Anda di halaman 1dari 10

MATERI QUR’AN HADIST

Proses turunnya Al-Qur'an terbagi ke dalam tiga tahap. Pertama, dari Tuhan ke Lauh al-
Mahfuz. Turunnya Al-Qur'an ke Lauh al-Mahfuz dijelaskan melalui firman-Nya dalam surah Al
Buruj ayat 21-22. Dia berfirman:

٢٢ ࣖ ‫ح َّمحْ فُوْ ٍظ‬ ۙ ٰ


ٍ ْ‫ فِ ْي لَو‬٢١ ‫بَلْ هُ َو قُرْ ا ٌن َّم ِج ْي ٌد‬
Artinya: "Bahkan (yang didustakan itu) Al-Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam (tempat)
yang terjaga (Lauh al-Mahfuz)."

Kedua, Al-Qur'an diturunkan ke langit dunia sekaligus menjadi awal turunnya Al-Qur'an
kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini diperkuat dengan firman-Nya dalam surah Ad Dukhan
ayat 3 dan surah Al Qadr ayat 1. Allah SWT berfirman:

٣ ‫ْن‬Sَ ‫اِنَّٓا اَ ْن َز ْل ٰنهُ فِ ْي لَ ْيلَ ٍة ُّم ٰب َر َك ٍة اِنَّا ُكنَّا ُم ْن ِذ ِري‬

Artinya: "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan." (QS Ad Dukhan: 3)

‫ِإنَّٓا َأنزَ ْل ٰنَهُ فِى لَ ْيلَ ِة ْٱلقَ ْد ِر‬

Artinya:" Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan." (QS
Qadr: 1)

Terakhir, Al-Qur'an diturunkan ke bumi secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23


tahun. Kitab suci umat Islam ini diturunkan lewat perantara Jibril pada malam qadr. al-Zarkasyi
mengatakan dalam al-Burhan fi 'Ulum Al-Qur'an, ini adalah pendapat yang dianut mayoritas
ulama.
Mengenai durasi turunnya Al-Qur'an, Prof Djidin mengatakan dalam bukunya Kronologi
Al-Qur'an bahwa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam menghitung total waktu
secara keseluruhan. Ada yang mengatakannya selama 23 tahun dan ada juga yang menyebutnya
25 tahun. Perbedaan perhitungan ini terjadi karena adanya perbedaan pendapat tentang lamanya
Nabi Muhammad SAW bermukim di Mekkah sesudah kenabian.

Hikmah di Balik Turunnya Al-Qur'an secara Berangsur-angsu


Ada sejumlah hikmah di balik turunnya Al-Qur'an secara berangsur-angsur. Mengutip
buku Pengantar Studi Al-Qur'an: Teori dan Pendekatan karya Munzir Hitami, berikut di
antaranya:
Meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi kaum musyrikin.;
Mengingat hati Nabi Muhammad SAW yang lembut, sedangkan ayat-ayat Al-Qur'an tergolong
berat, maka tidak pantas jika diturunkan sekaligus;
Agar penetapan hukum-hukum syariat juga berlangsung secara berangsur-angsur;
Memudahkan bagi Nabi Muhammad SAW dan para sahabat untuk menghafal ayat-ayatnya;
Agar turunnya ayat sesuai dengan timing dan konteks sosialnya;
Bimbingan pada sumber Al-Qur'an itu sendiri, yakni Allah yang Maha Bijaksana dan Maha
Terpuji.

PERIODE MEKKAH DAN MADINA


Selama periode Mekkah, pada umumnya ayat yang diturunkan berisi tentang akidah
(paham terkait keimanan) dan tauhid (dasar ajaran agama Islam). Pada periode ini, terdapat 86
surat yang diturunkan selama 12 tahun lima bulan.
Periode pertama terjadi sebelum Nabi Muhammad hijrah dari Makkah ke Madinah. Ayat-ayat Al
Quran yang turun pada periode ini disebut ayat-ayat Makkiyah. Periode ini berlangsung sekitar
4-5 tahun awal masa kerasulan Nabi Muhammad. Pada masa ini, kandungan Al Quran pada
umumnya mencakup tiga hal berikut:

1. Pendidikan bagi Nabi Muhammad SAW dalam membentuk kepribadiannya


Pada masa ini, Allah menuntun Nabi Muhammad untuk mempersiapkan diri sebelum
menyampaikan dakwah kepada orang lain. Beliau dituntun untuk terlebih dahulu senantiasa
mengingat Allah SWT. Setelah itu, nabi dituntun untuk senantiasa memelihara kebersihan.
Kebersihan dalam hal ini bukan hanya mencakup kebersihan fisik, tetapi juga kebersihan batin.
Hal ini tercantum dalam Surat Al Muddatstsir ayat 1-7 yang artinya:
“Wahai orang yang berselimut, bangunlah dan sampaikanlah. Dan Tuhanmu agungkanlah.
Bersihkanlah pakaianmu. Tinggalkan kotoran (syirik). Janganlah memberikan sesuatu dengan
mengharap menerima lebih banyak darinya. Sabarlah engkau melaksanakan perintah-perintah
Tuhanmu.”
Hal ini dapat dilihat pula pada firman Allah dalam Surat Al Muzzamil ayat 1-4 yang artinya:
“Wahai orang yang berselimut, bangkitlah. Shalatlah pada malam hari kecuali sedikit darinya.
Yaitu separuh malam, kurang sedikit dari itu atau lebih. Dan bacalah Al Quran dengan tartil.”
2. Dasar-dasar akhlak mulia dan kecaman terhadap pandangan hidup masyarakat jahiliyah
Hal ini dapat dilihat salah satunya pada Surat At-Takatsur. Surat ini berisi kecaman kepada
masyarakat yang bermegah-megah dengan menumpuk harta dan berakhir dengan kelalaian.
Akibatnya, mereka mengabaikan hal-hal penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih baik.
3. Pengetahuan dasar tentang sifat dan af’al Allah SWT
Misalnya yang dijelaskan dalam Surat Al Ikhlas dan Surat Al-A’la. Pada surat ini termaktub
penegasan akan keesaan Allah dan penolakan atas anggapan kesamaan Allah dengan makhluk
lain. Sedangkan, Surat Al A’la menjelaskan bahwa Allah yang menciptakan, menyempurnakan
ciptaan-Nya, menentukan kadar masing-masing ciptaan-Nya, dan memberi petunjuk.

Periode Kedua (Madinah)


Periode kedua diturunkannya Al Quran terjadi setelah Nabi Muhammad hijrah ke
Madinah. Karena itu, ayat-ayatnya dikenal sebagai ayat-ayat madaniyyah. Periode ini
berlangsung sekitar 8-9 tahun.
Ayat-ayat Al Quran yang diturunkan pada masa ini menjelaskan kewajiban penganutnya, yakni
umat Muslim, sesuai dengan kondisi dakwah kala itu. Misalnya, dalam Surat An Nahl ayat 125
yang artinya:
“Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan tuntunan yang baik, dan bantahlah
mereka dengan cara yang sebaik-baiknya.”
Pada periode ini diturunkan pula ayat-ayat tentang keesaan Tuhan dan kepastian adanya hari
kiamat berdasarkan tanda-tanda yang dapat disaksikan masyarakat jahiliyah. Salah satunya
termaktub dalam surat Yasin ayat 78-82.
Periode Ketiga
Periode ketiga berlangsung sekitar 10 tahun. Pada periode ini, Al Quran memberikan
bimbingan kepada umat Muslim menuju jalan yang diridhai Allah, serta memotivasi mereka
untuk selalu berjuang dan mendidik akhlak orang-orang beriman dalam berbagai situasi.
Sedangkan ayat yang turun di Madinah umumnya berkaitan dengan muamalat (hubungan
manusia sebagai makhluk sosial), syariat (aturan dalam kehidupan Islam), dan hukum Islam.
Pada periode setelah hijrahnya Nabi Muhammad ini, terdapat 28 surat yang diturunkan selama
sembilan tahun sembilan bulan. Ayat Al Quran yang terakhir diturunkan adalah surat Al-Maidah
ayat 5.
Dalam pembahasan Nuzulul Qur’an menurut berbagai mazhab kita telah mengetahui
bahwa Alquran diturunkan ke Baitul Izzah secara langsung pada bulan Ramadhan. Dari Baitul
Izzah itulah, Alquran kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw.
Adapun hikmah diturunkan Alquran secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Saw.
adalah sebagai berikut:
1. Meneguhkan hati Rasulullah dan para sahabat. Dakwah Rasulullah pada era Makkiyah penuh
dengan tribulasi berupa celaan, cemoohan, siksaan, bahkan upaya pembunuhan.
Wahyu yang turun secara bertahap dari waktu ke waktu ini menguatkan hati Rasulullah dalam
menapaki jalan yang sulit dan terjal itu. Di era Madaniyah, hikmah ini juga terus berlangsung.
Ketika hendak menghadapi perang atau kesulitan, Alquran turun menguatkan Rasulullah dan
kaum muslimin generasi pertama.
2. Sebagai tantangan dan mukjizat. Orang-orang musyrik yang berada dalam kesesatan tidak
henti-hentinya berupaya melemahkan kaum muslimin. Mereka sering mengajukan pertanyaan
yang aneh-aneh dengan maksud melemahkan kaum muslimin.
Pada saat itulah, kaum muslimin ditolong Allah dengan jawaban langsung dari-Nya melalui
wahyu yang turun. Selain itu, Alquran juga menantang langsung orang-orang kafir untuk
membuat sesuatu yang semisal dengan Alquran. Walaupun Alquran turun berangsur-angsur,
tidak seluruhnya, toh mereka tidak mampu menjawab tantangan itu. Ini sekaligus menjadi bukti
mukjizat Alquran yang tak tertandingi oleh siapapun.
3. Mempermudah dalam menghafal dan memahami. Dengan turunnya Alquran secara berangsur-
angsur, maka para kaum muslimin menjadi lebih mudah menghafalkan dan memahaminya.
Terlebih, ketika ayat itu turun dengan latar belakang peristiwa tertentu atau yang diistilahkan
dengan asbabun nuzul, maka semakin kuatlah pemahaman para sahabat.
4. Relevan dengan penetapan hukum dan aplikasinya. Sayyid Quthb mengatakan bahwa para
sahabatnya adalah generasi yang selalu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Alquran.
Karena dijuluki dengan Jailul Qur’ani Farid (generasi qur’ani yang unik).
Di antara hal yang memudahkan bersegeranya para sahabat dalam menjalankan perintah Alquran
adalah karena Alquran turun secara bertahap. Perubahan terhadap kebiasaan atau budaya yang
mengakar di masyarakat Arab pun dilakukan melalui tahapan hukum yang memungkinkan
dilakukan karena turunnya Alquran secara berangsur-angsur ini.
Misalnya khamr, Ia tidak langsung diharamkan secara mutlak, tetapi melalui penahapan.
Pertama, Alquran menyebut mudharatnya lebih besar dari manfaatnya (QS. 2 : 219). Kedua,
Alquran melarang orang yang mabuk karena khamr dari salat (QS. 4 : 43). Dan yang ketiga baru
diharamkan secara tegas (QS. 5 : 90-91)
5. Memperkuat keyakinan bahwa Alquran adalah benar dari Allah. Ketika Alquran turun
berangsur-angsur dalam kurun lebih dari 22 tahun, kemudian menjadi rangkaian yang sangat
cermat dan penuh makna, indah dan fasih gaya bahasanya, terjalin antara satu ayat dengan ayat
lainnya bagaikan untaian mutiara, serta ketiadaan pertentangan di dalamnya, semakin
menguatkan bahwa Alquran benar-benar kalam Ilahi, Zat yang Maha Bijaksana lagi Maha
Terpuji
PENULISAN AL;QUR’AN
Pada masa Nabi Muhammad SAW proses pengumpulan Al-Qur’an dilakukan dengan cara
menulisnya di pelepah pohon kurma, lempengan batu maupun lontar, di kulit atau daun kayu, di
pelana, dan potongan tulang belulang binatang. Mereka para sahabat yang melakukan penulisan
ini yaitu Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab.
Selain mereka para sahabat lainnya pun kerap kali menulis walaupun tidak mendapatkan perintah
dari Rasulullah SAW untuk menulisnya.
Menurut sebagian para ulama ada dua cara yang terjadi di masa Rasulullah SAW dalam upaya
menjaga Al-Qur’an. Pertama yaitu Al Jam’u fis Sudur, artinya para sahabat langsung menghafal
wahyu yang diturunkan Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW. Hal ini
sangat mudah dilakukan oleh para sahabat. Sebab orang Arab memiliki trasidi yang  kuat dalam
menjaga turast peninggalan nenek moyangnya. Turast-turast ini biasanya berupa syair atu cerita.
Mereka menggunakan cara menghafal untuk menjaga turast tersebut agar tetap abadi di
sepanjang zaman. Jadi sudah mashur jika orang Arab sangat terkenal dengan kekuatan daya
hafalannya.
PENULISAN AL-QUR’AN PADA PERIODE KHALIFAH ABU BAKAR ASH
Karena itulah sang Khalifah memerintahkan Zaid bin Tsabit mengumpulkan Alquran dalam satu
mushaf. Kekhawatiran akan hilangnya Alquran dengan sebab kematian hufazh (para hafizh atau
penghafal Alquran) melandasi tindakan ini. Imam al-Bukhari meriwayatkan kisah pengumpulan
tersebut dalam shahih-nya. 
Zaid bin Tsabit Radhiyallahu Anhu berkata: "Abu Bakar memanggilku saat kami berada di
medan Yamamah (setelah diketahui tentang gugurnya tujuh puluh hufazh) dan ketika itu terlihat
Umar duduk di sisinya. 
Lalu Abu Bakar berkata: "Tadi Umar menemuiku dan berkata: 'Pertempuran di Yamamah itu
amat mengerikan dan begitu dahsyat sampai para hufazh berguguran, dan aku khawatir hal ini
berlanjut pada kelompok muslimin lainnya sehingga banyak ayat yang hilang. Karena itu,
menurut pendapatku, sebaiknya engkau mengumpulkan Alquran."
Syahidnya qari pada Perang Yamamah mendorong penulisan Alquran di masa Abu
Bakar.
Maka aku (Abu Bakar) menanggapi: "Bagaimana aku melakukan sesuatu yang tidak pernah
dicontohkan Rasulullah?"
Namun Umar bersikeras: "Demi Allah, itu lebih baik."
Kemudian tidak henti-hentinya Umar berusaha meyakinkanku, hingga Allah melapangkan dada
ini untuk sesuatu yang lebih dahulu dilapangkan oleh-Nya kepada Umar, dan aku melihat pada
perkara tersebut sebagaimana yang dia lihat. 
Abu Bakar pun berkata: "Sesungguhnya kamu pemuda yang cerdas, dan tidaklah aku
berprasangka buruk kepadamu. Kamulah salah seorang penulis wahyu Rasulullah, maka telitilah
Alquran dan kumpulkan (ayat-ayatnya)."
Demi Allah, seandainya aku (Zaid) diperintahkan untuk memindahkan gunung di antara gunung-
gunung, niscaya ia tidak seberat apa yang diperintahkannya ini. Lantas aku berkata: "Mengapa
kalian melakukan sesuatu yang tidak dilakukan Rasulullah?"
Abu Bakar menjawab: "Demi Allah, itu lebih baik." Kemudian tiada henti-hentinya Abu Bakar
berusaha meyakinkanku sampai Allah melapangkan dada ini untuk sesuatu yang lebih dahulu
dilapangkan oleh-Nya kepada Abu Bakar dan Umar. 
etelah itu, aku segera meneliti Alquran, dan mengumpulkan ayat-ayatnya dari dahan pohon dan
pelepah kurma, serta memastikannya langsung dari hafalan para Sahabat ternama hingga
ditemukan akhir surah At-Taubah dari Khuzaimah al-Anshari, yang tidak aku dapati dari
selainnya, yaitu: 
"Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu,
penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman. Maka jika mereka berpaling
(dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad): 'Cukuplah Allah bagiku, tidak ada ilah selain
Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Rabb yang memiliki Arsy (singgasana)
yang agung." (QS. At-Taubah ayat 128-129).
Kemudian shuhuf (kumpulan ayat atau mushaf Alquran pertama) tersebut diserahkan kepada
Khalifah Abu Bakar sampai meninggal, lalu disimpan di kediaman Umar al-Faruq sampai
meninggal, dan akhirnya dipegang oleh Hafshah binti Umar." (HR Bukhari).
Sejarah mencatat bahwa penulisan Alquranul Karim telah melewati tiga periode, yaitu pada masa
Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu, dan pada masa
Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu.
Dikutip dari buku Tajwid Lengkap Asy-Syafi'i karya Abu Ya'la Kurnaedi, Pada masa
kekhalifahan Utsman bin Affan, tepat tahun 15 Hijriah, terjadi perbedaan bacaan Alquran di
kalangan umat Islam karena beragamnya lembaran mushaf yang beredar. Kekhawatiran berupa
perpecahan di antara kaum muslimin pun dirasakan langsung oleh sang Khalifah, maka dia
berkhutbah: 
Sejarah mencatat bahwa penulisan Alquranul Karim telah melewati tiga periode, yaitu pada masa
Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu, dan pada masa
Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu.
Dikutip dari buku Tajwid Lengkap Asy-Syafi'i karya Abu Ya'la Kurnaedi, Pada masa
kekhalifahan Utsman bin Affan, tepat tahun 15 Hijriah, terjadi perbedaan bacaan Alquran di
kalangan umat Islam karena beragamnya lembaran mushaf yang beredar. Kekhawatiran berupa
perpecahan di antara kaum muslimin pun dirasakan langsung oleh sang Khalifah, maka dia
berkhutbah: 
"Kalian yang berada di dekatku saja ikhtilaf (berbeda pendapat) tentang Alquran, membacanya
dengan lahn, jadi wajar jika orang-orang yang jauh dariku di kota-kota lain lebih parah
perbedaan dan kesalahan dalam membacanya. Berkumpullah, wahai Sahabat-Sahabat
Muhammad, tulislah untuk manusia al-imam (acuan dalam mushaf mereka)." (Jam'ul Qur-anul
Karim fi ahdil Khulafa-ir Rasyidin)
Pada zaman Utsman bin Affan tersebarlah mushaf-mushaf lain di kalangan umat Islam, seperti
mushaf Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu dan mushaf Ubay bin Ka'ab Radhiyallahu Anhu.
Perbedaan ini sesuai dengan tujuh huruf (dialek) yang Alquran memang diturunkan demikian.
Dan ketika Hudzaifah pulang dari Armenia dan Adzarbaijan, maka sang Khalifah diberi usulan
olehnya agar mengumpulkan seluruh mushaf demi menyatukan kaum muslimin. (Jami'ul
Quranul Karim)
Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan:
Hudzaifah bin al-Yaman Radhiyallahu Anhu menghadap Utsman bin Affan setelah penaklukan
Armenia dan Azarbaijan, lalu dia menceritakan kepada sang Khalifah perihal perselisihan kaum
muslimin dalam qiraah Alquran:
"Wahai Amirul Mukminin, cegahlah umat ini sebelum mereka berselisih tentang Alquran seperti
perselisihan kaum Yahudi dan Nasrani." Maka Utsman mengutus seseorang kepada Hafshah
seraya meminta: "Pinjamkanlah kepada kami lembaran-lembaran yang ada padamu (mushaf
Alquran pertama), sebab kami akan menyalinnya ke dalam mushaf-mushaf, dan setelah itu akan
kami mengembalikannya." Hafshah pun meminjamkannya kepada Utsman." (HR At-Tirmidzi)
Ibnu Athiyyah menerangkan bahwa lembaran-lembaran berisi ayat-ayat Alquran yang
dikumpulkan pada masa Abu Bakar disimpan di sisinya. Lantas disimpan oleh Umar bin al-
Khathab sepeninggal Abu Bakar. Kemudian disimpan oleh Hafshah sepeninggal ayahnya (Umar
bin al-Khathab) yaitu pada zaman Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu.
Utsman pun memerintahkan empat Sahabat dalam tugas ini, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
az-Zubair, Sa'id bin al-Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam Radhiyallahu Anhum.
Mereka ditugaskan untuk menyalin mushaf pertama yang dikumpulkan pada masa Abu Bakar
menjadi beberapa mushaf.
Zaid sendiri berasal dari kaum Anshar, sedangkan tiga Sahabat terpilih lainnya adalah orang
Quraisy (dari kaum Muhajirin).
Sang Khalifah sempat berpesan bahwa apabila tiga Sahabat itu berselisih paham dengan Zaid
tentang lafazh (bacaan) dalam Alquran, maka hendaknya ia ditulis dengan dialek Quraisy.
Maka mereka segera melaksanakan perintah tersebut hingga selesai. Lalu Amirul Mukminin
mengirimkan mushaf-mushaf salinannya ke beberapa wilayah Islam. Hingga akhirnya bersatulah
kaum muslimin di atas mushaf utsmani hingga kini. (Syarh Muqaddimah Jazariyah

Perlu diketahui bahwa mushaf yang ditulis pada masa khalifah ‘Utsman bin Affan yang dikenal
dengan sebutan mushhaf ‘Utsman itu tidak menggunakan syakal dan titik. Oleh karenanya,
tulisan mushhaf itu mengandung kemungkinan untuk dibaca dengan bentuk yang berbeda-beda.
Namun demikian, rasa bahasa Arab yang masih kental pada waktu itu mampu menghindarkan
orang dari kemungkinan salah dalam membaca. Abu Ahman al-‘Askari menceritakan bahwa
mushhaf ‘Utsman tetap dibaca orang banyak dalam bentuk tulisannya seperti yang tersebut di
atas selama empat puluh tahun lebih, yakni sampai masa khalifah ‘Abd al-Malik. Pada masa
inilah banyak terjadi kerancuan dalam membaca sebagian kata dan huruf al-Qur’an yang ada
dalam mushhaf ‘Utsman, sebagai akibat dari pencampuran orang-orang Arab dengan orang-
orang non Arab. Pencampuran ini sedikit banyak telah mempengaruhi kemurnian bahasa Arab.
Maka pada masa khalifah ‘Abd al-Malik tahun 65 Hijriyyah sebagian penjabat pemerintah mulai
mengkhawatirkan terjadinya perubahan pada teks al-Qur’an jika mushhaf-mushhaf yang ada
tetap tidak diberi baris dan titik. Untuk itu mereka berinisiatif untuk membuat tanda-tanda baca
yang dapat menolong orang supaya bias membaca mushhaf dengan benar. Dalam kaitan ini
disebut-sebut dua nama pejabat sebagai pihak yang berinisiatif, yakni ‘Ubaidillah ibn Ziyad
(wafat 67 H) dan Al-Hajjaj ibn al-Tsaqafi (wafat 95 H). Masing-masing dari kedua tokoh ini
telah menegaskan kepada orang-orang yang dianggap ahli dan terpercaya bentuk dan tulisan
mushhaf.
Perlu diperhatikan bahwa usaha penyempurnaan bentuk tulisan al-Qur’an tidaklah berlangsung
sekaligus melainkan berjalan tahap demi tahap sehingga mencapai puncak keindahannya pada
akhir abad ketiga Hijriyyah.
Adapun mengenai orang pertama yang meletakkan dasar-dasar pemberian syakal dan pada al-
Qur’an, dikalangan para ulama terdahulu terdapat perbedaan pendapat. Dalam hubungan ini ada
tiga nama yang disebut-sebut oleh mereka, yakni : Abu al-Aswad al du-ali dan nama ini yang
paling popular Yahya ibn Ya’mar dan Nashr ibn ‘Ashim al-Laitisi.
Dr. Shubhi al-Shalih berpendapat bahwa mengingat sulitnya kita untuk memastikan siapakah
diantara ketiga tokoh tersebut yang benar-benar merupakan orang pertama dalam hal ini, maka
tidak ada halangan bagi kita untuk menyatakan bahwa ketiga-tiganya telah memberikan
sahamnya masing-masing dalam memperindah tulisan al-Qur’an dan memudahkan orang untuk
membacanya.
Pada masa-masa beriktunya semakin semaraklah usaha-usaha menyempurna-kan dan
memperindah tulisan al-Qur’an sehingga pada akhirnya kita warisi mushhaf al-Qur’an seperti
yang ada pada hari ini.

Anda mungkin juga menyukai