini, Nafi’, Ibn ‘Amir, Hafs, dan Al-Kisa’i membacanya dengan
membaca “arjulikum”, mayoritas ulama berpendapat wajibnya membasuh kedua kaki dan tidak
membedakan dengan menyapunya. Qira’at dipahami oleh jumhur ulama dengan menghasilkan
ketentuan hukum, bahwa dalam berwudhu diwajibkan mencuci kedua kaki. Sementara qira’at
versi lainnya dipahami oleh sebagian ulama dengan mengahasilkan ketentuan hukum, bahwa
dalam berwudhu tidak diwajibkan mencuci kedua kaki, akan tetapi hanya diwajibkan
BAB III
KESIMPULAN
1. Qira’at Al-Qur’an adalah ilmu yang mempelajari cara mengucapkan lafadz-lafadz al-
Qur’an sebagaimana yang diucapkan Nabi Muhammad atau sebagaimana yang diucapkan oleh
para sahabat didepan Nabi lalu beliau menyetujuinya dan perbedaannya cara pengucapan lafadz-
Qasim bin Salam kemudian imam-imam lainnya mulai menyusun qira’at. Persoalan qira’at terus
berkembang hingga masa Abu Bakar Ahmad bin ‘Abbas bin Mujahid yang dikenal dengan nama
Ibnu Mujahid dialah imam yang pertama yag menghimpun bermacam-macam qira’at dalam satu
kitab. Ia juga membatasi hanya pada ketujuh imam qira’at saja karena menurut pertimbangan,
merekalah yang paling terkemuka, mashur, paling bagus bacaanya, dan memiliki kedalaman
ilmu dan usia panjang dan mereka dijadikan imam qira’at oleh masyarakat mereka masing-
masing.
3. Dari segi kuantitasnya qira’at terbagi menjadi tiga yaitu Qira’ah Sab’ah (Qira’at Tujuh),
Qira’at ‘Asyarah (Qira’at Sepuluh), dan Qira’at ‘Arba’at Asyarah (Qira’at Empat Belas). Dan
dari segi kualitasnya Qira’at terbagi menjadi enam macam yaitu Qira’ah Mutawatir, Qira’ah
Masyhur, Qira’ah Ahad, Qira’ah Syadz (menyimpang), Qira’ah Maudhu (palsu) dan Qira’at
Mudraj.
4. Yang dimaksud dengan al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf adalah memberi
kelonggaran kepada umat manusia dalam membaca al-Qur’an sesuai dengan bacaan yang mudah
bagi mereka. Namun, bacaan ayat-ayat al-Qur’an tidak boleh dibaca sesuka hati si pembacanya
karena sudah ada aturan yang sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah.
telah disepakati para ulama; dapat mentarjih hukum yang diperselisihkan para ulama; dapat
menggabungkan dua ketentuan hukum yang berbeda; dapat menunjukkan dua ketentuan hukum
yang berbeda dalam kondisi berbeda pula; dan dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata