Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Turunnya Al-Qur’an

Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Bagi Muslim, Al-Quran merupakan firman Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya.
Al-Qur’an merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang sangat berharga bagi umat Islam
hingga saat ini. Di dalamnya terkandung petunjuk dan pedoman bagi umat manusia dalam
mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.

Bagian-bagian Al-Qur’an

Al-Qur’an mempunyai 114 surat, dengan surat terpanjang terdiri atas 286 ayat, yaitu Al Baqarah,
dan terpendek terdiri dari 3 ayat, yaitu Al-‘Ashr, Al-Kautsar, dan An-Nashr.

Sebagian ulama menyatakan jumlah ayat di Al-Qur’an adalah 6.236, sebagian lagi menyatakan
6.666. Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan karena perbedaan pandangan tentang kalimat
Basmalah pada setiap awal surat (kecuali At-Taubah), kemudian tentang kata-kata pembuka
surat yang terdiri dari susunan huruf-huruf seperti Yaa Siin, Alif Lam Miim, Ha Mim dll. Ada
yang memasukkannya sebagai ayat, ada yang tidak mengikutsertakannya sebagai ayat.

Untuk memudahkan pembacaan dan penghafalan, para ulama membagi Al-Qur’an dalam 30 juz
yang sama panjang, dan dalam 60 hizb (biasanya ditulis di bagian pinggir Al-Qur’an).

Masing-masing hizb dibagi lagi menjadi empat dengan tanda-tanda ar-rub’ (seperempat), an-nisf
(seperdua), dan as-salasah (tiga perempat).

Selanjutnya Al-Qur’an dibagi pula dalam 554 ruku’, yaitu bagian yang terdiri atas beberapa ayat.
Setiap satu ruku’ ditandai dengan huruf ‘ain di sebelah pinggirnya. Surat yang panjang berisi
beberapa ruku’, sedang surat yang pendek hanya berisi satu ruku’.

Nisf Al-Qur’an (tanda pertengahan Al-Qur’an), terdapat pada surat Al-Kahfi ayat 19 pada lafal
walyatalattaf yang artinya: “hendaklah ia berlaku lemah lembut”.

Sejarah Turunnya Al-Qur’an

Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui berbagai cara, antara lain:

1. Malaikat Jibril memasukkan wahyu itu ke dalam hati Nabi Muhammad SAW tanpa
memperlihatkan wujud aslinya. Nabi SAW tiba-tiba saja merasakan wahyu itu telah berada di
dalam hatinya.

2. Malaikat Jibril menampakkan dirinya sebagai manusia laki-laki dan mengucapkan kata-
kata di hadapan Nabi SAW.

3. Wahyu turun kepada Nabi SAW seperti bunyi gemerincing lonceng.


Menurut Nabi SAW, cara inilah yang paling berat dirasakan, sampai-sampai Nabi SAW
mencucurkan keringat meskipun wahyu itu turun di musim dingin yang sangat dingin.

4. Malaikat Jibril turun membawa wahyu dengan menampakkan wujudnya yang asli.

Setiap kali mendapat wahyu, Nabi SAW lalu menghafalkannya. Beliau dapat mengulangi wahyu
yang diterima tepat seperti apa yang telah disampaikan Jibril kepadanya. Hafalan Nabi SAW ini
selalu dikontrol oleh Malaikat Jibril.

Al-Qur’an diturunkan dalam 2 periode, yang pertama Periode Mekah, yaitu saat Nabi SAW
bermukim di Mekah (610-622 M) sampai Nabi SAW melakukan hijrah. Ayat-ayat yang
diturunkan pada masa itu disebut ayat-ayat Makkiyah, yang berjumlah 4.726 ayat, meliputi 89
surat.

Kedua adalah Periode Madinah, yaitu masa setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah (622-632 M).
Ayat-ayat yang turun dalam periode ini dinamakan ayat-ayat Madaniyyah, meliputi 1.510 ayat
dan mencakup 25 surat.

Ciri-ciri Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah

Makkiyah Madaniyyah

Ayat-ayatnya pendek-pendek, Ayat-ayatnya panjang-panjang,

Diawali dengan yaa ayyuhan-nâs (wahai manusia), Diawali dengan yaa ayyuhal-ladzîna âmanû
(wahai orang-orang yang beriman).

Kebanyakan mengandung masalah tauhid, iman kepada Allah SWT, hal ihwal surga dan neraka,
dan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan akhirat (ukhrawi), Kebanyakan tentang
hukum-hukum agama (syariat), orang-orang yang berhijrah (Muhajirin) dan kaum penolong
(Anshar), kaum munafik, serta ahli kitab.

Ayat Al-Qur’an yang pertama diterima Nabi Muhammad SAW adalah 5 ayat pertama surat Al-
‘Alaq, ketika ia sedang berkhalwat di Gua Hira, sebuah gua yang terletak di pegunungan sekitar
kota Mekah, pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 610). Kala itu usia Nabi SAW 40 tahun.

Kodifikasi Al-Qur’an

Kodifikasi atau pengumpulan Al-Qur’an sudah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW, bahkan
sejak Al-Qur’an diturunkan. Setiap kali menerima wahyu, Nabi SAW membacakannya di
hadapan para sahabat karena ia memang diperintahkan untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada
mereka.
Disamping menyuruh mereka untuk menghafalkan ayat-ayat yang diajarkannya, Nabi SAW juga
memerintahkan para sahabat untuk menuliskannya di atas pelepah-pelepah kurma, lempengan-
lempengan batu, dan kepingan-kepingan tulang.

Setelah ayat-ayat yang diturunkan cukup satu surat, Nabi SAW memberi nama surat tsb untuk
membedakannya dari yang lain. Nabi SAW juga memberi petunjuk tentang penempatan surat di
dalam Al-Qur’an. Penyusunan ayat-ayat dan penempatannya di dalam susunan Al-Qur’an juga
dilakukan berdasarkan petunjuk Nabi SAW. Cara pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan di
masa Nabi SAW tsb berlangsung sampai Al-Qur’an sempurna diturunkan dalam masa kurang
lebih 22 tahun 2 bulan 22 hari.

Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, setiap tahun Jibril datang kepada Nabi SAW untuk
memeriksa bacaannya. Malaikat Jibril mengontrol bacaan Nabi SAW dengan cara menyuruhnya
mengulangi bacaan ayat-ayat yang telah diwahyukan. Kemudian Nabi SAW sendiri juga
melakukan hal yang sama dengan mengontrol bacaan sahabat-sahabatnya. Dengan demikian
terpeliharalah Al-Qur’an dari kesalahan dan kekeliruan.

Para Hafidz dan Juru Tulis Al-Qur’an

Pada masa Rasulullah SAW sudah banyak sahabat yang menjadi hafidz (penghafal Al-Qur’an),
baik hafal sebagian saja atau seluruhnya. Di antara yang menghafal seluruh isinya adalah Abu
Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah, Sa’ad,
Huzaifah, Abu Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdullah bin
Abbas, Amr bin As, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Abdullah bin Zubair, Aisyah binti Abu Bakar,
Hafsah binti Umar, Ummu Salamah, Ubay bin Ka’b, Mu’az bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu
Darba, dan Anas bin Malik.

Adapun sahabat-sahabat yang menjadi juru tulis wahyu antara lain adalah Abu Bakar as-Siddiq,
Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amir bin Fuhairah, Zaid bin Tsabit,
Ubay bin Ka’b, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Zubair bin Awwam, Khalid bin Walid, dan Amr bin
As.

Tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis oleh mereka disimpan di rumah Rasulullah, mereka
juga menulis untuk disimpan sendiri. Saat itu tulisan-tulisan tsb belum terkumpul dalam satu
mushaf seperti yang dijumpai sekarang. Pengumpulan Al-Qur’an menjadi satu mushaf baru
dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, setelah Rasulullah SAW wafat.

Kenapa Al-Qur’an Tidak Dibukukan Dalam Satu Mushhaf (Pada Masa Nabi)

Pengumpulan Al-Qur’an yang tidak dilakukan secara sekaligus, melainkan melalui beberapa
masa, dimana kemudian menjadi suatu mushhaf yang utuh.

Pertama: Al-Qur’an diturunkan tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur dan terpisah-pisah.


Tidaklah mungkin untuk membukukannya sebelum secara keseluruhannya selesai.
Kedua: Sebagian ayat ada yang dimansukh. Bila turun ayat yang menyatakan nasakh, maka
bagaimana mungkin bisa dibukukan datam satu buku.

Ketiga: Susunan ayat dan surat tidaklah berdasarkan urutan turunnya. Sebagian ayat ada yang
turunnya pada saat terakhir wahyu tetapi urutannya ditempatkan pada awal surat. Yang demikian
tentunya menghendaki perubahan susunan tulisan.

Keempat: Masa turunnya wahyu terakhir dengan wafatnya Rasululah SAW adalah sangat
pendek/dekat. Sebagaimana pembahasan terdahulu bahwa ayat Al-Qur’an yang terakhir adalah:

Firman Allah SWT:

Kemudian Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah sembilan hari dari turunnya ayat
tersebut. Dengan demikian masanya sangat relatip singkat, yang tidak memungkinkan untuk
menyusun atau membukukannya sebelum sempurna turunnya wahyu.

Kelima: Tidak ada motifasi yang mendorong untuk mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu
mushhaf sebagaimana yang timbul pada masa Abu Bakar. Orang-orang Islam ada dalam keadaan
baik, ahli baca qur’an begitu banyak, fitnah-fitnah dapat diatasi. Berbeda pada masa Abu Bakar
dimana gejala-gejala telah ada; banyaknya yang gugur, sehingga khawatir kalau Al-Qur’an akan
lenyap.

Kesimpulan: Kalau Al-Qur’an sudah dibukukan dalam satu mushhaf, sedangkan situasi
sebagaimana yang tersebut di atas, niscaya Al-Qur’an akan mengalami perubahan dan pergantian
selaras dengan terjadinya naskh (ralat) atau munculnya sebab disamping perlengkapan menulis
tidak mudah didapat.

Kondisi tidak akan membantu untuk melepaskan mushhaf yang lebih dahulu dan harus
berpegang pada mushhaf yang baru karena tidak mungkin setiap bulan ada satu mushhaf yang
mencakup tiap ayat Al-Qur’an yang diturunkan. Namun setelah masalahnya stabil yaitu dengan
berakhirnya penurunan, wafatnya Rasul, tidak lagi diralat, dan diketahuinya susunan, maka
mungkinlah dibukukan menjadi satu mushhaf. Dan inilah yang dilakukan oleh Abu Bakar r.a.
khalifah yang bijaksana, semoga Allah membalas jasanya atas perbuatan beliau dalam
mengumpulkan Al-Qur’an beserta orang-orang Islam yang mengikuti jejaknya dengan balasan
yang berlipat anda.

Anda mungkin juga menyukai