NAMA : SOVIAH
NIM : 105391100418
KELAS : FISIKA 7A
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa yang telah di berikan kita berbagai macam
rakhmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih -lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga cita-cita
serta harapan yang inggin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Teriama kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada dosen serta teman-teman
sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini
terselesaikan dalam waktu yang telah di tentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangannya, baik dari
segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian,
yang kadangkala hanya menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik
dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan kami di lain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang
kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman serta orang lain yang ingin
mengambil atau menyempurakan lagi atau mengambil hikmah dari makalah ini.
Soviah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakikat manusia yang menjadikan dia berbeda dengan lainnya adalah, bahwa
sesungguhnya manusia membutuhkan bimbingan dan pendidikan. Sistem pendidikan islam
berdasarkan pada sebuah kesadaran bahwa setiap muslim wajib menuntut ilmu dan tidak boleh
menemuinya. Jika semua itu dilupakan dengan memperhatikan proses belajar dan pendidikan,
manusia akan kehilangan jati dirinya, karena proses pendidikan juga dikorelasikan dengan
kebutuhan lingkungan, dan lingkungan sebagai sumber belajar untuk mempererat kehidupan
sosial.
Al-Qur'an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup oleh kaum muslim
yang tidak ada keraguan di dalamnya. Al-Qur'an mengandung ajaran-ajaran pokok (prinsip
dasar) tentang segala aspek kehidupan manusia dan dalam berbagai permasalahannya. Al-Qur'an
bagaikan sumber mata air yang tidak pernah kering ketika manusia mengambil dan mengkaji
hikmah tentang kandungannya. Sudah tentu tergantung kemampuan dan daya nalar setiap orang
dan kapan pun masanya akan selalu hadir secara fungsional memecahkan masalah kemanusiaan.
Salah satu permasalahan yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah
pendidikan. Al-Qur'an sendiri telah memberi tahu bahwa permasalahan pendidikan sangat
penting. Jika Al-Qur'an dikaji lebih dalam, akan ditemukan beberapa prinsip pendidikan yang
dijadikan sumber inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang
bermutu. Itulah mengapa kemudia menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim, selain itu
dijelaskan juga dalam Al-Qur'an tentang di tinggikannya derajat untuk orang-orang
berpendidikan seperti dijelaskan dalam surat al-Mujadilah ayat 11 :
Artinya : Hai orang-orang percaya apabila dikatakan bahwa: "Berlapang-lapang memberilah
dalam majlis", maka yakinkanlah Allah akan kelapanganmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.( QS. Al-Mujadilah : 11 )
Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang percaya dan berilmu pengetahuan
diangkat derajatnya oleh Allah SWT, beberapa derajat. Derajat yang dapat bermakna kedudukan,
kelebihan atau keutamaan dari makhluk lainnya, dan hanya Allah SWT. yang lebih mengetahui
tentang bentuk dan jenisnya serta kepada siapa yang akan ditinggikan derajatnya.
Setelah manusia memiliki ilmu pengetahuan mereka berkewajiban untuk mengamalkan,
mengajarkan ilmu yang sudah diperoleh. Dalam mengamalkan dan mengajarkan ilmu tersebut
tentang manusia harus memiliki wawasan tentang sistem pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Al-Qur’an sebagai sumber ilmu?
2. Bagaimana kita mencontohkan keteladanan Rasulullah SAW?
3. Mengapa guru sebagai agen perubahan?
4. Bagaimana kita memahami paradigma pendidikan dalam Al-qur’an dari Nabi
Muhammad SAW, Luqman Al-Hakim, Khidir dan Ibrahim?
5. Bagaimana adab belajar mengajar dalam Al-Qur’an dan Hadist?
6. Bagaimana cara kita dalam memahami pedoman hidup islami?
C. Tujuan Makalah
1. Mampu menjelaskan Al-Qur’an sebagai sumber ilmu.
2. Dapat menjelaskan keteladananRasulullah SAW?
3. Mampu menjelaskan kedudukan guru sebagai pendidik.
4. Mampu memahami dan menjelaskan paradigm pendidikan yang terdapat dalam Al-
Qur’an.
5. Mampu menjelaskan adab-adab belajar dan mengajar sesuai denga Al-Qur’an.
6. Mampu menjelaskan pedoman hidup dalam islam
BAB II
PEMBAHSAN
Surat yang pertama kali Allah turunkan dalam Al-Qur’an adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-
5. Di dalamnya Allah SWT menyebutkan nikmat-Nya dengan mengajarkan manusia apa
yang tidak ia ketahui. Hal itu menunjukkan kemuliaan belajar dan ilmu pengetahuan.
Al Qur’an merupakan salah satu mujizat yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW untuk digunakan sebagai petunjuk bagi umat manusia hingga akhir
zaman. Sebagai petunjuk dari Allah tentulah isi dari Al Quran tidak akan menyimpang dari
Sunatullah (hukum alam) sebab alam merupakan hasil perbuatan Allah sedangkan Al
Qur’an adalah merupakan hasil perkataan Allah. Karena Allah bersifat Maha segala-
galanya maka tidaklah mungkin perkataan Allah tidak sejalan dengan perbuatan-Nya.
Apabila pada suatu malam yang cerah kita memandang ke langit maka akan tampaklah
oleh kita bintang-bintang yang sangat banyak jumlahnya.
Pada zaman dahulu orang memandang bintang-bintang itu hanyalah sebagai sesuatu
yang sangat kecil dan bercahaya yang bertaburan di angkasa. Namun setelah ditemukannya
teleskop dan ilmu pengetahuan juga semakin berkembang, orang akhirnya mengetahui
bahwa bintang-bintang merupakan bagian dari suatu gugusan yang dinamakan galaksi
yang dialam ini jumlahnya lebih dari 100 milyar. Sedangkan masing-masing bintang ini
terdiri dari planet-planet yang masingmasing peredarannya diatur sedemikian rupa
sehingga tidak saling bertabrakan satu sama lain. Hal ini juga difirmankan oleh Allah SWT
:
”Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-
masing dari keduanya itu beredar dalam garis edarnya” (QS. Al Anbiyaa ayat 33).
”Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-
benar meluaskannya” (QS. Adz Dzaariyaat ayat 47)
Oleh karena itu Allah menyuruh umatnya untuk selalu memperhatikan dan meyakini
Al Quran secara ilmiah. Sebagai contoh, di dalam ilmu fisika kita mengenal adanya hukum
kesetaraan masa dan energi, sedangkan massa adalah merupakan besaran pokok dalam arti
besaran yang ada dengan sendirinya, sedangkan massa tidak dapat menciptakan dirinya
sendiri, lalu siapakah penciptanya? Maka kalau kita kembalikan kepada Ajaran Tauhid
tentu kita akan menjawab bahwa Allah-lah penciptanya. Allah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, dalam surat Qaaf ayat 38 Allah telah berfirman :
”Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak sedikitpun ditimpa keletihan”(QS. Qaaf ayat
38)
Karena ilmu pengetahuan itu bersumber pada Allah SWT dan pada ayat diatas telah
disebutkan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi berikut segala isinya dalam enam
masa, maka berdasarkan penelitian/teori dalam sejarah asal mula alam semesta dan
kehidupan dapat dikategorikan keenam masa itu sebagai berikut:
Masa pertama: Pada awalnya keadaan langit dan bumi dalam suatu kesatuan yang
padu, hal ini disebutkan oleh Allah dalam salah satu firman-Nya yaitu :
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga
beriman?” (QS. Al Anbiyaa ayat 30.
Kemudian menurut ”The Big Bang Theory” atau teori ekspansi ledakan maka terjadi
ledakan yang maha hebat yang akhirnya memisahkan kesatuan yang padu tersebut. Karena
kondisi sekeliling ledakan semula dalam keadaan dingin maka hal ini mengakibatkan
tejadinya kondensasi (penggumpalan). Penggumpalan ini sebagai akibat dari penurunan
energi (panas/kalor) yang sangat drastis. Sebab menurut hukum Steffan Boltzman tentang
radiasi/pancaran panas disebutkan bahwa ”Jumlah energi radiasi tiap satuan waktu tiap
satuan luas sebanding dengan pangkat empat suhu mutlaknya”. Oleh karena itu apabila
terjadi penurunan suhu sedikit saja maka penurunan energinya dalam hal ini adalah energi
radiasi kalor pasti menjadi sangat besar.
Masa kedua: Pada masa ini gravitasi mulai berperan dan mulai muncul galaksi-galaksi
yang terdir atas bintang-bintang. Juga mulai muncul planetplanet termasuk planet bumi
yang terdapat dalam tatasurya matahari yang merupakan bagian dari galaksi Bima Sakti.
Masa ketiga: Masa ini dikenal juga dengan masa Prekambrium (Precambrian Era).
Pada masa ini kondisi bumi masih cukup panas sehingga belum ada makhluk yang hidup di
bumi. Masa keempat: Masa ini sering dikenal dengan zaman Paleozoikum (Paleozoic Era).
Pada masa ini di bumi mulai terdapat kehidupan sederhana yang ditandai dengan
munculnya tumbuhan-tumbuhan tingkat rendah atau tumbuhan perintis hingga munculnya
hewan-hewan sejenis serangga dan hewan-hewan amphibia.
Masa Kelima: Masa ini dikenal pula dengan zaman Mesozoikum (Mesozoic Era).
Pada masa ini hewan-hewan sejenis reptil mulai muncul seperti burung dan sejenisnya dan
muncul pula hewan-hewan raksasa seperti Dinosaurus dan sebagainya.
Masa Keenam: Masa ini juga disebut zaman Cenozoikum (Cenozoic Era). Pada masa
inilah mulai muncul hewan-hewan mamalia dan pada akhir dari masa ini mulailah muncul
sejarah manusia.
Dengan demikian jelas bahwa berdasar penelitian yang dilakukan oleh para ahli,
kejadian alam semesta ini dapat dikategorikan dalam enam masa, dimana dua masa yang
pertama adalah masa penciptaan bumi sedangkan 4 masa berikutnya merupakan tahapan
kejadian makhluk-makhluk bumi hingga terciptanya manusia sebagai khalifah di muka
bumi. Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam Al Quran yaitu:
”Katakanlah: Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam
dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah
Tuhan semesta alam. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh
diatasnya. Dan memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan
(penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang
yang bertaqwa.” (QS. Fushshilat ayat 9-10.
Kemudian keutamaan orang yang berilmu telah disebutkan dalam Al Qur’anul Karim
sejumlah ayat yang menunjukkan akan keutaman ilmu dan para pemiliknya, berikut
penjelasan tentang kemuliaan mereka dan tingginya kedudukan mereka. Di antaranya
adalah ayat:
“Allah mempersaksikan bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Dia. Demikian
pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu mempersaksikannya. Tidak ada tuhan
yang berhak diibadahi kecuali Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ali
Imran ayat 18).
Dalam ayat ini terdapat keterangan akan keutamaan orang-orang yang berilmu karena
Allah menyebutkan persaksian mereka bersamaan dengan persaksian-Nya dan juga
persaksian para malaikat-Nya, bahwasanya Dialah sesembahan yang benar, yang tidak
diperkenankan ibadah kecuali kepada-Nya. Persaksian ini mencakup seagung-agung dzat
yang bersaksi, yakni Allah sendiri, dan juga mencakup seagung-agung perihal yang
dipersaksikan dengannya, yakni perihal hak peribadatan, yang mana hanya Dia-lah yang
khusus berhak diserahkan ibadah. Adapun pengikutan persaksian para malaikat dan orang-
orang yang berilmu setelah persaksian dari Allah tentuya menunjukkan atas keutaman
malaikat dan orang-orang yang berilmu ini.
3. Proses Belajar Mengajar Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an memerintahkan kepada umat manusia untuk belajar, sejak pertamakali
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5. Membaca adalah
sarana untuk belajar dan kunci ilmu pengetahuan, baik secara etimologis berupa membaca
huruf-huruf yang tertulis dalam buku-buku, maupun terminologis, yakni membaca dalam
arti yang lebih luas. Maksudnya membaca alam semesta (ayatul kaun).
Dalam surat al-Qalam, Allah SWT bersumpah dengan kata yang amat penting, yaitu
kalam. Dengannya, ilmu dapat ditransfer dari individu ke individu, dari generasi ke
generasi, atau dari umat ke”. umat yang lain. “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tuli
Metode belajar langsung (Lisan). Salah satu cara belajar adalah menghadap kepada guru
dengan jalan mendengarkan dan menirukan serta hadir di majlisnya. Berkaitan dengan itu,
Al-Qur’an mengajak kepada sekelompok manusia untuk mencari ilmu pengetahuan dan
tafaqquh fid-din. “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya”.
Para salafus saleh mensyaratkan dalam mencari ilmu hendaklah mendatangi para
ulama’ dan hadir dalam majelis-majelis ilmu. Tidak cukup hanya dengan membaca buku-
buku tanpa menghadap secara langsung. Karena apabila ada kesalahpahaman, merekalah
yang akan menerangkan dan meluruskannya. Oleh karena itu, ada sebuah nasihat yang
terkenal dari para ulama’ kepada murid-muridnya, “Janganlah kalian mengambil ilmu
pengetahuan dari tulisan saya dan jangan membaca Al-qur’an dari mushaf saya.
Dalam Al-Qur’an, salah satu etika dalam mencari ilmu seperti yang telah diterangkan
dalam al-qur’an adalah tidak boleh puas setelah sampai pada batas tertentu jenjang ilmu
pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan ibarat lautan yang tidak bertepi dan tidak pula
berbatas, sejauh manapun manusia meraih ilmu pengetahuan, ia harus terus menambahnya
dan ia tidak akan munkin sampai pada batas kepuasan. Dalam hal ini Allah telah mengajar
Rasulullah SAW dengan firman-Nya, Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-
benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan
mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan."
4. Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an
Seringkali orang-orang musyrik menuntut untuk diturunkannya tanda-tanda kebesaran
Allah yang luar biasa (mukjizat) sebagaimana mukjizat yang diberikan kepada rasul-rasul
terdahulu, misalnya unta Nabi Saleh, tongkat Nabi Musa, Mu’jizat Nabi Isa dalam
menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang-orang yang terjangkit penyakit kusta.
Namun Allah tidak memperdulikan tuntutan mereka. Hal tersebut telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an dalam beberapa surat denagan beberapa jawaban. Diantaranya dalam surat al-
Isra’ Allah berfirman:
“Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu)
tanda-tanda (kekuasan kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh
orang-orang dahulu. dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai
mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka Menganiaya unta betina itu. dan Kami tidak
memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti”. (QS.al-Isra’ ayat 59).
Dalam surat yang lain, Al-Qur’an menjawab mereka dengan jawaban lain. Sebenarnya
dihadapan mereka ada mukjizat yang sangat jelas dan bisa mencukupi dibanding mukjizat-
mukjizat lain, Mukjizat itu adalah Al-Qur’an. Jika mereka benar-benar berakal, kitab suci
ini cukup bagi mereka sebagai mukjizat terbesar.. Akan tetapi sikap mereka yang
membangkang, takabur, selalu menyusahkan, dan selalu dalam kebatilan menjadikan
mereka berlebih-lebihan dalam menuntut mukjizat. Bahkan, seandainya permintaan
mereka dipenuhi, mereka tetap tidak akan beriman.
Al-Qur’an adalah mukjizat Allah yang membuat manusia tidak kuasa untuk
mendatangkan yang semisal dengannya atau bahkan sebagiannya saja. Sifat kemukjizatan
Al-Qur’an ini merupakan objek kajian yang luas, yang telah dan selalu dikaji oleh orang-
orang sejak zaman dulu hingga sekarang. Bentuk-bentuknya sangat beragam, diantaranya,
I’jaz bayani wa adabi (I’jaz secara bahasa dan sastra). I’jaz model ini telah banyak ditulis
oleh ulama’ terdahulu, diantaranya oleh Imam Abu Bakar al-Baqilani. Ada juga bentuk
I’jaz lain yang diisyaratkan oleh ulama’ terdahulu dan diperluas oleh ulama’ masa kini.
Yaitu, kandungan Al-Qur’an berupa syariat-syariat, arahan-arahan, dan ajaran-ajaran yang
menyatukan antara idealism dan realita, rohani dan materi, dunia dan akhirat, serta
kebebasan individu dan kepentingan masyarakat.. Hal ini telah ditulis oleh Sayid Rasyid
Ridha dalam bukunya yang terkenal, al Wahyu al Muhammadi.
Seseorang yang mempelajari secara khusus ilmu-ilmu Al-Qur’an tidak akan ragu
untuk menyatakan bahwa di dalam al-qur’an terkandung isyarat-isyarat ilmiah, bahkan
juga fakta-fakta ilmiah. Diantara fakta-fakta ilmiah yang direkam Al-Qur’an yang
mendahului ilmu pengetahuan modern adalah air. Air merupakan asal kehidupan dan
semua makhluk hidup diciptakan darinya.Allah berfirman:
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga
beriman?”
Fakta ilmiah lainnya adalah fenomena berpasang-pasangan. Hal ini tidak hanya
terbatas pada gender laki-laki dan perempuan, pada manusia dan hewan, serta sebagian
tumbuhan. Seperti pohon kurma sebagaimana telah dikenal manusia pada masa Al-Qur’an
di turunkan, bahkan merupakan fenomena alam dan undang-undang universal yang
mencakup manusia, hewan, tumbuhan, dan benda mati. Inilah yang di diisyaratkan Al-
Qur’an dalam ayat,
“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui”. (QS. Yasin ayat 36)
Kemudian telah disebutkan dalam al-qur’an tentang fase-fase pertumbuhan janin, yang
merupakan deskripsi detail yang hanya dikenal oleh sains dan kedokteran modern. Fakta
ilmiah lainnya adalah firma Allah yang menjelaskan bahwa hewan dan burung-burung
memiliki karakter berkelompok. Isyarat ilmiah lainnya adalah ayat yang menerangkan
besarnya galaksi yang terlihat kecil oleh manusia seperti titik cahaya. Padahal bisa jadi ia
lebih besar miliaran kali dari besar bumi. Al-Qur’an juga mengisyaratkan hal yang
menguatkan teori yang mengasumsikan adanya makhluk hidup di alam raya selain bumi.
Dan masih banyak contoh lainnya. Yang mesti diingatkan dalam hal ini adalah sikap
mengada-ada yang dilakukan sebagian penulis yang tergesa-gesa dalam mengeluarkan
makna dari suatu ayat yang dianggap ”mukjizat ilmiah”. Padahal, makna ini merusak
kandungan ayat yang sebenarnya dan terkesan dipaksakan, sesuatu yang sebenarnya tidak
layak bagi Kitabullah. Contohnya , seperti penafsiran terhadap ayat,
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa’ ayat 1).
Jiwa yang satu ditafsirkan dengan elektron pada atom, sedang pasangan yang
diciptakan baginya ditafsirkan dengan proton. Ini merupakan pemaksaan dan kezaliman
makna yang tidak ditunjukan oleh zahir atau konteks nash. Bahkan, konteks ayat tersebut
sebenarnya menolak penafsiran semacam itu dengan dalil firman Allah diakhir ayat,
“….dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak….” Kita juga tidak boleh memasukkan dan memaksakan asumsi dan hipotesis
ilmiah yang masih berupa bahan perdebatan dan masih diuji diantara para pakar.
Karenanya tidak pantas orang yang mengadopsi asumsi-asumsi ini berusaha memaksakan
Al-Qur’an untuk menguatkan teorinya. Sebab, bias jadi asumsi dan teori mentah itu nanti
terbukti tidak benar, lalu akhirnya mengkambinghitamka Al-qur’an.
Kaum mukmin dituntut untuk merenungi ayat-ayat dalam al-qur’an. Para ilmuan yang
beriman juga dituntut untuk mencerahkan orang lain lewat ilmu-ilmu dan kajian-kajian
mereka. Sesungguhnya penjelasan bahwa tafsir al-qur’an sesuai dengan fakta-fakta ilmia,
dengan rambu-rambu dan syarat-syarat yang telah disebutkan, bermanfaat bagi kaum
mukminin dalam upaya peneguhan keimanan mereka, menghilangkan ilusi dan keraguan
mereka, serta mempertebal hidayah mereka. Hal lain yang seharusnya dilakukan oleh para
ilmuan lebih khusus lagi bagi mereka yang mengajar, adalah mengaajukan ilmu mereka
dengan didasari dengan iman dan tanggung jawab moral terhadap lingkunganya.
Ayat di atas dengan jelas bahwa Allah mengajar nabi Adam, kemudian di ayat lain Allah
mendidik manusia dengan perantaraan tulis baca:
علّم االنسان مالم يعلم.
“Dia megajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuina. (Q.S. al-‘Alaq/ 96: 5).
Allah mendidik manusia sesuatu yang tidak manusia ketahui. Pendidikan Allah
menyangkut segala kebutuhan alam semesta ini. Allah sebagai pendidik alam semesta
dengan penuh kasih sayang sebagimana firman-Nya dalam surat al-Fatihah; (…العالمين رب.
)الرحيم الرحمنAllah sebagai pendidik telah mengajar nabi Muhammad berupa turunnya
ayat-ayat Al-Qur-an untuk di sampaikan kepada umatnya. Seperti Allah mengajari/
menganjurkan nabi berdakwah (Q.S. Al-Muddatstsir/ 74) serta ayat-ayat lain yang pada
intinya sebagai imtitsal yang disampaikan pada Nabi untuk disebarkan pada umatnya.
b. Rasulullah SAW.
Nabi Muhammad SAW. Sebagai penerima wahyu Al-Qur-an yang diajari segala aspek
kehidupan oleh Allah SWT (melalui malaikat jibril) untuk disosialisasikan kepada umat
manusia. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik atau
guru yang langsung ditunjuk oleh Allah SWT., dimana tingkah lakunya sebagai suri
teladan bagi umatnya. Allah berfirman;
لقدكان لكم في رسول هلل اسوة حسنة لمن كان يرجوهللاا واليوم االخروذكرهللاا كثيرا.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab/33: 15).
Dengan demikian segala tingkah laku Rasulullah senantiasa terpelihara dan dikontrol oleh
Allah SWT. segala anjuran dan laranganya benar-benar wahyu dari Allah sebagaimana
dalam firman-Nya:
ان هو االوحي يوحى.وماينطق عن الهوى.
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur-an) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S. An-Najm/
53: 3-4).
Segala perbuatan Nabi yang dilakukan secara wajar merupakan suri teladan bagi umat
manusia. Nabi yang secara langsung dibimbing oleh Tuhan menjadikan aktifitas Nabi
sebagai sesuatu yang terbaik untuk diaplikasikan oleh umat manusia. Nabi sebagai
Pendidik yang “sempurna” menjadi keniscayaan bagi manusia untuk menteladaninya.
c. Orang Tua
Dalam Al-Qur’an juga telah dijelaskan kedudukan orang tua sebagai pendidik anak-
anaknya, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Luqman:
عظيم لظلم الشرك إن باهلل تشرك ال يبني يعظه وهو البنه لقمان قال وإذ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran
kepadanya “Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar”.
Al-Qur’an menyebutkan sifat-sifat yag harus dimiliki orang tua sebagai guru yaitu pertama
dan utama adalah ketuhanan dan pengenalan Tuhan yang pada akhirnya akan memiliki
hikmah atau kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio. dapat
bersukur kepada Allah, suka menasihati anaknya agar tidak mensekutukan Tuhan,
memerintahkan anaknya agar melaksanakan salat, sabar dalam menghadapi penderitaan.
Kedudukan orang tua sangat penting dalam membina dan mendidik anak-anaknya, karena
orang tua yang paling bertanggung jawab terhadap anak keturunannya. Apakah anak-
anaknya mau dijadikan orang yang baik atau sebaliknya? Nabi bersabda;
… هريرة أبي عن.ويمجسانه وينصرانه يهودانه فأبواه الفطرة على يولج مولود كل. ()وأحمد مسلم و البخاري رواه
“Tiap-tiap anak terlahir dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, Majusi.
Orang tua disamping memiliki kewajiban memberi nafkah kepada anak-anaknya juga
berkewajiban untuk membina dan mendidiknya. Dua kewajiban ini tidak bisa dipisahkan,
karena menjadi tanggungan orang tua kepada anaknya. Dalam realitanya kebanyakan orang
tua tidak kuasa secara langsung untuk mendidik anak-anaknya. Hal ini karena beberapa
aspek yang tidak mungkin untuk dilaksanaknnya, baik karena aspek kesempatan,
kemampuan dan kendala-kendala lainnya.
d. Orang lain
Pendidik yang keempat dalam perspektif Al-Qur’an adalah orang lain. Yaitu kebanyakan
orang yang tidak terkait langsung dengan nasabnya terhadap anak didiknya. sebagaimana
firman Allah:
نصبا هذا سفرنا من لقينا لقد غدائنا اتنا لفته قال جاوز فل ّما.
“Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah
kemari makanan kita; sesungguhny kita telah merasa letih karena perjalanan ini”.
Menurut para ahli tafsir nabi Musa berkata kepada muridnya yang bernama Yusya
bin Nun. Ayat di atas menjelaskan tentang nabi Musa yang mendidik orang yang bukan
kerabat dekatnya (orang lain). Selanjutnya dalam ayat lain yang menjelaskan ketika nabi
Musa berguru kepada nabi Khidir, Allah berfirman;
رشدا علمت مما تعلمني أن على أتبعك هل موسى له قال
“Musa berkata kepada Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”.
Dalam konteks ayat ini nabi Musa berguru kepada nabi Hidir, dimana nabi Musa
kurang bisa bersabar menjadi murid nabi Hidir, sehingga yang bisa diambil hikmahnya
bagaimana peserta didik bisa bersabar terhadap pendidiknya. Nampaknya Al-Qur-an
secara jelas telah menjelaskan tentang empat klasifikasi pendidik (Allah sebagai pendidik
seisi alam semesta, Anbiya’ sebagai pendidik umat manusia, kedua orang tua sebagai
pendidik anak dari nasabnya, dan orang lain sebagai orang yang membantu mendidik
anak didik secara universal.. Orang lain inilah yang selanjutnya disebut pendidik/ guru.
Bergesernya kewajiban orang tua mendidik anak-anaknya kepada pendidik/ guru,
setidaknya karena dual hal; pertama karena orang tua lebih fokus kepada kewajiban
finansial terhadap anak-anaknya. Kedua karena orang tu memiliki keterbatasan waktu
atau kemampuan mendidik/ mengajar.
Dengan demikian menjadi keniscayaan bagi orang tua untuk menyerahkan dan
mempercayakan anak-anaknya kepada pendidik yang berada di lembaga pendidikan.
Tentunya dengan hal tersebut kewajiban orang tua mendidik secara langsung anak-
anaknya bisa diwakili oleh pendidik-pendidik tersebut, sehingga kewajiban orang
memberi nafkah anak-anaknya bisa terpenuhi termasuk kewajiban mendidiknya.
3. Sifat-sifat Pendidik
Sifat-sifat yang harus dimiliki pendidik sebagaimana tercantum dalam Al-Qur-an,
diantaranya: sifat shiddiq, sebagaimana surat. An-Nisa’: 104, amanah sebagaimana surat
Al-Qashash: 26, Tabligh, Fathanah, Mukhlish sebagaimana surat Al-Bayyinah: 5, Sabar
sebagaimana surat Al-Muzammil: 10, dan surat Ali Imron:159, Saleh (mencintai,
membina, menyokong kebaikan) sebagaimana surat An-Nur: 55, Adil sebagaimana surat
Al-Maidah: 8, mampu mengendalikan diri sesuai diri sendiri sebagaimana surat An-Nur:
30, kemampuan kemasyarakatan sesuai surat Ali Imron: 112, dan ketaqwaan kepada
Allah sebagimana surat Al-A’raf: 26, dan surat Al-Mudatstsir : 1-7).
Menurut Al-Ghazali pendidik dituntut memiliki beberapa sifat keutamaan yang menjadi
kepribadiannya, diantanya: (a) Sabar (b) kasih sayang (c) sopan (d) tidak riya’ (e) tidak
takabbur (f) tawadhu’ (g) pembicaraan terarah (h) bersahabat (i) tidak pemarah (j)
membimbing dan mendidik dengan baik (k) sportif (l) iklash dan lainnya. Sehingga Al-
Ghazali berpendapat bahwa pendidik tidak boleh meminta bayaran dan apabila bila
mengajar ilmu agama hanya boleh menerimanya.
Sedangkan menurut Ibnu Khaldun bahwa pendidik harus memiliki metode yang baik dan
mengetahui faedah yang dipergunakannya. Disamping itu Ibnu Khaldun menganjurkan
agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap orang
tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik utama. Selanjutnya jika keadaan
memaksa harus memukul si anak, maka pukulan tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali.
Sedangkan pendidik boleh menerima ujrah dari hasil mengajarnya.
Sifat-sifat yang harus dimiliki pendidik menurut Ikhwan al-Safa ialah, pendidik harus
cerdas, baik akhlaknya, lurus tabi’atnya, bersih hatinya, menyukai ilmu, bertugas mencari
kebenaran, dan tidak bersifat fanatisme terhadap suatu aliran, walaupun dalam hal ini
Ikhwan al-Safa tidak konsisten karena pendidik versi mereka harus sesuai denan
organisasi dan tujuannya. Mereka memiliki aturan tentang jenjang pendidik yang dikenal
dengan nama ashhab al-namus. Mereka itu adalah Mu’allim, Ustrdz dan mu’addib.
Guru ashhab al-namus adalah malaikat, dan guru malaikat adalah jiwa yang universal,
dan guru jiwa universal adalah akal aktual; dan akhirnya Allah-lah sebagai guru dari
segala sesuatu. Guru, ustadz atau mu’addib dalam hal ini berada pada posisi ketiga,
dengan tingkatan sebagai berikut: (a) Al-Abrar dan al-Ruhama, yaitu orang yang
memiliki syarat kebersihan dalam penampilan batinnya dan berada pada usia sekitar 25
tahun. (b) Al-Ru’asa dan al-Malik, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan yang usianya
sekitar 30 tahun, dan disyaratkan memelihara persaudaraan dan bersikap dermawan. (c)
Muluk dan Sulthan, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan dan telah berusia 40 tahun.
(d) Tingkatan yang mengajak manusia untuk sampai pada tingkatannya masing-masing,
yaitu berserah dan menerima pembiasaan, menyaksikan kebenaran yang nyata, kekuatan
ini terjadi setelah berusia 50 tahun. Sedangkan menurutnya bahwa pendidik boleh
menerima upah dari hasil mengajarnya.
Metode atau metoda berasal dari bahasa Yunani (Greeka) yaitu metha dan hodos,
metha berarti : melalui atau melewati”, dan hodos berarti : jalan atau cara”. “Metode
berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu” .
Sebagai suatu seni tentu saja metode pendidikan harus menimbulkan kesenangan dan
kepuasan bagi anak didik. Kesenangan dan kepuasan merupakan salah satu faktor yang
dapat menimbulkan gairah dan semangat bagi anak didik.
Dalam buku metodologi pendidikan agama Islam “Metode berarti cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan” . Sedangkan metode pendidikan ialah cara yang digunakan oleh guru untuk
menyampaikan pelajaran kepada pelajar. Karena penyampaian itu berlangsung dalam
interaksi edukatif, metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh
guru dalam mengadakan hubungan dengan pelajar pada saat berlangsungnya pengajaran.
Dengan demikian, metode mengajar merupakan alat untuk menciptakan proses belajar
mengajar
Karena metode pendidikan merupakan alat mencapai tujuan, maka diperlukan
pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan dengan sejelas-jelasnya
merupakan persyaratan terpenting sebelum seseorang menentukan dan memilih metode
pendidikan yang tepat. Kekaburan di dalam tujuan yang akan dicapai menyebabkan
kesulitan dalam memilih dan menentukan metode-metode yang tepat.
Jadi berdasarkan paparan di atas penulis menyimpulkan bahwa metode pendidikan
sebagai suatu seni tentu saja metode pendidikan harus menimbulkan kesenangan dan
kepuasan bagi anak didik.
Setiap orang yang telah diberi taufik oleh Allah sehingga orang tersebut bekerja
dengan ilmunya maka orang tersebut telah memperoleh hikmat. Sebaiknya
apabilaorang telah bekerja tidak dengan ilmu yang telah dia peroleh maka akan sia-
sisa.
Maka dalam ayat diatas diterangkan, bahwa Luqman telang memperoleh hikmat itu.
Dia sanggup mengerjakan suatu amal dengan tuntunan ilmunya sendiri, “ bahwa
bersyukurlah kepada Allah”. Inilah hikmat yang dapati oleh Luqman.
Syukur kepada Allah, karena bila mau bersyukur, Allah akan menambah (kebaikan
dan rezeki), tetapi bila manusia kufur ni’mat, maka sungguh siksa Allah amat
dahsyat. Seperti firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7.
Pertanda syukur ialah mengerti siapa orang yang amat berjasa pada dirinya itu. Bila
dia telah faham bahwa yang berjasa itu ada Dzat Yang Maha Pemurah, maka dia
tidak akan menganggap-Nya sebagai yang bukan-bukan. Misalnya mengatakan
kepada Allah atas berbagai macam tuduhan dan sangkaan yang tidak benar.
umpamanya Allah dianggap mempunyai sekutu, Allah tiga, Allah aniaya, dan
sebagainya.
Maka bersyukur kepada Allah mestilah bertauhid, tidak ada lain. Sebab orang yang
musyrik berarti menghina Allah, durhaka dan tidak mengerti siapa Allah sebenarnya.
Sedangkan memanggil manusia dengan nama yang bukan panggilannya saja tidak
benar, apalagi memberikan predikat yang bersifat merendahkan atau menghina
manusia.
Maka tanamkanlah rasa Tauhid kepada anak anda sejak kecil. Biasakanlah mendidik
mereka dengan nafas keagamaan. Sesuaikanlah dengan umur mereka, mulai dari
bacaan-bacaan yang bagus, ayat-ayat pendek, bacaan shalat, dan kemudian sedikit
pengertian dan penerapannya.
Didiklah tentang berbagai ajaran yang disertai praktek. Misalnya bagaimana harus
memberikan dan menjawab salam, hamdalah, basmalah, istighfar, tasmi’, takbir,
shalat, puasa dan sebagainya. Masing-masing ajaran itu diharapkan agar dapat
dihayati secara mendalam .
Dengan demikian maka praktek ibadah tidak bisa lepas dari pemahaman maksud dan
tujuan beribadah kepada Allah. Tentulah nanti sampai kepada Tauhid. Maka ajaran
Tauhid sebagai landasan dan fondasi kepribadian dan hidup mereka. Tauhid itulah
yang menentukan jalan hidup mereka menuju hidup di akhirat nanti.
Tanamkanlah rasa keimanan yang murni sejak anak mulai usia pada tingkatan Taman
Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, karena naluri anak-anak yang seusia sekian telah
bisa menerima pendidikan keimanan .
Luqman Hakim sendiri memprioritaskan pendidikan Tauhid kepada anaknya.
Terbukti hal itu telah mendapatkan tempat pertama dari wasiatnya dalam surat
Luqman, yakni ayat 12 dan 13.
Artinya: 12. Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:
"Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka
Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak
bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". 13. Dan
(Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(Q.S. Luqman:
12-13)
Ini adalah nasehat yang jujur karena tiada lain bagi seorang bapak melainkan
anaknya mendapat kebaikan, dan sikap yang wajar bagi seorang bapak member
nasehat kepada anaknya.
Artinya: “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.(Q.S.Luqman : 14)
Perintah kepada anak-anak supaya berbuat baik kepada ibu bapa berulang-ulang kali
disebut di dalam al-Qur’anul-Karim dan di dalam
suruhan-suruhan Rasulullah s.a.w. ibu telah banyak menanggung beban mulai dari
kehamilan sampai melalui proses melahirkan, dimana ibu terbebani dengan dua
nyawa, nyawanya sendiri dan nyawa anaknya.
Luqman menasehatkan bahwa agar anak harus berbakti kepada kedua orang tua.
“Memuliakannya dan menghormati orang tua, karena keduanya yang memelihara
kita. terutama ibu, yang mengandung kita dalam keadaan payah ”
Orang tua memiliki rasa cinta dan kasih sayang terhadap anaknya. Perasaan itu
dijadikan Allah sebagai asas kehidupan psikis, sosial, dan fisik kebanyakan mahluk
hidup.
Dan lebih dari itu kedua orang tua yang menjadi perantaraan adanya anak lahir ke
dunia ini. Namun berbakti dan menghormati dan memuliakan orang tua adalah yang
kedua. dan yang pertama adalah kepada Allah. Maka semua itu kita kerjakan bila
tidak bertentangan dengan ajaran Allah. “Bersyukurlah kepada-Ku, dan kepada dua
orang ibu bapakmu”.
Bila anak telah berani berdosa kepada orang tua, itulah alamat bahwa telah terjadi
ketidakberesan pada mental anak. Padahal berterima kasih adalah paling mudah dari
pada membalas budi, meskipun berterima kasih seharusnya ditunjukkan dengan cara
yang baik, penuh keikhlasan dan patuh kepada keduanya.
Jadi membalas budi adalah perbuatan yang paling sukar karena budi orang tua
kepada kita tak terhingga. Mungkin suatu keajaibanlah bila ada anak yang dapat
membalas budi baik orang tua.
4. Sikap terhadap orang tua musyrik
Di atas telah dijelaskan bahwa berbakti kepada orang tua adalah wajib bilamana
kebaktian itu tidak bertentangan dengan ajaran Allah. Maka bagaimana bila orang tua
menyuruh kita berbuat dosa atau musyrik, apakah seandainya perintahnya tidak kita
turuti lantas kita dinamakan durhaka kepadanya
Sampai disini gugurlah taat kepada orang tua walau seberapa besar rayuan, bujukan,
yang diberikan ibu dan bapak supaya mempersukutukan Allah, maka diperintahkan
kepadanya supaya jangan ta’at kepada keduanya, itulah perintah Allah, dan Allah
selaku Tuhan punya hati yang pertama yang pasti dita’ati .
Ayat 15 surat Luqman telah menjelaskannya, yakni Dan jika kedua orang tuamu
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku atas sesuatu yang kamu tidak ada
pengetahuan tentangnya, maka janganlah kamu mengikutinya dan pergaulilah
keduanya di dunia ini dengan baik.
Seorang anak yang sudah ta’at kepada ibu bapaknya, akan didesak, dikerasi untuk
selallu ikut terhadap akidah yang salah yang mereka anut, yang menukar tauhid
dengan syirik, yang menukar ilmu dengan kejehiliaan, Allah sudah jelas dalam ayat
ini, Janganlah engkau ta’at kepada keduanya”.
Jadi menurut pendapat penulis, meskipun orang tua berlainan pendapat atau
berlainan agama, anak sepatutnya tetap bergaul dengan beliau secara baik dalam
batas tertentu. Artinya tetap taat perintahnya dalam urusan Agama, yang ditaati
adalah Allah.
d. Balasan Akhirat
Balasan akhirat adalah suatu kepercayaan yang harus ditanamkan sejak anak masih
kecil . Jangan begini karena dosa, jangan dijalankan karena haram dan harus
diamalkan karena mendapatkan pahala, adalah suatu kepercayaan dan balasan Allah
besok di akhirat.
Dalam Al-Qur’an sering terdapat ayat-ayat yang memerintahkan atau mencegah
sesuatu, yang pada ujung ayatnya berbunyi :
... هلل تُؤمِ نُون كُنتُم ِإن
ِ اآلخِ ر واليو ِم ِبا... (النور:2)
Artinya : “… (Yang demikian itu) bila engkau benar percaya kepada Allah dan hari
Akhir”.… (QS. An-Nur:2)
Hari Akhir ialah hari kiamat, yang isinya setelah itu adalah kepercayaan kepada yang
gaib, termasuk balasan baik dan jelek, makhsyar, hisab, syirathal mustaqim, surga
dan neraka, dan semua peristiwa akhirat lainnya.
Dua keyakinan, yakni Allah dan Hari Akhir. Bila dua keyakinan itu telah tertanam
dalam hati; maka yang lainnya telah tercakup. Karena kepercayaan kepada Allah
harus mencakup para Rasul-Nya dan apa misi dari para Rasul itu. Akhirat mencakup
segala kepercayaan gaib yang berhubungan dengan akibat dari amalan kita di dunia
ini.
Maka Luqman berwasiat tentang balasan akhirat, yakni dalam surat Luqman ayat 16.
Artinya; (16). (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha
Halus lagi Maha mengetahui. (Q.S. Luqman : 15-16)
Manusia datang dari Allah, dan akan kembali kepada-Nya Maka hanya Allah lah
yang berhak menilai laku perbuatan manusia. dan penilaian Allah itu tuntas, tidak
ada yang tertinggal dari perbuatan manusia meskipun satu biji sawi sekalipun.
Kepercayaan di atas itu diperlukan mutlak untuk mengontrol perilaku manusia
sehari-hari. Karena rupa-rupanya pengawasan alat negara ataupun pengawasan
manusia lainnya tidak mampu untuk mencegah perilaku yang menyimpang. Memang
dibutuhkan pengawasan dari yang mutlak, yakni Allah agar luruslah jalan manusia,
tidak melanggar rambu-rambu agama.
Kezhaliman dan kesalahan sebesar biji sawi akan dipertanggung jawabkan dihadapan
Allah nanti,
e. Mendirikan sholat
Di dalam surat Luqman ayat 17, Luqman berwasiat tentang empat perkara yang juga
menjadi modal dari pembentukan pribadi manusia, Mendirikan shalat, amar ma’ruf,
nahi munkar,dan bersabar
Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).(Q.S. Luqman : 17)
Inilah jalan aqidah mentauhidkan Allah meletakkan balasan yang ada disisi Allah,
percaya kepada keadilan dan takut balasan Allah. Yaitu menyeru manusia untuk
berbuat kebaikan dan menyeru berbuat kemungkaran.
Shalat mengisyaratkan bahwa di dalamnya terkandung adanya hubungan antara
manusia dengan Tuhannya. Sebagai orang tua bila anak sudah berumur 9 tahun,
maka orang tua berkewajiban memerintahkan kepada anak kita agar shalat. Tanpa
shalat, apalah artinya segala amalan lainnya. Hanya fantasi saja karena shalat adalah
jiwa dari segala amalan lainnya.
Sabda Rasulullah SAW :
صالة ُ القِيام ِة يوم العبدُ ِب ِه يُحاسبُ ما ا َّو ُل
َّ ال, عم ِل ِه سائ ُِر صلح صلحت ف ِِان, رواه( عم ِل ِه سائ ُِر فسد فسدت واِن
)الطبرانى
Artinya : “Permulaan amal perbuatan seseorang hamba yang dihisap (dihitung-
hitung) di hari kiamat ialah shalatnya. Bila shalatnya baik, maka baiklah semua
amalannya yang lain. Dan bila shalatnya itu rusak, maka binasalah semua amalannya
yang lain”. (Hadits riwayat Thabarani) .
Shalat yang tertib, khusyu’, benar, bagus, tidak pernah di tinggal, akan berakibat
jauh. Yakni amalan yang lain pastilah tertib. Karena shalat itu dapat mencegah
perbuatan dosa dan munkar. Maka bila ada seseorang yang shalat tetapi perbuatannya
sehari-hari tidak benar, itulah tandanya shalatnya fantasi saja.
Amar ma’ruf nahi munkar adalah suatu amalan yang konstruktif dalam masyarakat,
ajaran membangun masyarakat dan sebagai manifestasi dari rasa tanggung jawab
dalam masyarakat ”.
“Dorongan-dorongan untuk amar ma’aruf nahi munkar adalah mengharap pahala dari
Allah, takut pada siksa jika tidak melakukannya, dan takut akan murka Allah kalau
larangan-larangan-Nya dilanggar”
Bagi yang melaksanakan ajaran Amar ma’ruf nahi munkar dalam keluarga maupun
dalam masyarakat adalah sebagai pelopor perbuatan yang membangun. Juga
termasuk salah satu dari kerangka demokrasi dan ketertiban menyeluruh.
Orang yang amar ma’ruf mestilah dia sendiri telah memberikan contoh teladan. Dan
yang nahi munkar mestilah dia juga telah meninggalkan perbuatan yang dosa itu.
Kalau tidak demikian, maka suatu dosa telah membebaninya.
Jadi amar ma’ruf nahi munkar adalah perintah Allah agar masyarakat menjadi baik,
harmonis, aman dan sejahtera.
g. Bersifat sabar
Dan Luqman menyentuh dalam nasehatnya adap cara beriteraksi sosial, karena
berada dalam kehidupan bermasyarakat tidak boleh bersikap takabur dan angkuh.
Berjalan dimuka bumi ini dengan sombong dan angkuh yaitu suatu gaya yang dibenci
Allah dan dibenci pula oleh manusia.
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai”.
Namun orang sombong bukanlah sama dengan cara berpakaian yang indah
necis, tertib dan bersih. Pernah pada suatu hari shalabat bertanya kepada Rasulullah
SAW tentang perkara sombong karena Beliau ketika itu membicarakan masalah
orang yang angkuh, sebagai hadits di bawah ini, sabda Rasulullah SAW :
كِبر مِ ن ذ َّرة ِمثقال قلبِ ِه في ِ كان من الجنَّة اليد ُخ ُل... ()مسلم رواه
Artinya : “Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terselip sifat sombong
…” (HR. Muslim) “Do’a-do’a yang diucapkan oleh Luqman terhadap anak-anaknya
yaitu sembahlah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan yang lain, berbuat baik
kepada orang tua, anak yatim, fakir miskin dan janganlah memiliki sifat sombong”
Jadi berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa isi wasiat luqman
kepada anaknya mengandung beberapa pokok pendidikan yaitu : pendidikan tauhid,
akhlak, shalat, amar ma’ruf nahi munkar, dan ketabahan.
Artinya: Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu
Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya
kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar; Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata:
"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku"; Musa berkata:
"Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani
aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.
Dapat disimpulkan bahwa dari ketiga peristiwa yang terjadi pada proses
perjalanan nabi Musa as. dan nabi Khidir as., menunjukkan etika seorang pendidik dalam
mengajarkan ilmunya. Meskipun nabi Musa as. melakukan kesalahan bahkan sampai tiga
kali nabi Khidir as. tetap memaafkannya dan tetap melanjutkan perjalanannya. Ini
merupakan salah satu etika yang harus ada pada diri seorang pendidik. Menjadi seorang
pendidik yang pemaaf dan sabar akan membuat peserta didik merasa nyaman dan senang
dalam mengikuti proses pembelajaran.
e. Sikap Mencegah
Mencegah merupakan suatu perbuatan yang dapat menahan agar sesuatu tidak
terjadi. Dalam istilah lain biasa dikenal dengan kalimat lebih baik mencegah dari pada
mengobati. Hal ini menunjukkan bahwa perbuatan mencegah merupakan langkah awal
yang harus dilakukan sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Karena jika suatu
hal yang tidak diinginkan telah terjadi tanpa adanya pencegahan terlebih dahulu, akan te
rasa sulit untuk mengembalikan atau mengubahnya menjadi lebih baik. Dalam dunia
pendidikan pada zaman sekarang, pencegahan adalah suatu hal yang menjadi keperluan
penting karena dengan itu dapat mengubah masa depan dari seorang peserta didik.
Pendidik tidak hanya memberikan pelajaran berupa materi, tetapi melakukan tindakan
mencegah berupa bimbingan agar peserta didik kedepannya tidak melakukan suatu
perbuatan yang salah. Jika tidak ada kegiatan pencegahan yang dilakukan seorang
pendidik, maka peserta didik akan terjerumus dalam pergaulan yang salah dan melakukan
perbuatan yang buruk. Seperti yang terlihat pada saat ini, ada peserta didik yang
menggunakan narkoba, minum minuman keras dan seks bebas. Hal ini terjadi tidak lain
karena kurangnya perhatian serta pencegahan dari seorang pendidik kepada peserta didik.
Sikap mencegah telah ada pada diri nabi Khidir as. ketika memberikan pembelajaran
kepada nabi Musa as. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa aneh yang dilakukan nabi
Khidir as. seperti melubangi perahu, membunuh anak kecil dan mendirikan dinding rumah
yang rusak. Nabi Musa as. yang melihat perbuatan itu menjadi heran serta marah. Padahal,
maksud dan tujuan nabi Khidir as. melakukan perbuatan tersebut tidak lain untuk
menghindari suatu hal buruk yang akan terjadi kedepannya. Seperti nabi Khidir as.
melubangi sebuah perahu milik nelayan agar tidak diambil oleh raja, membunuh anak
kecil karena dia akan membuat orang tuanya menjadi kafir dan mendirikan tembok agar
harta dari anak yatim menjadi aman. Dari perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai
perbuatan mencegah.
Dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang pendidik tidak hanya memberikan
sebuah pelajaran berupa materi di sekolah, akan tetapi harus juga memberikan berupa
bimbingan serta pencegahan kepada peserta didik agar tetap memiliki perilaku dan sifat
yang baik di sekolah ataupun di luar sekolah. Oleh karena itu, dari perbuatan pencegahan
yang dilakukan pendidik inilah membuat peserta didik tidak akan melakukan suatu
perbuatan yang buruk. Karena jika perbuatan buruk tersebut telah terjadi, maka proses
untuk mengembalikannya akan membutuhkan proses. Alangkah baiknya sebelum terjadi
suatu hal yang tidak diinginkan, maka sebaiknya harus adanya pencegahan terlebih
dahulu.
f. Paradigm menurut Nabi Ibrahim
Keberhasilan pendidikan sering diukur dari prestasi akademik dan pekerjaan yang didapat
setelah menyelesaikan pendidikan. Sehingga dalam proses pendidikan kita jarang
menghubungkan prestasi anak dengan akhlaq dan kepribadiannya. Materi pendidikan agama
seolah dijadikan kurikulum pelengkap sehingga sangat sedikit porsinya dibanding dengan
mata pelajaran umum. Maka menjadi lumrah kita dapatkan, anak-anak cerdas secara intlektual
dan skill tinggi tapi ibadah, akhlaq dan kepribadiannya sangat memprihatinkan. Berbeda
dengan pendidikan Nabi Ibrahim. Beliau dalam mendidik keluarga dan umat, sangat
mengutamakan : Aqidah dan Ketauhidan. Seluruh nabi yang diutus oleh Allah membawa
risalah tauhid, tak terkecuali nabi Ibrahim as. Hal ini terlihat dalam ayat komunikasi dakwah
antara Nabi Ibrahim dengan bapaknya demikian juga kaumnya seperti firman Allah:
“ dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, Pantaskah kamu
menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan
kaummu dalam kesesatan yang nyata.” QS. Al Anam: 74
“ ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah
sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu
sedikitpun?Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu
pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah Aku, niscaya aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah.Wahai
bapakku, Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha
pemurah, Maka kamu menjadi kawan bagi syaitan”. QS. Maryam. 42-45
Tauhid menjadi landasan pertama dakwah nabi Ibrahim karena memang tauhid harus
menjadi tujuan hidup manusia di dunia. Yaitu tidak menyembah sesuatu selain Allah yang
menciptakan, mengatur, dan memelihara alam semesta. Hal ini menjadi semakin urgen karena
ia akan menjadi penggerak terhadap cara berpikir manusia, bertindak, serta berprilaku. Dzul
Akmal.Lc menulis bahwa al Quraan dan as Sunnah menerangkan kepada kita pengaruh yang
baik sekali atas tauhid, dimana tauhid itu jika diamalkan oleh seseorang baik pribadi maupun
masyarakat didalam kehidupan serta diwujudkan secara hakiki (murni), niscaya akan
menghasilkan buah yang sangat manis diantaranya adalah membentuk kepribadian yang
kokoh, ia membuat hidup dan pengalaman seorang ahli tauhid begitu istimewa, tujuan
hidupnya jelas, tidak ber`ibadah kecuali hanya satu (ilaah) saja. Kepada-Nya ia menghadap,
baik dalam kesendirian atau ditengah keramaian orang, ia berdo’a dalam keadaan sempit
maupun lapang.
E. Adab Belajar mengajar dalam Al-qur’an dan Hadist
Adab merupakan sebuah pola kebiasaan masyarakat sebagai norma atau aturan
yang berlaku dalam suatu kebudayaan masyarakat. Belajar merupakan suatu proses penelitian
pengetahuan pengetahuan yang dilakukan secara terus menerus oleh manusia. Adat belajar
yaitu suatu aturan bagaimana manusia bisa memperoleh pengetahuan melalui aktivitasnya
yang dilakukan sehari-hari.
Mengajar adalah sesuatu pemindahan ilmu pengetahuan dari satu individu ke individu
lainnya, baik secara lisan maupun tulisan. Adat mengajar merupakan suatu metode atau aturan
untuk menyampaikan sebuah ilmu pengetahuan, baik individu maupun kelompok.
Al-Qur'an adalah kitab yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad
SAW sebagai pedoman hidup untuk dirinya dan ummatnya. Al-Qur'an merupakan firman
Allah yang tidak ada keraguan di dalamnya seperti yang dijelaskan dalam surah Al-Baqarah
ayat 2 yang berbunyi :
Artinya : Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan keraguan; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa,( QS. Al-Baqarah : 2 )
Dari ayat diatas menjelaskan bagaimana Allah SWT mewahyukan Al-Qur'an sabagai
kitab yang agung dan tidak mengenalkan keraguan didalamnya. Para ulama mengatakan
bahwa janganlah meragukannya, sebab meragukannya adalah larangan yang keras dari Allah
SWT.
Dalam proses penyelenggaraan belajar mengajar ( pendidikan ) pada lintas sejarah islam
telah dimulai oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Rasulullah SAW telah mengajarkan
sepuluh orang penduduk madinah sebagai sayarat pengganti bagi setiap tawanan perang
badar. Pada masa itu Nabi Muhammad SAW selalu menjaga kesadaran pada sahabat dan
pengikutnya akan pentingnya ilmu dan selalu mendorong umat untuk selalu mencari ilmu.
Khalifah Umar Bin Khattab, secara khusus mengirimkan petugas ke berbagai wilayah baru
islam untuk guru pengajar bagi masyarakat islam diwilayah-wilayah tersebut. Didalam surah
An-Nahl ayat 64 juga menjelaskan bagaiman peran Al-Qur'an sebagai solusi atas
permasalahan yang ada pada kehidupan masyarakat.
Artinya : Dan Kami tidak menurunkan Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat
kepada mereka apa yang mereka perselihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman. (QS.An-Nahl: 64)
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa betapa pentingnya Al-Qur'an hanya sebagai
sebuah namun juga menjadi solusi atas permasalahan dan hal yang terjadi dimuka bumi.
http://www.muhammadiyah.or.id/3-content-98-det-pedoman-hidup-islami.html
http://laere.wordpress.com/pedoman-hidup-islami-warga-muhammadiyah/
http://laere.wordpress.com/b-kehidupan-dalam-keluarga/
http://irvantaditya.blogspot.com/2012/04/pedoman-hidup-islami-warga-muhammadiyah.html