Anda di halaman 1dari 17

Nuzu>l al-Qur’a>n

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Ulumul Qur’an

Disusun Oleh: Abdul


Khaliq Yunus NIM:
80600221038

Dosen Pembimbing;
Dr. H. Muhammad Irham, M.Th.I.
Dr. Firdaus, M.Ag.

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur´an adalah kalam Allah yang memiliki nilai mukjizat yang


diturunkan melalui wahyu Ilahi kepada Rasulullah saw. yang tertulis dalam

mushaf dan diturunkan secara mutawa>tir serta bernilai pahala bagi yang
membacanya. al-Qur´an diturunkan oleh Allah untuk memberikan petunjuk
kepada manusia dengan tujuan dan jalan yang lurus untuk menegakkan asas
kehidupan didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya.

Sebelum al-Qur’an diturunkan, sudah terdapat beberapa kitab suci yang


telah diturunkan Allah swt. sebagai pedoman hidup manusia, seperti Taurat,
zabur dan Injil. Namun dari ketiga kitab suci tersebut hanya diperuntukkan
kepada umat Bani Israil. Berbeda dengan ketiga kitab suci tersebut, maka al-
Qur’an sebagai kitab suci terakhir yang diturunkan Allah swt. kepada umat yang
1
terakhir pula.

Sebagai sumber ajaran agama Islam yang menempati posisi utama, al- Qur
´an harus dibaca dan diketahui isi yang terkandung di dalamnya. al-Qur’an yang
sesuai dengan segala tempat dan waktu, bahkan hingga akhir zaman, dengan
ayat-ayat yang berdialog pertama kali dengan masyarakat arab 14 abad yang lalu.

Dalam kajian orientalis, para sarjana Barat yang telah meneliti dan
mengkaji al-Qur’an dari berbagai aspeknya, hampir seluruhnya mengakui bahwa
kitab tersebut memiliki nilai dan kekuatan akan al-Qur’an tersebut. Namun dari

sisi lain, mereka juga menganggap bahwa Nabi Muhammad bukanlah seorang

1
Athaillah, Sejarah al-Qur’an (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 33.
nabi dan mengatakan bahwa al-Qur’an bukan lah perkataan murni dari Tuhan,
tetapi merupakan karangan Muhammad dan para sahabatnya. Hal ini disebabkan
kajian para orientalis sepenuhnya berangkat dari keraguan sehingga pada
akhirnya mereka tidak akan pernah menemukan suatu kebenaran. Karena
2
sesungguhnya yang mereka cari bukanlah kebenaran tetapi pembenaran.

Kitab al-Qur’an yang dipandang dari aspek proses penurunnya sangat jauh

berbeda dengan kitab-kitab suci lainnya. Sehingga dengan alasan tersebut, sikap
dalam meragukan munculnya teks suci al-Qur’an wajar dipertanyakan oleh
3
orang-orang kafir. Akan tetapi kebenaran dalam perspektif al-Qur’an merupakan
pembenaran mutlak yang datang langsung dari Tuhan. Sebab dalam perjalanan
historis, al-Qur’an memiliki asal-usul kewahyuan yang bersumber dari Allah
kemudian disampaikan ke Nabi Muhammad saw.

Oleh karenanya, pada pembahasan ini, penulis akan menguraikan


beberapa materi seputar proses turunnya al-Qur’an, bentuk-bentuk penyampaian
wahyu kepada nabi serta beberapa hikmah penurunan al-Qur’an secara bertahap.
B. Rumusan Masalah\

1. Bagaimana pengertian Nuzu>l al-Qur’a>n?

2. Bagaimana proses turunnya al-Qur’a>n?


3. Bagaimana hikmah penurunan al-Qur’a>n?

2
Abdul Hamid, Pengantar Studi al-Qur’an (Jakarta: Kencana, 2016), h. 3.
3
Lihat QS. al-Furqa>n/25: 32.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nuzu>l al-Qur’a>n

Secara etimologi, Nuzu>l al-Qur’a>n dalam bahasa Arab terdiri atas dua
kata dalam bahasa Arab, yaitu Nuzu>l dan al-Qur’a>n. Pada dasarnya, kata Nuzu>l
merupakan wazan bahasa Arab yaitu, ‫‘ لزن لنـي ـ ال وزن ـ‬yang berarti turunnya
4

5
suatu benda dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.’ Juga bermakna

sebagai ‫ء َش طوبـه‬, yang artinya menurunkan, menjatuhkan sesuatu.


6
Sama

halnya Raghib al-Asfahani memahami kata nuzu>l yakni turun dari atas, dikatakan
7
nazala ‘an da>bbatihi yang artinya ia turun dari binatang tunggangannya. Al-
Nuzu>l juga bermakna al-hulu>l, yaitu penurunan, bergeraknya sesuatu dari atas ke
8
bawah. Dalam konteks ini misalnya pada QS. al-Mu’minun/23:29.
)29( ‫ينلنملا يْخ تنأو ًكرابم ال نم ِنلزنأ بر لقو‬
Terjemahnya:
Berdoalah, ‘Wahai Tuhanku, tempatkanlah aku pada9 tempat yang
diberkahi dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat.
Adapun makna al-Qur’an secara etimologi dalam bahasa Arab adalah
bentuk derivasi dari kata ‫ـ انأرق ـ أرقي ـ أرقـ ةءارق‬. Kata tersebut pada awalnya

4
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir: Arab-Indonesia Terlengkap (Cet. I;
Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984), h. 1507.
5
Abu> al-Fida ‘Ima>d al-Di>n Isma>’i>l ibn ‘Umar ibn Kasi>r al-Quraisy, Tafsi>r al-Qur’a>n al-
‘Az{i>m, juz 7, terj. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan al-Atsari (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2004), h. 568
6
Ahmad bin Fa>ris bin Zakariyyah, Mu’jam Maqa>yis al-Lugah, Juz 5 (t.tp: Da>r-al-Fikr,
1399H), h. 417.
7
Al-Ragib al-Asfahani, Mufrada>t fi Gari>b al-Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan,
Kamus al-Qur’an (Depok: Pustaka Khazanah Fawaid, 2017), h.602.
8
Abu al-Hasan al-Andalusy, al-Mukhassas li ibn Sayyidah, Juz 3 (Cet. 1; Beirut: Da>r
Ihya, 1996), h. 312; dikutip oleh Abdul Hamid, Pengantar Studi al-Qur’an (Jakarta: Prenada
Media, 2016), h. 15.
9
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf al-Qur’an, 2019), h. 487.
bermakna hamil atau mengandung, seperti dikatakan ‫ةقانلا هذاه تأرق ام‬ yang
berarti unta itu tidak pernah hamil sama sekali. Dari kata inilah terambil kata al-
Qur’an, karena di dalamnya terkandung hukum-hukum, cerita-cerita dan
10
sebagainya. Kata ini juga bermakna menghimpun atau mengumpulkan,
membaca. Dengan demikian, disebut dengan al-Qur’an sebab di dalamnya berisi
bacaan (Qur’an) dan kandungannya mengumpulkan seluruh ajaran kitab-kitab
11
sebelumnya.

Secara terminologi, al-Qur’an ialah kalam Allah swt. yang diturunkan

kepada Rasulullah Muhammad saw. dalam bentuk lafal Arab dengan perantara
Malaikat Jibril. Disampaikan secara mutawatir diawali dengan surah al-Fatihah
12
dan diakhiri dengan surah al-Nas, serta ditulis dalam mushaf dan membacanya
bernilai ibadah.

Dari uraian di atas, maka yang dimaksud nuzu>l al-Qur’a>n ialah turunnya
13
al-Qur’an dari Allah swt. sampai kepada Nabi Muhammad saw. Tetapi pada sisi
lain istilah Nuzu>l al-Qur’an tidaklah dipahami secara makna harfiah yakni
menurunkan sesuatu dari tempat tinggi ke tempat rendah, sebab hakikat dari al-
Qur’an tidaklah berbentuk fisik dan materi. Akan tetapi pemaknaan Nuzu>lul
Qur’an secara majazi yakni penyampaian informasi (wahyu) Allah swt. kepada
Nabi Muhammad saw. dari alam gaib ke alam nyata melalui perantara malaikat
14
Jibril.

10
Ahmad bin Fa>ris bin Zakariyyah, Mu’jam Maqa>yis al-Lugah, Juz 5, h. 79.
11
Nasaruddin Umar, Memahami al-Qur’an di Masa Posth-Thruth (Jakarta: GRASINDO,
2021), h. 43.
12
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 25
13
Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an (Yogyakarta: Semesta Aksara, 2019), h. 10.
14
Abdul Aziz Dahlan dkk, Ensiklopedi Hukum Islam I (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve,
1996), h. 134.
B. Proses Turunnya al-Qur’a>n

Mengenai proses penurunan al-Qur’an menunjukkan bahwa adanya


sebuah dinamika perbedaan di kalangan ulama mengenai turunnya al-Qur’an.
Satu hal beranggapan bahwa al-Qur’an diturunkan secara sekaligus dan secara
bertahap. Dalam artian diturunkan secara sekaligus di dalam ruang lingkup alam

lauh mahfuz dan bait al-‘Izzah, dan selanjutnya al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur ke pribadi Nabi Muhammad saw. melalui perantara Malaikat
Jibril a.s.

Berkaitan dengan hal tersebut, jika kita kembali merujuk kepada derivasi
kata nuzul, terdapat istilah yang digunakan oleh al-Qur’an ialah kata al-Inza>l dan
al-Tanzi>l. Pada penggunaannya, kata al-Inza>l digunakan terhadap sesuatu yang
diturunkan secara umum. Sedangkan kata al-Tanzi>l digunakan apabila yang
15
diturunkan itu dilakukan secara berskala dari satu waktu ke waktu.

Ungkapan al-Inza>l terdapat pada beberapa ayat dalam al-Qur’an yakni,

QS. al-Baqarah/2:185;
‫ناقرفلاو ىدهلا نـم تانيبو سانلل ىـده نأرقلا هيف لزنأ ياَّل ناضمر رهش‬
Terjemahnya:
Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
16
petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).
QS. al-Qadr/97:1;
‫رِ ْد‬ ‫ةَِ يلَْل‬ ‫ِِفُهَاْنل َزْنَأ‬ ‫ّن‬
Terjemahnya:
‫َقْلا‬ ‫َاِإ‬
Sesungguhnya17 Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada
Lailatulqadar.

16
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
15
Al-Ragib al-Asfahani, Mufrada>t fi Gari>b al-Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus
al-Qur’an, h. 604.

16
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
QS. al-Dukhan/44:3;

‫نـيرذنم انك انا ةكرابم لَيل ِف هانلزنأ انا‬


Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada malam yang 18
diberkahi
(Lailatulqadar). Sesungguhnya Kami lah pemberi peringatan.
Adapun ungkapan al-Tanzi>l terdapat pada beberapa ayat dalam al-Qur’an
di antaranya, QS. al-Syua’ra/26:192;
‫ينملاعلا بر لينتل هناو‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya
19
ia (al-Qur’an) benar-benar diturunkan Tuhan semesta
alam.
QS. Ja>siyah/45:2;
‫يكحلا زيزعلا للّاَ نـم باتكلا لينت‬
Terjemahnya:
Diturunkannya Kitab (Al-Qur’an)
20
ini (berasal) dari Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dalam konteks nuzu>lul Qur’a>n, penggunaan kata inza>l umumnya
diartikan sebuah proses penurunan al-Qur’an oleh Allah swt. ke langit dunia

secara sekaligus pada malam qadr, sedangkan kata tanzi>l dimaknai dengan
turunnya al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw. secara berangsur-angsur.
Sebab, keaddan antara alam lauh mahfuz/bait al-izzah berbeda dengan alam
dunia. Alam gaib merupakan tempat yang tidak terikat dengan dimensi waktu

dan tempat, segala sesuatu dapat melakukan mobilitas sekaligus (inza>l) kemana
saja tanpa terikat dengan dimensi ruang dan waktu. Berbeda halnya dengan alam
dunia, ketika diturunkannya ke alam ini, yang dimana alamatnya ialah manusia

(para nabi), maka proses penurunnya memerlukan waktu (tanzi>l). Terlebih lagi

17
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 903.
18
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 722.
19
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 538.

20
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
pada tahap penurunan ini disesuaikan dengan keperluan dakwah terhadap
21
keadaan/situasi masyarakat yang dihadapi Nabi.

Di dalam rujukan lain dijelaskan bahwa, al-Qur’an diturunkan sekaligus


dalam bentuk global dan secara bertahap. Maksud dari pada diturunkannya secara
global adalah turunnya ilmu-ilmu Allah swt. al-Qur’an dan rahasia-rahasia besar
yang terkandung di dalamnya ke dalam hati Rasulullah saw. agar hatinya
dipenuhi dengan cahaya pengetahuan al-Qur’an. Sedangkan diturunkannya secara
bertahap adalah turunnya ayat-ayat al-Qur’an secara berkelanjutan kepada Nabi
22
Muhammad saw.

Adapun secara eksplisit, proses penurunan al-Qur’an memiliki tiga tahap,


23
sebagai berikut;

a) Bait al-Mahfuz

Mengenai proses yang pertama ini tidak ada seorang pun yang

mengetahui apakah keberadaan al-Qur’an di lauh mahfuz dibawa oleh Malaikat


Jibril atau tidak, hanya Allah swt yang mengetahuinya. Hanya saja Allah swt.
telah mengonfirmasikan kepada manusia bahwa al-Qur’an telah berada di alam
tersebut. Sebagaimana pada QS. al-Buruj/85:21-22, sebagai berikut;
)22( ‫( ديجم نأرق وه لب) ظوفحم حول ِف‬21
Terjemahnya:
(21). Bahkan, (yang didustakan itu) al-Qur’an yang mulia
24
(22). Yang
(tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga (Lauh Mahfuz).

21
Lihat Nasaruddin Umar, Memahami al-Qur’an di Masa Posth-Truth, h. 25. Lihat juga
Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an, h. 12.
22
Muhammad Baqir Hakim, ‘Ulu>m al-Qur’a>n, terj. Nashirul Haq, Abd. Ghafur dan
Salman Fadhlullah, Ulumul Qur’an (Cet. 3; Jakarta: Al-HUDA, 2006), h. 19-20.
23
Abdul Hamid, Pengantar Studi al-Qur’an, h. 16-19.
24
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
Hikmah diturunkannya al-Qur’an ke lauh mahfuz ini, kembalil kepada
diciptakannya oleh Allah swt. untuk mencatat segala ketetapan dan ketentuan
Allah swt, serta menunjukkan kebesaran, keilmuan, kehendak dan kekuasaan-
25
Nya.

b) Ba‘it al-‘Izzah/Langit Dunia


Adapun proses kedua yakni al-Qur’an diturunkan dari lauh mahfuz ke langit

dunia, yang dikenal dengan istilah ba‘it al-‘izzah. Pada proses ini, pendapat yang
masyhur mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan secara keseluruhan ke langit
dunia sebelum kenabian. Sebagaimana firman Allah swt. pada QS. al-Qadr/97:1.
‫ردقلا لَيل ِف هانلزنأ انا‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya,26 Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada
Lailatulqadar.
c) Nabi Muhammad saw

Terkait hal ini, al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad secara


bertahap, tergantung pada waktu dan keadaan tertentu, baik itu ayat yang turun
dengan adanya sebab khusus maupun ayat yang turun tanpa adanya sebab. Dan
ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. ialah surah al-
Alaq/96 ayat 1-5. Di dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim juga dijelaskan
bahwa ayat yang pertama kali turun ialah surah al-Alaq.

1. Bentuk-Bentuk Penyampaian Wahyu

Dalam diskursus ini, konsep wahyu secara harfiah merupakan firman


Allah yang diturunkan kepada utusan-Nya. Maka dari itu hal ini merupakan

25
Muhammad ‘Abd al-‘Azi>m al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n fi Ulu>m al-Qur’a>n; dikutip
oleh Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an, h. 13.
26
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.
bentuk atau cara Allah swt. dalam berkomunikasi kepada seseorang.
Sebagaimana yang diuraikan dalam QS. al-Syu>ra/42:51, sebagai berikut;
َ ‫حويف ال وسر لسري وأ باجح ءارو من وأ ايحو ال ا للاَّ همكي نأ‬
‫شبل ن ًك امو‬ ِ
ِ‫يكح ِلع هنا ءاشيـ ام هنذب‬
Terjemahnya:
Tidak mungkin bagi seorang manusia untuk diajak berbicara langsung
oleh Allah, kecuali dengan (perantaran) wahyu, dati belakang tabir atau
dengan mengirim utusan (malaikat) lalu mewahyukan kepadanya dengan
izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahatinggi lagi
27
Mahabijaksana.
Berangkat dari uraian ayat di atas, maka dapat dipahami bahwa model

komunikasi Allah swt kepada seseorang (nabi) terdiri dari tiga macam; wahya>n

(wahyu), wara>i h}ija>b (balik tabir) dan (mengutus utusan/malaikat).

a) Wahyu

Dalam hal ini ilham atau pengetahuan yang ditransfer ke dalam hati/jiwa
Nabi tanpa adanya perantaraan malaikat, baik itu dalam keadaan terjaga maupun

tidur. Hal ini juga termasuk bagian ru’ya al-s}a>diq (mimpi yang benar), seperti
halnya mimpi yang pernah dialami Nabi Ibrahim as. ketika diperintahkan untuk
28
menyembelih putranya. Sebagaimana firmanAllah swt. dalam QS. al-
S{affa>t/37:102;
‫تبأ َي لـاق ىرت اذام رظناف كـَبذأ ن ّأ مانملا ِف ىرأ نّـا ِنب َي لاق يعسلا هعم غلب املف‬
‫نيرباصلا نـم للّاَ ءاش نا ن ّدجت ـس رمؤت ام لعفا‬
Terjemahnya:
Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia
(Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa
aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail)
menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah)

27
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 711.
28
A. Athaillah, Sejarah al-Qur’an: Verifikasi tentang Otensitas al-Qur’an
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 112.
kepadamu! Insyaallah
29
engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar.”
b) Balik Tabir

Dalam hal ini, seseorang dapat mendengar perkataan Allah swt. tetapi
tidak dapat melihat wujudnya. Jadi, Allah swt. hanya memperdengarkan suara
dari balik hijab, seperti peristiwa yang pernah dialami oleh Nabi Musa as. di
30
bukit Tursina dalam rangka pengangkatan kenabiannya. Sebagaimana dalam
QS. T{a>ha>/20:11-13;
‫( َسوم َي يدون اه َتأ امـلف‬11) ‫ىوط سدقملا داولبِ كنا كيلعن علخاف كبر انأ اّن‬
)13( ‫حوي امل عمتـساف كت َتخا انأو‬
َ )12(
Terjemahnya:
11. ketika mendatanginya (tempat api), dia (Musa) dipanggil, “Wahai
Musa”. 12. Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Lepaskan kedua
terompahmu karena sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci,
yaitu Tuwa. 13. Aku telah memilihmu, maka dengarkanlah apa yang akan
31
diwahyukan (kepadamu).
c) Melalui Utusan.

Adapun malaikat yang bertugas dalam hal menyampaikan wahyu ialah


Malaikat Jibril as. pada uraian ini juga terdapat dua macam yakni Nabi biasanya
melihat Malaikat Jibril dalam bentuk wujud asli, tetapi hal ini jarang terjadi dan
kadang kala Jibril menjelma menjadi wujud manusia. Kemudian juga biasanya
32
wahyu diturunkan kepada Nabi dalam bentuk suara lonceng.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Ahmad Abu Bakar, bahwa bentuk tranformasi

wahyu kepada Nabi Muhammad saw. terdiri dari beberapa macam bentuk,

diantaranya; pertama, mimpi yang benar. Wahyu dalam bentuk mimpi yang

benar ini tidak hanya terjadi pada masa awal kenabian beliau, akan tetapi juga

29
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 652.
30
A. Athaillah, Sejarah al-Qur’an: Verifikasi tentang Otensitas al-Qur’an, h. 114.
31
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 441.
32
Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an, h. 16.
setelah beliau lama menjadi nabi. Kedua, Jibril menghembuskan wahyu ke dalam

jiwa Nabi Muhammad saw. sedangkan nabi sendiri tidak melihat Jibril. Ketiga,
nabi menerimya wahyu dalam bentuk gemerincing suara lonceng yang keras dan
ini merupakan bentuk penerimaan yang paling berat dirasakan oleh nabi.

Keempat, Jibril menjelma menjadi seorang amnusia. Diriwayatkan bahwa Jibril


pernah menjelma dalam bentuk rupa seseorang yang bernama Dihyah ibn

Khalifah, seseorang dengan berwajah tampan. Kelima, Jibril datang kepada nabi

dalam bentuk yang asli. Keenam, Allah swt. berbicara kepada nabi secara
33
langsung tanpa melalui Jibril.
C. Hikmah Diturunkannya Secara Berangsur-angsur

Diturunkannya al-Qur’an secara berangsur-angsur telah memberikan


hikmah yang besar sekali kepada Nabi Muhammad saw. dan para sahabat.
Adapun mengenai hikmah diturunkannya secara bertahap, Manna’ al-Qat}t}}a>n
34
telah menguraikan dalam kitabnya, sebagai berikut;

1. Untuk menguatkan hati Nabi, dalam hal menghadapi orang-orang yang


bersifat menentang.

2. Bersifat tantangan dan mukjizat. Dalam hal ini orang-orang yang sering
mengajukan pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menantang
Nabi saw.

3. Memudahkan hafalan dan pemahaman.

4. Relevan dengan peristiwa, penetapan hukum yang bertahap.

5. Dengan proses turunya yang bertahap, maka orang yang mengkaji pun

sedikit demi sedikit. Mereka mendapati rangkaian yang tersusun cermat

33
Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an, h. 16.
34
Manna’ al-Qat}t}a>n, Maba>his fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n,
sekali dengan makna yang saling serasi, redaksi yang begitu teliti, ayat
dengan ayat, surah demi surah yang saling bertaut.

6. Memiliki faedah dalam pendidikan dan pengajaran. Proses turun seperti


ini merupakan bantuan yang paling baik bagi manusia dalam menghafal
al-Qur’an, mempelajari, memahami maknanya dan mengamalkan
kandungannya.

Selain itu juga, jumhur ulama mengisyaratkan beberapa hikmah terkait


35
proses penurunan al-Qur’an secara berangsur-angsur, diantaranya;

1. Memantapkan dan meneguhkan hati Nabi

Dalam proses berdakwah, terkadang Nabi sering berhadapan para


penentang dan orang-orang musyrik dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan
dengan tujuan untuk melemahkan mental Nabi Muhammad saw. Oleh karenanya
al-Qur’an turun secara bertahap sebagai dorongan semangat tersendiri bagi Nabi
untuk terus menyampaikan dakwah.

Seperti halnya beberapa orang Yahudi dan Musyrik mencela Nabi saw.
terhadap turunnnya al-Qur’an secara bertahap. Mereka mengusulkan agar al-
Qur’an tersebut diturunkan secara keseluruhan saja. Oleh karena turunnya QS. al-
Furqa>n/ 25:32 dan QS. al-‘Isra>/17:106, sebagai jawaban atas permintaan
36
mereka.

2. Memudahkan hafalan dan pemahaman


Al-Qur’an diturunkan di tengah-tengah masyarakat ummi, yang tidak
pandai membaca dan menulis. Oleh karenanya, al-Qur’an turun secara bertahap
untuk memudah mereka dalam menghafal dan memahami.

3. Sebagai iktibar (pengajaran)

35
Nasaruddin Umar, Memahami al-Qur’an di Masa Posth-Truth, h. 26-27.
36
Achmad Abu Bakar, La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf, Ulumul Qur’an: Pisau
Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an, h. 16.
Dalam hal ini sebagai pengajaran bagi umat Islam bahwa Allah swt.
menggunakan waktu yang relatif lama, 23 tahun dalam menurunkan al-Qur’an,

padahal Ia memiliki kemampuan “kun fayakun”, jika sekiranya berkehendak


menurunkan sekaligus. Selain itu, meskipun membutuhkan waktu 23 tahun
proses turunnya, ayat-ayat di dalamnya memiliki keserasian antara satu bagian
dengan bagian al-Qur’an lainnya. Hal ini tentunya hanya dapat dilakukan oleh
yang Maha Bijaksana.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Secara harfiah nuzu>l bermakna turunnya atau jatuhnya sesuatu, dari atas
ke bawah. Sedangkan al-Qur’an bermakna sebagai bacaan, lafaz yang
mengandung mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad secar

mutawatir dan bernilai ibadah. Maka yang dimaksud dengan nuzul al-
Qur’an ialah proses turunnya al-Qur’an dari Allah swt. sampai kepada
Nabi Muhammad saw.

2. Pada aspek proses penurunan al-Qur’an, secara leksikal dapat dipahami

dari istilah kata al-Inza>l dan al-Tanzi>l. Al-Inza>l merupakan proses

penurunan secara sekaligus. Sedangkan al-Tanzi>l merupakan proses


penurunan secara bertahap. Maka dari itu, secara universal dapat
dipahami bahwa al-Qur’an memiliki dua bentuk penurunan, yakni secara
sekaligus dan secara berangsur-angsur. Dalam hal ini al-Qur’an pada

mulanya ditempatkan di bait al-Mahfuz, tempat yang bersifat azali dan

hanya Allah yang mengetahuinya. Selanjutnya diturunkan ke bait al-

‘Izzah (langit dunia) secara sekaligus pada laila al-Qadr. Kemudian


diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur.

3. Al-Qur’an tidak hanya sekedar turun kepada Nabi, tetapi al-Qur’an turun
secara bertahap dan menyesuaikan dengan kebutuhan Nabi dalam
berdakwah dengan berbagai aspek realitas sosial masyarakat Arab. Oleh
karenanya, hikmah al-Qur’an diturunkan secara bertahap guna;
memantapkan dan meneguhkan hati Nabi, memudahkan hafalan dan
pemahaman dan sebagai pengajaran bagi umat Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’a>n al-Kari>m.
al-Andalusy, Abu al-Hasan. al-Mukhassas li ibn Sayyidah, Juz 3. Cet. 1; Beirut:
Da>r Ihya, 1996. dikutip oleh Abdul Hamid, Pengantar Studi al-Qur’an.
Jakarta: Prenada Media. 2016.
Al-Asfahani, al-Ragib. Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur’a>n. Terj. Ahmad Zaini Dahlan.
Kamus al-Qur’an. Depok: Pustaka Khazanah Fawaid. 2017.
al-Quraisy, Abu> al-Fida> ‘Ima>d al-Di>n Isma>’i>l ibn ‘Umar ibn Kas\i>r. Tafsi>r al- Qur’a>n
al-‘Az{i>m, juz 7, terj. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan al-Atsari. Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i. 2004.
Athaillah, A. Sejarah al-Qur’an: Verifikasi tentang Otensitas al-Qur’an.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Athaillah, Sejarah al-Qur’an. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Bakar, Achmad Abu. La Ode Ismail Ahmad dan Yusuf Assagaf. Ulumul Qur’an:
Pisau Analisis dalam Menafsirkan al-Qur’an. Yogyakarta: Semesta
Aksara. 2019.
Dahlan, Abdul Aziz dkk. Ensiklopedia Hukum Islam I. Jakarta: Ictiar Baru Van
Hoeve. 1996.
Hakim, Muhammad Baqir. ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Terj. Nashirul Haq. Abd. Ghafur
dan Salman Fadhlullah, Ulumul Qur’an. Cet. 3; Jakarta: Al-HUDA. 2006.
Hamid, Abdul. Pengantar Studi al-Qur’an. Jakarta: Kencana. 2016.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf al-Qur’an. 2019.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir: Arab-Indonesia Terlengkap.
Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Progressif. 1984.
Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur’an. Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers. 2014.
Umar, Nasaruddin. Memahami al-Qur’an di Masa Posth-Truth. Jakarta:
GRASINDO. 2021.
Zakariyyah, Ahmad bin Fa>ris. Mu’jam Maqa>yis al-Lug\ah. Juz 5. t.tp: Da>r-al-Fikr.
1399H.

Anda mungkin juga menyukai