Dosen Pembimbing;
Dr. H. Muhammad Irham, M.Th.I.
Dr. Firdaus, M.Ag.
mushaf dan diturunkan secara mutawa>tir serta bernilai pahala bagi yang
membacanya. al-Qur´an diturunkan oleh Allah untuk memberikan petunjuk
kepada manusia dengan tujuan dan jalan yang lurus untuk menegakkan asas
kehidupan didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya.
Sebagai sumber ajaran agama Islam yang menempati posisi utama, al- Qur
´an harus dibaca dan diketahui isi yang terkandung di dalamnya. al-Qur’an yang
sesuai dengan segala tempat dan waktu, bahkan hingga akhir zaman, dengan
ayat-ayat yang berdialog pertama kali dengan masyarakat arab 14 abad yang lalu.
Dalam kajian orientalis, para sarjana Barat yang telah meneliti dan
mengkaji al-Qur’an dari berbagai aspeknya, hampir seluruhnya mengakui bahwa
kitab tersebut memiliki nilai dan kekuatan akan al-Qur’an tersebut. Namun dari
sisi lain, mereka juga menganggap bahwa Nabi Muhammad bukanlah seorang
1
Athaillah, Sejarah al-Qur’an (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 33.
nabi dan mengatakan bahwa al-Qur’an bukan lah perkataan murni dari Tuhan,
tetapi merupakan karangan Muhammad dan para sahabatnya. Hal ini disebabkan
kajian para orientalis sepenuhnya berangkat dari keraguan sehingga pada
akhirnya mereka tidak akan pernah menemukan suatu kebenaran. Karena
2
sesungguhnya yang mereka cari bukanlah kebenaran tetapi pembenaran.
Kitab al-Qur’an yang dipandang dari aspek proses penurunnya sangat jauh
berbeda dengan kitab-kitab suci lainnya. Sehingga dengan alasan tersebut, sikap
dalam meragukan munculnya teks suci al-Qur’an wajar dipertanyakan oleh
3
orang-orang kafir. Akan tetapi kebenaran dalam perspektif al-Qur’an merupakan
pembenaran mutlak yang datang langsung dari Tuhan. Sebab dalam perjalanan
historis, al-Qur’an memiliki asal-usul kewahyuan yang bersumber dari Allah
kemudian disampaikan ke Nabi Muhammad saw.
2
Abdul Hamid, Pengantar Studi al-Qur’an (Jakarta: Kencana, 2016), h. 3.
3
Lihat QS. al-Furqa>n/25: 32.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi, Nuzu>l al-Qur’a>n dalam bahasa Arab terdiri atas dua
kata dalam bahasa Arab, yaitu Nuzu>l dan al-Qur’a>n. Pada dasarnya, kata Nuzu>l
merupakan wazan bahasa Arab yaitu, ‘ لزن لنـي ـ ال وزن ـyang berarti turunnya
4
5
suatu benda dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.’ Juga bermakna
halnya Raghib al-Asfahani memahami kata nuzu>l yakni turun dari atas, dikatakan
7
nazala ‘an da>bbatihi yang artinya ia turun dari binatang tunggangannya. Al-
Nuzu>l juga bermakna al-hulu>l, yaitu penurunan, bergeraknya sesuatu dari atas ke
8
bawah. Dalam konteks ini misalnya pada QS. al-Mu’minun/23:29.
)29( ينلنملا يْخ تنأو ًكرابم ال نم ِنلزنأ بر لقو
Terjemahnya:
Berdoalah, ‘Wahai Tuhanku, tempatkanlah aku pada9 tempat yang
diberkahi dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat.
Adapun makna al-Qur’an secara etimologi dalam bahasa Arab adalah
bentuk derivasi dari kata ـ انأرق ـ أرقي ـ أرقـ ةءارق. Kata tersebut pada awalnya
4
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir: Arab-Indonesia Terlengkap (Cet. I;
Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984), h. 1507.
5
Abu> al-Fida ‘Ima>d al-Di>n Isma>’i>l ibn ‘Umar ibn Kasi>r al-Quraisy, Tafsi>r al-Qur’a>n al-
‘Az{i>m, juz 7, terj. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan al-Atsari (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2004), h. 568
6
Ahmad bin Fa>ris bin Zakariyyah, Mu’jam Maqa>yis al-Lugah, Juz 5 (t.tp: Da>r-al-Fikr,
1399H), h. 417.
7
Al-Ragib al-Asfahani, Mufrada>t fi Gari>b al-Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan,
Kamus al-Qur’an (Depok: Pustaka Khazanah Fawaid, 2017), h.602.
8
Abu al-Hasan al-Andalusy, al-Mukhassas li ibn Sayyidah, Juz 3 (Cet. 1; Beirut: Da>r
Ihya, 1996), h. 312; dikutip oleh Abdul Hamid, Pengantar Studi al-Qur’an (Jakarta: Prenada
Media, 2016), h. 15.
9
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf al-Qur’an, 2019), h. 487.
bermakna hamil atau mengandung, seperti dikatakan ةقانلا هذاه تأرق ام yang
berarti unta itu tidak pernah hamil sama sekali. Dari kata inilah terambil kata al-
Qur’an, karena di dalamnya terkandung hukum-hukum, cerita-cerita dan
10
sebagainya. Kata ini juga bermakna menghimpun atau mengumpulkan,
membaca. Dengan demikian, disebut dengan al-Qur’an sebab di dalamnya berisi
bacaan (Qur’an) dan kandungannya mengumpulkan seluruh ajaran kitab-kitab
11
sebelumnya.
kepada Rasulullah Muhammad saw. dalam bentuk lafal Arab dengan perantara
Malaikat Jibril. Disampaikan secara mutawatir diawali dengan surah al-Fatihah
12
dan diakhiri dengan surah al-Nas, serta ditulis dalam mushaf dan membacanya
bernilai ibadah.
Dari uraian di atas, maka yang dimaksud nuzu>l al-Qur’a>n ialah turunnya
13
al-Qur’an dari Allah swt. sampai kepada Nabi Muhammad saw. Tetapi pada sisi
lain istilah Nuzu>l al-Qur’an tidaklah dipahami secara makna harfiah yakni
menurunkan sesuatu dari tempat tinggi ke tempat rendah, sebab hakikat dari al-
Qur’an tidaklah berbentuk fisik dan materi. Akan tetapi pemaknaan Nuzu>lul
Qur’an secara majazi yakni penyampaian informasi (wahyu) Allah swt. kepada
Nabi Muhammad saw. dari alam gaib ke alam nyata melalui perantara malaikat
14
Jibril.
10
Ahmad bin Fa>ris bin Zakariyyah, Mu’jam Maqa>yis al-Lugah, Juz 5, h. 79.
11
Nasaruddin Umar, Memahami al-Qur’an di Masa Posth-Thruth (Jakarta: GRASINDO,
2021), h. 43.
12
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 25
13
Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an (Yogyakarta: Semesta Aksara, 2019), h. 10.
14
Abdul Aziz Dahlan dkk, Ensiklopedi Hukum Islam I (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve,
1996), h. 134.
B. Proses Turunnya al-Qur’a>n
lauh mahfuz dan bait al-‘Izzah, dan selanjutnya al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur ke pribadi Nabi Muhammad saw. melalui perantara Malaikat
Jibril a.s.
Berkaitan dengan hal tersebut, jika kita kembali merujuk kepada derivasi
kata nuzul, terdapat istilah yang digunakan oleh al-Qur’an ialah kata al-Inza>l dan
al-Tanzi>l. Pada penggunaannya, kata al-Inza>l digunakan terhadap sesuatu yang
diturunkan secara umum. Sedangkan kata al-Tanzi>l digunakan apabila yang
15
diturunkan itu dilakukan secara berskala dari satu waktu ke waktu.
QS. al-Baqarah/2:185;
ناقرفلاو ىدهلا نـم تانيبو سانلل ىـده نأرقلا هيف لزنأ ياَّل ناضمر رهش
Terjemahnya:
Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
16
petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).
QS. al-Qadr/97:1;
رِ ْد ةَِ يلَْل ِِفُهَاْنل َزْنَأ ّن
Terjemahnya:
َقْلا َاِإ
Sesungguhnya17 Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada
Lailatulqadar.
16
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
15
Al-Ragib al-Asfahani, Mufrada>t fi Gari>b al-Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus
al-Qur’an, h. 604.
16
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
QS. al-Dukhan/44:3;
secara sekaligus pada malam qadr, sedangkan kata tanzi>l dimaknai dengan
turunnya al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw. secara berangsur-angsur.
Sebab, keaddan antara alam lauh mahfuz/bait al-izzah berbeda dengan alam
dunia. Alam gaib merupakan tempat yang tidak terikat dengan dimensi waktu
dan tempat, segala sesuatu dapat melakukan mobilitas sekaligus (inza>l) kemana
saja tanpa terikat dengan dimensi ruang dan waktu. Berbeda halnya dengan alam
dunia, ketika diturunkannya ke alam ini, yang dimana alamatnya ialah manusia
(para nabi), maka proses penurunnya memerlukan waktu (tanzi>l). Terlebih lagi
17
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 903.
18
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 722.
19
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 538.
20
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
pada tahap penurunan ini disesuaikan dengan keperluan dakwah terhadap
21
keadaan/situasi masyarakat yang dihadapi Nabi.
a) Bait al-Mahfuz
Mengenai proses yang pertama ini tidak ada seorang pun yang
21
Lihat Nasaruddin Umar, Memahami al-Qur’an di Masa Posth-Truth, h. 25. Lihat juga
Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an, h. 12.
22
Muhammad Baqir Hakim, ‘Ulu>m al-Qur’a>n, terj. Nashirul Haq, Abd. Ghafur dan
Salman Fadhlullah, Ulumul Qur’an (Cet. 3; Jakarta: Al-HUDA, 2006), h. 19-20.
23
Abdul Hamid, Pengantar Studi al-Qur’an, h. 16-19.
24
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
Hikmah diturunkannya al-Qur’an ke lauh mahfuz ini, kembalil kepada
diciptakannya oleh Allah swt. untuk mencatat segala ketetapan dan ketentuan
Allah swt, serta menunjukkan kebesaran, keilmuan, kehendak dan kekuasaan-
25
Nya.
dunia, yang dikenal dengan istilah ba‘it al-‘izzah. Pada proses ini, pendapat yang
masyhur mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan secara keseluruhan ke langit
dunia sebelum kenabian. Sebagaimana firman Allah swt. pada QS. al-Qadr/97:1.
ردقلا لَيل ِف هانلزنأ انا
Terjemahnya:
Sesungguhnya,26 Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada
Lailatulqadar.
c) Nabi Muhammad saw
25
Muhammad ‘Abd al-‘Azi>m al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n fi Ulu>m al-Qur’a>n; dikutip
oleh Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an, h. 13.
26
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
bentuk atau cara Allah swt. dalam berkomunikasi kepada seseorang.
Sebagaimana yang diuraikan dalam QS. al-Syu>ra/42:51, sebagai berikut;
َ حويف ال وسر لسري وأ باجح ءارو من وأ ايحو ال ا للاَّ همكي نأ
شبل ن ًك امو ِ
ِيكح ِلع هنا ءاشيـ ام هنذب
Terjemahnya:
Tidak mungkin bagi seorang manusia untuk diajak berbicara langsung
oleh Allah, kecuali dengan (perantaran) wahyu, dati belakang tabir atau
dengan mengirim utusan (malaikat) lalu mewahyukan kepadanya dengan
izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahatinggi lagi
27
Mahabijaksana.
Berangkat dari uraian ayat di atas, maka dapat dipahami bahwa model
komunikasi Allah swt kepada seseorang (nabi) terdiri dari tiga macam; wahya>n
a) Wahyu
Dalam hal ini ilham atau pengetahuan yang ditransfer ke dalam hati/jiwa
Nabi tanpa adanya perantaraan malaikat, baik itu dalam keadaan terjaga maupun
tidur. Hal ini juga termasuk bagian ru’ya al-s}a>diq (mimpi yang benar), seperti
halnya mimpi yang pernah dialami Nabi Ibrahim as. ketika diperintahkan untuk
28
menyembelih putranya. Sebagaimana firmanAllah swt. dalam QS. al-
S{affa>t/37:102;
تبأ َي لـاق ىرت اذام رظناف كـَبذأ ن ّأ مانملا ِف ىرأ نّـا ِنب َي لاق يعسلا هعم غلب املف
نيرباصلا نـم للّاَ ءاش نا ن ّدجت ـس رمؤت ام لعفا
Terjemahnya:
Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia
(Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa
aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail)
menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah)
27
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 711.
28
A. Athaillah, Sejarah al-Qur’an: Verifikasi tentang Otensitas al-Qur’an
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 112.
kepadamu! Insyaallah
29
engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar.”
b) Balik Tabir
Dalam hal ini, seseorang dapat mendengar perkataan Allah swt. tetapi
tidak dapat melihat wujudnya. Jadi, Allah swt. hanya memperdengarkan suara
dari balik hijab, seperti peristiwa yang pernah dialami oleh Nabi Musa as. di
30
bukit Tursina dalam rangka pengangkatan kenabiannya. Sebagaimana dalam
QS. T{a>ha>/20:11-13;
( َسوم َي يدون اه َتأ امـلف11) ىوط سدقملا داولبِ كنا كيلعن علخاف كبر انأ اّن
)13( حوي امل عمتـساف كت َتخا انأو
َ )12(
Terjemahnya:
11. ketika mendatanginya (tempat api), dia (Musa) dipanggil, “Wahai
Musa”. 12. Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Lepaskan kedua
terompahmu karena sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci,
yaitu Tuwa. 13. Aku telah memilihmu, maka dengarkanlah apa yang akan
31
diwahyukan (kepadamu).
c) Melalui Utusan.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Ahmad Abu Bakar, bahwa bentuk tranformasi
wahyu kepada Nabi Muhammad saw. terdiri dari beberapa macam bentuk,
diantaranya; pertama, mimpi yang benar. Wahyu dalam bentuk mimpi yang
benar ini tidak hanya terjadi pada masa awal kenabian beliau, akan tetapi juga
29
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 652.
30
A. Athaillah, Sejarah al-Qur’an: Verifikasi tentang Otensitas al-Qur’an, h. 114.
31
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 441.
32
Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an, h. 16.
setelah beliau lama menjadi nabi. Kedua, Jibril menghembuskan wahyu ke dalam
jiwa Nabi Muhammad saw. sedangkan nabi sendiri tidak melihat Jibril. Ketiga,
nabi menerimya wahyu dalam bentuk gemerincing suara lonceng yang keras dan
ini merupakan bentuk penerimaan yang paling berat dirasakan oleh nabi.
Khalifah, seseorang dengan berwajah tampan. Kelima, Jibril datang kepada nabi
dalam bentuk yang asli. Keenam, Allah swt. berbicara kepada nabi secara
33
langsung tanpa melalui Jibril.
C. Hikmah Diturunkannya Secara Berangsur-angsur
2. Bersifat tantangan dan mukjizat. Dalam hal ini orang-orang yang sering
mengajukan pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menantang
Nabi saw.
5. Dengan proses turunya yang bertahap, maka orang yang mengkaji pun
33
Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an, h. 16.
34
Manna’ al-Qat}t}a>n, Maba>his fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n,
sekali dengan makna yang saling serasi, redaksi yang begitu teliti, ayat
dengan ayat, surah demi surah yang saling bertaut.
Seperti halnya beberapa orang Yahudi dan Musyrik mencela Nabi saw.
terhadap turunnnya al-Qur’an secara bertahap. Mereka mengusulkan agar al-
Qur’an tersebut diturunkan secara keseluruhan saja. Oleh karena turunnya QS. al-
Furqa>n/ 25:32 dan QS. al-‘Isra>/17:106, sebagai jawaban atas permintaan
36
mereka.
35
Nasaruddin Umar, Memahami al-Qur’an di Masa Posth-Truth, h. 26-27.
36
Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an, h. 16.
Dalam hal ini sebagai pengajaran bagi umat Islam bahwa Allah swt.
menggunakan waktu yang relatif lama, 23 tahun dalam menurunkan al-Qur’an,
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara harfiah nuzu>l bermakna turunnya atau jatuhnya sesuatu, dari atas
ke bawah. Sedangkan al-Qur’an bermakna sebagai bacaan, lafaz yang
mengandung mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad secar
mutawatir dan bernilai ibadah. Maka yang dimaksud dengan nuzul al-
Qur’an ialah proses turunnya al-Qur’an dari Allah swt. sampai kepada
Nabi Muhammad saw.
3. Al-Qur’an tidak hanya sekedar turun kepada Nabi, tetapi al-Qur’an turun
secara bertahap dan menyesuaikan dengan kebutuhan Nabi dalam
berdakwah dengan berbagai aspek realitas sosial masyarakat Arab. Oleh
karenanya, hikmah al-Qur’an diturunkan secara bertahap guna;
memantapkan dan meneguhkan hati Nabi, memudahkan hafalan dan
pemahaman dan sebagai pengajaran bagi umat Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’a>n al-Kari>m.
al-Andalusy, Abu al-Hasan. al-Mukhassas li ibn Sayyidah, Juz 3. Cet. 1; Beirut:
Da>r Ihya, 1996. dikutip oleh Abdul Hamid, Pengantar Studi al-Qur’an.
Jakarta: Prenada Media. 2016.
Al-Asfahani, al-Ragib. Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur’a>n. Terj. Ahmad Zaini Dahlan.
Kamus al-Qur’an. Depok: Pustaka Khazanah Fawaid. 2017.
al-Quraisy, Abu> al-Fida> ‘Ima>d al-Di>n Isma>’i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r. Tafsi>r al- Qur’a>n
al-‘Az{i>m, juz 7, terj. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan al-Atsari. Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i. 2004.
Athaillah, A. Sejarah al-Qur’an: Verifikasi tentang Otensitas al-Qur’an.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Athaillah, Sejarah al-Qur’an. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Bakar, Achmad Abu. La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf. Ulumul Qur’an:
Pisau Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an. Yogyakarta: Semesta
Aksara. 2019.
Dahlan, Abdul Aziz dkk. Ensiklopedia Hukum Islam I. Jakarta: Ictiar Baru Van
Hoeve. 1996.
Hakim, Muhammad Baqir. ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Terj. Nashirul Haq. Abd. Ghafur
dan Salman Fadhlullah, Ulumul Qur’an. Cet. 3; Jakarta: Al-HUDA. 2006.
Hamid, Abdul. Pengantar Studi al-Qur’an. Jakarta: Kencana. 2016.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf al-Qur’an. 2019.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir: Arab-Indonesia Terlengkap.
Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Progressif. 1984.
Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur’an. Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers. 2014.
Umar, Nasaruddin. Memahami al-Qur’an di Masa Posth-Truth. Jakarta:
GRASINDO. 2021.
Zakariyyah, Ahmad bin Fa>ris. Mu’jam Maqa>yis al-Lug\ah. Juz 5. t.tp: Da>r-al-Fikr.
1399H.