Anda di halaman 1dari 12

ILMU NUZUL AL- QURAN

Kelompok 3 :
Anni Tanwirotul Chusna 22106011108
Imarotul Muafiqoh 22106011102

Ulya Hilda Falinia 22106011267

Muhammad Junaedi 22106011167

Muhammad IRkham N 22106011369

FAI Universitas Wahid Hasyim Semaarang

Pendahuluan

Al-Quran adalah kitab suci kita bagi umat Islam dan merupakan sumber utama ajaran
Islam yang harus kita yakini dan terapkan dalam kehidupan kita untuk mencapai kebaikan di
dunia dan akhirat. Al-Qur'an sendiri mengandung banyak pelajaran hidup untuk kita pelajari,
namun sebelum kita mempelajari Al-Qur'an lebih dalam, alangkah baiknya kita terlebih dahulu
membiasakan diri dengan Al-Qur'an, yaitu dengan mengenal Al-Qur'an. bagaimana proses
tahapan-tahapan al-Qur'an bisa eksis di muka bumi ini dan ajarannya.

Penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana Al-Qur'an ada di muka bumi ini agar
dapat memperkuat keimanan kita kepada Kitab Allah dan tetap setia pada ajaran Islam. Jika
kita tidak mengetahui sejarah turunnya Al-Qur'an, maka ada kecenderungan untuk mengulang
sejarah, dan jika pemalsuan Al-Qur'an terjadi pada masa awal Islam, itu akan terjadi lagi. Ada
banyak hal yang harus kita ketahui tentang Al-Qur'an. Sejak saat itu kami menyusun artikel ini
dengan harapan agar semakin kita mencintai Al Quran, maka kita semua akan semakin
mengenal Al Quran dan semakin memperkaya pengetahuan kita, khususnya tentang Ulumul
Quran.

Berdasarkan dari paparan di atas, muncul permasalahan, antara lain :

1. Apa Pengertian Nuzul Al Qur’an ?


2. Bagaimana tahapan Nuzul Al Qur’an ?
3. Apa Wahyu Pertama dan Terakhir ?
4. Bagaimana Kodifikasi Al – Qur’an dan Pengembangannya?

Pembahasan

1. Pengertian Nuzul Al – Qur’an


Secara etimologis Nuzulul qur’an terdapat dua kata yaitu Nuzul dan Al- Qur’an. Pada
dasarnya “ Nuzul” itu mempunyai arti turunnya suatu benda dari tempat yang tinggi ke
tempat yang rendah. Sedangkaan Al- Qur’an yaitu firman allah yang telah diturunkan
melalui Jibril kepadaa Nabi Muhammad SAW dan membacanya adalah ibadah.
Nuzul al Qur'an yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagal proses turunnya al
Qur'an perlu dipahami secera proporsional agar tidak terjadi pe-mahaman yang keliru
bahwa turunnya al Qur'an mempunyal ekwivalensi dengan proses turunnya suatu benda
atau materi yang mempunyai berat jenis. Dalam kaltan turunnya al Qur'an sering
disebutkan dengan kata-kata seperti nuzul ( ‫)نزول‬. Inzal (‫)إنزال‬, tanazzul, tanzil (‫ )تنزيل‬dan
Munazza yang masing-masing berarti turun, menurunkan, hal turun, proses penurunan
dan yang diturunkan. Perlu diketahul, bahwa setiap kata mempunyal dua fungsi makna.
yakni makna dasar (harfiyyah, etimologik) dan makna termi-nologik (relasional). Adapun
makna-makna di atas merupakan fungsi makna dasar. Sedangkan makna relasionalnya
dapat diikuti uraian berikut ini.
Az Zarqani menjelaskaan bahwa kata nuzul dan pada-nannya permindahan sesuatu)
‫ الهبوط من األعلى إلى األدنى‬mempuryai makna dasar suatu gerek dari atas) ‫الحركة من األعلى إلى‬
‫ السفلى‬dari atas ke bawah atau ke bawah). Menurutnya, dua batasan tersebut memang tidak
layak diberikan untuk maksud diturun-kannya al Qur'an oleh Allah, karena keduanya
hanya lebih tepat dan lazim dipergunakan dalam hal yang berkenaan dengan tempat dan
benda atau maten yang mempunyai berat jenis (BJ) tertentu. Sedangkan al Qur'an bukan
semacam benda yang memerlukan tempat perpindahan dari atas ke bew balk al Qur'an
yang berkaitan dengan kalimat-kalimat ghalb dan azal (Kalam Nafsi) maupun al Qur'an
yang berbentuk lafad lafadh yang mengandung Ijaz itu. Jadi al Qur'an tidak turun dan
manuju bawah. Yang benar adalah memahami bahwa kata nuzult bersifat majazi, yakni
pengertian nuzul al Qur'an bukan tergambe dalam wujud berpindahnya al Qur'an, atau al
Qur'an itu turun dar atas ke bawah, tetapi harus dipahami sebagal pengetahuan bahwa al
Qur'an telah diberitakan oleh Allah SWT. kepada segenap penghuni langit dan bumi dalam
semua seginya. Di sini terkandung maksud bahwa kata nuzul harus dita wilkan dengan
kata I’lam yang berarti pemberitahuan atau pengajaran. Maka nuzul al Qur' berarti proses
pemberitaan atau penyampalan ajaran yang terkandung di dalamnya.
Dr. Ahmad as Sayyid a Kumi dan Dr. Muhammad Ahmad Yusuf al Qasim mengatakan,
bahwa nuzul mempunyal Ime makna yakni:
a. meluncurnya sesuatu dari tempat yang tinggi ke tempat ‫) الهبوط من العلم إلى السفل‬
yang rendah
b. jatuh, tiba, singgah
c. tertib, teratur, urutan
d. pertemuan
e. Turun secara berangsur-angsur dan terkadang sekaligus.
2. Tahapan Nuzul Al- Qur’an
Menyambung pengertian tentang nuzulul qur’an diatas dalam proses turunnya al-
Qur’an ini sebenarnya pendapat ulama berbeda-beda, tapi secara garis besar dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu:
1. pendapat pertama menyatakan bahwa al-qur’an diturunkan sekeligus.pandangan
ini berdasarkan dalil-dalil:
“sesungguhnya kami telah menurunkannya al-Qur’an pada malam lailatul qadar (
QS. AL- Qadar: 1)
"sesungguhnya kami telah menurunkan (al-Qur’an) pada suatu malam yang
diberjahi. ( QS. Al-Dukhan: 3)
2. Pendapat kedua melihat bahwa pendapat pertama ini bertentangan dengan
kenyataan historis yang menunjukan bahwa al-Qur’an diturunkan selama kurang
lebih 23 tahun, oleh karenanya mayoritas ulama berpendapat bahwa dua ayat
tersebut menjelaskan awal mula turunya al-Qur’an secara keseluruhan di bulan
romadhon ke lauhul mahfud), kemudian jibril as menurunkan al-Qur’an kepada
nabi saw sesuai kejadian dan peristiwa selama kurang lebih 23 tahun.

untuk memperjelas pendapat yang terakhir tadi kami juga bersependapat bahwa al-
Qur’an itu diturunkan secara berangsur-angsur yang terdiri dari 30 juz 6666 ayat dan
114 suroh, diturunkan kepada (nabi Muhammad melalui perantaraan malaikat jibril
selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.

Dipandang dari segi filosofis maupun teologis, al Our an diturunkan melalui tiga
tahapan, yeltu:
Pertama: Al Qur'an diturunkan secara keseluruhan ke Lauh Mahfudh oleh Allah.
Tahapan ini diterangkan dalam ayat

۲۲ – ۲۱ : ‫قي الروج‬ ‫ في لوح محفوظ‬،‫بل هو قرآن مجيد‬

Bahkan ia adalah al Qur'an yang mulia (tercetat) dalam Lauh Mahfudh

Kedua: Al Qur'an diturunkan dari Lauh Mahfudh ke langit dunia (Balt al 'Izzah) pada
lallah al qadr secara keseluruhan.. Tahapan Ini disebutkan dalam ayat:

۱: ‫في القدر‬ ‫انا انزلناه في ليلة القدر‬

Sesungguhnya Aku telah menurunkan al Qur'an pada malam Qadar.

Ketiga: Al Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur dari langit dunia (Balt al


'Izzah) melalul Malaikat Jibril as. kepada Nabi Muhammad saw. Tahapan Inl tersebut
dalam ayat:

۱٠٦ : ‫وقرانا فرقته القراء على الناس على مكث ونزلته تنزيال في اإلسراء‬

Dan al Qur'an yang Kami pisah-pisah agar engkau membacakannya kepada manusia
pada suatu tempat dan Kami menurunkannya secara berangsur

Tahapan-tahapan tersebut sebenarnya telah diterangkan Halam hadits-hadits sebagai


berikut ini:

a. Hadits riwayat al Hakim dari ibn Jubair dari Ibn Abbas menyatakan:

‫فضل القرآن من الذكر فوضع في بيت العزة من السماء الدنيا فجعل جبريل‬
‫ينزل به على‬

‫رواه الحاكم‬

Al Qur'an diterangkan sebagai dzikir talu diletakkan di Ban el "izzah dan langit dunia
lalu Jibril as. Menurunkannya kepada Nabi (Muhammad saw )

b. Hadits riwayat an Nasa-i, al Hakim dan al Balhaql melalu Daud Ibn Hind dari
Ikrimah menerangkan: dari Ibnu Abbas ra
‫أنزل القرآن جملة واحدة إلى سماء الدنيا ليلة القدر ثم أنزل بعد ذلك في عشرين سنة‬

Al Qur'an diturunkan dalam satu jumlah (keseluruhan) ke langit dunia pada malam
qadar kemudian setelah itu ia diturunkan dalam waktu duapuluh tahun

c. Hadits riwayat al Hakim, al Balhaqi dll. melalul Manshur dari Said Ibn Jubair dari
Ibn 'Abbas ra. menyatakan:

‫أنزل القرآن جملة واحدة إلى سماء الدنيا وكان بمواقع النجوم ينزله‬

‫" على رسوله بضعة في اثر بعض‬

Al Quran diturunkan dalam jumlah yang satu (utun) ke langit dunia dan berada di
tempat bintang-bintang (Malaikat Jibril as) menu-runkannya kepada RasulNya
sebagian demi sebagian (secara berangsur-angsur).

Menurut As Suyuthi, juga az Zarqani, ketiga hadits tersebut adalah shahih Bagi
Ibn 'Abbas, hadits-hadits tersebut adalah Msuquf, tetapi menurut az Zargani hadis-
hadits tersebut mempunyal bobot martu kepada Nabi saw Alasannya adalah bahwa
nuzul al Quran dari Lauh Mahfudh ke Balt al 'Izzah termasuk berita ghalb yang hanya
bersumber dari orag-orang ma'shum (nabi). Sedangkan Ibn Mas'ud tidak pemah
mengambil riwayat Isra-lllyat, karene berita tentang hal di atas termasuk di dalamnya.

3. Wahyu Pertama dan Terakhir


Mengenal wahyu yang turun pertama dan atau yang terak pera 'ulama berbeda
pendapat. Di antaranya adalah:
a. Asy Syaikhan dari Aisyah ra., menerangkan bahwa yang shahih adalah surat al 'Alaq 1
sampal dengan 5 sebagai wahyu yang turun kall pertama, yakni:

‫ علم اإلنسان ما لم يعلم‬،‫ الذي علم بالقلم‬،‫ اقرأوربك األكرم‬،‫ خلق اإلنسان من علق‬،‫اقرأ باسم ربك الذي خلق‬

b. Riwayat asy Syalkhan dari Abi Salamah ibn Abdur Rahma menjelaskan bahwa
yang pertama kali turun dari al Qurer Suraln ‫ يا أيها المدثر قم (فاندر‬adalah surat al
Muddatstsir sebenarnya menurut keterangan Jabir yang juga diterima oleh Abl
Salamah merupakan surat yang turun secara lengkap sebelum surat al 'Alaq
turun secara sempurna.
c. Riwayat Abl Ishaq dari Abi Maisarah menyatakan, bahwa wahyu yang kall
pertama turun adalah surat al Fatihah.
d. Ibnu Ishaq berpendapat bahwa wahyu yang turun k:1 pertama adalah awal surat
adi Dluha.
e. Muhammad Abduh menyatakan, wahyu yang pertama kall turun adalah surat
al Fatihah, karena sebab-sebab sebagai berikut:
1) Letaknya berada pada urutan pertama dalam al Quran.
2) Kandungan sisinya meliputi seluruh isi al Quran.
3) Yang demikian itu sesual dengan riwayat al Baihaqi dalam Dalá'il an
Nubuwwah.

Adapun tentang wahyu terakhir yang diturunkan, para ahl juga berbeda-beda dalam
memberikan pandangan. Yaitu:

a. Jumhur 'Ulama menyatakan, wahyu yang turun terakhir kali ber5upa ayat
adalah surat al Ma-idah ayat 3 (5 S). Sedangkan wahyu yang berupa surat yang
turun kali terakhir adalah an Nashr ‫اذا جاء نصر هللا‬
b. An Nasa'l melalui Ikrimah dari Ibnu Abbas ra. dan Sa'id ibn Jubair
menjelaskan, bahwa ayat yang paling akhir diturunkan adalah ayat 281 dari
surat al Baqarah, yakni:
‫واتقوا يوما ترجعون فيه الى هللا‬
Takutlah kamu akan han di mana kamu semua dipulangkan ke hadirat Alláh

Menurut keterangan yang sayai himpun hingga kiri, ay tersebut turun pada 9
hari sebelum Nabi Saw wafat
c. Riwayat Sa'id ibn al Musayyat menyatakan, bahwa wahy yang terakhir
diturunkan adalah ayat tentang hutang-plutang yakni ayat surat:

‫با لبها الذين امنوا اذا تداينه مدير الى احل متى فاك‬
Hai orang-orang beriman, jika kalian melakukan transaksi hutang-piutang
hingga batas waktu tertentu, maka catatlah
d. Riwayat Ubay ibn Ka'b ra. menyatakan, bahwa wahyu terakhir adalah ayat 128
dari surat at Taubah:

‫لقد جاءكم رسول من انفسكم‬

Telah datang kepadamu seorang rasul dari dirimu


e. Al Bukhari dari Ibnu Abbas ra., Baihaqi dari umar ra memberi keterangan,
bahwa wahyu yang terakhir turun adalah ayat Riba, (al Baqarah ayat 278),
yaitu: ‫يا ايها الذين امنوا اتقوا هللا وذروا ما بقي من الروا ان كنم مومين‬
Hai orang-orang berim,an, takutiah pada Allah dan tinggalkanlah sisa (riba)
jika kamu beriman
f. Ibn Jarir dari Mu'awiyah ibri Abi Sufyan ra. berpendapat wahyu terakhir adalah
ayat 110 dari surat al Kahf, yaitu:
‫قل انما انا بشر سلكم يوحى الي انما انهكم نه واحد‬
g. Anas ra. berpendapat, bahwa wahyu terakhir adalah ayat 5 dan 11 dari surat at
Taubah, yaitu:
َ‫اْل ْش ُه ُر ْالح ُُر ُم فَا ْقتُلُوا ْال ُم ْش ِر ِكيْن‬
َ ْ ‫ فَ ِاذَا ا ْن َسلَ َخ‬٥ ‫التوبة‬

‫فان تابوا واقاموا الصلوة‬ ۱۱ ‫التوبة‬

Mengenai ayat-ayat di atas kiranya sesuai dengan pesan nabi saw

‫من فارق الدنيا على اإلخالص هلل وحده وعبادته ْل شريك له وأقام الصالة‬

‫وانى الزكاة فارقها وهللا عنه راض‬

Barangsiapa memisahkan dunia dengan ikhlash, khusus pada Alláh dan


menyembahNya tanpa menyekutuakanNya, serta telah mendirikan shalat dan
nenunaikan zakat, maka iaberpisah darinya dalam ndla Allah.
4. Kodifikasi Al-Qur’an dan Pengembangannya
a. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah SAW.
Kodifikasi Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara,
yaitu Al Jam’u bima’na hafazhahu fis sudur dan yang kedua adalah Al jam’u bima’na
kitaabatuhu fi suthur .
1. Al Jam’u bima’na hafazhahu fis Sudur
Pada bagian ini para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Rasulullah
SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan mudah terkait dengan
kultur (budaya) orang arab yang menjaga Turast (peninggalan nenek moyang mereka
diantaranya berupa syair atau cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur
dengan kekuatan daya hafalannya.
Diantara para sahabat yang paling terkenal dalam hafalan Al-Qur’an berdasarkan
riwayat-riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, mereka adalah Ibnu Mas’ud,
Salim bin Ma’qal, Mu’azd bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin As
Sikkin, dan Abu Darda . Mereka berasal dari kaum Muhajirin dan Anshar.
2. Al jam’u bima’na kitaabatuhu fi suthur
Setiap kali turun wahyu kepada Rasulullah SAW, Beliau selalu membacakannya kepada
para sahabat secara langsung dan menyuruh mereka untuk menuliskannya, sembari
melarang para sahabat untuk menulis hadits-hadits beliau, karena khawatir akan
bercampur dengan Al-Qur’an .
Biasanya sahabat menuliskan Al-Qur’an pada media yang terdapat pada waktu itu
berupa Ar-Riqa’ (kulit binatang), Al-Likhaf (lempengan batu), Al-Aktaf (tulang binatang
yang kering), Al-`Usbu ( pelepah kurma), Al-Jarid (kulit batang pohon kurma), Al-Aqtab
(pelana kuda), Ash-Shuhuf (kertas), Al-Alwah (papan), Azh-Zhurar (batu tipis), Al-
Khazaf (tanah yang dibakar/batu bata), Al-Karanif (akar keras pohon saf) . Dan jumlah
sahabat yang menulis Al-Qur’an waktu itu mencapai lebih dari 40 orang .
Akhirnya dari kebiasaan menulis Al-Qur’an ini menyebabkan banyaknya naskah-naskah
(manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu, diantaranya yang terkenal
adalah Khulafaur Rasyidin, Mu’awiyah bin Abi Sofyan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit
dan lain-lain .
Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Rasulullah tidak terkumpul dalam satu
mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki oleh yang lain. Karena sebelum
Rasulullah wafat, pembukuan Al-Qur’an dalam satu mushaf belum dilakukan, sebab
Rasulullah masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu kewaktu. Sesudah berakhir
masa turunnya Al-Qur’an dengan wafatnya Rasulullah, maka Allah mengilhamkan
penulisan mushaf secara lengkap kepada para KhulafaturRasyidiin sesuai dengan janji-
Nya yang benar kepada umat tentang jaminan pemeliharaan Al-Qur’an dan hal ini terjadi
pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar bin Khattab.
b. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar As-Shiddiq, terpilih menjadi khalifah
pertamanya.Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan
kemurtadan sebagian orang Arab.
Pasalnya, Musailamah yang digelari Al-Kadzdzab / si pembohong itu mengaku
nabi.Artinya bukan Nabi Muhammad SAW yang diangkat sebagai nabi terakhir oleh Allah
SWT.Musailamah berhasil memperdayai Bani Hanifah di Yamamah, dan akhirnya mereka
hanyut menjadi orang-orang murtad bersama Musailamah.
Melihat gerakan Musailamah adalah bahaya besar, maka Abu Bakar segera
menyiapkan pasukan untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan di
Yamamah terjadi pada tahun 12 Hijriah yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dan
sebanyak 4000 personil pasukan berkuda disiapkan. Namun sayangnya peperangan ini
memakan banyak korban jiwa, sekitar 700 qari’ gugur. Melihat kenyataan ini merupakan
bahaya yanag dapat mengancam kelestarian Al-Qur’an, maka Umar bin Khattab segera
menemui Abu Bakar untuk mengajukan usul agar mengumpulkan dan membukukan al-
qur’an dari berbagai sumber, baik hafalan maupun tulisan.
Disegi lain, Umar juga khawatir kalau peperangan di tempat-tempat lain juga akan
membunuh banyak qari’, sehingga Al-Qur’an akan hilang dan musnah.Namun Abu Bakar
menolak usulan ini, dan merasa keberatan untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah.Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan
hati Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut.
Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-
Qur’an. Tetapi Zaid menolak usulan tersebut dan berkata:” Bagaimana mungkin kita
melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan Rasulullah?”. Kemudian Umar
menjawab dan bersumpah: “Demi Allah ini adalah perbuatan yang baik”. Umar terus
membujuk Zaid sehingga Allah membukakan hati Zaid tentang perlunya penghimpunan
Al-Qur’an. Lalu Abu Bakar pun berucap kepada Zaid: “Kau adalah seseorang lelaki yanag
masih muda, pintardan kami pun tidak meraagukan kemampuanmu, engkau telah
menuliskan wahyu untuk Rasulullah. Oleh karena itu, carilah Al-Qur’an dan
kumpulkanlah”.
Bagi Zaid ternyata tugas yang dipercayakan Abu Bakar kepadanya bukanlah hal
yang mudah. Hal ini bisa dipahami dari kalimat yang terlontar dari mulutnya dihadapan
Abu Bakar dan Umar: “Demi Allah jika sekiranya orang-orang membebaniku untuk
memindahkan suatu gunung, hal itu bagiku tidak lebih berat daripada apa yang kau
perintahkan kepadaku untuk menghimpun Al-Qur’an.” Kemudian Zaid mengumpulkan
ayat-ayat Al-Qur’an dari pelepah kurma, kepingan-kepingan batu, kayu, dan dari hafalan
para penghafal.Kemudian dia mencocokkan catatan-catatan yang ada padanya dengan
yang dimiliki oleh sahabat lainnya.
Zaid bin Tsabit bertindak sangat teliti dan hati-hati. Ia tidak mencukupkan pada
hafalan semata tanpa disertai dengan tulisan. Kata-kata Zaid dalam keterangan di atas:
“Dan aku dapatkan akhir surah At-Taubah pada Abu Khuzaimah al-Ansari, yang tidak aku
dapatkan pada orang-orang lain.” Bukanlah berarti tak seorang sahabat pun yang hafal
surat At-Taubah tersebut. Tetapi yang dimaksudadalah bahwa ia tidak mendapatkan akhir
surat At-TAubah daam keadaan tertulis selain pada Abu Khuzaimah al-Ansari.
Zaid sendiri hafal, demikian pula banyak diantara sahabat yang
menghafalnya.Perkataan itu lahir karena Zaid berpegang pada hafalan dan tulisan.Hal ini
dilakukan semata-mata karena ingin mendapatkan kepastian yang lebih meyakinkan. Hal
ini bias dibuktikan dengan apabila ada seorang sahabat yang mempunyai catatan ayat-ayat
Al-Qur’an tertntu, maka Zaid, menurut Syekh As-Sakhsawi, baru bias menerimanya bila
memang ayat itu ditulis dihadapan Rasulullah dan disaksikan oleh dua orang saksi yang
menyaksikan bahwa catatan tadi sesuai dengan salah satu cara yang dengan itu Al-Qu’an
diturunkan.
Dengan demikian, Abu Bakar adalah orang pertamayang mengumpulkan Al-
Qur’an dalam satu mushaf. Ali berkata: “orang yang paling besar dalam hal mushaf adalah
Abu Bakar. Ssemoga Allah melilmpahkan rahmat-Nya kepadaAbu BAkar.Dialah orang
pertama yang mengumpulkan kitab Allah.Kemudian mushaf tersebut disimpan di tangan
Abu Bakar hingga wafatnya.Sesudah itu berpindah ketangan Umar sewaktu masih hidup
dan selanjutnya berada di tangan Hafsah binti Umar.
c. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Utsman
Setelah Khalifah Umar bin Khattab meninggal dunia, banyak pula para sahabat,
mujahidin, dan huffadh meninggal dunia. Perang Adzerbaijan dan Armenia yang terjadi
pada tahun 24 H, banyak menelan korban. Sejarawan At Thabari meriwayatkan bahwa ada
sekitar 10.000 orang yang ikut di dalam pertempuran tersebut. Hal ini menjadikan fikiran
bagi khalifah Utsman bin Affan sebagai penerusnya. Beliau khawatir dengan banyaknya
sahabat yang meninggal dunia, maka akan semakin sedikit orang-orang yang hapal Al
Qur’an
Sementara itu, agama Islam semakin meluas ke Negara-negara yang di kuasai oleh
Romawi dan Persia di zaman Umar. Pada zaman Utsman bin Affan dunia Islam mengalami
banyak kemajuan dan perkembangan..Mengingat wilayah penyebaran Islam sudah
sedemikian luas di luar Jazairah Arab.Kebutuhan umat untuk mengkaji Al Qur’an pun
semakin meningkat. Banyak ahli qira’ah dan penghapal Al Qur’an mulai terpencar
dibeberapa kota dan berbagai provinsi untuk menjadi imam, seklaigus ulama, bertugas
mengajar dan mendidik umat. Dari sini, mulailah terasa adanya perbedaan bacaan Al
Qur’an.Sedangkan para ahli bacaan tentu mengajarkan Al Qur’an sesuai dengan bacaan
yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada mereka.
Umat Islam yang tersebar dalam wilayah yang demikian luas itu mendapat
pelajaran dan menerima bacaan Al Qur’an ( qiraat ) dari setiap sahabat yang ditugaskan di
daerah. Penduduk Syiria misalnya memperoleh pelajaran dan qiraah dari sahabat Ubay
bin ka’ab ra. Penduduk Kufah, Irak, berguru kepada sahabat Abu Musa Al Asy’ary. Versi
qiraah yang dimiliki dan di ajarkan oleh satiap sahabat yang ahli qira’ah itu berlainan satu
sama lain. Keadaan ini ktika itu tentu saja menimbulkan dampak negative di kalangan
kaum muslimin. Di antara mereka ada yang saling membanggakan versi qira’ahnya dan
merendahkan yang lain. Mereka mengklaim bahwa versi qira’ahnya yang paling
benar.Situasi seperti ini mencemaskan Khalifah Utsman ibn Affan. Karena itu ia segera
mengundang para sahabat penghapal Al Qur’an untuk memecah permasalah tersebut.
Akhirnya, dicapai kesepakatan bahwa mushaf yang ditulis pada masa Abu baker harus
disalin kembali menjadi beberapa mushaf. Lalu mushaf hasil salinan tersebut di kirimkan
ke berbagai kota atau daerah untuk di jadikan rujukan utama kaum muslimin ketika
menemui masalah dalam bacaan Al Qur’an.
Inisiatif Utsman bin Affan untuk segera membukukan dan menggandakan Al
Qur’an muncul setelah ada usulan dari Khuzaifah al Yamani. Kemudian Khalifah Utsman
bin Affan mengirim sepucuk surat yang isinya meminta agar Hafshah mengirim mushaf
yang disimpannya untuk disalin kembali menjadi beberapa naskah. Setelah itu Khalifah
Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, said bin Ash dan
Abdurrahman bin harits untuk bekerjasama menggandakan Al Qur’an. Utsman bin Affan
berpesan bahwa “Jika terjadi perbedaan di antara kalian mengenai Al Qur’an, tulislah
menurut dialek Quraisy, karena Al Qur’an diturunkan dalam bahasa mereka.”
Setelah tim tersebut berhasil menyelesaikan tugasnya, Khalifah Utsman bin Affan
mengembalikan mushaf orisinil ( master ) kepada Hafshah. Kemudian, beberapa mushaf
hasil kerja tim tersebut di kirimkan ke berbagai kota, sementara mushaf-mushaf lainnya
yang masih ada saat itu , Khalifah Utsman bin Affan memerintahkan untuk segera di bakar.
Pembakaran mushaf ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pertikaiandi kalangan umat
karena setiap mushaf yang di bakar mempunyai kekhususan. Para sahabat penulis wahyu
pada masa Nabi SAW tidak terikat oleh ketentuan penulisan yang seragam dan baku,
sehingga perbedaan antara koleksi seorang sahabat dan sahabat lainnya masih mungkin
terjadi. Ada yang kelihatannya mencampurbaurkan antara wahyu dengan penjelasan-
penjelasan dari Nabi SAW atau sahabat terdahulu, walaupun sesungguhnya yang
bersangkutan dapat mengenali dengan pasti mana ayat dan mana penjelasan ayat,
misalnya dengan membubuhi kode-kode tertentu yang mungkin hanya di ketahui oleh
yang bersangkutan.
Kesimpulan
Nuzul Qur’an adalah proses turunnya firman dari Allah SWT melalui malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjiyat, pedoman dan petunjuk kepada
hambanya. Yang terdiri dari 30 juz, 6666 ayat dan 114 suroh, yang diturunkan secara
berangsur- angsur dan bertahap selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Adapun tahapannya yaitu
:
1) Al- Qur’an diturunkan atau ditempatkan di lauhul mahfudh
2) Al-Qur’an turun dari lauhul mahfudh ke Baitul ‘Izzah di sama’ al- dunya ( langit
dunia)
3) Al-Qur’an turun dari Baitul- Izzah di langit dunia langsung kepada Nabi
Muhammad SAW.
Dalam penurunan al-qur’an yang dilakukan secara berangsur-angsur memiliki banyak
manfaat baik bagi pribadi Nabi Muhammad saw, bagi sahabat dan umat islam saat masa
al-qur’an maupun bagi umay islam setelah masa al-qur’an.

DAFTAR PUSTAKA

ibn zakariya, Abi al-Hussein Ahmad Ibn Faris. Maqoyis al-Lughoh. Beirut: Dar al-I'lm

Li al- Malayyin, t.t.

Al Kumi, Ahmad as Sayyid, ‘Ulum al Qur’an al Qur’an, Azhar, 1976

As Suyuthi , Al Itqan, Dar al Fikr, t.th.

Al QAttan, Manna Khalil. Study Ilmu Al-qur’an. Jakarta : Iitera Antarnusa

Marzuki.Komarudin.1999. ‘Ulum Al-Qur’an.Bandung : PT Remaja Roddakarya

Manna’ al Qaththan

Anda mungkin juga menyukai