Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH AL-QURAN DARI MASA AWAL PENURUNAN HINGGA KODIFIKASI Oleh: Yasser Muda Lubis Lc.

PENDAHULUAN
Kitab suci al-Quran telah melalui sebuah proses sejarah yang sangat panjang. Dimulai dari diturunkannya al-Quran kepada Nabi Muhammad, semangat para sahabat di dalam menghafal dan mencatat wahyu yang turun, hingga menjadi satu mushaf seperti yang ada saat ini. Proses Penulisan dan Kodifikasi al-Quran adalah bagian dari upaya untuk menjaga Kemurnian dan Kesucian al-Quran, Allah telah berjanji al-Quran akan selalu terjaga. Allah berfiman dalam al-Quran dalam surat al-Hijr ayat 9 : Kami yang menurunkan Al-Quran dan kami yang menjaganya Dikalangan Orientalisme,1 berusaha semaksimal mungkin untuk menepis sejarah Penulisan dan Kodifikasi al-Quran, kendati melihat rentang waktu yang sangat panjang setelah Nabi Muhammad wafat. Dengan didistribusikannya naskah al-Quran ke berbagi penjuru wilayah Islam, banyak mereka yang memaksakan pendapat tentang kemungkinan terjadinya kesalahan dalam Penulisan saat itu. Begitu juga halnya dengan kaum Liberalisme,2 yang selalu meragukan Keotentikan dan Orisinalitas al-Quran sebagai wahyu ilahi. Berangkat dari sinilah maka penting bagi kita untuk mengetahui sejarah alQuran mulai dari masa proses penurunan hingga masa penulisan dan kodifikasi

Ilmu yang mempelajari dunia ketimuran dalam bidang akademik, namun bukan hanya sebatas mempelajari dunia timur dalam hal ini Islam, tetapi mereka juga mengatur strategi untuk menghancurkan Islam lewat apa yang mereka pelajari. 2 Sebuah faham yang mencita-citakan masyarakat yang bebas.

pada masa Nabi Muhammad hingga masa sahabat, sebagai bukti bahwa akan Keotentikan al-Quran sebagai kalam ilahi.

RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah : 1. Definisi al-Quran. 2. Sejarah Turunnya al-Quran. 3. Sejarah Kodifikasi al-Quran Ditinjau dari Proses Penulisan, Pengumpulan dan Pembukuan.

PEMBAHASAN
1. Definisi al-Quran Al-Quran berasal dari bahasa arab, dari akar kata qaraa yang berarti membaca. Al-Quran secara etimologi adalah bentuk masdar yang diartikan sebagai isim maful yaitu maqru,berarti yang dibaca. Sedangkan secara terminologi adalah kalam Allah yang bersifat mujizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara Jibril dengan lafal dan maknannya dari Allah, yang dinukilkan secara mutawatir dan membacanya merupakan pahala.3 Sebagian ulama berpendapat, kata al-Quran itu pada asalnya tidak berhamzah sebagai kata jadian-, mungkin karena ia dijadikan sebagai satu nama bagi suatu Firman yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, karena mungkin kata jadian yang diambil dari qaraa, atau mungkin juga karena ia berasal dari kata qurina al-syaiu bil al- syaii yang berarti mengandengkan sesuatu dengan

Azyumardi Azra, ed., Sejarah dan Ulumul al-Quran ( jakarta: Pustaka Firdaus , cet kelima, 2013) h. 13.

yang lain, atau juga berasal dari kata qarain, karena ayat-ayatnya saling menyerupai.4 Allah menamakan al-Quran dengan banyak nama antara lain : al-Quran, al-Kitab, al-Furqon, al-Zikr, al-Tanzil, al-Nur, al-Mubin, al-Mubarak dan lain sebagainya. Al-Quran dan al-Kitab lebih popular dari nama lainnya. Dalam hal ini Muhammad Abdullah Darraz berkata, Dinamakan al-Quran karena ia dibaca dengan lisan, dan dinamakan al-kitab karena ia ditulis dengan pena. Kedua nama ini menunjukkan makna yang relevan sekali dengan kenyataanya.5 2. Sejarah Turunnya al-Quran Al-zarqoni dalam kitabnya Manahil al-irfan fi ulum al-Quran bahwa Allah memberikan penghormatan kepada al-Quran melalui tiga tahapan.6 Yang pertama Allah menurunkan al-Quran ke al-lawh al mahfuzh.7 Wujud al-Quran di al-Lawh al-Mahfuzh adalah dalam suatu cara dan tempat yang tidak bisa diketahui kecuali Allah dan pada tahap ini al-Quran berupa kumpulan lengkap tidak terpisah-pisah. Hikmah dari tahapan pertama ini adalah seperti hikmah dari eksistensi alLawh al-Mahfuzh itu sendiri dan fungsinya sebagai tempat catatan umum dari segala hal yang ditentukan dan diputuskan Allah dan membuktikan kebesaran kekuasaan Allah dan keluasan ilmunya serta kekuatan kehendak dan kebijaksanaanya. Firman Allah dalam al-Quran surat al-Buruj ayat 21-22 : , Bahkan ( yang didustakan mereka itu ) ialah Al -Quran yang mulia. Yang tersimpan di al-lawh al-mahfuzh. Dalam surat al-Hadid ayat 22 :
4

Manna al- Qathathan, Pengantar Studi Ilmu al-Quran. Penerjemah Aunur Rafiq el-Mazni ( Jakarta: Pustaka al-Kautsar, cet. kedelapan, 2013 ), h. 18. 5 Ibid., h. 19-22. 6 Muhammad Abdul Azhim al-Zarqoni, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran. ditahqiq oleh Ahmad bin Ali ( Kairo: Darul al-Hadist, Juz 1, 2001 ), h. 39-43. 7 Sebuah catatan yang di dalamnya terdapat catatan mengenai segala hal sesuatu yang eksis dan yang ditulis sejak zaman azali.

. Tiada satu bencana pun yang menimpa di bumi dan ( tidak pula ) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab ( al-lawh al-mahfuzh ) sebelum kami menciptakannya sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Pada tahapan yang kedua adalah Allah menurunkan al-Quran dari alLawh al-Mahfuzh ke baitul izza di langit dunia sekaligus seluruh isi al-Quran pada Lailatul Qadr. Dalil dalam al-Quran surat al-Dukhon ayat 3 : Sesunguhnya kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. Dalam surat al-Qadr ayat 1: Sesungguhnya kami menurunkannya pada lailatul qadr. Dalam surat al-Baqarah ayat 185: Bulan Ramadhan bulan yang di dalamnya diturunkan ( permulaan ) AlQuran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas-penjelas mengenai petunjuk itu dan pembeda. Pada tahapan ketiga al-Quran diturunkan kepada hati Nabi Muhammad melalu malaikat Jibril, secara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Dalil dalam Al-Quran surat al-Syuara ayat 193-195 : , , Dia dibawa turun oleh ar-Ruhul al Amin ( jibril ) , kedalam hatimu ( muhammad ) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang yang memberi peringatan, dengan bahasa arab yang jelas.

Sering pula wahyu diturunkan untuk menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi atau membenarkan tindakan Nabi. Disamping itu, banyak ayat atau surat yang diturunkan tanpa melalui latar belakang atau kejadian tertentu. Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan perantara malaikat Jibril secara berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun menurut pendapat yang kuat. Tiga belas tahun di Makkah dan sepuluh tahun di Madinah. dimulai ketika Nabi Muhammad sedang berkhalwat seorang diri di gua Hira pada malam senin, tanggal 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran. Bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M.8 Adapun ayat yang pertama diturunkan adalah surat al-Alaq ayat 1-5 :9 , , , , Bacalah dengan ( menyebut ) nama tuhanmu yang menciptakanmu. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu yang paling pemurah. Yang mengajar ( manusia ) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ayat ini menegaskan kedudukan Nabi Muhammad sebagai seorang Nabi. Ayat-ayat yang turun berikutnya adalah surat al-Muddatstsir ayat 1-10 :10 , , , , , , , , , Wahai nabi yang berselimut. Bangunlah lalu beri peringatan! Dan tuhamnu, angungkan. Dan pakaianmu bersikanlah. Dan tinggalkan perbuatan dosa. Dan jangan kamu beri ( dengan maksud ) memperoleh ( balasan ) yang lebih banyak. Dan untuk ( memenuhi perintah ) tuhan-mu bersabarlah ! apabila ditiup sangkakala. Maka waktu itu adalah waktu ( datangnya ) hari yang sulit. Bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.
8 9

Azra, Sejarah dan Ulum al-Quran, h. 19. Ibid, h. 62. 10 Ibid, h. 63.

Ayat ini sekaligus mempertegas karasulan Nabi Muhammad. Kalau ayat yang pertama belum ada perintah untuk menyampaikan isi wahyu, ayat kedua ini sudah ada perintah kepada Nabi Muhammad untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya. Adapun hari terakhir turunnya al-Quran menurut mayoritas ulama yaitu pada hari jumat tanggal 9 zulhijjah tahun 10 Hijrah. Bertepatan dengan bulan maret 632 M. Pada waktu itu nabi Muhammad sedang menjalani wuquf di Arafah yang kemudian dikenal dengan Haji Wada.11 Diturunknnya al-Quran secara berangsur-angsur selama 23 tahun, menandakan bahwa al-Quran mempunyai hubungan dialektis dengan situasi dan tempat ketika ia diturunkan.12 Berbeda dengan kita-kitab samawi sebelumnya, yakni Taurat, Injil dan Zabur yang turun sekaligus.13dalil di dalam al-Quran surat al-Furqon ayat 32 : Dan berkatalah orang kafir: Mengapa al-Quran itu tidak diturunkan kepadanya ( Muhammad ) sekali turun saja? Demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacakannya kelompok dengan kelompok. Dalam hal ini Allah memberi jawaban khusus, yaitu dengan menyebutkan hikmah diturunkan al-Quran secara berangsur-angsur. Manna Qaththan menyebutkan beberapa hikmah diturunkan al-Quran secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad.14 Pertama, Meneguhkan hati Nabi Muhammad. Mengingat watak keras masyarakat yang dihadapi beliau, dengan turunnya al-Quran secara berangsur-angsur dapat memperkuat hati Nabi. Kedua, Tantangan dan Mukjizat. Mengingat banyak tantangan yang dihadapi dari kaum kafir. Ketiga Memudahkan Hafalan dan Pemahaman al-Quran. Keempat Relevan dengan peristiwa dan pentahapan dalam penetapan hukum. Penghapusan

11 12

Ibid. Ibid, h. 20. 13 Muhammad Chirzin, Permata al-Quran ( Yogyakarta: Qirtas, cet.pertama, 2003 ), h. 6. 14 Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Quran, h. 134-147.

beberapa tradisi masyarakat arab secara serentak amat sulit. Kelima Bahwa alQuran diturunkan dari Allah bukan rekayasa Nabi Muhammad. 3. Sejarah Kodifikasi al-Quran Ditinjau dari Proses Penulisan, Pengumpulan dan Pembukuan. Al-Quran memerlukan beberapa proses yang melibatkan beberapa orang dalam kurun waktu relatif panjang untuk menjadi sebuah mushaf.15 Proses pengumpulan al-Quran meliputi proses penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan kodifikasi hingga menjadi mushaf al-Quran yang biasa disebut dengan pengumpulan al-Quran (Jamu al-Quran.)16 Al-zarqani menyebutkan bahwa Jamu al-Quran terkadang disebut sebagai pemeliharaan dan penjagaan di dalam dada. Dan terkadang juga disebut dengan penulisan keseluruhannya. Huruf demi huruf, ayat demi ayat, dan surat demi surat. Yang pertama medianya adalah hati dan dada. Sedangkan yang kedua medianya adalah shahifah-shahifa dan lembaran-lembaran lainnya.17 Adapun selanjutnya pengumpuan Al-Quran berlangsung tiga kali. Pertama pada masa Nabi Muhammad. Kedua pada masa Abu Bakar al-Shiddiq. Ketiga pada masa Utsman bin Affan. Pada yang terakhir ini dilakukan penyalinan menjadi beberapa mushaf dan dikirim ke berbagai wilayah. A. Pada Masa Nabi Muhammad Pada masa Nabi Muhammad Pengumpulan al-Quran dilakukan dengan dua cara yaitu pertama: Al-jamu fi al-shudur ( konteks hafalan) dan yang kedua : Al-jamu fi al-suthur ( konteks tulisan ).18 Pada konteks hafalan : Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal di dalam dada dan diletakkan ke dalam hati. Sebab, bangsa arab secara kodrati memang mempunyai daya hafal yang kuat. Dan pada umumnya mereka butu huruf sehingga segala bentuk penulisan mereka lakukan

15

Kata mushaf atau suhuf berasal dari bahasa arab selatan kuno. Shuhuf adalah bentuk jamak dari shahifah, yang berarti selembar bahan yang dipergunakan untuk menulis. Tetapi lembaranlembaran tersebut terpisah-pisah tidak terjilid. 16 Azra, Sejarah dan Ulum al-Quran, h. 25 17 al-Zarqoni, Manahil al-Irfan fi ulum al-Quran, h. 203 18 al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Quran, h. 151-158.

dengan cara menghafal. Nabi Muhammad senantiasa mengerak-gerakkan kedua bibirnya dan lidahnya untuk membaca al-Quran sebelum Jibril selesai membacakannya, karena hasrat besaar untuk menghafalnya. Di dalam alquran disebutkan dalam surat al-Qiyamah ayat 16-19 : , , , Janganlah engkau ( hai Muhammad ) karena hendak cepat menghafal AlQuran yang diturunkan kepadamu menggerakkan lidahmu membacanya ( sebelum selesai dibacakan kepadamu ) sesungguhnya kami-lah yang berkuasa mengumpulkan Al-Quran itu ( dalam dadamu ) dan menetapkan bacaanya ( pada lidahmu ) oleh itu, apabila kami telah menyempurnakan bacaanya, maka bacalah menurut bacaanya itu. Kemudian, sesungguhnya kepada kami-lah urusan menjelaskan kandungan nya. Dalam kitab Sahihnya Bukhari telah mengemukakan tentang adanya tujuh hafiz, melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Masud, Salim bin Maqil bekas budak Abu Huzaifah, Muadz bin Jabal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu Ad-Darda. Penyebutan para penghafal yang berjumlah tujuh atau delapan tidak berati pembatasan. Karena beberapa keterangan dalam kitab sejarah dan sunan menunjukkan para sahabat berlomba-lomba menghafal alquran dan meminta anak dan istri mereka untuk menghafalnya. Mereka membacanya dalam shalat di tengah malam, sehingga alunan suara mereka terdengar bagai suara lebah. Konteks penulisan : Penulisan al-Quran sudah dilakukan. Diantara para sahabat ada yang dijadikan Nabi Muhammad sebagai penulis wahyu Al-Quran. Seperti Ali, Muawiyah, Ubay bin Kaab dan Zaid bin Tsabit. Sebagian sahabat juga menulis al-Quran atas inisiatif sendiri. Media yang digunakan sahabat di dalam penulisan adalah pelepah kurma ( al-usbu ), lempengan batu ( al-likhaf ), tulang belulang ( al-aktaf ) dan kulit binatang ( al-riqa ). Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat dalam penulisan al-Quran. Walaupun al-Quran ditulis ditempat terpisah-pisah, itu bukan berarti ayat-ayat al-Quran tidak berurutan antara mana ayat yang pertama atau ayat

kedua dan seterusnya.19 Hal seperti ini telah disebutkan oleh Zaid bin Tsabit Rasulullah telah wafat, sedang al-Quran belum terkumpul sama sekali. Maksudnya ayat-ayatnya, surat-suratnya belum dikumpulkan sama sekali, Akan tetapi mereka masih membaca al-Quran seperti yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Karena ketika al-Quran diserahkan kepadanya, malaikat Jibril sudah memberikan petunjuk bahwa mana ayat yang diletakkan di awal dan mana yang diletakkan di akhir. Sebagimana hadis nabi memberikan penjelasan. : , : " " " " : Al-zarqoni menjelaskan bahwa Alasan kenapa al-Quran pada masa Nabi Muhammad tidak ditulis pada satu tempat, beliau menyebutkan karena al-Quran pada masa Nabi turunnya berangsur-angsur itu menandakan bahwa al-Quran sendiri berbeda dengan kitab-kitab samawi yang lainnya, al-Quran juga turun kebumi berdasarkan terjadinya sesuatu, maka dari itu di lain waktu masa ada kemungkinan ayat satu dinaskh dengan ayat yang lain.20 B. Pada Masa Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar diangkat menjadi Khalifah. Pada masa itu terjadi kekacauan yang ditimbulkan oleh orang-orang murtad, terutama yang dipimpin Musailamah al-Kadzdzab bersama pengikutnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya perang Yamamah pada tahun 12 H. Pada pertempuran itu banyak sahabat penghafal al-Quran gugur, mencapai sekitar 70 orang, bahkan dalam suatu riwayat dinyatakan sekitar 500 orang.21 Peristiwa tersebut menggugah hati Umar bin Khathtab untuk meminta kepada Khalifah Abu Bakar agar al-Quran segera dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah mushaf. Beliau khawatir al-Quran akan berangsur-angsur hilang bila hanya mengandalkan hafalan semata, apalagi para penghafalnya semakin
19 20

Al-Zarqoni, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran, h. 209. Ibid, h. 210. 21 Azra, Sejarah dan Ulum al-Quran, h. 28.

berkurang.22 Awalnya, sebagai Khalifah, Abu Bakar menolak inisiatif Umar itu, melihat Nabi Muhammad tak pernah melakukan, juga tak pernah memerintahkan hal demikian. Namun akhirnya Umar dapat menyakinkan Abu Bakar jika inisiatifnya baik dan tepat.23 Lalu, Abu Bakar membentuk panitia kodofikasi al-Quran dengan menunjuk Zaid binTsabit sebagai ketuanya. Abu Bakar tak meragukan kecerdasan Zaid disamping melihat ia adalah pencatat wahyu yang paling terkenal. Sebelum panitia kodifikasi bekerja, Abu Bakar menggariskan dua hal kepada Zaid selaku ketua panitia. Pertama, catatan yang ada harus sesuai dengan hafalan para sahabat. Dan kedua, catatan itu dapat dipastikan atas perintah Nabi. Semua itu demi menjaga autentisitas al-Quran. Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Dawud melalui Hisyam bin Urwah dari ayahnya.24 Bahwa Abu Bakar berkata kepada Umar dan Zaid : Duduklah kamu berdua di pintu masuk masjid. Bila ada yang datang kepadamu membawa dua orang saksi atas sesuatu dari kitab Allah, maka tulislah. Abu Bakar kemudia menyerukan kepada kaum muslimin agar siapa pun yang memegang catatan-catatan ayat al-Quran segera menyerahkan kepada Zaid untuk diseleksi. Dalam proses kodifikasi, Zaid mensyaratkan, hanya akan menulis jika ada catatan secara tertulis dan kemudian cocok dengan hafalan para penghafal. Jika tidak, ia akan menangguhkan penulisan sampai kedua hal itu ada. Jika memang hanya salah satu, maka tidak akan dituliskan. Seperti ayat rajam yang diajukan Umar.25 Panitia kodifikasi pimpinan Zaid berhasil menghimpun catatan-catatan alQuran yang tersebar di berbagai media, dalam waktu satu tahun. Sebuah tugas yang tak ringan. Zaid pernah berujar:

22 23

Al-Zarqoni, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran, h. 211. Fathi Fauzi Abdul Muthi, Detik-Detik Penulisan Wahyu. Penerjemah M. Taufik Damas ( Jakarta: Zaman, cet pertama, 2009 ), h. 17. 24 Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Quran, h. 160. 25 Muthi, Detik-Detik Penulisan Wahyu, h. 18.

10

jika aku diminta memindah gunung, niscaya itu tak akan lebih berat daripada menyatukan ayat-ayat al-Quran menjadi kesatuan yang utuh. Abu Bakar kemudian menyimpan mushaf itu. sebelum meninggal, ia menyerahkan mushaf tersebut kepada Umar bin Khaththab, yang kemudian setelah meninggal putrinya hafshah yang menyimpan mushaf itu.26 C. Pada Masa Khalifah Ustman bin Affan Tidak ada aktivitas signifikan soal kodifikasi al-Quran pada masa khalifah Umar. Umar berfokus pada pengembangan kekuasaan Islam dan pengajaran alQuran di wilayah-wilayah yang dikuasi Islam. Umar mengutus orang-orang yang berkemampuan cukup, antara lain adalah Muadz bin jabal, Ubadah bin Shamith dan Abu Darda untuk mengajarkan al-Quran dibeberapa wilayah.27 Sepeninggalan Umar, jabatan khalifah dipengang oleh Ustman bin Affan. Pada masa pemerintahan khalifah Utsman wilayah Islam sudah sedemikian luas.28 bahkan telah merambah wilayah-wilayah non-Arab. Hal ini menimbulkan dampak pelafalan al-Quran yang menggunakan Arab Quraisy. Tidak semua wilayah dapat mudah melafalkan bahasa tersebut. Sebab itu, muncullah ragam pelafalan alQuran di beberapa wilayah, seperti yang dijumpai Hudzaifah bin al-Yaman, pemimpin pasukan utusan Utsman yang telah banyak menjelajahi wilayah seperti, Syam, Armenia, Azerbaijan, dan Iraq.29 Versi qiraat yang dimiliki berlainan satu sama lain, menimbulkan dampak negatif di kalangan kaum muslimin. Dengan situasi seperti ini mencemaskan khalifah Utsman Bin Affan. Karena itu, ia segera mengundang para sahabat memecahkan masalah tersebut. Akhirnya dicapai kesepakatan bahwa mushaf yang ditulis pada masa khalifah Abu Bakar disalin kembali menjadi beberapa mushaf. Mushaf-mushfa tersebut nantinya akan dikirim ke berbagai kota atau daerah untuk dijadikan rujukan bagi kaum muslimin.30

26 27

Ibid. Ibid, h. 19. 28 Azra, Sejarah dan Ulum al-Quran, h. 29. 29 Muthi, Detik-Detik Penulisan Wahyu, h. 20. 30 Azra, Sejarah dan Ulum al-Quran, h. 30.

11

Khalifah Utsman membentuk panitia penggandaan tersebut, dan Zaid kembali terlibat bersama beberapa orang, antara lain Abdullah bin Zubair, Said bin al-Ash, Abdurrahman bin al-Harits.31 kemudian Utsman mengirim sepucuk surat yang isinya meminta agar hafshah mengirim mushaf yang disimpannya untuk disalin menjadi beberapa naskah. Utsman berpesan : Jika terjadi perbedaan diantara kalian mengenai al-Quran, maka tulislah menurut dialek Quraisy, karena al-Quran diturunkan dalam bahasa mereka. Setelah tim menyelesaikan tugasnya, khalifah Utsman menegmbalikan mushaf orisinal kepada Hafshah. Kemudian beberapa mushaf hasil kerja tim tersebut dikirim ke berbagai wilayah besar, seperti Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan Yaman. Khalifah Utsman sendiri menyimpan satu mushaf untuk disimpan di Madinah yang dikenal dengan Mushaf al-Imam. Dan mushaf-mushaf lain yang ada saat itu diperintahkan khalifah Utsman untuk dibakar.32 Pembakaran mushaf yang dilakukan dimaksudnkan untuk mencegah terjadinya pertikaian di kalangan umat, karena masing-masing mushaf yang dibakar itu mempunyai kekhususan. Ada yang kelihatannya mencampurbaurkan antara wahyu dengan penjelasan-penjelasan dari nabi atau sahabat yang lain. Sehingga terdapat perbedaan antara koleksi seorang sahabat dengan sahabat lainnya.33 dan pada akhirnya usaha khalifah Utsman itu berhasil meredam perselisihan diantara umat tentang pelafalan al-Quran. Mushaf yang ditulis pada masa Khalifah Abu Bakar tetap tersimpan di rumah Hafshah sampai akhir hayatnya. Diduga, mushaf otentik Utsman bin affan juga disimpannya. Setelah ia meninggal, mushaf tersebut diambil oleh Marwan bin al-Hakam ( w. 65 ), walikota Madinah ketika itu. Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa Marwan memerintahkan untuk membakar Mushaf orisinal itu karena berbagai pertimbangan.34

31 32

Muthi, Detik-Detik Penulisan Wahyu, h. 21. Azra, Sejarah dan Ulum al-Quran, h. 31. 33 Ibid. 34 Ibid.

12

Motif kodifikasi al-Quran pada masa Abu Bakar berbeda dengan masa Utsman bin Affan.35 Pada masa Abu Bakar adalah menjaga kelestarian Al-Quran yang terbunuh, dengan menuliskan kembali catatan-catatan al-Quran yang terpisah dalam satu mushaf yang utuh. Dan pada masa Utsman bin Affan menggandakan mushaf sususan pada masa Abu Bakar itu menjadi beberapa mushaf, kemudiab dikirim ke beberapa wilayah dalam rangka menyatukan ragam bacaan.

KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan, penulis dapat menarik beberapa poin: 1. Penulisan al-Quran sudah dimulai pada masa Nabi Muhammad. Akan tetapi penulisan terpisah-pisah, belum terkumpul menjadi satu mushaf. 2. Inisiatif pengumpulan al-Quran datang dari khalifah Umar pada masa Abu Bakar menjadi Khalifah. Khawatir akan masa depan al-Quran dikarenkan banyak para huffazh yang mati pada saat perang Yamamah. Maka pengumpulan al-Quran pun dilakukan dengan cara mengumpulkan yang terpisah diberbagai media dan hafalan para sahabat yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit. 3. Perbedaan qiraat di antara umat Utsman berinisiatif untuk mengumpulkan mushaf-mushaf dari seluruh wilayah untuk melakukan perubahan dengan menggunakan bahasa Quraisy. Karena al-Quran diturunkan dengan bahasa itu. Lalu kemudian memusnakannya dengan cara membakarnya lalu kemudian menggandakan mushaf yang telah diperbaharui menjadi 6 buah dan disebarkan kewilayah Islam.

35

Muthi, Detik-Detik Penulisan Wahyu, h. 22

13

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Manna Khalil. Pengantar Studi Ilmu al-Quran. Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2013. Al-Zarqoni, Muhammad Abdul Adzim. Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran. Kairo: Darul al-Hadis, 2001. Azra, Azyumardi, ed. Sejarah dan Ulum al-Quran. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013. Chirzin, Muhammad. Permata al-Quran. Yogyakarta: Qirtas, 2003. Muthi, Fathi Fauzi Abdul. Detik-Detik Penulisan Wahyu. Jakarta: Zaman, 2009.

14

15

16

Anda mungkin juga menyukai