Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

MENJELASKAN PENDIDKAN DALAM AL-QUR’AN DAN PEDOMAN HIDUP


ISLAMI

NAMA : SOVIAH

NIM : 105391100418

KELAS : FISIKA 7A

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa yang telah di berikan kita berbagai macam
rakhmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih -lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga cita-cita
serta harapan yang inggin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Teriama kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada dosen serta teman-teman
sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini
terselesaikan dalam waktu yang telah di tentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangannya, baik dari
segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian,
yang kadangkala hanya menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik
dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan kami di lain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang
kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman serta orang lain yang ingin
mengambil atau menyempurakan lagi atau mengambil hikmah dari makalah ini.

Makassar, 15 januari 2022

Soviah
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hakikat manusia yang menjadikan dia berbeda dengan lainnya adalah, bahwa
sesungguhnya manusia membutuhkan bimbingan dan pendidikan. Sistem pendidikan islam
berdasarkan pada sebuah kesadaran bahwa setiap muslim wajib menuntut ilmu dan tidak boleh
menemuinya. Jika semua itu dilupakan dengan memperhatikan proses belajar dan pendidikan,
manusia akan kehilangan jati dirinya, karena proses pendidikan juga dikorelasikan dengan
kebutuhan lingkungan, dan lingkungan sebagai sumber belajar untuk mempererat kehidupan
sosial.
Al-Qur'an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup oleh kaum muslim
yang tidak ada keraguan di dalamnya. Al-Qur'an mengandung ajaran-ajaran pokok (prinsip
dasar) tentang segala aspek kehidupan manusia dan dalam berbagai permasalahannya. Al-Qur'an
bagaikan sumber mata air yang tidak pernah kering ketika manusia mengambil dan mengkaji
hikmah tentang kandungannya. Sudah tentu tergantung kemampuan dan daya nalar setiap orang
dan kapan pun masanya akan selalu hadir secara fungsional memecahkan masalah kemanusiaan.
Salah satu permasalahan yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah
pendidikan. Al-Qur'an sendiri telah memberi tahu bahwa permasalahan pendidikan sangat
penting. Jika Al-Qur'an dikaji lebih dalam, akan ditemukan beberapa prinsip pendidikan yang
dijadikan sumber inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang
bermutu. Itulah mengapa kemudia menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim, selain itu
dijelaskan juga dalam Al-Qur'an tentang di tinggikannya derajat untuk orang-orang
berpendidikan seperti dijelaskan dalam surat al-Mujadilah ayat 11 :
Artinya : Hai orang-orang percaya apabila dikatakan bahwa: "Berlapang-lapang memberilah
dalam majlis", maka yakinkanlah Allah akan kelapanganmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.( QS. Al-Mujadilah : 11 )
Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang percaya dan berilmu pengetahuan
diangkat derajatnya oleh Allah SWT, beberapa derajat. Derajat yang dapat bermakna kedudukan,
kelebihan atau keutamaan dari makhluk lainnya, dan hanya Allah SWT. yang lebih mengetahui
tentang bentuk dan jenisnya serta kepada siapa yang akan ditinggikan derajatnya.
Setelah manusia memiliki ilmu pengetahuan mereka berkewajiban untuk mengamalkan,
mengajarkan ilmu yang sudah diperoleh. Dalam mengamalkan dan mengajarkan ilmu tersebut
tentang manusia harus memiliki wawasan tentang sistem pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Al-Qur’an sebagai sumber ilmu?
2. Bagaimana kita mencontohkan keteladanan Rasulullah SAW?
3. Mengapa guru sebagai agen perubahan?
4. Bagaimana kita memahami paradigma pendidikan dalam Al-qur’an dari Nabi
Muhammad SAW, Luqman Al-Hakim, Khidir dan Ibrahim?
5. Bagaimana adab belajar mengajar dalam Al-Qur’an dan Hadist?
6. Bagaimana cara kita dalam memahami pedoman hidup islami?
C. Tujuan Makalah
1. Mampu menjelaskan Al-Qur’an sebagai sumber ilmu.
2. Dapat menjelaskan keteladananRasulullah SAW?
3. Mampu menjelaskan kedudukan guru sebagai pendidik.
4. Mampu memahami dan menjelaskan paradigm pendidikan yang terdapat dalam Al-
Qur’an.
5. Mampu menjelaskan adab-adab belajar dan mengajar sesuai denga Al-Qur’an.
6. Mampu menjelaskan pedoman hidup dalam islam
BAB II
PEMBAHSAN

A. AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER ILMU


1. Kedudukan Akal dalam Al-Qur’an
Kata akal menurut bahasa berarti mengikat dan menahan, seperti mengikat unta
dengan pengikat (al-’iqal), dan menahan lidah dari berbicara. Ibnu Mandzur juga
berpendapat seperti ini, hanya ia menambahkan, selain berarti menahan (al-hijr) seperti
menahan hawa nafsu, kata al-’aql berarti kebijakan (al-nuha), lawan dari lemah pikiran (al-
humq). Selanjutnya disebut bahwa al-’aql juga mengandung arti kalbu (al-qalb) dan kata
‘aqala mengandung arti memahami. Arti asli dari ’aqala kelihatannya mengikat dan
mengekang. Orang dapat menahan darah panasnya di zaman jahiliyah disebut al-aqil,
karena ia dapat menahan amarahnya serta dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi
kebijakan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
Selain itu menurut Ibrahim Madkour, akal juga dapat dipahami sebagai potensi rohani
untuk membedakan antara yang haq dan yang bhatil. Secara lebih jelas lagi, Abas Mahmud
al-’Aqqad menjelaskan bahwa al-’aql adalah pemahaman hawa nafsu. Dengan akal
manusia dapat mengetahui amanah dan kewajiban, akal adalah pemahaman dan pemikiran,
akal juga merupakan petunjuk yang membedakan hidayah dan kesesatan, akal juga
merupakan kesadaran batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata. Akal dalam
pengertian ini, bukanlah otak sebagai salah organ tubuh, tetepi daya pikir yang terdapat
dalam jiwa manusia. Akal dapat memperoleh ilmu pengetahuan dengan memperhatikan
alam sekitarnya. Akal sebagai daya pikir adalah aktivitas otak dengan data empirik sesuai
dengan eksperience dan kecerdasan untuk mendapatkan tujuan, atau mendapatkan hujjah
atau menghilangkan kendala. Data empirik adalah sesuatu yang bisa dilihat atau disaksikan
dan dibuktikan, dan eksperience adalah pengetahuan yang diperoleh manusia sesuai
dengan fakta empirik dan melalui metodologi ilmiah. Adapun kecerdasan adalah gambaran
tentang kemampuan dasar otak yang ada pada manusia yang berbeda tingkatannya.
Redaksi ‘aql dalam al-Qur’an terulang sebanyak 49 kali. Kecuali satu, semuanya
datang dalam bentuk fi’il mudhari’, terutama yang berambung dengan wawu jama’ seperti
dalam bentuk ta’qilun atau ya’qilun. Kata kerja ta’qilun terulang sebanyak 24 kali dan
ya’qilun sebanyak 22 kali, sedangkan kata kerja ‘aqala, na’qilu dan ya’qilu masing-masing
satu kali.
2. Keutamaan Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an
Ayat Al-Qur’an yang pertama diturunkan kepada Rasulullah SAW menunjuk pada
keutamaan ilmu pengetahuan, yaitu dengan memerintahkannya membaca sebagai kunci
ilmu pengetahuan, dan menyebut qalam sebagai alat tranformasi ilmu pengetahuan. Allah
SWT berfirman.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya”. (QS. Al-‘Alaq ayat 1-5)

Surat yang pertama kali Allah turunkan dalam Al-Qur’an adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-
5. Di dalamnya Allah SWT menyebutkan nikmat-Nya dengan mengajarkan manusia apa
yang tidak ia ketahui. Hal itu menunjukkan kemuliaan belajar dan ilmu pengetahuan.
Al Qur’an merupakan salah satu mujizat yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW untuk digunakan sebagai petunjuk bagi umat manusia hingga akhir
zaman. Sebagai petunjuk dari Allah tentulah isi dari Al Quran tidak akan menyimpang dari
Sunatullah (hukum alam) sebab alam merupakan hasil perbuatan Allah sedangkan Al
Qur’an adalah merupakan hasil perkataan Allah. Karena Allah bersifat Maha segala-
galanya maka tidaklah mungkin perkataan Allah tidak sejalan dengan perbuatan-Nya.
Apabila pada suatu malam yang cerah kita memandang ke langit maka akan tampaklah
oleh kita bintang-bintang yang sangat banyak jumlahnya.
Pada zaman dahulu orang memandang bintang-bintang itu hanyalah sebagai sesuatu
yang sangat kecil dan bercahaya yang bertaburan di angkasa. Namun setelah ditemukannya
teleskop dan ilmu pengetahuan juga semakin berkembang, orang akhirnya mengetahui
bahwa bintang-bintang merupakan bagian dari suatu gugusan yang dinamakan galaksi
yang dialam ini jumlahnya lebih dari 100 milyar. Sedangkan masing-masing bintang ini
terdiri dari planet-planet yang masingmasing peredarannya diatur sedemikian rupa
sehingga tidak saling bertabrakan satu sama lain. Hal ini juga difirmankan oleh Allah SWT
:
”Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-
masing dari keduanya itu beredar dalam garis edarnya” (QS. Al Anbiyaa ayat 33).

Sehingga akhirnya orang berdasar ilmu pengetahuan yang dimilikinya mengakui


bahwa alam semesta ini maha luas. Sebenarnya Allah telah menegaskan hal ini di dalam Al
Quran yang diturunkan jauh sebelum ditemukannya teleskop yaitu:

”Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-
benar meluaskannya” (QS. Adz Dzaariyaat ayat 47)
Oleh karena itu Allah menyuruh umatnya untuk selalu memperhatikan dan meyakini
Al Quran secara ilmiah. Sebagai contoh, di dalam ilmu fisika kita mengenal adanya hukum
kesetaraan masa dan energi, sedangkan massa adalah merupakan besaran pokok dalam arti
besaran yang ada dengan sendirinya, sedangkan massa tidak dapat menciptakan dirinya
sendiri, lalu siapakah penciptanya? Maka kalau kita kembalikan kepada Ajaran Tauhid
tentu kita akan menjawab bahwa Allah-lah penciptanya. Allah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, dalam surat Qaaf ayat 38 Allah telah berfirman :
”Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak sedikitpun ditimpa keletihan”(QS. Qaaf ayat
38)
Karena ilmu pengetahuan itu bersumber pada Allah SWT dan pada ayat diatas telah
disebutkan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi berikut segala isinya dalam enam
masa, maka berdasarkan penelitian/teori dalam sejarah asal mula alam semesta dan
kehidupan dapat dikategorikan keenam masa itu sebagai berikut:
Masa pertama: Pada awalnya keadaan langit dan bumi dalam suatu kesatuan yang
padu, hal ini disebutkan oleh Allah dalam salah satu firman-Nya yaitu :
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga
beriman?” (QS. Al Anbiyaa ayat 30.
Kemudian menurut ”The Big Bang Theory” atau teori ekspansi ledakan maka terjadi
ledakan yang maha hebat yang akhirnya memisahkan kesatuan yang padu tersebut. Karena
kondisi sekeliling ledakan semula dalam keadaan dingin maka hal ini mengakibatkan
tejadinya kondensasi (penggumpalan). Penggumpalan ini sebagai akibat dari penurunan
energi (panas/kalor) yang sangat drastis. Sebab menurut hukum Steffan Boltzman tentang
radiasi/pancaran panas disebutkan bahwa ”Jumlah energi radiasi tiap satuan waktu tiap
satuan luas sebanding dengan pangkat empat suhu mutlaknya”. Oleh karena itu apabila
terjadi penurunan suhu sedikit saja maka penurunan energinya dalam hal ini adalah energi
radiasi kalor pasti menjadi sangat besar.
Masa kedua: Pada masa ini gravitasi mulai berperan dan mulai muncul galaksi-galaksi
yang terdir atas bintang-bintang. Juga mulai muncul planetplanet termasuk planet bumi
yang terdapat dalam tatasurya matahari yang merupakan bagian dari galaksi Bima Sakti.
Masa ketiga: Masa ini dikenal juga dengan masa Prekambrium (Precambrian Era).
Pada masa ini kondisi bumi masih cukup panas sehingga belum ada makhluk yang hidup di
bumi. Masa keempat: Masa ini sering dikenal dengan zaman Paleozoikum (Paleozoic Era).
Pada masa ini di bumi mulai terdapat kehidupan sederhana yang ditandai dengan
munculnya tumbuhan-tumbuhan tingkat rendah atau tumbuhan perintis hingga munculnya
hewan-hewan sejenis serangga dan hewan-hewan amphibia.
Masa Kelima: Masa ini dikenal pula dengan zaman Mesozoikum (Mesozoic Era).
Pada masa ini hewan-hewan sejenis reptil mulai muncul seperti burung dan sejenisnya dan
muncul pula hewan-hewan raksasa seperti Dinosaurus dan sebagainya.
Masa Keenam: Masa ini juga disebut zaman Cenozoikum (Cenozoic Era). Pada masa
inilah mulai muncul hewan-hewan mamalia dan pada akhir dari masa ini mulailah muncul
sejarah manusia.
Dengan demikian jelas bahwa berdasar penelitian yang dilakukan oleh para ahli,
kejadian alam semesta ini dapat dikategorikan dalam enam masa, dimana dua masa yang
pertama adalah masa penciptaan bumi sedangkan 4 masa berikutnya merupakan tahapan
kejadian makhluk-makhluk bumi hingga terciptanya manusia sebagai khalifah di muka
bumi. Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam Al Quran yaitu:
”Katakanlah: Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam
dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah
Tuhan semesta alam. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh
diatasnya. Dan memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan
(penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang
yang bertaqwa.” (QS. Fushshilat ayat 9-10.
Kemudian keutamaan orang yang berilmu telah disebutkan dalam Al Qur’anul Karim
sejumlah ayat yang menunjukkan akan keutaman ilmu dan para pemiliknya, berikut
penjelasan tentang kemuliaan mereka dan tingginya kedudukan mereka. Di antaranya
adalah ayat:
“Allah mempersaksikan bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Dia. Demikian
pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu mempersaksikannya. Tidak ada tuhan
yang berhak diibadahi kecuali Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ali
Imran ayat 18).
Dalam ayat ini terdapat keterangan akan keutamaan orang-orang yang berilmu karena
Allah menyebutkan persaksian mereka bersamaan dengan persaksian-Nya dan juga
persaksian para malaikat-Nya, bahwasanya Dialah sesembahan yang benar, yang tidak
diperkenankan ibadah kecuali kepada-Nya. Persaksian ini mencakup seagung-agung dzat
yang bersaksi, yakni Allah sendiri, dan juga mencakup seagung-agung perihal yang
dipersaksikan dengannya, yakni perihal hak peribadatan, yang mana hanya Dia-lah yang
khusus berhak diserahkan ibadah. Adapun pengikutan persaksian para malaikat dan orang-
orang yang berilmu setelah persaksian dari Allah tentuya menunjukkan atas keutaman
malaikat dan orang-orang yang berilmu ini.
3. Proses Belajar Mengajar Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an memerintahkan kepada umat manusia untuk belajar, sejak pertamakali
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5. Membaca adalah
sarana untuk belajar dan kunci ilmu pengetahuan, baik secara etimologis berupa membaca
huruf-huruf yang tertulis dalam buku-buku, maupun terminologis, yakni membaca dalam
arti yang lebih luas. Maksudnya membaca alam semesta (ayatul kaun).
Dalam surat al-Qalam, Allah SWT bersumpah dengan kata yang amat penting, yaitu
kalam. Dengannya, ilmu dapat ditransfer dari individu ke individu, dari generasi ke
generasi, atau dari umat ke”. umat yang lain. “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tuli
Metode belajar langsung (Lisan). Salah satu cara belajar adalah menghadap kepada guru
dengan jalan mendengarkan dan menirukan serta hadir di majlisnya. Berkaitan dengan itu,
Al-Qur’an mengajak kepada sekelompok manusia untuk mencari ilmu pengetahuan dan
tafaqquh fid-din. “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya”.
Para salafus saleh mensyaratkan dalam mencari ilmu hendaklah mendatangi para
ulama’ dan hadir dalam majelis-majelis ilmu. Tidak cukup hanya dengan membaca buku-
buku tanpa menghadap secara langsung. Karena apabila ada kesalahpahaman, merekalah
yang akan menerangkan dan meluruskannya. Oleh karena itu, ada sebuah nasihat yang
terkenal dari para ulama’ kepada murid-muridnya, “Janganlah kalian mengambil ilmu
pengetahuan dari tulisan saya dan jangan membaca Al-qur’an dari mushaf saya.
Dalam Al-Qur’an, salah satu etika dalam mencari ilmu seperti yang telah diterangkan
dalam al-qur’an adalah tidak boleh puas setelah sampai pada batas tertentu jenjang ilmu
pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan ibarat lautan yang tidak bertepi dan tidak pula
berbatas, sejauh manapun manusia meraih ilmu pengetahuan, ia harus terus menambahnya
dan ia tidak akan munkin sampai pada batas kepuasan. Dalam hal ini Allah telah mengajar
Rasulullah SAW dengan firman-Nya, Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-
benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan
mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan."
4. Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an
Seringkali orang-orang musyrik menuntut untuk diturunkannya tanda-tanda kebesaran
Allah yang luar biasa (mukjizat) sebagaimana mukjizat yang diberikan kepada rasul-rasul
terdahulu, misalnya unta Nabi Saleh, tongkat Nabi Musa, Mu’jizat Nabi Isa dalam
menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang-orang yang terjangkit penyakit kusta.
Namun Allah tidak memperdulikan tuntutan mereka. Hal tersebut telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an dalam beberapa surat denagan beberapa jawaban. Diantaranya dalam surat al-
Isra’ Allah berfirman:
“Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu)
tanda-tanda (kekuasan kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh
orang-orang dahulu. dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai
mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka Menganiaya unta betina itu. dan Kami tidak
memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti”. (QS.al-Isra’ ayat 59).
Dalam surat yang lain, Al-Qur’an menjawab mereka dengan jawaban lain. Sebenarnya
dihadapan mereka ada mukjizat yang sangat jelas dan bisa mencukupi dibanding mukjizat-
mukjizat lain, Mukjizat itu adalah Al-Qur’an. Jika mereka benar-benar berakal, kitab suci
ini cukup bagi mereka sebagai mukjizat terbesar.. Akan tetapi sikap mereka yang
membangkang, takabur, selalu menyusahkan, dan selalu dalam kebatilan menjadikan
mereka berlebih-lebihan dalam menuntut mukjizat. Bahkan, seandainya permintaan
mereka dipenuhi, mereka tetap tidak akan beriman.
Al-Qur’an adalah mukjizat Allah yang membuat manusia tidak kuasa untuk
mendatangkan yang semisal dengannya atau bahkan sebagiannya saja. Sifat kemukjizatan
Al-Qur’an ini merupakan objek kajian yang luas, yang telah dan selalu dikaji oleh orang-
orang sejak zaman dulu hingga sekarang. Bentuk-bentuknya sangat beragam, diantaranya,
I’jaz bayani wa adabi (I’jaz secara bahasa dan sastra). I’jaz model ini telah banyak ditulis
oleh ulama’ terdahulu, diantaranya oleh Imam Abu Bakar al-Baqilani. Ada juga bentuk
I’jaz lain yang diisyaratkan oleh ulama’ terdahulu dan diperluas oleh ulama’ masa kini.
Yaitu, kandungan Al-Qur’an berupa syariat-syariat, arahan-arahan, dan ajaran-ajaran yang
menyatukan antara idealism dan realita, rohani dan materi, dunia dan akhirat, serta
kebebasan individu dan kepentingan masyarakat.. Hal ini telah ditulis oleh Sayid Rasyid
Ridha dalam bukunya yang terkenal, al Wahyu al Muhammadi.
Seseorang yang mempelajari secara khusus ilmu-ilmu Al-Qur’an tidak akan ragu
untuk menyatakan bahwa di dalam al-qur’an terkandung isyarat-isyarat ilmiah, bahkan
juga fakta-fakta ilmiah. Diantara fakta-fakta ilmiah yang direkam Al-Qur’an yang
mendahului ilmu pengetahuan modern adalah air. Air merupakan asal kehidupan dan
semua makhluk hidup diciptakan darinya.Allah berfirman:
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga
beriman?”
Fakta ilmiah lainnya adalah fenomena berpasang-pasangan. Hal ini tidak hanya
terbatas pada gender laki-laki dan perempuan, pada manusia dan hewan, serta sebagian
tumbuhan. Seperti pohon kurma sebagaimana telah dikenal manusia pada masa Al-Qur’an
di turunkan, bahkan merupakan fenomena alam dan undang-undang universal yang
mencakup manusia, hewan, tumbuhan, dan benda mati. Inilah yang di diisyaratkan Al-
Qur’an dalam ayat,
“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui”. (QS. Yasin ayat 36)
Kemudian telah disebutkan dalam al-qur’an tentang fase-fase pertumbuhan janin, yang
merupakan deskripsi detail yang hanya dikenal oleh sains dan kedokteran modern. Fakta
ilmiah lainnya adalah firma Allah yang menjelaskan bahwa hewan dan burung-burung
memiliki karakter berkelompok. Isyarat ilmiah lainnya adalah ayat yang menerangkan
besarnya galaksi yang terlihat kecil oleh manusia seperti titik cahaya. Padahal bisa jadi ia
lebih besar miliaran kali dari besar bumi. Al-Qur’an juga mengisyaratkan hal yang
menguatkan teori yang mengasumsikan adanya makhluk hidup di alam raya selain bumi.
Dan masih banyak contoh lainnya. Yang mesti diingatkan dalam hal ini adalah sikap
mengada-ada yang dilakukan sebagian penulis yang tergesa-gesa dalam mengeluarkan
makna dari suatu ayat yang dianggap ”mukjizat ilmiah”. Padahal, makna ini merusak
kandungan ayat yang sebenarnya dan terkesan dipaksakan, sesuatu yang sebenarnya tidak
layak bagi Kitabullah. Contohnya , seperti penafsiran terhadap ayat,
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa’ ayat 1).
Jiwa yang satu ditafsirkan dengan elektron pada atom, sedang pasangan yang
diciptakan baginya ditafsirkan dengan proton. Ini merupakan pemaksaan dan kezaliman
makna yang tidak ditunjukan oleh zahir atau konteks nash. Bahkan, konteks ayat tersebut
sebenarnya menolak penafsiran semacam itu dengan dalil firman Allah diakhir ayat,
“….dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak….” Kita juga tidak boleh memasukkan dan memaksakan asumsi dan hipotesis
ilmiah yang masih berupa bahan perdebatan dan masih diuji diantara para pakar.
Karenanya tidak pantas orang yang mengadopsi asumsi-asumsi ini berusaha memaksakan
Al-Qur’an untuk menguatkan teorinya. Sebab, bias jadi asumsi dan teori mentah itu nanti
terbukti tidak benar, lalu akhirnya mengkambinghitamka Al-qur’an.
Kaum mukmin dituntut untuk merenungi ayat-ayat dalam al-qur’an. Para ilmuan yang
beriman juga dituntut untuk mencerahkan orang lain lewat ilmu-ilmu dan kajian-kajian
mereka. Sesungguhnya penjelasan bahwa tafsir al-qur’an sesuai dengan fakta-fakta ilmia,
dengan rambu-rambu dan syarat-syarat yang telah disebutkan, bermanfaat bagi kaum
mukminin dalam upaya peneguhan keimanan mereka, menghilangkan ilusi dan keraguan
mereka, serta mempertebal hidayah mereka. Hal lain yang seharusnya dilakukan oleh para
ilmuan lebih khusus lagi bagi mereka yang mengajar, adalah mengaajukan ilmu mereka
dengan didasari dengan iman dan tanggung jawab moral terhadap lingkunganya.

B. RASULULLAH SAW SEBAGAI TELADAN UNTUK PENDIDIKAN DALAM AL-


QUR’AN DAN HADIST
1. Metode Keteladanan.
‫حدثنا عبد هللا ابن يوسف قال اخبرنا مالك عن عمر ابن عبدهللا ابن الزبير عن عمر ابن سليم الزرقي عن ابي قتادة‬
‫االنصاري ان رسول هللا صلي هللا عليه وسلم كان يصلي وهو حامل امامة بنت زينب بنت رسول هللا صلي هللا عليه‬
‫وسلم البي العاص بن ربيعة بن عبد سمش فاذا سجد وضعها واذا قام حملها‬
Artinya: Hadis dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir
ibn Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri,
bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw.
dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau
menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya.
Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak
perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan
anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan
menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang
dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang
kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi
kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun. Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu
besar di mata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak
didik akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru
memberikan teladan yang baik.
Rasulullah saw. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin
diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-
kata. Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk
dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya,
menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak
langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang
dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam
kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana
firman Allah swt. berikut:
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (QS. Al Ahzab : 33: 21).
Al-Baidhawi (Juz 5: 9), memberi makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah
perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting
dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina
perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw.,
yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan
anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan
akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik.
Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan
bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur
pendidik yang dapat dijadikan panutan.
2. Metode lemah lembut/kasih sayang.
‫ع ْن م َعا ِو َيةَ ب ِْن‬
َ ‫سار‬ َ ‫ع‬
َ ‫طاءِ ب ِْن َي‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ع ْن ه ََِل ِل ب ِْن أ َ ِبي َميْمونَ َة‬َ ‫ع ْن َي ْح َيى ب ِْن أ َ ِبي َكثِير‬ َّ ‫ع ْن َحجَّاج ال‬
َ ِ‫ص َّواف‬ َ ‫ِيم‬
َ ‫عِيل بْن ِإب َْراه‬
‫ّللا فَ َر َمانِي ا ْلقَ ْوم‬
َّ َ‫س َرجل ِم ْن ا ْلقَ ْو ِم فَق ْلت يَ ْر َحمك‬ َ ‫ع‬
َ ‫ط‬ َ ْ‫سلَّ َم إِذ‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللا‬ ِ َّ ‫صلِي َم َع َرسو ِل‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫سلَمِي ِ قَا َل بَ ْينَا أَنَا أ‬
ُّ ‫ا ْل َحك َِم ال‬
‫ص ِمتونَنِي لَكِنِي‬ َ ‫ع َلى أ َ ْفخَا ِذ ِه ْم فَلَ َّما َرأ َ ْيته ْم ي‬ َّ َ‫ار ِه ْم فَق ْلت َوا ث ْك َل أ ِم َيا ْه َما شَأْنك ْم ت َ ْنظرونَ ِإل‬
َ ‫ي فَ َج َعلوا َيض ِْربونَ ِبأ َ ْيدِي ِه ْم‬ َ ‫ِبأ َ ْب‬
ِ ‫ص‬
َ ْ‫سلَّ َم فَ ِبأ َ ِبي ه َو َوأمِي َما َرأَيْت م َع ِل ًما قَ ْبلَه َو َال َب ْعدَه أَح‬
ِ َّ ‫سنَ ت َ ْعلِي ًما مِ ْنه فَ َو‬
‫ّللا َما‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫ّللا‬ ِ َّ ‫صلَّى َرسول‬ َ ‫سكَتُّ فَلَ َّما‬َ
‫اس إِنَّ َما ه َو الت َّ ْسبِيح َوالت َّ ْكبِير َوق َِرا َءة‬ ِ َّ‫يء م ِْن ك َََل ِم الن‬ ْ ‫ش‬ ْ َ‫ص ََلة َ َال ي‬
َ ‫صلح فِي َها‬ َّ ‫شت َ َمنِي قَا َل إِ َّن َه ِذ ِه ال‬َ ‫ض َربَنِي َو َال‬
َ ‫َك َه َرنِي َو َال‬
ِ ‫ا ْلق ْر‬
….‫آن‬
Artinya: Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah,
hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn
Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya:
Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan
yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya berkata:
Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan mereka,
ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam. Setelah Rasul
saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak
pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada
beliau. Demi Allah beliau tidak membentak, memukul dan mencela saya. Rasulullah saw.
(hanya) bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari
pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca Alquran.
Pentingnya metode lemah lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang
disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah
lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab dengan
pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
3. Metode deduktif.
‫ع ْن أ َ ِبي‬
َ ‫اصم‬ ِ ‫ع‬ ِ ‫ع ْن َح ْف‬
َ ‫ص ب ِْن‬ َ ‫الرحْ َم ِن‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ َ ‫ّللا قَا َل َحدَّثَنِي خبَيْب بْن‬ َ ‫شار ب ْندَار قَا َل َحدَّثَنَا يَ ْحيَى‬
ِ َّ ‫ع ْن عبَ ْي ِد‬ َّ َ‫َحدَّثَنَا م َح َّمد بْن ب‬
ِ‫اْل َمام ْال َعادِل َوشَاب نَشَأ َ فِي ِعبَادَة‬
ِ ْ ‫ّللا فِي ظِ ِل ِه يَ ْو َم َال ظِ َّل ِإ َّال ظِ ُّله‬
َّ ‫س ْب َعة يظِ ُّله ْم‬
َ ‫س َّل َم قَا َل‬
َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ َّ ‫ص َّلى‬
َ ‫ّللا‬ َ ِ ‫ع ْن النَّ ِبي‬َ َ ‫ه َري َْرة‬
ِ ‫ام َرأَة ذَات َم ْن‬
‫صب َو َج َمال‬ ْ ‫طلَ َبتْه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو َرجل‬
َ ‫علَ ْي ِه َوتَف ََّرقَا‬ ِ َّ ‫اج ِد َو َرج ََل ِن ت َ َحابَّا فِي‬
َ ‫ّللا اجْ ت َ َم َعا‬ ِ ‫س‬َ ‫َر ِب ِه َو َرجل قَ ْلبه م َعلَّق فِي ا ْل َم‬
.‫ع ْينَاه‬ ْ ‫ض‬
َ ‫ت‬ َ َّ ‫صدَّقَ أ َ ْخفَى َحتَّى َال ت َ ْعلَ َم ِش َماله َما ت ْنفِق يَمِ ينه َو َرجل ذَك ََر‬
َ ‫ّللا خَا ِليًا فَفَا‬ َ َّ ‫فَقَا َل إِنِي أَخَاف‬
َ َ ‫ّللا َو َرجل ت‬
Artinya:
“Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya
hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a.,
Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya
yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh
dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid, dua orang
yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang
yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada
Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah
dalam kesendirian hingga air matanya mengalir”.
Menurut Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu
materi pelajaran, akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran,
sehingga lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar.[45]
4. Metode perumpamaan
‫صلَّى‬
َ ِ ‫ع ْن النَّبِي‬
َ ‫ع ْن اب ِْن ع َم َر‬ َ ‫ع ْن نَافِع‬ َ ‫ّللا‬ِ َّ ‫ي َحدَّثَنَا عبَيْد‬ َّ ‫ب يَ ْعنِي الثَّقَ ِف‬ِ ‫عبْد ا ْل َو َّها‬ َ ‫َحدَّثَنَا م َح َّمد بْن ا ْلمثَنَّى َواللَّ ْفظ لَه أ َ ْخبَ َرنَا‬
.ً ‫شاةِ ا ْل َعائ َِرةِ بَيْنَ ا ْلغَنَ َمي ِْن تَعِير ِإلَى َه ِذ ِه َم َّرة ً َو ِإ َلى َه ِذ ِه َم َّرة‬ ِ ِ‫سلَّ َم قَا َل َمثَل ا ْلمنَاف‬
َّ ‫ق َك َمث َ ِل ال‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ
َ ‫ّللا‬
Artinya; “Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul
Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda:
Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang
kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini”.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk
memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan
baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang
digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan
makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit
atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat
jelas.
C. GURU SEBAGAI AGEN PERUBAHAN DALAM PENDIDIKAN MENURUT AL-
QUR’AN DAN HADIST
1. Dasar-dasar Pendidik dalam Al-Qur-an
Pada hakikatnya yang menjadi pendidik paling utama adalah Allah SWT. Sebagai guru
Allah telah memberi segala gambaran yang baik dan yang buruk sebagai sarana ikhtiar
umat manusia menjadi baik dan bahagia hidup di dunia dan akhirat. Untuk mencapai
tujuan tersebut Allah mengutus nabi-nabi yang patuh dan tunduk kepada kehendak-Nya
untuk menyampaikan ajaran Allah kepada umat manusia.
Apabila melihat petunjuk yang ada di dalam Al-Qur-an, maka pendidik bisa
diklasifikasikan menjadi empat:
a. Allah SWT.
Allah sebagai pendidik utama yang menyampaikan kepada para Nabi berupa berita
gembira untuk disosialisasikan kepada umat manusia. Sebagaimana dalam firman-Nya:
‫صديقين كنتم ان هؤالء باسماء انبؤني فقال الملئكة على عرضهم ثم كلها االسماء ادم وعلّم‬.
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu memang benar-benar orang yang benar”. (Q.S. Al-Baqarah/2:
31)

Ayat di atas dengan jelas bahwa Allah mengajar nabi Adam, kemudian di ayat lain Allah
mendidik manusia dengan perantaraan tulis baca:
‫علّم االنسان مالم يعلم‬.
“Dia megajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuina. (Q.S. al-‘Alaq/ 96: 5).

Allah mendidik manusia sesuatu yang tidak manusia ketahui. Pendidikan Allah
menyangkut segala kebutuhan alam semesta ini. Allah sebagai pendidik alam semesta
dengan penuh kasih sayang sebagimana firman-Nya dalam surat al-Fatihah; (…‫العالمين رب‬.
‫ )الرحيم الرحمن‬Allah sebagai pendidik telah mengajar nabi Muhammad berupa turunnya
ayat-ayat Al-Qur-an untuk di sampaikan kepada umatnya. Seperti Allah mengajari/
menganjurkan nabi berdakwah (Q.S. Al-Muddatstsir/ 74) serta ayat-ayat lain yang pada
intinya sebagai imtitsal yang disampaikan pada Nabi untuk disebarkan pada umatnya.

b. Rasulullah SAW.
Nabi Muhammad SAW. Sebagai penerima wahyu Al-Qur-an yang diajari segala aspek
kehidupan oleh Allah SWT (melalui malaikat jibril) untuk disosialisasikan kepada umat
manusia. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik atau
guru yang langsung ditunjuk oleh Allah SWT., dimana tingkah lakunya sebagai suri
teladan bagi umatnya. Allah berfirman;
‫لقدكان لكم في رسول هلل اسوة حسنة لمن كان يرجوهللاا واليوم االخروذكرهللاا كثيرا‬.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab/33: 15).

Dengan demikian segala tingkah laku Rasulullah senantiasa terpelihara dan dikontrol oleh
Allah SWT. segala anjuran dan laranganya benar-benar wahyu dari Allah sebagaimana
dalam firman-Nya:
‫ ان هو االوحي يوحى‬.‫وماينطق عن الهوى‬.
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur-an) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S. An-Najm/
53: 3-4).

Segala perbuatan Nabi yang dilakukan secara wajar merupakan suri teladan bagi umat
manusia. Nabi yang secara langsung dibimbing oleh Tuhan menjadikan aktifitas Nabi
sebagai sesuatu yang terbaik untuk diaplikasikan oleh umat manusia. Nabi sebagai
Pendidik yang “sempurna” menjadi keniscayaan bagi manusia untuk menteladaninya.

c. Orang Tua
Dalam Al-Qur’an juga telah dijelaskan kedudukan orang tua sebagai pendidik anak-
anaknya, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Luqman:
‫عظيم لظلم الشرك إن باهلل تشرك ال يبني يعظه وهو البنه لقمان قال وإذ‬
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran
kepadanya “Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar”.

Al-Qur’an menyebutkan sifat-sifat yag harus dimiliki orang tua sebagai guru yaitu pertama
dan utama adalah ketuhanan dan pengenalan Tuhan yang pada akhirnya akan memiliki
hikmah atau kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio. dapat
bersukur kepada Allah, suka menasihati anaknya agar tidak mensekutukan Tuhan,
memerintahkan anaknya agar melaksanakan salat, sabar dalam menghadapi penderitaan.
Kedudukan orang tua sangat penting dalam membina dan mendidik anak-anaknya, karena
orang tua yang paling bertanggung jawab terhadap anak keturunannya. Apakah anak-
anaknya mau dijadikan orang yang baik atau sebaliknya? Nabi bersabda;
‫… هريرة أبي عن‬.‫ويمجسانه وينصرانه يهودانه فأبواه الفطرة على يولج مولود كل‬. (‫)وأحمد مسلم و البخاري رواه‬
“Tiap-tiap anak terlahir dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, Majusi.

Orang tua disamping memiliki kewajiban memberi nafkah kepada anak-anaknya juga
berkewajiban untuk membina dan mendidiknya. Dua kewajiban ini tidak bisa dipisahkan,
karena menjadi tanggungan orang tua kepada anaknya. Dalam realitanya kebanyakan orang
tua tidak kuasa secara langsung untuk mendidik anak-anaknya. Hal ini karena beberapa
aspek yang tidak mungkin untuk dilaksanaknnya, baik karena aspek kesempatan,
kemampuan dan kendala-kendala lainnya.

d. Orang lain
Pendidik yang keempat dalam perspektif Al-Qur’an adalah orang lain. Yaitu kebanyakan
orang yang tidak terkait langsung dengan nasabnya terhadap anak didiknya. sebagaimana
firman Allah:
‫ نصبا هذا سفرنا من لقينا لقد غدائنا اتنا لفته قال جاوز فل ّما‬.
“Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah
kemari makanan kita; sesungguhny kita telah merasa letih karena perjalanan ini”.

Menurut para ahli tafsir nabi Musa berkata kepada muridnya yang bernama Yusya
bin Nun. Ayat di atas menjelaskan tentang nabi Musa yang mendidik orang yang bukan
kerabat dekatnya (orang lain). Selanjutnya dalam ayat lain yang menjelaskan ketika nabi
Musa berguru kepada nabi Khidir, Allah berfirman;
‫رشدا علمت مما تعلمني أن على أتبعك هل موسى له قال‬
“Musa berkata kepada Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”.

Dalam konteks ayat ini nabi Musa berguru kepada nabi Hidir, dimana nabi Musa
kurang bisa bersabar menjadi murid nabi Hidir, sehingga yang bisa diambil hikmahnya
bagaimana peserta didik bisa bersabar terhadap pendidiknya. Nampaknya Al-Qur-an
secara jelas telah menjelaskan tentang empat klasifikasi pendidik (Allah sebagai pendidik
seisi alam semesta, Anbiya’ sebagai pendidik umat manusia, kedua orang tua sebagai
pendidik anak dari nasabnya, dan orang lain sebagai orang yang membantu mendidik
anak didik secara universal.. Orang lain inilah yang selanjutnya disebut pendidik/ guru.
Bergesernya kewajiban orang tua mendidik anak-anaknya kepada pendidik/ guru,
setidaknya karena dual hal; pertama karena orang tua lebih fokus kepada kewajiban
finansial terhadap anak-anaknya. Kedua karena orang tu memiliki keterbatasan waktu
atau kemampuan mendidik/ mengajar.
Dengan demikian menjadi keniscayaan bagi orang tua untuk menyerahkan dan
mempercayakan anak-anaknya kepada pendidik yang berada di lembaga pendidikan.
Tentunya dengan hal tersebut kewajiban orang tua mendidik secara langsung anak-
anaknya bisa diwakili oleh pendidik-pendidik tersebut, sehingga kewajiban orang
memberi nafkah anak-anaknya bisa terpenuhi termasuk kewajiban mendidiknya.

3. Sifat-sifat Pendidik
Sifat-sifat yang harus dimiliki pendidik sebagaimana tercantum dalam Al-Qur-an,
diantaranya: sifat shiddiq, sebagaimana surat. An-Nisa’: 104, amanah sebagaimana surat
Al-Qashash: 26, Tabligh, Fathanah, Mukhlish sebagaimana surat Al-Bayyinah: 5, Sabar
sebagaimana surat Al-Muzammil: 10, dan surat Ali Imron:159, Saleh (mencintai,
membina, menyokong kebaikan) sebagaimana surat An-Nur: 55, Adil sebagaimana surat
Al-Maidah: 8, mampu mengendalikan diri sesuai diri sendiri sebagaimana surat An-Nur:
30, kemampuan kemasyarakatan sesuai surat Ali Imron: 112, dan ketaqwaan kepada
Allah sebagimana surat Al-A’raf: 26, dan surat Al-Mudatstsir : 1-7).
Menurut Al-Ghazali pendidik dituntut memiliki beberapa sifat keutamaan yang menjadi
kepribadiannya, diantanya: (a) Sabar (b) kasih sayang (c) sopan (d) tidak riya’ (e) tidak
takabbur (f) tawadhu’ (g) pembicaraan terarah (h) bersahabat (i) tidak pemarah (j)
membimbing dan mendidik dengan baik (k) sportif (l) iklash dan lainnya. Sehingga Al-
Ghazali berpendapat bahwa pendidik tidak boleh meminta bayaran dan apabila bila
mengajar ilmu agama hanya boleh menerimanya.
Sedangkan menurut Ibnu Khaldun bahwa pendidik harus memiliki metode yang baik dan
mengetahui faedah yang dipergunakannya. Disamping itu Ibnu Khaldun menganjurkan
agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap orang
tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik utama. Selanjutnya jika keadaan
memaksa harus memukul si anak, maka pukulan tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali.
Sedangkan pendidik boleh menerima ujrah dari hasil mengajarnya.
Sifat-sifat yang harus dimiliki pendidik menurut Ikhwan al-Safa ialah, pendidik harus
cerdas, baik akhlaknya, lurus tabi’atnya, bersih hatinya, menyukai ilmu, bertugas mencari
kebenaran, dan tidak bersifat fanatisme terhadap suatu aliran, walaupun dalam hal ini
Ikhwan al-Safa tidak konsisten karena pendidik versi mereka harus sesuai denan
organisasi dan tujuannya. Mereka memiliki aturan tentang jenjang pendidik yang dikenal
dengan nama ashhab al-namus. Mereka itu adalah Mu’allim, Ustrdz dan mu’addib.
Guru ashhab al-namus adalah malaikat, dan guru malaikat adalah jiwa yang universal,
dan guru jiwa universal adalah akal aktual; dan akhirnya Allah-lah sebagai guru dari
segala sesuatu. Guru, ustadz atau mu’addib dalam hal ini berada pada posisi ketiga,
dengan tingkatan sebagai berikut: (a) Al-Abrar dan al-Ruhama, yaitu orang yang
memiliki syarat kebersihan dalam penampilan batinnya dan berada pada usia sekitar 25
tahun. (b) Al-Ru’asa dan al-Malik, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan yang usianya
sekitar 30 tahun, dan disyaratkan memelihara persaudaraan dan bersikap dermawan. (c)
Muluk dan Sulthan, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan dan telah berusia 40 tahun.
(d) Tingkatan yang mengajak manusia untuk sampai pada tingkatannya masing-masing,
yaitu berserah dan menerima pembiasaan, menyaksikan kebenaran yang nyata, kekuatan
ini terjadi setelah berusia 50 tahun. Sedangkan menurutnya bahwa pendidik boleh
menerima upah dari hasil mengajarnya.

D. PARADIGMA PENDIDIKAN MENURTUT AL-QUR’AN DAN HADIST


1. Nabi Muhammad SAW
Dari perspektif al-Sunnah, kita boleh mengambil contoh daripada beberapa tindakan
Rasulullah saw sebaik sahaja beliau diangkat menjadi Rasul. Ia boleh dibahagikan kepada
dua fasa iaitu fasa pertama ketika beliau berada di Kota Mekah dan yang kedua ketika
beliau berada di Kota Madinah. Di Kota Mekah baginda telah menyeru kepada agama
Allah di samping mendidik mereka yang telah menyahut seruan dakwah Islam. Walaupun
secara zahirnya usaha dakwah pada peringkat awal ini kelihatan kurang berjaya sehingga
membawa kepada penghijrahan Rasulullah saw ke Kota Madinah, namun secara
hakikatnya ia telah membuktikan kejayaan besar Baginda ke atas orang-orang jahiliyah.
Ini kerana Rasulullah saw berjaya mendidik sebilangan para sahabat dalam tempoh
tersebut dan membentuk mereka menjadi sebuah kelompok yang mempunyai
keistimewaan dari sudut akidah, budi pekerti serta matlamat hidup (Muhammad Shadid
1992). Selain itu, baginda juga telah mengambil inisiatif untuk mengadakan kelas
bimbingan dan didikan kepada golongan musabiqun al-awwalun di rumah Abi bin Abi al-
Arqam. Nabi Muhammad saw selaku nabi yang terakhir yang diutuskan oleh Allah SWT
telah menggunakan pendekatan pendidikan bagi membangunkan Islam sekaligus
mencapai matlamat pengutusannya. Selepas dakwah baginda mendapat tentangan
daripada penduduk Quraisy di Kota Mekah, Rasulullah saw telah berhijrah ke Kota
Madinah demi keselamatan dan kelangsungan Islam yang baru melalui proses awal
perkembangannya ketika itu. Di Kota Madinah, selain daripada menubuhkan kerajaan
Islam yang pertama, antara aspek pembangunan yang ditekankan oleh Rasulullah saw
adalah pembangunan dalam bidang pendidikan. Sebagai langkah awal beliau telah
melantik beberapa orang individu dalam kalangan sahabat baginda untuk menjadi guru,
antaranya Abu Ubaidah al-Jarrah dan Ubadah bin al-Samit untuk mengajarkan al-Quran
kepada masyarakat Islam (Awang Yahya 2004). Pada peringkat ini, pendidikan tidak
terfokus kepada persoalan akidah semata-mata malah menyentuh soal kekeluargaan dan
masyarakat, peraturan serta tindak tanduk dalam hidup di samping melaksanakan syariat
Islam dalam segenap aspek kehidupan. Maka dengan itu, bidang atau skop pendidikan
menjadi bertambah luas selaras dengan meluasnya tujuan serta beragamnya suruhan serta
laranganNya (Muhammad Shadid 1992). Di samping itu, Rasulullah saw juga telah
memperluaskan fungsi dan peranan masjid sebagai tempat untuk mendapatkan
pendidikan. Dalam hubungan ini masjid tidak dilihat sebagai tempat untuk beribadat
semata-mata tetapi dilihat juga peranannya yang sepadu dalam pembangunan dan
perkembangan ummah. Masjid telah dijadikan sebagai pusat pembentukan muslim yang
bertaqwa atau dalam erti kata lain masjid dianggap sebagai pusat pendidikan Islam yang
terkemuka. Baginda juga telah memilih beberapa orang daripada kalangan orangorang
mukmin yang direkrut khas untuk menjalankan tugas-tugas pendidikan. Selain itu,
Rasulullah saw juga telah mengeluarkan arahan tentang pendidikan. Arahan tersebut
dinyatakan oleh baginda setahun selepas peristiwa hijrah ke Kota Madinah. Baginda telah
naik ke mimbar masjid dan berkata (al-Kattani t.th.; Awang Yahya 2004): Apatah halnya
orang-orang mukmin tidak mengajarkan ilmu agama kepada jiran tetangga mereka dan
mereka pula tidak belajar. Didiklah anak-anak kamu dengan sopan santun dalam tiga
perkara: Kasihkan nabi kamu, kasihkan kaum keluarganya dan membaca al-Quran; tidak
juga memberi nasihat supaya orang lain pergi belajar. Maka hendaklah kamu ketahui,
kaum muslimin hendaklah mengajar jiran tetangga mereka dan mengajarkan ilmu agama
dan memberi nasihat dan menyuruh berbuat perkara yang baik dan melarang perkara
yang jahat. Dan mereka itu pula hendaklah belajar dan jiran tetangga itu hendaklah
mempelajari agama dan memberi nasihat. Kalau mereka tidak berbuat demikian saya
akan jatuhkan hukuman ke atas mereka.
2. Tinjauan Tentang Materi Pendidikan Luqman Al Hakim

Metode atau metoda berasal dari bahasa Yunani (Greeka) yaitu metha dan hodos,
metha berarti : melalui atau melewati”, dan hodos berarti : jalan atau cara”. “Metode
berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu” .
Sebagai suatu seni tentu saja metode pendidikan harus menimbulkan kesenangan dan
kepuasan bagi anak didik. Kesenangan dan kepuasan merupakan salah satu faktor yang
dapat menimbulkan gairah dan semangat bagi anak didik.
Dalam buku metodologi pendidikan agama Islam “Metode berarti cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan” . Sedangkan metode pendidikan ialah cara yang digunakan oleh guru untuk
menyampaikan pelajaran kepada pelajar. Karena penyampaian itu berlangsung dalam
interaksi edukatif, metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh
guru dalam mengadakan hubungan dengan pelajar pada saat berlangsungnya pengajaran.
Dengan demikian, metode mengajar merupakan alat untuk menciptakan proses belajar
mengajar
Karena metode pendidikan merupakan alat mencapai tujuan, maka diperlukan
pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan dengan sejelas-jelasnya
merupakan persyaratan terpenting sebelum seseorang menentukan dan memilih metode
pendidikan yang tepat. Kekaburan di dalam tujuan yang akan dicapai menyebabkan
kesulitan dalam memilih dan menentukan metode-metode yang tepat.
Jadi berdasarkan paparan di atas penulis menyimpulkan bahwa metode pendidikan
sebagai suatu seni tentu saja metode pendidikan harus menimbulkan kesenangan dan
kepuasan bagi anak didik.

1) Materi Pendidikan Kepribadian Anak


a. Mensyukuri Nikmat
Artinya: Dan sesungguhya kami telah berikan kepada Luqman, yaitu: “Bersyukur
kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah) maka sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur, sesungguhnya
Allah Mahakaya lagi Mahatepuji. (Q.S. Luqman Ayat 12)

Setiap orang yang telah diberi taufik oleh Allah sehingga orang tersebut bekerja
dengan ilmunya maka orang tersebut telah memperoleh hikmat. Sebaiknya
apabilaorang telah bekerja tidak dengan ilmu yang telah dia peroleh maka akan sia-
sisa.
Maka dalam ayat diatas diterangkan, bahwa Luqman telang memperoleh hikmat itu.
Dia sanggup mengerjakan suatu amal dengan tuntunan ilmunya sendiri, “ bahwa
bersyukurlah kepada Allah”. Inilah hikmat yang dapati oleh Luqman.
Syukur kepada Allah, karena bila mau bersyukur, Allah akan menambah (kebaikan
dan rezeki), tetapi bila manusia kufur ni’mat, maka sungguh siksa Allah amat
dahsyat. Seperti firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7.

Pertanda syukur ialah mengerti siapa orang yang amat berjasa pada dirinya itu. Bila
dia telah faham bahwa yang berjasa itu ada Dzat Yang Maha Pemurah, maka dia
tidak akan menganggap-Nya sebagai yang bukan-bukan. Misalnya mengatakan
kepada Allah atas berbagai macam tuduhan dan sangkaan yang tidak benar.
umpamanya Allah dianggap mempunyai sekutu, Allah tiga, Allah aniaya, dan
sebagainya.
Maka bersyukur kepada Allah mestilah bertauhid, tidak ada lain. Sebab orang yang
musyrik berarti menghina Allah, durhaka dan tidak mengerti siapa Allah sebenarnya.
Sedangkan memanggil manusia dengan nama yang bukan panggilannya saja tidak
benar, apalagi memberikan predikat yang bersifat merendahkan atau menghina
manusia.
Maka tanamkanlah rasa Tauhid kepada anak anda sejak kecil. Biasakanlah mendidik
mereka dengan nafas keagamaan. Sesuaikanlah dengan umur mereka, mulai dari
bacaan-bacaan yang bagus, ayat-ayat pendek, bacaan shalat, dan kemudian sedikit
pengertian dan penerapannya.
Didiklah tentang berbagai ajaran yang disertai praktek. Misalnya bagaimana harus
memberikan dan menjawab salam, hamdalah, basmalah, istighfar, tasmi’, takbir,
shalat, puasa dan sebagainya. Masing-masing ajaran itu diharapkan agar dapat
dihayati secara mendalam .
Dengan demikian maka praktek ibadah tidak bisa lepas dari pemahaman maksud dan
tujuan beribadah kepada Allah. Tentulah nanti sampai kepada Tauhid. Maka ajaran
Tauhid sebagai landasan dan fondasi kepribadian dan hidup mereka. Tauhid itulah
yang menentukan jalan hidup mereka menuju hidup di akhirat nanti.

b. Tidak menyekutukan Allah

Tanamkanlah rasa keimanan yang murni sejak anak mulai usia pada tingkatan Taman
Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, karena naluri anak-anak yang seusia sekian telah
bisa menerima pendidikan keimanan .
Luqman Hakim sendiri memprioritaskan pendidikan Tauhid kepada anaknya.
Terbukti hal itu telah mendapatkan tempat pertama dari wasiatnya dalam surat
Luqman, yakni ayat 12 dan 13.

Artinya: 12. Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:
"Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka
Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak
bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". 13. Dan
(Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(Q.S. Luqman:
12-13)

Ini adalah nasehat yang jujur karena tiada lain bagi seorang bapak melainkan
anaknya mendapat kebaikan, dan sikap yang wajar bagi seorang bapak member
nasehat kepada anaknya.

Disini Luqmanul-Hakim melarang anaknya dan mempersekutukan Allah dengan


alasan bahawa perbuatan syirik adalah suatu yang amat besar. Beliau menekankan
hakikat ini dua kali. Sekali dengan mengemukakan larangan dan menjelaskan
alasannya dan sekali lagi dengan menggunakan kata-kata penguat yaitu “inna” dan
“lam” pada “lazulmun”. lnilah hakikat yang dikemukakan Nabi Muhammad s.a.w.
Bahwa syirik adalah sebesar-besar dosa dan Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik (ayat 116 An Nisa’)

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu)


dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka
Sesungguhnya ia Telah tersesat sejauh-jauhnya.”(Q.S An Nisa’: 116).

c. Berterimakasih kepada orang tua

Selanjutnya dalam surat Luqman ayat 14,

Artinya: “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.(Q.S.Luqman : 14)

Perintah kepada anak-anak supaya berbuat baik kepada ibu bapa berulang-ulang kali
disebut di dalam al-Qur’anul-Karim dan di dalam
suruhan-suruhan Rasulullah s.a.w. ibu telah banyak menanggung beban mulai dari
kehamilan sampai melalui proses melahirkan, dimana ibu terbebani dengan dua
nyawa, nyawanya sendiri dan nyawa anaknya.
Luqman menasehatkan bahwa agar anak harus berbakti kepada kedua orang tua.
“Memuliakannya dan menghormati orang tua, karena keduanya yang memelihara
kita. terutama ibu, yang mengandung kita dalam keadaan payah ”
Orang tua memiliki rasa cinta dan kasih sayang terhadap anaknya. Perasaan itu
dijadikan Allah sebagai asas kehidupan psikis, sosial, dan fisik kebanyakan mahluk
hidup.
Dan lebih dari itu kedua orang tua yang menjadi perantaraan adanya anak lahir ke
dunia ini. Namun berbakti dan menghormati dan memuliakan orang tua adalah yang
kedua. dan yang pertama adalah kepada Allah. Maka semua itu kita kerjakan bila
tidak bertentangan dengan ajaran Allah. “Bersyukurlah kepada-Ku, dan kepada dua
orang ibu bapakmu”.
Bila anak telah berani berdosa kepada orang tua, itulah alamat bahwa telah terjadi
ketidakberesan pada mental anak. Padahal berterima kasih adalah paling mudah dari
pada membalas budi, meskipun berterima kasih seharusnya ditunjukkan dengan cara
yang baik, penuh keikhlasan dan patuh kepada keduanya.
Jadi membalas budi adalah perbuatan yang paling sukar karena budi orang tua
kepada kita tak terhingga. Mungkin suatu keajaibanlah bila ada anak yang dapat
membalas budi baik orang tua.
4. Sikap terhadap orang tua musyrik
Di atas telah dijelaskan bahwa berbakti kepada orang tua adalah wajib bilamana
kebaktian itu tidak bertentangan dengan ajaran Allah. Maka bagaimana bila orang tua
menyuruh kita berbuat dosa atau musyrik, apakah seandainya perintahnya tidak kita
turuti lantas kita dinamakan durhaka kepadanya

Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku


sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang
yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka
Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan. (Q.S. Luqman : 15)

Sampai disini gugurlah taat kepada orang tua walau seberapa besar rayuan, bujukan,
yang diberikan ibu dan bapak supaya mempersukutukan Allah, maka diperintahkan
kepadanya supaya jangan ta’at kepada keduanya, itulah perintah Allah, dan Allah
selaku Tuhan punya hati yang pertama yang pasti dita’ati .
Ayat 15 surat Luqman telah menjelaskannya, yakni Dan jika kedua orang tuamu
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku atas sesuatu yang kamu tidak ada
pengetahuan tentangnya, maka janganlah kamu mengikutinya dan pergaulilah
keduanya di dunia ini dengan baik.
Seorang anak yang sudah ta’at kepada ibu bapaknya, akan didesak, dikerasi untuk
selallu ikut terhadap akidah yang salah yang mereka anut, yang menukar tauhid
dengan syirik, yang menukar ilmu dengan kejehiliaan, Allah sudah jelas dalam ayat
ini, Janganlah engkau ta’at kepada keduanya”.
Jadi menurut pendapat penulis, meskipun orang tua berlainan pendapat atau
berlainan agama, anak sepatutnya tetap bergaul dengan beliau secara baik dalam
batas tertentu. Artinya tetap taat perintahnya dalam urusan Agama, yang ditaati
adalah Allah.

d. Balasan Akhirat

Balasan akhirat adalah suatu kepercayaan yang harus ditanamkan sejak anak masih
kecil . Jangan begini karena dosa, jangan dijalankan karena haram dan harus
diamalkan karena mendapatkan pahala, adalah suatu kepercayaan dan balasan Allah
besok di akhirat.
Dalam Al-Qur’an sering terdapat ayat-ayat yang memerintahkan atau mencegah
sesuatu, yang pada ujung ayatnya berbunyi :
... ‫هلل تُؤمِ نُون كُنتُم ِإن‬
ِ ‫ اآلخِ ر واليو ِم ِبا‬... (‫النور‬:2)
Artinya : “… (Yang demikian itu) bila engkau benar percaya kepada Allah dan hari
Akhir”.… (QS. An-Nur:2)
Hari Akhir ialah hari kiamat, yang isinya setelah itu adalah kepercayaan kepada yang
gaib, termasuk balasan baik dan jelek, makhsyar, hisab, syirathal mustaqim, surga
dan neraka, dan semua peristiwa akhirat lainnya.
Dua keyakinan, yakni Allah dan Hari Akhir. Bila dua keyakinan itu telah tertanam
dalam hati; maka yang lainnya telah tercakup. Karena kepercayaan kepada Allah
harus mencakup para Rasul-Nya dan apa misi dari para Rasul itu. Akhirat mencakup
segala kepercayaan gaib yang berhubungan dengan akibat dari amalan kita di dunia
ini.
Maka Luqman berwasiat tentang balasan akhirat, yakni dalam surat Luqman ayat 16.

Artinya; (16). (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha
Halus lagi Maha mengetahui. (Q.S. Luqman : 15-16)

Manusia datang dari Allah, dan akan kembali kepada-Nya Maka hanya Allah lah
yang berhak menilai laku perbuatan manusia. dan penilaian Allah itu tuntas, tidak
ada yang tertinggal dari perbuatan manusia meskipun satu biji sawi sekalipun.
Kepercayaan di atas itu diperlukan mutlak untuk mengontrol perilaku manusia
sehari-hari. Karena rupa-rupanya pengawasan alat negara ataupun pengawasan
manusia lainnya tidak mampu untuk mencegah perilaku yang menyimpang. Memang
dibutuhkan pengawasan dari yang mutlak, yakni Allah agar luruslah jalan manusia,
tidak melanggar rambu-rambu agama.
Kezhaliman dan kesalahan sebesar biji sawi akan dipertanggung jawabkan dihadapan
Allah nanti,

e. Mendirikan sholat

Di dalam surat Luqman ayat 17, Luqman berwasiat tentang empat perkara yang juga
menjadi modal dari pembentukan pribadi manusia, Mendirikan shalat, amar ma’ruf,
nahi munkar,dan bersabar

Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).(Q.S. Luqman : 17)
Inilah jalan aqidah mentauhidkan Allah meletakkan balasan yang ada disisi Allah,
percaya kepada keadilan dan takut balasan Allah. Yaitu menyeru manusia untuk
berbuat kebaikan dan menyeru berbuat kemungkaran.
Shalat mengisyaratkan bahwa di dalamnya terkandung adanya hubungan antara
manusia dengan Tuhannya. Sebagai orang tua bila anak sudah berumur 9 tahun,
maka orang tua berkewajiban memerintahkan kepada anak kita agar shalat. Tanpa
shalat, apalah artinya segala amalan lainnya. Hanya fantasi saja karena shalat adalah
jiwa dari segala amalan lainnya.
Sabda Rasulullah SAW :
‫صالة ُ القِيام ِة يوم العبدُ ِب ِه يُحاسبُ ما ا َّو ُل‬
َّ ‫ال‬, ‫عم ِل ِه سائ ُِر صلح صلحت ف ِِان‬, ‫رواه( عم ِل ِه سائ ُِر فسد فسدت واِن‬
‫)الطبرانى‬
Artinya : “Permulaan amal perbuatan seseorang hamba yang dihisap (dihitung-
hitung) di hari kiamat ialah shalatnya. Bila shalatnya baik, maka baiklah semua
amalannya yang lain. Dan bila shalatnya itu rusak, maka binasalah semua amalannya
yang lain”. (Hadits riwayat Thabarani) .
Shalat yang tertib, khusyu’, benar, bagus, tidak pernah di tinggal, akan berakibat
jauh. Yakni amalan yang lain pastilah tertib. Karena shalat itu dapat mencegah
perbuatan dosa dan munkar. Maka bila ada seseorang yang shalat tetapi perbuatannya
sehari-hari tidak benar, itulah tandanya shalatnya fantasi saja.

f. Amar ma’ruf nahi munkar

Amar ma’ruf nahi munkar adalah suatu amalan yang konstruktif dalam masyarakat,
ajaran membangun masyarakat dan sebagai manifestasi dari rasa tanggung jawab
dalam masyarakat ”.
“Dorongan-dorongan untuk amar ma’aruf nahi munkar adalah mengharap pahala dari
Allah, takut pada siksa jika tidak melakukannya, dan takut akan murka Allah kalau
larangan-larangan-Nya dilanggar”
Bagi yang melaksanakan ajaran Amar ma’ruf nahi munkar dalam keluarga maupun
dalam masyarakat adalah sebagai pelopor perbuatan yang membangun. Juga
termasuk salah satu dari kerangka demokrasi dan ketertiban menyeluruh.
Orang yang amar ma’ruf mestilah dia sendiri telah memberikan contoh teladan. Dan
yang nahi munkar mestilah dia juga telah meninggalkan perbuatan yang dosa itu.
Kalau tidak demikian, maka suatu dosa telah membebaninya.
Jadi amar ma’ruf nahi munkar adalah perintah Allah agar masyarakat menjadi baik,
harmonis, aman dan sejahtera.

g. Bersifat sabar

Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 153 yaitu ;


ِ‫صالة‬ َّ ‫ ياأيُّها الَّذِين آمنُوا استعِينُوا ِبال‬... (‫البقرة‬:153)
َّ ‫صب ِر وال‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman ! Mintakah pertolongan dengan (bersikap)
sabar dan (mengerjakan) sembahyang”. (QS. Al-Baqarah:153).
Berdasarkan ayat di atas penulis menyimpulkan bahwa sabar adalah separuh dari
iman.
Sabar bukannya menyerah pada takdir tanpa berikhtiyar, bukannya fatalismu, tetapi
tahan uji dikala menerima percobaa. Sabar adalah tahan menderita sesuatu yang tidak
disenangi dengan ridha dan ikhlas serta berserah diri kepada Allah.
Arti dari kata sabar ialah tahan, yakni tahan uji. Itulah seberat-berat menahan rasa,
karena kesabaran diperlukan dikala sulit dan lapang, dikala sakit dan sehat, dikala
miskin dan kaya, dikala kalah dan menang, dikala gagal dan berhasil, dikala mujur
dan malang, dikala sedih dan gembira, dan dalam semua sikap hidup.
Jadi menurut penulis, tanamkanlah rasa kesabaran pada anak-anak anda, karena
kesabaran itu pun termasuk kerangka Agama Islam juga.

h. Tidak memili sifat sombong

Allah berfirman dalam surat Luqman, ayat 18.

Artinya : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena


sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q. S.
Luqman : 18)

Dan Luqman menyentuh dalam nasehatnya adap cara beriteraksi sosial, karena
berada dalam kehidupan bermasyarakat tidak boleh bersikap takabur dan angkuh.
Berjalan dimuka bumi ini dengan sombong dan angkuh yaitu suatu gaya yang dibenci
Allah dan dibenci pula oleh manusia.
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai”.

Namun orang sombong bukanlah sama dengan cara berpakaian yang indah
necis, tertib dan bersih. Pernah pada suatu hari shalabat bertanya kepada Rasulullah
SAW tentang perkara sombong karena Beliau ketika itu membicarakan masalah
orang yang angkuh, sebagai hadits di bawah ini, sabda Rasulullah SAW :
‫ كِبر مِ ن ذ َّرة ِمثقال قلبِ ِه في ِ كان من الجنَّة اليد ُخ ُل‬... (‫)مسلم رواه‬
Artinya : “Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terselip sifat sombong
…” (HR. Muslim) “Do’a-do’a yang diucapkan oleh Luqman terhadap anak-anaknya
yaitu sembahlah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan yang lain, berbuat baik
kepada orang tua, anak yatim, fakir miskin dan janganlah memiliki sifat sombong”
Jadi berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa isi wasiat luqman
kepada anaknya mengandung beberapa pokok pendidikan yaitu : pendidikan tauhid,
akhlak, shalat, amar ma’ruf nahi munkar, dan ketabahan.

3. Paradigm menurut Nabi Khidir


a. Memiliki Ilmu Pengetahuan
Seorang pendidik dituntut memiliki pengetahuan sebelum mengajarkan ilmuya
kepada peserta didik. Sebagaimana menurut Zakiah Daradjat, menjadi guru harus
memenuhi persyaratan yaitu: 1) Takwa kepada Allah swt., 2) berilmu, 3) sehat jasmani,
4) berkelakuan baik, (Hawi: 2014). Sedangkan pendapat lain dari Noeng Muhadjir,
menjelaskan bahwa persyaratan sebagai pendidik apabila seseorang tersebut: 1) memiliki
pengetahuan lebih, 2) mengimplisitkan nilai dalam pengetahuan itu, 3) bersedia
menularkan pengetahuan beserta nilainya kepada orang lain, (Rohman: 2011). Jadi
seorang pendidik harus memiliki ilmu pengetahuan agar dalam melaksanakan tugasnya
meliputi mengajar, membimbing serta melatih dapat berjalan dengan baik dan sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Memiliki ilmu merupakan salah satu konsep penting dari seorang pendidik.
Demikian pula didalam kisah tersebut, nabi Khidir as. yang berperan sebagai guru nabi
Musa as. itu memiliki ilmu pengetahuan. Akan tetapi ilmu yang dimilikinya diperoleh
dari Allah swt. Sebagaimana Allah swt. berfirman didalam QS al-Kahfi ayat 65:
Artinya: Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba
Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami
ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami.
Dapat dinyatakan bahwa hasil ketakwaan dan keikhlasan dari nabi Khidir as.
kepada Allah swt, membuat Allah swt. memberikan karunia-Nya berupa ilmu. Dari
karunia Allah inilah nabi Khidir as. memiliki ilmu pengetahuan yang berbeda dengan
nabi Musa as. yakni ilmu laduni (ilmu gaib). Sehingga Allah swt., memerintahkan kepada
nabi Musa as. untuk bertemu dengan nabi Khidir as. dan memperoleh pelajaran darinya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang guru dapat melakukan proses pengajaran
apabila telah memiliki ilmu pengetahuan terlebih dahulu baik diperoleh dari hasil
pendidikan formalnya maupun mengikuti kegiatan-kegiatan untuk menunjang
kemampuannya dalam mengajar, membimbing, dan melatih peserta didik. Oleh karena
itu seorang pendidik dituntut memiliki ilmu terlebih dahulu sebelum membimbing,
melatih, dan mengajar agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Penguasaan
ilmu sangat diutamakan karena dikategorikan sebagai kompetensi pedagogik.
b. Adanya Syarat Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar yang dilakukan dapat berjalan dengan baik jika terdapat
persyaratan diantara keduanya. Seorang pendidik harus memberikan syarat kepada
peserta didik dan peserta didik harus mematuhi semua perintah guru. Syarat merupakan
sebuah janji atau tuntutan yang harus dipenuhi sebelum melakukan suatu hal. Persyaratan
didalam proses belajar mengajar biasanya dilakukan dengan adanya kesepakatan bersama
oleh pendidik dan peserta didik sebelum melakukan proses belajar mengajar. Apabila
peserta didik melanggar dan ingkar dengan persyaratan yang telah disepakati, maka akan
memperoleh sanksi atau hukuman. Sebagaimana menurut Abdul Mujib, seorang pendidik
dapat menggunakan dua teknik dalam mengajar yakni targhib dan Tarhib. Targhib adalah
harapan serta janji yang diberikan peserta didik yang bersifat menyenangkan, sedangkan
tarhib adalah ancaman peserta didik bila ia melakukan suatu tindakan yang menyalahi
aturan,(Mujib:2007). Pada proses pembelajaran nabi Musa as., nabi Khidir as.
memberikan persyaratan kepada nabi Musa as. sebelum mengikuti dan belajar
kepadanya. Sebagaimana dijelaskan di dalam QS. alKahfi ayat 70:
Artinya: Dia (nabi Khidir) berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu
menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya
kepadamu.
Dapat diketahui bahwa nabi Khidir as. sebagai pendidik dari nabi Musa
memberikan beberapa persyaratan sebelum mengikuti dan belajar darinya, sehingga jika
terjadi sesuatu yang berbeda dengan pendapat nabi Musa, maka nabi Musa tidak boleh
melanggar syarat atau janji yang telah diberikan untuknya. Pada ayat sebelumnya juga,
nabi Musa as. mengatakan ingin mengikutinya dan tidak akan menanyakan sesuatu hal
apapun sebelum nabi Khidir as. menjelaskan maksud dari perbuatannya tersebut. Ini
merupakan etika dari seorang peserta didik yang patuh dan taat dengan semua perkataan
maupun perbuatan pendidiknya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep pendidik dari nabi Khidir yaitu
memberikan persyaratan atau peraturan sebelum melakukan proses pembelajaran kepada
peserta didik, agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik tanpa adanya
pemaksaan. Sedangkan seorang peserta didik pun akan bersungguh-sungguh belajar
dikarenakan adanya sebuah syarat atau bisa dikatakan peraturan yang harus dia penuhi
dan taati demi tercapainya tujuan dari proses pembelajaran.
c. Penggunaan Metode Pembelajaran
Salah satu syarat atau karakter yang harus dimiliki oleh pedidik yaitu dapat
menggunakan metode dalam proses belajar mengajar. Edi Suardi mengungkapkan bahwa
seorang pendidik harus memenuhi persyaratan, yakni: 1) seorang pendidik harus
mengetahui tujuan pendidikan, 2) seorang pendidik harus mengenal anak didiknya, 3)
seorang pendidik harus tahu prinsip dan penggunaan alat pendidikan serta penggunaan
metode. Ia harus tahu pula memilih mana yang cocok untuk anak ini pada situasi tertentu.
Untuk itu ia harus dapat menentukan jalan atau prosedur mendidik yang bagaimana yang
harus ia gunakan atau tempuh, 4) Untuk dapat melakukan tugasnya yang menghendaki
pengetahuan dan kesabaran itu ia harus mempunyai sikap bersedia membantu anak didik,
5) Untuk dapat membuat suatu pergaulan pendidikan yang serasi dan mudah berbicara
pada anak didik, maka ia harus dapat beridentifikasi (menyatupadukan) dengan anak
didiknya,(Syadulloh: 2011). Seorang pendidik dalam mengajar harus menggunakan
metode agar peserta didik dapat cepat mengerti dengan pelajaran yang disampaikan. Hal
ini juga telah dilakukan oleh nabi Khidir as. saat memberikan pelajaran kepada nabi
Musa as. Akan tetapi, penjelasan tersebut tidak tercantum jelas di dalam ayat al-Qur’an.
Hanya saja dapat ditemukan secara tidak langsung bahwa proses belajar mengajar yang
dilakukan oleh nabi Musa as. dan nabi Khidir as. menggunakan metode tertentu.
Sebagaimana terdapat di dalam QS al-Kahfi ayat 71, 74 dan 77:
Artinya: (71) Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu
Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya
kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar; (74) Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya
berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa
kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain?
Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar"; (77) Maka keduanya
berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta
dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu
mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir
roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau,
niscaya kamu mengambil upah untuk itu.
Perbuatan yang dilakukan nabi Khidir as. ini dapat dikategorikan sebagai
penggunaan metode di dalam proses belajar mengajar. Nabi Khidir as. lebih memilih
proses belajar mengajar dengan cara melakukan perjalanan dan melakukan sebuah
perbuatan kemudian nabi Musa as. mengambil hikmah atau pelajaran dari perbuatan
tersebut dibandingkan memberikan pelajaran kepada nabi Musa as. berupa pertanyaan
atau pun sebuah pernyataan secara langsung.
Metode yang sesuai dengan kisah tersebut adalah metode widyawisata. Metode
widyawisata adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran dengan membawa siswa
langsung pada objek yang akan dipelajari yang terdapat di luar kelas atau lingkungan
kehidupan nyata. Metode widyawisata, antara lain diterapkan karena objek yang akan
dipelajari hanya terdapat ditempat tertentu. Selain itu, pengalaman langsung dapat
membuat siswa lebih tertarik pada pelajaran yang disajikan sehingga lebih ingin
mendalami hal yang diminatinya dengan mencari informasi dari buku-buku sumber
lainnya serta menumbuhkan rasa cinta pada lingkungan alam dan lingkungan budaya,
(Hamdani: 2011). Jadi dapat dikatakan metode widyawisata merupakan metode yang
membawa peserta didik terjun langsung kelapangan dan melihat serta mengamati objek
secara nyata bukan didalam kelas atau satu tempat tertentu. Selain metode widyawisata,
metode yang dapat juga digunakan adalah metode demonstrasi, karena metode
demonstrasi mengajarkan peserta didik dengan melakukan praktek secara langsung.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti berrpendapat bahwa bukan melihat
peristiwa gaib yang dilakukan nabi Khidir as., akan tetapi cara nabi Khidir as.
memberikan pelajaran kepada nabi Musa as. menggunakan metode yakni metode
widyawisata, di mana nabi Khidir as. membawa nabi Musa as. pada objek secara
langsung dan kemudian nabi Khidir as. memberi pelajaran pada nabi Musa as. berkenaan
masalah pembunuhan anak kecil yang tak berdosa, melubangi perahu, dan membangun
rumah anak yatim di suatu daerah yang zalim. Oleh karena itu, seorang pendidik
dianjurkan dalam menyampaikan pelajaran menggunakan metode yang tepat agar peserta
didik menjadi lebih mudah untuk memahaminya.
d. Kode Etik Pendidikan
Menurut Ibnu Jama’ah yang dikutip oleh Abd al-Amir Syams al-Din, etika
pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu, (Mujib: 2007):
1. Etika yang terkait dengan dirinya sendiri. Pendidik dalam bagian ini paling tidak
memiliki dua etika, yaitu Pertama, memiliki sikap keagamaan (diniyyah) yang baik,
meliputi patut dan tunduk terhadap syariat Allah dalam bentuk ucapan dan tindakan,
baik yang wajib dan maupun sunnah; senantiasa membaca al-Qur’an, zikir kepada-
Nya baik dengan hati maupun lisan; memelihara wibawa nabi Muhammad; dan
menjaga perilaku lahir dan batin; Kedua, memiliki sifat-sifat akhlak yang mulia,
seperti menghias diri dengan memelihara diri, khusyu’, rendah hati, menerima apa
adanya, zuhud, dan memiliki daya dan hasrat yang kuat.
2. Etika terhadap peserta didik. Pendidik dalam bagian ini paling tidak memiliki dua
etika, yaitu: pertama, sifat-sifat sopan santun, yang terkait dengan akhlak mulia seperti
diatas; kedua, sifat-sifat memudahkan, menyenangkan dan menyelamatkan.
3. Etika dalam proses belajar mengajar. Pendidik dalam bagian ini paling tidak
mempunyai dua etika, yaitu: pertama, sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan
menyelamatkan; kedua, sifat-sifat seni, yaitu seni mengajar yang menyenangkan
sehingga peserta didik tidak merasa bosan.

Berdasarkan penjelasan diatas, seorang pendidik harus memiliki beberapa


persyaratan yang dapat menunjang keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Pendidik
tidak hanya memiliki etika dalam proses belajar mengajar peserta didik akan tetapi etika
untuk berperilaku dan bersikap juga harus dimiliki baik kepada peserta didik, orang tua
peserta didik, sesama pendidik atau pun dengan masyarakat. Begitupun didalam
pembelajaran nabi Musa as., nabi Khidir as. menunjukkan etika yang baik dari seorang
pendidik. Terkadang seorang pendidik akan memarahi dan menghukum peserta didiknya
jika melakukan kesalahan dan melanggar aturan, akan tetapi hal ini berbeda pada diri
nabi Khidir as. Ketika nabi Khidir as. melakukan perbuatan yang tidak dapat diketahui
maksud dan tujuannya, maka membuat nabi Musa as. menjadi marah dan bertanya
tentang hal itu kepada nabi Khidir as. Sikap dan perbuatan yang dilakukan nabi Musa as.
ini sesungguhnya telah melanggar persyaratan yang diberikan nabi Khidir as.
Pelanggaran yang dilakukan nabi Musa as. kepada nabi Khidir as. dilakukan sebanyak
tiga kali. Akan tetapi, respon dari nabi Khidir as. menunjukkan sikap dan etikanya
sebagai guru dengan sangat baik, yakni tidak marah dan memaafkan nabi Musa as.
sehingga tetap melanjutkan pembelajaran. Etika pendidik dari nabi Khidir as.
tergambarkan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi diantara mereka berdua. Pada
peristiwa pertama, ketika nabi Khidir as. melubangi perahu, nabi Musa as. menjadi heran
dan menanyakan hal tersebut sebelum dijelaskan maksudnya. Ini menjelaskan bahwa
nabi Musa as. telah melanggar syarat yang telah ditetapkan nabi Khidir as. Akan tetapi,
respon dari nabi Khidir as. sebagai pendidik yakni tidak marah dan tidak
memberhentikan pembelajaran. Sebagaimana dijelaskan di dalam QS. al-Kahfi ayat 71-
73.

Artinya: Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu
Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya
kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar; Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata:
"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku"; Musa berkata:
"Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani
aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.

Dapat disimpulkan bahwa dari ketiga peristiwa yang terjadi pada proses
perjalanan nabi Musa as. dan nabi Khidir as., menunjukkan etika seorang pendidik dalam
mengajarkan ilmunya. Meskipun nabi Musa as. melakukan kesalahan bahkan sampai tiga
kali nabi Khidir as. tetap memaafkannya dan tetap melanjutkan perjalanannya. Ini
merupakan salah satu etika yang harus ada pada diri seorang pendidik. Menjadi seorang
pendidik yang pemaaf dan sabar akan membuat peserta didik merasa nyaman dan senang
dalam mengikuti proses pembelajaran.

e. Sikap Mencegah
Mencegah merupakan suatu perbuatan yang dapat menahan agar sesuatu tidak
terjadi. Dalam istilah lain biasa dikenal dengan kalimat lebih baik mencegah dari pada
mengobati. Hal ini menunjukkan bahwa perbuatan mencegah merupakan langkah awal
yang harus dilakukan sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Karena jika suatu
hal yang tidak diinginkan telah terjadi tanpa adanya pencegahan terlebih dahulu, akan te
rasa sulit untuk mengembalikan atau mengubahnya menjadi lebih baik. Dalam dunia
pendidikan pada zaman sekarang, pencegahan adalah suatu hal yang menjadi keperluan
penting karena dengan itu dapat mengubah masa depan dari seorang peserta didik.
Pendidik tidak hanya memberikan pelajaran berupa materi, tetapi melakukan tindakan
mencegah berupa bimbingan agar peserta didik kedepannya tidak melakukan suatu
perbuatan yang salah. Jika tidak ada kegiatan pencegahan yang dilakukan seorang
pendidik, maka peserta didik akan terjerumus dalam pergaulan yang salah dan melakukan
perbuatan yang buruk. Seperti yang terlihat pada saat ini, ada peserta didik yang
menggunakan narkoba, minum minuman keras dan seks bebas. Hal ini terjadi tidak lain
karena kurangnya perhatian serta pencegahan dari seorang pendidik kepada peserta didik.
Sikap mencegah telah ada pada diri nabi Khidir as. ketika memberikan pembelajaran
kepada nabi Musa as. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa aneh yang dilakukan nabi
Khidir as. seperti melubangi perahu, membunuh anak kecil dan mendirikan dinding rumah
yang rusak. Nabi Musa as. yang melihat perbuatan itu menjadi heran serta marah. Padahal,
maksud dan tujuan nabi Khidir as. melakukan perbuatan tersebut tidak lain untuk
menghindari suatu hal buruk yang akan terjadi kedepannya. Seperti nabi Khidir as.
melubangi sebuah perahu milik nelayan agar tidak diambil oleh raja, membunuh anak
kecil karena dia akan membuat orang tuanya menjadi kafir dan mendirikan tembok agar
harta dari anak yatim menjadi aman. Dari perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai
perbuatan mencegah.
Dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang pendidik tidak hanya memberikan
sebuah pelajaran berupa materi di sekolah, akan tetapi harus juga memberikan berupa
bimbingan serta pencegahan kepada peserta didik agar tetap memiliki perilaku dan sifat
yang baik di sekolah ataupun di luar sekolah. Oleh karena itu, dari perbuatan pencegahan
yang dilakukan pendidik inilah membuat peserta didik tidak akan melakukan suatu
perbuatan yang buruk. Karena jika perbuatan buruk tersebut telah terjadi, maka proses
untuk mengembalikannya akan membutuhkan proses. Alangkah baiknya sebelum terjadi
suatu hal yang tidak diinginkan, maka sebaiknya harus adanya pencegahan terlebih
dahulu.
f. Paradigm menurut Nabi Ibrahim
Keberhasilan pendidikan sering diukur dari prestasi akademik dan pekerjaan yang didapat
setelah menyelesaikan pendidikan. Sehingga dalam proses pendidikan kita jarang
menghubungkan prestasi anak dengan akhlaq dan kepribadiannya. Materi pendidikan agama
seolah dijadikan kurikulum pelengkap sehingga sangat sedikit porsinya dibanding dengan
mata pelajaran umum. Maka menjadi lumrah kita dapatkan, anak-anak cerdas secara intlektual
dan skill tinggi tapi ibadah, akhlaq dan kepribadiannya sangat memprihatinkan. Berbeda
dengan pendidikan Nabi Ibrahim. Beliau dalam mendidik keluarga dan umat, sangat
mengutamakan : Aqidah dan Ketauhidan. Seluruh nabi yang diutus oleh Allah membawa
risalah tauhid, tak terkecuali nabi Ibrahim as. Hal ini terlihat dalam ayat komunikasi dakwah
antara Nabi Ibrahim dengan bapaknya demikian juga kaumnya seperti firman Allah:
“ dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, Pantaskah kamu
menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan
kaummu dalam kesesatan yang nyata.” QS. Al Anam: 74
“ ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah
sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu
sedikitpun?Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu
pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah Aku, niscaya aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah.Wahai
bapakku, Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha
pemurah, Maka kamu menjadi kawan bagi syaitan”. QS. Maryam. 42-45
Tauhid menjadi landasan pertama dakwah nabi Ibrahim karena memang tauhid harus
menjadi tujuan hidup manusia di dunia. Yaitu tidak menyembah sesuatu selain Allah yang
menciptakan, mengatur, dan memelihara alam semesta. Hal ini menjadi semakin urgen karena
ia akan menjadi penggerak terhadap cara berpikir manusia, bertindak, serta berprilaku. Dzul
Akmal.Lc menulis bahwa al Quraan dan as Sunnah menerangkan kepada kita pengaruh yang
baik sekali atas tauhid, dimana tauhid itu jika diamalkan oleh seseorang baik pribadi maupun
masyarakat didalam kehidupan serta diwujudkan secara hakiki (murni), niscaya akan
menghasilkan buah yang sangat manis diantaranya adalah membentuk kepribadian yang
kokoh, ia membuat hidup dan pengalaman seorang ahli tauhid begitu istimewa, tujuan
hidupnya jelas, tidak ber`ibadah kecuali hanya satu (ilaah) saja. Kepada-Nya ia menghadap,
baik dalam kesendirian atau ditengah keramaian orang, ia berdo’a dalam keadaan sempit
maupun lapang.
E. Adab Belajar mengajar dalam Al-qur’an dan Hadist
Adab merupakan sebuah pola kebiasaan masyarakat sebagai norma atau aturan
yang berlaku dalam suatu kebudayaan masyarakat. Belajar merupakan suatu proses penelitian
pengetahuan pengetahuan yang dilakukan secara terus menerus oleh manusia. Adat belajar
yaitu suatu aturan bagaimana manusia bisa memperoleh pengetahuan melalui aktivitasnya
yang dilakukan sehari-hari.
Mengajar adalah sesuatu pemindahan ilmu pengetahuan dari satu individu ke individu
lainnya, baik secara lisan maupun tulisan. Adat mengajar merupakan suatu metode atau aturan
untuk menyampaikan sebuah ilmu pengetahuan, baik individu maupun kelompok.
Al-Qur'an adalah kitab yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad
SAW sebagai pedoman hidup untuk dirinya dan ummatnya. Al-Qur'an merupakan firman
Allah yang tidak ada keraguan di dalamnya seperti yang dijelaskan dalam surah Al-Baqarah
ayat 2 yang berbunyi :
Artinya : Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan keraguan; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa,( QS. Al-Baqarah : 2 )
Dari ayat diatas menjelaskan bagaimana Allah SWT mewahyukan Al-Qur'an sabagai
kitab yang agung dan tidak mengenalkan keraguan didalamnya. Para ulama mengatakan
bahwa janganlah meragukannya, sebab meragukannya adalah larangan yang keras dari Allah
SWT.
Dalam proses penyelenggaraan belajar mengajar ( pendidikan ) pada lintas sejarah islam
telah dimulai oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Rasulullah SAW telah mengajarkan
sepuluh orang penduduk madinah sebagai sayarat pengganti bagi setiap tawanan perang
badar. Pada masa itu Nabi Muhammad SAW selalu menjaga kesadaran pada sahabat dan
pengikutnya akan pentingnya ilmu dan selalu mendorong umat untuk selalu mencari ilmu.
Khalifah Umar Bin Khattab, secara khusus mengirimkan petugas ke berbagai wilayah baru
islam untuk guru pengajar bagi masyarakat islam diwilayah-wilayah tersebut. Didalam surah
An-Nahl ayat 64 juga menjelaskan bagaiman peran Al-Qur'an sebagai solusi atas
permasalahan yang ada pada kehidupan masyarakat.
Artinya : Dan Kami tidak menurunkan Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat
kepada mereka apa yang mereka perselihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman. (QS.An-Nahl: 64)
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa betapa pentingnya Al-Qur'an hanya sebagai
sebuah namun juga menjadi solusi atas permasalahan dan hal yang terjadi dimuka bumi.

F. Pedoman Hidup Islami


Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul , sebagai hidayah
dan rahmat Allah bagi umat manusia sepanjang masa, yang menjamin kesejahteraan
hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi. Agama Islam, yakni Agama Islam
yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai Nabi akhir zaman, ialah ajaran yang
diturunkan Allah yang tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi yang shahih
(maqbul) berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk
kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat menyeluruh yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan meliputi bidang-bidang aqidah, akhlaq,
ibadah, dan mu'amalah duniawiyah.
Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada Allah , Agama
semua Nabi-nabi Agama yang sesuai dengan fitrah manusia , Agama yang menjadi
petunjuk bagi manusia , Agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan
hubungan manusia dengan sesama , Agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam .
Islam satu-satunya agama yang diridhai Allah dan agama yang sempurna.
Dengan beragama Islam maka setiap muslim memiliki dasar/landasan hidup Tauhid
kepada Allah , fungsi/peran dalam kehidupan berupa ibadah , dan menjalankan
kekhalifahan , dan bertujuan untuk meraih Ridha serta Karunia Allah SWT . Islam yang
mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan di dunia apabila
benarbenar diimani, difahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh pemeluknya (orang
Islam, umat Islam) secara total atau kaffah dan penuh ketundukan atau penyerahan diri.
Dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan sungguh-sungguh itu maka terbentuk
manusia muslimin yang memiliki sifat-sifat utama: a. Kepribadian Muslim , b.
Kepribadian Mu'min , c. Kepribadian Muhsin dalam arti berakhlak mulia, dan d.
Kepribadian Muttaqin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah akan terlaksana dan dapat mencapai
keberhasilan jika benar-benar menjadi tekad dan kesungguhan sepenuh hati segenap
warga dan pimpinan muhammadiyah dengan menggunakan seluruh ikhtiar yang optimal
yang didukung oleh berbagai faktor yang positif menuju tujuannya. Dengan senantiasa
memohon pertolongan dan kekuatan dari Allah Subhanahu Wata’ala insya Allah
Muhamm adiyah dapat melaksanakan program khusus yang mulia ini sebagai wujud
ibadah kepada-Nya demi tegaknya Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghofur.
B. Saran
DAFTAR ISI

Sudarsono S, M. Ag. Drs. Studi Kemuhammadiyahan, Surakarta, 2006

http://www.muhammadiyah.or.id/3-content-98-det-pedoman-hidup-islami.html

http://laere.wordpress.com/pedoman-hidup-islami-warga-muhammadiyah/

http://laere.wordpress.com/b-kehidupan-dalam-keluarga/

http://irvantaditya.blogspot.com/2012/04/pedoman-hidup-islami-warga-muhammadiyah.html

Anda mungkin juga menyukai