Anda di halaman 1dari 3

Nama: Mafaza Izzaty

Fakultas: Kedokteran
Prodi: Kebidanan
Tugas PAI 035 Resume Bab II Buku Studi Dasar Dasar Pemikiran Islam

BAB II SUMBER-SUMBER PEMIKIRAN ISLAM


Sumber-sumber pemikiran Islam harus berasal dari wahyu yang bersifat pasti (qath’iy)
Artinya, mashdar al-hukmi (sumber hukum) haruslah pasti sumbernya (qath’iyy uts tsubuut),
yaitu berasal dari sisi Allah swt Sebab, Allah swt berfirman, yang artinya “Dan janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (TQS. Al Isra
[17]: 36)
Sumber Pertama: Al Qur’anul Karim
Nama-nama Al-Qur’an
1. Diambil dari kata qara’a
2. al- Furqaan
3. adz-dzikr
4. nama-nama yang dianggap oleh sebagian ulama sebagai nama al-Qur’an seperti al ‘aziiz, al
majiid, al hakiim, maka sebutan semacam ini bukanlah nama al-Qur’an melainkan sifatsifat
bagi al-Qur’an
Permulaan Turunnya Wahyu Kepada Rasulullah saw dan Rentang Masa Turunnya
Turun di gua hira saat Rasulullah sedang menyendiri. Setelah itu, wahyu turun kepada Nabi
saw. secara bertahap sesuai dengan kondisi dan peristiwa yang terjadi. Secara
berkesinambungan wahyu turun selama 23 tahun. Selama 13 tahun, wahyu turun di Mekkah
sebelum hijrah dengan turunnya surat-surat Makkiyyah dan 10 tahun turun setelah hijrah
dengan turunnya surat-surat Madaniyyah. Ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan,
sebagaimana yang telah disebutkan pada hadits di atas adalah, bagian pertama dari surat Al
‘Alaq yang diturunkan pada bulan Ramadhan.
Mukjizat
Mu’jizat adalah pembuktian akan kelemahan (itsbaat ul ‘ajzi), yaitu perbuatan menyimpang
dari adat kebiasaan, dan menyalahi sunnatullah (anzhimat ul wujuud) yang telah difahami
oleh manusia. Misalnya, menghidupkan orang mati, dicabutnya khasiat dari suatu benda;
semisal tercabutnya khasiat api yang bisa membakar pada kisah Nabi Ibrahim as, dan
tercabutnya air yang bisa menenggelamkan pada orang-orang yang beriman kepada Nabi
Musa as. Tujuan mu’jizat adalah agar manusia menyaksikan bahwa orang yang diberi
mu’jizat adalah Rasul Allah dan meyakinkan orang-orang bahwa apa-apa yang dikatakan
olehnya adalah wahyu Allah
Pengumpulan dan Pelembagaan Al Qur’an
Berlangsung selama tiga masa, yaitu
1. masa Rasulullah saw
Mengenai pemeliharaan al-Qur’an (hifzh ul Qur’an) pada masa Rasulullah saw
dilakukan dengan dua jalan.
1. Penjagaan al-Qur’an di dalam dada sejumlah besar sahabat dan umat Islam yang
jumlahnya mencapai batas tawaatur
2. Penulisan al-Qur’an oleh para penulis wahyu (kuttaab ul wahyi) yang dipilih
Rasulullah. Diantara mereka terdapat alkhulafaa al-raasyiduun yang empat,
Mu’aawiyah, Zaid bin Tsaabit, Ubay bin Ka’ab, Khaalid bin al Waalid, dan Tsaabit
bin Qays. Rasulullah saw memerintahkan mereka untuk menulis setiap ayat al-Qur’an
yang turun, di atas ruqqaa’ (bentuk jamak dari kata ruq’ah/papan. Kadang-kadang
ditulis di atas bebatuan, berupa pelepah kurma, tulang unta, domba, kayu, ataupun
kulit
2. masa Khalifah Abu Bakar
al-Qur’an yang dikumpulkan oleh Zaid bin Tsaabit adalah al-Qur’an yang telah ditulis
oleh para penulis wahyu zaman Rasulullah saw, kemudian dikumpulkan, dan dijahit.
Abu Bakar menyebutnya sebagai mushhaf. Demikianlah, mushhaf ini telah diperoleh
dengan ijma’ umat, dan yang ada di dalamnya bersifat mutawatir.
3. masa Khalifah Utsman bin Affan
Sebagian besar ulama mengatakan bahwa tatkala ‘Utsman menyalin mushaf maka
beliau membuatnya menjadi empat naskah, kemudian dikirimkan ke tiap penjuru, satu
salinan, yakni Kuffah, Bashrah, dan Syam. Sedangkan satu naskah lagi dibiarkan
berada di Madinah. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa beliau menyalinnya
menjadi tujuh naskah lalu masing-masing dikirimkan ke Mekkah, Yaman, dan
Bahrain. Pendapat pertama adalah pendapat yang paling kuat. Adapun mushhaf
Hafshah, telah dibakar oleh Marwan bin alHakam setelah kematian Hafshah. Saat itu,
Mushhaf ‘Utsmaaniy masih belum memiliki syakal dan titik. Perbaikan penulisan
alQur’an sendiri tidaklah sempurna sekaligus, melainkan berlangsung secara bertahap
dari satu generasi ke generasi hingga sampai pada puncaknya pada akhir abad 13
hijriyyah.
Sumber Kedua: Al-Sunnah al-Nabawiyyah
Al-Sunnah, kadang berfungsi sebagai tafshiil (perincian) dari keglobalan al-Qur’an; atau
takhshiish (mengkhususkan) terhadap keumumannya; atau 47 taqyiid (membatasi) bagi ke-
muthlaq-annya; atau menyertakan hukum cabang baru yang asalnya (pokoknya) bersumber
dari ayat (al-Qur’an).
1. Memerinci keglobalan al-Qur’an (tafshiil al-mujmal).
2. Mengkhususkan keumuman al-Qur’an (takhshiish ul ‘aamm).
3. Membatasi (taqyiid) kemuthlaq-an al-Qur’an.
4. Menyertakan hukum cabang baru yang yang pokoknya bersumber dari al-Qur’an
As-sunnah dibagi 2, yaitu hadist mutawaatir, yang artinya berurutan satu demi satu secara
perlahan. Adapun secara istilah, mutawaatir adalah hadits yang diriwayatkan pada tiga masa
dalam jumlah yang banyak, sehingga mustahil secara adat mereka bersepakat untuk dusta.
Yang dimaksud dengan tiga masa di sini adalah masa sahabat Nabi, tabi’in, dan tabi’u al-
tabi’iin. Sedangkan hadits masyhuur adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat
akan tetapi tidak mencapai batas jumlah mutawaatir, kemudian mutawatir pada masa taabi’iin
dan tabi’iu al-taabi’iin. Hadits masyhur hanya menghasilkan dzan saja, tidak menghasilkan
sebuah keyakinan. Sebab, sumbernya tidak pasti dari Nabi saw Akan tetapi, hadits masyhur
tetap merupakan hujjah dalam masalah hukum syara’.
Syarat-syarat Perawi Hadits: Perawi hadits harus memenuhi syarat seperti baligh (al
buluugh), Islam, adil, dan dhaabith.
Perbuatan-perbuatan Rasulullah dibagi menjadi tiga bagian, yakni:
1. Perbuatan-perbuatan jibiliyyah, yaitu perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh
kebanyakan manusia (tabi’atnya). Seperti, berdiri, mendaki, makan, minum, berjalan,
tersenyum, dan sebagainya. Tidak ada perselisihan lagi, bahwa, perbuatanperbuatan semacam
ini berhukum mubah (boleh) baik bagi rasul dan bagi ummatnya.
2. Perbuatan-perbuatan yang telah ditetapkan, bahwa, perbuatan-perbuatan tersebut
merupakan kekhususan bagi Rasul saw. Perbuatan-perbuatan semacam ini tidak boleh diikuti
oleh ummatnya, seperti, wajibnya shalat dhuha, bolehnya puasa wishaal bagi beliau saw.
Kedua perbuatan tersebut merupakan kekhususan dari Allah bagi Rasul saw.
3. Perbuatan-perbuatan yang tidak termasuk perbuatan jibiliyyah dan bukan pula merupakan
kekhususan bagi Rasul saw. Pada perbuatan-perbuatan semacam ini, umat Islam
diperintahkan untuk mengikutinya.

Anda mungkin juga menyukai