Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH TURUNNYA AL-QUR’AN DAN

PEMELIHARAANNYA

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah turunnya Al-Qur’an dan cara pemeliharaannya merupakan salah satu


pokok bahasan ysng sangat penting untuk dikaji dalam mata kuliah Ulmul
Qur’an, dimana Al-Qur’an adalah kalam Allah yang bernilai mukjizat yang
diturunkan pada rasulullah melalui malaikat Jibril yang diriwayatkan secara
mutawir dan membacanya adalah bernilai ibadah. Oleh karena itu sebagai
umat islam setidaknya mengetahui tentang Al-qur’an, salah satunya adalah
sejarah turunnya dan pemeliharaannya.

Dalam pokok bahasan ini akan dibahas beberapa sub pokok bahasan yang
dianggap sangat penting dalam pembahasan sejarah turunnya Al-Qur’an dan
cara pemeliharaannya tahapan turunnya Al-Qur’an, cara al-qu’an di turunkan,
dan cara cara pemeliharaannya.Yang nantinya akan di bahas dalam artikel ini.

Dalam hal ini kami hanya mengambil sebagain kecil dari beberapa sub pokok
bahasan yang lain dan kami anggap sub pokok itulah yang dianggap sangat
penting untuk dikaji lebih dalam lagi sehingga kita sebagai umat islam
mengerti dan memahami tentang sejarah dan pemeliharaan al-qur’an.Untuk itu
semoga artikel ini dapat bermanfaat dengan sebaik-baiknya bagi penulis dan
pembaca.
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Nuzul Al-Qur’an


Secara bahasa, ungkapan “nuzûl al-qur’ân” terdiri dari dua kata,
yaitu nuzûl dan al-qur’ân. Nuzûl artinya turun, maka ilmu nuzûl al-
qur’ân secara harfiah berarti ilmu tentang turunnya Al-Qur’an.Tetapi,
apakah yang dimaksud dengan “turun” disini?. Menurut Az-Zarqani , kata
“nuzûl” itu sebagai majas dalam arti “i’lam (pemberitahuan)”. Maka kata
“nuzûl al-qur’ân” , menurutnya berarti pemberitahuan Al-Qur`an atau
pemberitahuan Allah kepada manusia yang disampaikan melalui Al-Qur’an.
Secara istilah ilmu nuzûl al-qur’ân adalah suatu ilmu yang mengkaji
tentang “turunya Al-Qur’an” , berasal dari Allah Yang Maha Mulia dan
transenden, kepada manusia -- dalam hal ini Nabi – yang penuh dengan sifat
kemanusiaannya dan suasana manusiawi pula. Maka kadang-kadang Al-
Qur’an itu diterima Nabi ketika dia berada di Mekah atau di Madinah,
ketika dalam perjalanan atau sedang berada di tempat tinggalnya, dan di
siang atau di malam hari.
Ada tiga tahap nuzul Al-Qur’an , tahap pertama yaitu penyampaian
Al-Qur’an dari Allah kepada lawh al-mahfuzh. Maksudnya, sebelum Al-
Qur’an disampaikan kepada Rasulullah , sebagai utusan Allah terhadap
manusia, ia terlebih dahulu disampaikan kepada lawh al-mahfuzh, yaitu
suatu lembaran yang terpelihara dimana Al-Qur’an pertama kalinya ditulis
pada lembaran tersebut.
Tidak ada manusia yang tau bagaimana cara penyampaian Al-Qur’an
dari Allah ke lauhul mahfuzh. Dan manusia tidak wajib mengetahuinya,
tetapi wajib mempercayainya karena begitu yang dikatakan Allah.
Tahap kedua adalah turunnya Al-Qur’an ke langit pertama dengan
sekaligus. Dilangit pertama itu, ia disimpan pada bayt al-‘izzah. Penurunan
tahap kedua ini bertepatan dengan malam qadar, seperti yang dijelaskan
dalam Surah Al-Qadr (97) ayat 1, Ad-Dukhân (44) ayat 3, dan Al-Baqarah
(2) ayat 185.
Ibnu Abbas juga mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Az-
Zarqani: “Al-Qur’an diturunkan, secara sekaligus , ke langit dunia pada
malam qadar. Setelah itu, ia diturunkan kepada Nabi secara berangsur-
angsur selama 20 tahun.[2] Tahap ketiga adalah turunnya Al-Quran dari
bayt al-‘izzah secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW
melalui Jibril selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, atau selama 23 tahun.
[3] Jibril menyampaikan wahyu ke dalam hati Nabi, sehingga setiap kali
wahyu itu disampaikan beliau langsung menghafalkannya.
B. Hikmah Turunnya Al-Qur’an
Seperti yang diketahui bahwa Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus
melainkan secara berangsur-angsur. Hal ini pernah mendapat ejekan dan
kritikan dari kaum kafir, mereka mempertanyakan “Kenapa Al-Qur’an
tidak diturunkan sekaligus”. Maka Al-Qur’an menjawab kritikan dan protes
kaum kafir ini, Allah SWT berfirman:
Orang-orang kafir itu berkata, kenapa Al-Qur’an tidak diturunkan dengan
sekaligus? Demikian itu (berguna) agar Kami menetapkan hatimu dengannya,
dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). (QS. Al-Furqân (25) :
32).
Dalam Surah Al-Isrâ’ (17) ayat 106 dijelaskan pula:
Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannyan perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya
bagian demi bagian.
Ada beberapa hikmah atau tujuan kenapa Al-Qur’an diturunkan
secara berangsur-angsur4, yaitu:
a. Menguatkan (meneguhkan) hati Rasulullah dalam menghadapi orang-
orang kafir yang membangkang.
b. Sebagai kasih sayang pada Rasulullah ketika turunnya wahyu.
c. Memudahkan dalam menghafalnya bagi kaum muslimin.
d. Sebagai argumentasi suatu peristiwa yang terjadi.
e. Menunjukkan Al-Qur’an diturunkan dari sisi Yang Maha Agung.

2 Mahmud Hijazi, Al-Wihdah Al-Mawdhû’iyyah fî Al-Qur’ân Al-Karîm.


Kairo. Matba’ah Al-Madani, 1970, hlm.74.
3. Para ulama tidak sepakat mengenai lama masa penurunan Alquran dari
bayt al-‘izzah ini kepada Nabi Muhammad; sebagian mereka berpendapat
penurunan Alquran itu secara berangsur-angsur dalam tempo 25 tahun,
yang lain berpendapat 23 tahun, sebagian lagi berpendapat 22 tahun 22
bulan dan 22 hari dan ada pula yang mengatakan 20 tahun.
4. Mohammad Gufron. Rahmawati. Ulum Qur’an Praktis dan Mudah. Cet.1.
2017. hlm.16.

Meskipun Al-Qur’an diturunkan selama kurang lebih 23 tahun, namun


masih ada keterkaitan antara satu dan lainnya dan tidak ada pertentangan
di dalamnya.
Nama-nama lain Al-Qur'an
Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama
lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut
adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
[14.34, 4/12/2021] ~: Al-Kitab QS(2:2),QS (44:2)

· Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)

· Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)

· Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat): QS(10:57)

· Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)

Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)

· Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)

· Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)

· At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)

· Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)

Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)

· Al-Bayan (penerang): QS(3:138)

· Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)

· Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)

· An-Nur (cahaya): QS(4:174)

Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)

· Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)

· Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)


Al-Qur'an yang sedang terbuka.

Surat, ayat dan ruku'

Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat).
Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang
dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya
memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat
yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang
membahas tema atau topik tertentu.

Makkiyah dan Madaniyah

Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas


surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah).
Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat
tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah
keMadinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong
surat Madaniyah.
Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek,
menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan
kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya
suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya
(syari'ah). Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih
tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.

Juz dan manzil

Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian


dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk
memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30
hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi
7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu).
Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian
subyek bahasan tertentu.
Menurut ukuran surat

Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada di dalam Al-


Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:

As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah,


Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus

· Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan


sebagainya

Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-


Hijr dan sebagainya

Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-


Falaq, An-Nas dan sebagainya.

B. Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf


Manuskrip dari Al-Andalus abad ke-12

Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari


sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak[2]. Dengan
demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-
Qur'an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika
penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan
astronomis.

Penurunan Al-Qur'an

Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur


selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini
dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah.
Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian
RasulullahSAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat
Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa
hijrahberlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu
ini disebut surat Madaniyah.
Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya

Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak


zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks
yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin
Affan.

Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Rasullulah SAW

Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa
orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali
bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang
lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan.
Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan
batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang
binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung
menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Khulafaur Rasyidin

Pada masa pemerintahan Abu Bakar

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam


perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan
tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan.
Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan
tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh
tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar
lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas
tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara
rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar
menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut
berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf
dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan

Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat
keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh
adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah
berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia
mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin
mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan
yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara
penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan
dengan standardisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang
dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini
Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara
umat Islam pada masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.

Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an

Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah


menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam,
mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha
tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk
menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab.
Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-
Qur'an itu sendiri.

Terjemahan

Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks


Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh.
Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya
dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan
berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang
untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti
dan maksud lainnya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:

1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik


Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002

2. Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus

3. An-Nur, oleh Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy

4. Al-Furqan, oleh A. Hassan guru Persatuan Islam


Terjemahan dalam bahasa Inggris antara lain:

1. The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah


Yusuf Ali

2. The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall

Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan


oleh:

1. Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta

2. Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)

3. Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien

4. Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang

5. Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R.


Muhamad Adnan

6. Al-Amin (bahasa Sunda)

7. Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Bugis (huruf lontara), oleh KH


Abdul Muin Yusuf (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Urwatul
Wutsqaa Benteng Sidrap Sulsel)

Tafsir

Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi


Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi
jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya
Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-
Qur'an terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga
beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar
ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak
sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.

Adab terhadap Al-Qur'an


Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur'an terhadap
seseorang yang sedang junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama
mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak
boleh menyentuh Al-Qur'an sebelum bersuci. Sedangkan pendapat kedua
mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur'an, karena tidak
ada dalil yang menguatkannya.

Pendapat pertama

Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan


untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini
berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah
ayat 77 hingga 79. Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-
Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang
terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-
orang yang disucikan. (56:77-56:79). Penghormatan terhadap teks tertulis
Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar
Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al
Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci.
Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim,
hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang
lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.

Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian


maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak
ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci/bersih, yakni
dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek). Kenyataannya
Allah berfirman : Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali
mereka yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf’ul (obyek) bukan
sebagai faa’il (subyek). “Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang
yang suci” [4]Yang dimaksud oleh hadits di atas ialah : Tidak ada yang
menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min, karena orang mu’min itu suci
tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min
itu tidak najis.

Hubungan dengan kitab-kitab lain


Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada
nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur,
Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan
posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-
Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai
hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:

 Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap


eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)
 Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian
(verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
 Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan
perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda.
QS(16:63-64)
 Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat
cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga
mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut.
Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi
yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan
Kristen.

Pengertian dan dasar Pemeliharaan Al-Qur’an

Pengertian Pemeliharaan al-Qur’an

Pemeliharaan Al-Qur’an terdiri atas dua kata yaitu pemeliharaan dan Al-
Qur’an. Pemeliharaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses
pembuatan, penjagaan dan perawatan. Sedangkan Al-Qur’an adalah :
Kitab suci umat islam yang berisi firman-firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw., dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk
dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk dan pedoman hidup
umat manusia. Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa yang dimaksud
pemeliharaan Al-Qur’an Adalah proses pengumpulan, penulisan dan
pembukuan serta perawatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga menjadi sebuah
kitab seperti yang kita baca sekarang. Dalam sebagian besar literatur yang
membahas tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an, istilah yang dipakai untuk
menunjukkan arti penulisan, pembukuan, atau pemeliharaan Al-Qur’an
adalah Jam’ul Qur’an yang artinya pengumpulan Al-Qur’an. hanya
sebagian kecil literatur yang memakai istilah Kitabat Al-Qur’an yang
artinya penulisan Al-Quran, serta Tadwin Al-Qur’an yang artinya
pembukuan Al-Qur’an. Apabila mencermati batasan pengertian yang
terdapat dalam literatur di atas, pada dasarnya istilah-istilah yang
digunakan mempunyai maksud yang sama, yaitu proses pemeliharaan Al-
Qur’an yang dimulai pada turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad saw.,
kemudian disampaikan kepada para sahabat untuk dihafal dan ditulis
sampai dihimpunnya catatan-catatan tersebut dalam satu mushaf yang utuh
dan tersusun secara tertib. Manna Khalil al-Qattan dalam kitabnya
Mabahits fii Ulumil Qur’an memberikan pengertian pemeliharaan Al-
Qur’an dalam dua kategori yaitu : pemeliharaan Al-Qur’an dalam arti
menghafalnya dalam hati dan pemeliharaan Al-Qur’an dalam arti
penulisannya.

Dasar pemeliharaan al-Qur’an

Sejak awal diturunkannya Empat belas abad yang lalu Sampai masa
modern saat ini Al-Qur’an senantiasa terjaga kemurnian dan kesuciannya.
Karena Al-Qur’an satu-satunya kitab yang dijaga oleh Allah
keotentikannya, sebagiamana firman Allah SWT., dalam Q.S. Al-Hijr (15) :
9 sebagai berikut :
Terjemahnya : Sesungguhnya kami telah menurunkan peringatan (Al-
Qur’an) dan sesungguhnya kamilah yang memeliharanya.

Demikianlah Allah SWT., menjamin keaslian Al-Qur’an, jaminan yang


diberikan atas dasar kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta berkat
upaya-upaya yang dilakukan oleh mahluk-mahluk-Nya, terutama oleh
manusia. Tulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW. belum
terkumpul dalam satu mushaf, di mana setiap ayat yang turun Rasulullah
Muhammad SAW., hanya memerintahkan kepada para sahabat yang pandai
untuk menulisnya di pelepah-pelepah tamar, di kulit hewan, serta di atas
batu. Rasulullah berpulang ke rahmatullah di saat Al-Qur’an belum
dikumpulkan sama sekali, maksudnya ayat-ayatnya belum dikumpulkan
secara tertib dalam satu mushaf. Ayat-ayat dan surat-surat dipisah-
pisahkan, dan setiap surah berada dalam satu lembaran secara terpisah. Al-
Khattabi dalam Jalaluddin Assuyuti mengatakan:

Rasulullah tidak mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf karena Nabi


masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu kewaktu. Susunan
penulisan Al-Qur’an tidak menurut tertib nuzulnya, tetapi setiap ayat yang
turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi. Oleh
sebab itu penulisannya dilakukan kemudian setelah Al-Qur’an turun semua
pada saat Nabi Muhammad SAW., telah wafat. Pada masa Abu Bakar
menjalankan urusan-urusan Islam sesudah Rasulullah, ia dihadapkan
kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan. Oleh
sebab ia segera menyiapkan pasukan memerangi orang-orang murtad itu,
sehingga pada tahun ke dua belas hijra terjadilah peperangan yamamah.
Dalam peperangan itu ada tujuh puluh qari’ dan huffadz dari para sahabat
yang gugur. Kenyataan ini membuat Umar bin Khattab cemas dan khawatir,
jangan sampai terjadi lagi peperangan yang lain sehingga jumlah jumlah
sahabat yang hafidz Qur’an bertambah banyak yang gugur. Apabila hal ini
terjadi maka Al-Qur’an bisa saja akan musnah dan hilang seiring dengan
hilangnya para huffadz. Inilah yang menjadi dasar dan alasan bagi Umar bin
Khattab, sehingga dia mendesak Khalifah Abu Bakar agar segera
mengumpulkan tulisan al-Qur’an yang pernah ada pada masa Rasulullah
Muhammad saw.

Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi dan Khulafaurrasyidin


1. Pembukuan
Ada tiga tahap pembukuan Al-Qur’an , yaitu pada masa Nabi, Abu
Bakar, dan Usman bin Affan. Ketiga tahap pembukuan ini mempunyai ciri,
karakter, tujuan, serta latar belakang yang berbeda. Pada masa Rasulullah,
Al-Qur’an--setiap kali diturunkan—ditulis dan dihafal oleh para sahabat.
Penulisan pada masa ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu
yang ditunjuk Nabi sebagai sekretaris wahyu – dimana naskah yang ditulis
itu spesial untuk Nabi. Tetapi masing-masing sahabat yang pandai menulis
juga menulis Al-Qur’an untuk pribadinya; seperti yang dilakukan oleh Ibnu
Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib. Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi masih
tersebar dalam lembaran-lembaran, seperti tulang-tulang, pelepah kurma,
dan lain sebagainya; ia belum tersusun secara sempurna dan berurutan.
Sebab, penurunannya masih berlangsung sehingga sulit dilakukan penulisan
secara sempurna dan berurutan. Namun, tidak ada ayatnya yang tidak
ditulis pada masa Rasul. As-Sayuti mengatakan; “Seluruh ayat Al-Qur’an
telah ditulis di masa Rasul, tetapi belum terhimpun pada suatu tempat dan
surah-surahnya belum tersusun.
Pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dilakukan kodifikasi
terhadap naskah Al-Qur’an yang telah ditulis pada masa Nabi itu.
Adapun ciri-ciri penulisan Al-Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-
Shiddiq :6
a. Seluruh ayat Al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushhaf
berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama.
b. Tidak termasuk didalamnya, ayat-ayat A-Qur’an yang telah mansūkh
atau dinasakh bacaannya.
c. Seluruh ayat Al-Qur’an yang ditulis di dalamnya telah diakui ke-
mutawātir-annya.

Kodifikasi Al-Qur’an pada masa Abu Bakar ini dilatarbelakangi oleh


kekhawatiran Umar bin Al-Khaththab atas kemusnahan Al-Qur’an, karena
begitu banyak para huffazh (penghafal Al-Qur’an) dari kalangan sahabat
yang tewas dalam peperangan melawan orang-orang murtad.
5 Jalaludin Abdurrahman As-Sayuti, Al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, Jilid I.,
hlm. 57.
6 Muhammad Abd al-‘Azhīm al-Zarqānī, op. cit., hlm. 253. Juga : Ahmad
‘Ādil Kamāl, op. cit., hlm. 40.
Maka Umar lalu mengusulkan kepada Abu Bakar agar dilakukan kodifikasi
terhadap Al-Qur’an.

Pada masa khalifah Usman bin Affan, wilayah Islam sudah semakin
luas dan banyak orang non-Arab memeluk Islam. Mereka yang telah
memeluk Islam ingin mempelajari Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran
Islam. Padahal Al-Qur’an pada masa itu, dibaca dan ditulis dalam berbagai
bentuk bacaan dan tulisan, dimana masing-masing pembaca mengklaim
bahwa bacaan dan model penulisannya yang benar. Untuk menghindari
sengketa ini, yang sudah mengarah kepada perpecahan, dengan
mengkodifikasi kembali Al-Qur’an8, dengan menyatukan bentuk tulisannya
berdasarkan Al-Qur’an yang ditulis pada masa Abu Bakar.
Usman membentuk tim penulisan dan memerintahkan mereka agar
Al-Qur’an ditulis dalam satu mushaf dan selainnya harus dimusnahkan.
Adapun ciri-ciri mushhaf Al-Qur’an yang ditulis pada masa Khalifah
Usman ibn Affan, yaitu :
a. Ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis didalamnya, seluruhnya
berdasarkan riwayat yang mutawātir berasal dari Nabi Muhammad SAW.
b. Tidak terdapat didalamnya ayat-ayat Al-Qur’an yang telah
mansūkh atau dinasakh bacaannya.
c. Surat-surat maupun ayat-ayatnya telah disusun dengan tertib
sebagaimana Al-Qur’an yang berada di tangan kaum muslimin sekarang ini.
Tidak seperti mushhaf Al-Qur’an yang ditulis pada masa Abu Bakr yang
hanya disusun menurut tertib ayat, sementara surat-suratnya disusun
menurut turunnya wahyu.
d. Tidak terdapat didalamnya yang tidak tergolong kepada Al-
Qur’an, seperti yang ditulis oleh sebagian sahabat Nabi dalam mushhafnya,
sebagai penjelasan atau keterangan terhadap makna ayat-ayat tersebut.
Usulan ini tidak serta merta langsung diterima oleh Abu Bakar. Dia pertama
kalinya menolak, karena takut berbuat bi’dah. Umar menyakinkan Abu
Bakar, maka akhirnya khalifah pertama ini menerima usulan itu. Maka
dibentuklah suatu tim modifikasi Al-Qur’an yang diketuai oleh Zabit bin
Tsabit.
Kodifikasi kali ini diusulkan oleh Khuzaifah berdasarkan peristiwa
pertentangan antara pendudukan Syam dan Irak mengenai qira’ah ketika
menaklukan Armenia dan Azerbaijan. Dia berkata kepada Usman;
“Perbaikilah umat ini sebelum mereka bersengketa (mengenai kitab suci)
seperti persengketaan Yahudi dan Nasrani”. Maka Usman meminta Hafsah
mengirim kepadanya naskah Al-Qur’an(yang ditulis pada masa Abu Bakar).
Setelah ditulis, naskah itu dikembalikan lagi kepada Hafsah (As-Sayuti, As-
Sayuti, Al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, Jilid I., hlm. 59).

e. Mushhaf-mushhaf yang ditulis pada masa khalifah Usman tersebut,


mencakup ‘tujuh huruf’ dimana Al-Qur’an diturunkan dengannya.

Pekerjaan ini melahirkan suatu ilmu yang dikenal dengan ilmu rasm
al-qurân atau ilmu rasmi al-usmâni , yang selanjutnya menjadi salah satu
kajian dalam ulumul qur’an.10 Tim penulisan Al-Qur’an pada masa ini
beranggotakan Zaid bin Tsabit, Said bin Al-As, dan Abdurrahman bin Al-
Haris.

Penyempurnaan Pemeliharaan Al-Qur’an setelah Masa Khulafaurrasyidin


Ada tiga bentuk pemeliharaan Al-Qur’an yaitu pertama kodifikasi
setiap ayat dan penyusunan surah-surahnya, seperti yang dilakukan pada
masa Nabi, Abu Bakar, dan Usman, sehingga tidak ada ayat yang hilang. Ia
mempunyai surah-surah dan ayat yang berurutan. Kedua pemeliharaan
tulisan dengan memberi tanda baca. Ketiga penghafalan dan penafsiran,
yang dilakukan mulai dari generasi sahabat sampai kepada zaman modern
ini. Tulisan yang tertera di dalam mushaf Abu Bakar dan Usman yang
dilakukan oleh panitia pelaksana penulis wahyu tanpa menggunakan tanda
baca, baik berupa titik , syakal, harakah, dan lain-lain, karena memang
perkembangan dan situasi saat itu tidak menuntut hal itu untuk dilakukan.
Dalam kondisi itu, mushaf Usmani dibaca kaum muslimin selama kurang
lebih 40 tahun (menurut Abu Ahmad al-Askariy), tepatnya sampai pada
masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan dari khalifah Bani Umayah.
Islam terus menerus berkembang baik wilayah ataupun pemeluknya.
Islam tidak hanya dianut oleh orang Arab, sehingga benturan kultural
antara orang Arab dan non-Arab pun tidak dapat di elakkan. Sejak saat
itulah, perkembangan yang dirasa menggembirakan juga membawa
kekhawatiran berupa keselamatan kemurnian bahasa Arab. Oleh sebab itu,
timbulah usaha-usaha untuk memberi pungtuasi di kalangan para ulama.
Seorang Tabi’in , Abu al-Aswad al-Duali pertama kali mengenalkan tanda
titik ke dalam naskah Al-Qur’an.12 Tanda baca yang diberikan adalah
berupa titik diatas huruf sebagai tanda fathah, titik dibawah huruf sebagai
kasrah, dan disamping huruf sebagai dlummah.
Tahap berikutnya, Yahya bin Ya’mur dan Nashr bin ‘Ashim
menyempurnakan pemberian titik pada semua huruf Al-Qur’an yang
dianggap penting untuk diberi harakat. Usaha selanjutnya dilakukan oleh
Khalil bin Ahmad, yaitu mengganti titik diatas huruf dengan alif kecil
sebagai tanda fathah, titik dibawah huruf diganti ya’ sebagai kasrah, titik
disamping huruf diganti dengan waw kecil sebagai dlummah, pemberian
tanda sukun berupa mim kecil diatas huruf, tanda tasydid berupa sin kecil di
atas huruf, dan pemberian tanda madd. Pemberian nomor ayat , tanda waqof
, batas pangkal surah dan akhir surah, penulisan jenis Makkiyah dan
Madaniyyah , dan penulisan sejumlah ayat dari setiap surah dilakukan oleh
para ulama’ berikutnya. Begitu pula pembuatan tanda untuk
setiap juz,ruku’ , dan lain-lain, sehingga jadilah bentuk mushaf Al-
Qur’an seperti sekarang.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ilmu Nuzul Qur’an adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang turunnya
Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan melaui tiga tahap. Pertama yaitu
ditempatkannya Al-Qur’an di lawh al-mahfuzh. Selanjutnya pada tahap
kedua adalah diturunkannya Al-Qur’an dari lawh al-mahfuzh ke bayt
al-‘izzah peristiwa ini bertepatan pada saat terjadinya lailatul qadar. Dan
tahap ketiga yaitu diturunkannya Al-Qur’an dari bayt al-‘izzah ke bumi,
yang diturunkan melalui perantara malaikat jibril kepada Nabi Muhammad
Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallam secara berangsur-angsur selama 23 tahun.
Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur adalah
untuk menguatkan (meneguhkan) hati Rasulullah dalam menghadapi orang-
orang kafir yang membangkang, sebagai kasih sayang pada Rasulullah
ketika turunnya wahyu, memudahkan dalam menghafal Al-Qur’an bagi
para sahabat, sebagai argumentasi suatu peristiwa yang terjadi, dan untuk
menunjukkan Al-Qur’an diturunkan dari sisi Yang Maha Agung.
Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad Shalla Allahu
‘Alaihi wa Sallam adalah dengan cara dihafalkan langsug oleh para sahabat
dan ditulis para sahabat pada tulang-tulang, pelepah kurma, dan lain
sebagainya dalam bentuk lembaran-lembaran dan belum dibukukan.
Barulah pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dilakukan kodifikasi
terhadap naskah Al-Qur’an yang telah ditulis pada masa Nabi itu, dengan
menulisnya kembali dan disusun dalam suatu naskah secara rapi dan
berurutan. Pada masa khalifah Usman bin Affan beliau menulis kembali Al-
Qur’an yang telah ditulis pada masa khaifah abu bakar dan
menggandakannya sebanyak lima mushaf yang disebar di berbagai daerah
sebagai pedoman model penulisan Al-Qur’an.
Setelah masa khulafaurrasyidin bentuk pemeliharaan dan
penyempurnakan Al-Qur’an adalah pada tanda baca. Yaitu berupa titik,
syakal, harakah, dan lain-lain

DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Azhīm al-Zarqānī , Muhammad Abd. op. cit.


As-Sayuti , Jalaludin Abdurrahman. Al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân.

Az-Zarqani. 1988. Manâhil Al-‘Irfân fî ‘Ulûm Al-Qur’an. Beirut: Dar Al-


Fikr.

Az-Zarqani, Manâhil Al-‘Irfân.


Mahmud. 1970. Al-Wihdah Al-Mawdhû’iyyah fî Al-Qur’ân Al-Karîm. Kairo:
Matba’ah Al-Madani
Kamāl , Ahmad ‘Ādil. op. cit.

Mohammad Gufron. Rahmawati. 2017. Ulum Qur’an Praktis dan


Mudah.Yogyakarta: Kalimedia.

Usman, Ulumul Qur’an

Von Denffer, Ahmad. 1988. Ilmu Al Qur’an. Jakarta: CV.Rajawali.

Departemen Agama Republik Indonesia -- Al-Qur'an dan Terjemahannya.

Baidan, Nashruddin. 2003. Perkembangan Tafsir Al Qur'an di Indonesia.


Solo. Tiga Serangkai.

Baltaji, Muhammad. 2005. Metodologi Ijtihad Umar bin Al Khatab.


(terjemahan H. Masturi Irham, Lc). Jakarta. Khalifa.

Faridl, Miftah dan Syihabudin, Agus --Al-Qur'an, Sumber Hukum Islam


yang Pertama, Penerbit Pustaka, Bandung, 1989 M.

Ichwan, Muhammad Nor. 2001. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang.


Lubuk Raya

------------------------------. 2004.Tafsir 'Ilmy: Memahami Al Qur'an Melalui


Pendekatan Sains Modern. Yogyakarta. Menara Kudus.

Ilyas, Yunahar. 1997. Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur'an Klasik dan
Kontemporer. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

al Khuli, Amin dan Nasr Hamid Abu Zayd. 2004. Metode Tafsir Sastra.
(terjemahan Khairon Nahdiyyin). Yogyakarta. Adab Press.

al Mahali, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As Suyuthi,2001,


Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Azbabun Nuzul Jilid 4 (terj oleh Bahrun
Abu Bakar, Lc), Bandung, Sinar Algesindo

Qardawi, Yusuf. 2003. Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an.


(terjemahan: Kathur Suhardi). Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.

al-Qattan, Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Jakarta. Lentera


Antar Nusa.
al-Qaththan, Syaikh Manna' Khalil. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an
(Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an). Terjemahan: H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc,
MA. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.

ash-Shabuny, Muhammad Aly. 1996. Pengantar Studi Al-Qur'an (at-Tibyan)


(terjemahan: Moch. Chudlori Umar dan Moh. Matsna HS). Bandung. al-
Ma’arif

ash Shiddieqy,Teungku Muhammad Hasbi. 2002, Ilmu-ilmu Al Qur'an:


Ilmu-ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al Qur'an,Semarang, Pustaka Rizki
Putra

Shihab, Muhammad Quraish. 1993. Membumikan Al-Qur'an. Bandung.


Mizan

-----------------------------------. 2002. Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan


Keserasian Al-Qur'an Jilid 1. Jakarta. Lentera hati.

Wahid, Marzuki. 2005. Studi Al Qur'an Kontemporer: Perspektif Islam dan


Barat. Bandung. Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai