Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH QUR’AN HADIST TARBAWI

Proses Turunnya Al-Qur’an sekaligus & berangsur-angsur serta


Hikmahnya, Cara Turunnya, Wahyu yang Pertama dan Terakhir
Turun

Disusun oleh Kelompok 3:

Ratu Bulkis Kamaliyah 11210183000043


Fitri Adelia 11210183000055

Dosen Pengampu : Dr. Khairan Muhammad Arif M.Ed.

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii


BAB I ............................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 1
BAB II ........................................................................................................................... 2
A. Proses Turunnya Al-Qur’an Secara Sekaligus ................................................. 2
B. Proses Turunnya Al-Qur’an Secara Berangsur-angsur ............................... 4
C. Hikmah Turunnya Al-Qur’an ....................................................................... 6
D. Cara-Cara Turunnya Al-Qur’an .................................................................. 8
E. Wahyu Al-Qur’an yang Pertama dan Terakhir Turun .............................. 13
BAB III ........................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al Qur'an atau Qur'an, adalah sebuah kitab suci utama dalam agama Islam,
yang umat Muslim percaya bahwa kitab ini diturunkan oleh Allah, kepada Nabi
Muhammad. Dalam pandangan Islam, Al Qur’an adalah Kitab Suci Seseorang
yang menganut Agama Islam yang di dalam bentuknya, berisi firman (kalam)
Allah SWT yang diturunkan Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat, dengan
disampaikan dengan jalan mutawatir dan bagi yang membacanya adalah
Ibadah.

Menurut Muhammad Ali Ash-Shabumi, Definisi Al-Qur’an adalah firman


Allah SWT yang paling mulia dan diturunkan Nabi Muhammad melalui
perantara malaikat Jibril, yang ditulis dalam bentuk mushaf-mushaf dan
disampaikan secara mutawatir.

Al Quran pertama kali diturunkan di Gua Hira, sebelah utara Mekkah,


pada 17 Ramadan 610 M. Selama periode Mekkah, pada umumnya ayat yang
diturunkan berisi tentang akidah (paham terkait keimanan) dan tauhid (dasar
ajaran agama Islam). Pada periode ini, terdapat 86 surat yang diturunkan
selama 12 tahun lima bulan.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana proses turunnya Al-Qur’an secara sekaligus?
2. Bagaimana proses turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur?
3. Apa saja hikmah dari turunnya Al-Qur’an?
4. Apa wahyu Al-Qur’an yang diturunkan pertama dan terakhir?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Turunnya Al-Qur’an Secara Sekaligus


Al-Qur’an merupakan salah satu ajaran atau wahyu yang diturunkan dan
diberikan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai rasul terakhir melalui
perantara Malaikat Jibril ‘alaihissalam. Kandungan al-Qur’an merupakan
pelengkap dan penyempurna ajaran-ajaran dalam kitab sebelumnya seperti
kitab Tauran yang diturunkan kepada Nabi Daud As, kitab Zabur kepada Nabi
Musa As, dan Injil kepada Nabi Isa As.

Dilihat dari proses turunnya, al-Qur’an diturunkan melalui 2 tahapan.


Tahap pertama, al-Qur’an turun secara sekaligus/satu paket (jumlatan wahidah)
dari lauhil mahfudz ke baitul izzah. Pada tahap kedua, secara bertahap al-
Qur’an diturunkan kepada Muhammad SAW agar disampaikan kepada seluruh
umat manusia secara periodik. Tahapan ini terbagi menjadi periode Makkah
dan periode Madinah. Ayat yang pertama kali turun kepada Rasulullah SAW
adalah QS. Al-‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi sebagai berikut:

Artinya: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.


Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)

Asy-Sya’bi dalam buku (Yasir & Jamaruddin, 2016) menyebutkan bahwa


Al-Quran mula-mula turun pertama kalinya pada malam qadar (lailatul qadr)
di bulan Ramadhan. Kemudian setelah itu turunnya berlanjut secara berangsur-
angsur sesuai dengan kejadian dan pristiwa selama kurang lebih 23 tahun.

2
Pendapat ini didasarkannya pada firman Allah Swt. dalam surat al-Qadr ayat 1
:

Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran pada suatu malam


lailatul qadar”.

Ayat-ayat di atas menjelaskan tentang permulaan turunnya al-Quran, yaitu


pada malam mubarakah atau dinamai juga lailatul qadr, yakni salah satu malam
pada bulan Ramadhan. Malam tersebut dinamakan lailah al-mubarakah karena
malam tersebut telah dipenuhi dengan berkah dan nikmat Allah yang tak
ternilai, yaitu turunnya al-Qur’an al-Karim, pembebas umat manusia dari
kesesatan, dan pembimbing mereka ke jalan yang benar, menuju kebahagiaan
dunia dan akhirat. Dinamakan pula malam tersebut lailatul qadr karena ia
mempunyai nilai yang tinggi, lantaran pada malam itu diturunkannya Kitab
Suci kepada Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir, dan akan menjadi pedoman
bagi seluruh umat manusia sepanjang masa dan dimanapun.

Ibnu Abbas dan sejumlah ulama lainnya yang dapat dipercaya


menyebutkan bahwa yang dimaksud turunnya Al-Quran dari ayat-ayat di atas
adalah turunnya Al-Quran sekaligus ke Baitul ‘Izzah di langit dunia, agar para
malaikat menghormati kebesarannya.

Turunnya al-Qur’an dari Lauhul Mahfuz termasuk sesuatu yang ghaib,


yang hanya dapat diterima berdasarkan keyakinan, tidak dapat diketahui
kecuali hanya oleh Allah sendiri dan orang-orang yang mendapat izin-Nya
untuk mengetahui perkara-perkara yang ghaib tersebut. Hal ini didasarkan pada
firman Allah dalam surat al-Buruj ayat 21-22 :

3
Artinya: “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Quran yang mulia,
yang (tersimpan) dalam Lauhul Mahfuzh”

Dengan demikian dapat dipahami bahwa sebelum diturunkan kepada Nabi


Muhammad Saw., al-Qur’an telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Kemudian
penurunan selanjutnya, al-Qur’an itu diturunkan secara lengkap ke Baitul
‘Izzah di langit pertama, dan terakhir diturunkan secara terpisah dan berangsur-
angsur sejalan dengan peristiwa-peristiwa tertentu.

B. Proses Turunnya Al-Qur’an Secara Berangsur-angsur


Bukti dari keagungan Alquran bahwa ia turun dalam tiga kali, hal ini tidak
dialami oleh Kitab Suci Samawi sebelumnya. Adapun yang dimaksud dengan
tahap-tahap turunnya Alquran, ialah tertib dari fase-fase disampaikannya mulai
dari sisi Allah SWT hingga kepada nabi Muhammad SAW. Kitab Suci ini tidak
seperti kitab-kitab suci sebelumnya. Sebab, kitab suci ini diturunkan secara
bertahap, sehingga betul-betul menunjukkan kemu’jizatannya. Disamping itu,
penyampaiannya pun sangat luar biasa.

Tentang turunnya Alquran secara berangsur-angsur di jelaskan oleh Allah


SWT dalam firmannya Surat Al Isra ayat 106:

4
Artinya: “Dan Alquran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur
agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami
menurunkannya bagian demi bagian.” (Q.S.. Al Isra: 17/106)

Rahmawati dalam jurnal (Kurniasih, Lestari, & Fauzi, 2020)


mengemukakan bahwa secara kronologis proses penurunan Alquran Al-Karim,
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad dalam tiga fase sebagai
berikut:

 Tahapan Pertama

Tahapan pertama, penyampaian Alquran dari Allah kepada Lauh al-


Mahfuzh. Maksudnya, sebelum Alquran disampaikan kapada Rasulullah saw
sebagai utusan Allah terhadap manusia, Alquran terlebih dahulu disampaikan
kepada Lauh al-Mahfuzh, yakni suatu tempat lembaran yang terpelihara
dimana Alquran pertama kali ditulis pada lembaran tersebut. Sebagian tafsir
Lauh Mahfudz disamakan dengan Kitabin Maknun yang berarti “kitab yang
terjaga”. Akan tetapi secara umum Lauhil Makhfudh diartikan sebagai suatu
tempat yang di dalamnya tersimpan segala sesuatu yang berkaitan dengan Qada
dan Qodar Allah.

Menurut Ibn Katsir Alquran berada di lauh mahfudz artinya berada di


suatu tempat yang tinggi, yang dipelihara dari segala bentuk penambahan,
pengurangan, pemalsuan, dan perubahan. Kapan dan bagaimana caranya
Alquran diturunkan ke Lauh Mahfuzh adalah masalah ghaib-hanya Allah SWT
yang mengetahuinya. Ketika Alquran di lauh mahfudz, tidak ada yang tau
persis bagaimana wujudnya. Hal itu dikarenakan lauhil mahfudh adalah alam
yang tidak terjangkau oleh manusia.

 Tahapan Kedua

Tahapan kedua, turunnya Alquran ke langit pertama dengan sekaligus.


Dilangit pertama itu, Alquran disimpan pada bayt al- ‘izzah. Menurut pendapat
yang shahih Baitul Izzah ini ada di langit yang paling bawah atau langit dunia.

5
Hal ini di dasarkan atas Riwayat Ibn abbas berdasarkan firman Allah dalam
surat Adh Dukhan ayat 3, yaitu:

Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang


diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (Q.S.. Adh
Dukhan: 44/3)

 Tahapan Ketiga

Tahapan ketiga, Alquran diturunkan dari bayt al-‘izzah di Langit Dunia,


kemudian di turunkan kapada Nabi Muhammad SAW pertama kali pada
malam Qadar, tetapi turunnya tidak sekaligus melainkan sedikit demi sedikit
menurut keperluan, masa dan tempat Nuzulul Qur’an. Adapun proses atau
tahap yang ketiga ini ialah perantara malaikat Jibril atau juga sering di sebut
dengan nama ruhul amin dari Baitul Izzah kepada Nabi Muhammad SAW di
dalam Gua Hira (Mekkah).

Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat


Jibril, tidak secara sekaligus, melainkan turun sesuai dengan kebutuhan.
Bahkan, sering wahyu turun untuk menjawab pertanyaan para sahabat yang
dilontarkan kepada Nabi atau untuk membenarkan tindakan Nabi SAW.
Disamping itu, banyak pula ayat atau surat yang diturunkan tanpa melalui latar
belakang pertanyaan atau kejadian tertentu.

C. Hikmah Turunnya Al-Qur’an


Hikmah turunnya Alquran secara berangsur-angsur merupakan suatu
metode yang berfaidah bagi kita untuk mengaplikasin kedua proses tersebut
yang harus dilalui. Sebab turunnya Alquran secara berangsur dan bersifat alami
itu dapat meningkatkan mutu Pendidikan bagi umat Islam untuk memperbaiki

6
jiwa manusia, meluruskan prilakunya, membentuk kepribadian dan
menyempurnahkan eksistensinya sendiri.

1. Untuk menguatkan hati Nabi Muhammad Saw dalam menerima dan


menyampaikan kalam Allah kepada umat manusia. Dalam
melaksanakan tugasnya, Rasulullah sering menghadapi hambatan dan
tantangan. Di samping itu dapat juga menghibur hati beliau pada saat
menghadapi kesulitan, kesedihan atau perlawanan dari orang-orang
kafir
2. Merupakan mukjizat bagi Nabi untuk menjawab dan mematahkan
tantangan orang-orang kafir. Sering kali mereka (orang kafir)
mengajukkan pertanyaan-pertanyaan dengan maksud melemahkan dan
menantang juga menguji kenabiaan Rasulullah. Mereka pernah
menyakan tentang kiamat kapan datangnya.
3. Memudahkan Nabi dalam menghafal lafadz Alquran, mengingat
Alquran bukan sya’ir atau prosa tetapi Kalam Allah yang sangat
berbobot isi maknanya sehingga memerlukan hapalan dan kajian secara
khusus. Dan untuk membacanya kepada umat serta menjelaskan dan
memberikan contoh-contoh pelaksaannya. Jika Alquran diturunkan
sekaligus tentu akan memberatkan Nabi jika harus membacakan dan
menjelaskannya.
4. Memudahkan umat pada masa itu untuk menghafal, mencatat dan
memahami Alquran. Turunya Alquran secara berangsur memudahkan
Nabi untuk menghafal dan memahaminya, terutama Nabi sangat takut
apabila Alquran tidak menetap di hatinya. Hal ini berdampak positif
bagi umatnya, karena pada masa Nabi menulis dan membaca sangat
langka. Mereka menghandalkan kekuatan akal dalam menghafal.
5. Untuk memberi kesempatan sebaik-baiknya kepada umat Islam untuk
meninggalkan sikap mental atau tradisi-tradisi jahiliyah yang negative
secara berangsur- angsur.
6. Menjawab problematika masyarakat. Hal ini menerangkan apa-apa
yang di butuhkan masyarakat sesuai dengan kondisi dan problema yang
mereka hadapi.

7
7. Mengetahui nasikh dan Mansukh dalam ayat Alquran yang berkaitan
dengan hukum.
8. Supiana dan Karman dalam jurnal (Kurniasih, Lestari, & Fauzi, 2020)
memberikan pendapat hikmah turunnya Al-Qur’an salah satunya ialah
memberikan pengaruh yang besar dalam proses dakwah Islam dan
pembentukan umat. Pada periode Mekkah diturunkan lebih dahulu
ayat-ayat yang berhubungan dengan Tauhid dan keadilan social.
Barulah pada perioe Madinah di turunkan ayat-ayat tentang hukum
dalam belbagai aspek kehidupan, baik hukum keluarga, harta benda,
pidana dan pemerintahan. Ayat-ayat hukum pun di turunkan secara
bertahap sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu itu.

D. Cara-Cara Turunnya Al-Qur’an


Masih banyak sekali pertanyaan yang mengatakan bagaimana cara
turunnya Al-Qur’an, lalu bagaimana cara malaikat jibril menyampaikan wahyu
Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad ‫? صلى هللا عليه وسلم‬. Dalam suatu hadist
yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah ‫رضى هللا عنها‬bahwa Harist bin Hisyam
pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai hal itu, dimana menurut hadist
tersebut ada du acara penyampaiannya wahyu yang dialami Nabi Muhammad
‫صلى هللا عليه وسلم‬yaitu:
1. Rasullah ‫صلى هللا عليه وسلم‬sama sekali tidak melihat malaikat Jibril ‫عليه‬
‫السالم‬itu, hanya saja datang kepadanya berupa suara seperti dencingan
suara lonceng, dan suara yang amat kuat yang mempengaruhi faktor-
faktor kesadarannya, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap
menerima pengaruh itu. Kemudian suara itu terputus dan beliau telah
dapat memahami dan menghafalkan wahyu yang disampaikan oleh
Jibril ‫عليه السالم‬itu. Menurut penjelasan Rasullah, cara ini paling berat ia
rasakan. Sebabnya dengan cara ini berarti malaikat Jibril tetap dalam
sifatnya semula, yaitu sebagai alam ghaib, dan Rasulullah harus
meninggalkan alam zhahirnya agar ia dapat berkomunikasi dengan alam
ghaibnya, yakni dengan mengumpulkan segala kekuatan kesadarannya

8
untuk menerima,menghafal dan memahaminya. Dan suara itu mungkin
sekali suara kepakan sayap-sayap malaikat, seperti diisyaratkannya
didalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:
“Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para
malaikat memukul-mukulkan sayapnya karena tunduk kepada firman-
Nya, bagaikan gemercingnya mata rantai diatas batu-batu licin”
2. Malaikat jibril datang menjelma kepada Rasulullah sebagai seorang
laki-laki dalam bentuk manusia biasa, sehinga rasulullah dapat
melihatnya dengan nyata. Jibril itu lalu menyampaikan wahyu itu
kepadanya, dan beliau dapat memahami dan menghafalkannya. Cara
yang seperti ini lebih ringan dari pada yang sebelumnya, karena adanya
kesesuaian antara pembicara dengan pendengar. Rasul senang sekali
mendengarkan dari utusan pembawa wahyu itu, karena ia merasa
sepertimanusia yang berhapan dengan saudaranya sendiri. Keadaan
Jibril menampakkan dirinya seperti seorang laki-laki itu tidaklah
mengharuskania melepas sifat kerohaniannya, dan tidak pula berarti
bahw zatnya telah berubah menjadi seorang laki-laki. Akan tetapi, yang
dimaksudkan adalah dia menampakkan diri dalam bentuk manusia tadi
untuk menyenangkan Rasulullah sebgai manusia. Sedangkan keadaan
pertama yang dialami rasul dalam menerima wahyu tersebut tidaklah
menyenangkan, karena keadaan yang demikian menuntut ketinggian
rohani dari Rasulullah yang seimbang dengan tingkat kerohanian
malaikat.
Menurut Ibn Khaldum seperti yang dikutip Manna’ Qattan dalam keadaan
pertama, “Rasulullah melepaskan kodratnya sebagai manusia yang bersifat
jasmani untuk berhubungan dengan malaikat yang rohani sifatnya. Sedangkan
dalam keadaan lain sebaliknya, malaikat berubah dari rohani semata menjadi
manusia jasmani”. Kedua hal tersebut merupakan cara penyampaian wahyu
yang dialami Rasulullah melalui perantara malaikat Jibril. Hal ini sebagaimana
diisyaratkan Allah ‫سبحانه وتعالى‬dalam surat asy-Syura ayat 51 yang berbunyi:
‫ي ِب ِاذْن ِٖه َما‬
َ ِ‫س ْو ًَّل فَي ُْوح‬
ُ ‫ب ا َ ْو ي ُْر ِس َل َر‬ ِ ‫ّٰللاُ ا اَِّل َو ْحيًا ا َ ْو م ِْن او َر ۤا‬
ٍ ‫ئ حِ َجا‬ ‫َو َما َكانَ ِل َبش ٍَر ا َ ْن ُّيك َِل َمهُ ه‬
‫ي َح ِكيْم‬ َ ٗ‫يَش َۤا ُء ۗ ِاناه‬
ٌّ ‫ع ِل‬

9
Artinya:
“ Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berbicara
kepadanya, kecuali dengan perantara wahyu atau dibelakang tabir, atau
dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyuka kepadanya
dengan seizing-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi
lagi Maha Bijaksana” (Q.S. Asy-Syura:15)

Dengan demikian, terlihatlah bahwa gambaran yang pertama


mengesankan suasana dan sangat menekan, wahyu yang diterimapun terasa
amat berat. Mengenai hal ini, Allah berfirman dalam surat Al-Muzammil ayat
5:
َ ‫سنُ ْلقِي‬
ً‫ع َليْكَ قَ ْو ًَّل ث َ ِق ْيال‬ َ ‫إِناا‬
Artinya:
“Sesungguhnya Kami hendk menurunkan kepadamu perkataan yang
berat”
Ketika wahyu turun baik melalui cara pertama maupun cara kedua, disertai
tekanan ringan maupun berat Rasulullah tetap sadar dan memahami
sepenuhnya apa yang diwahyukan kepadanya. Bahkan Rasulullah selalu
menggerakkan lidah dan bibirnya mengulang-ulangi bacaan wahyu yang
diterimanya agar tidak lupa. Akhirnya dengan mantap Rasulullah dapat
mengikuti seluruh yang disampaikan malaikat Jibril huruf demi huruf, karena
Allah memudahkannya untuk dapat memisah-misahkan wahyu yang
diterimanya dan menghafalkannya berangsur-angsur. Disamping itu, Allah
‫سبحانه وتعالى‬juga mengingatkan Nabi supaya tenang dan tidak tergesa-gesa
dalam membaca dan menghapalnya. (Yasir & Jamaruddin, 2016)

َ ‫علَ ْينَا َج ْم َعهُ َوقُ ْرآنَهُ* فَإِذَا قَ َرأْنَاهُ َفات ا ِب ْع قُ ْرآنَهُ * ث ُ ام ِإ ان‬
‫علَ ْينَا‬ َ ‫ََّل ت ُ َح ِر ْك ِب ِه ِل‬
َ ‫سانَكَ ِلت َ ْع َج َل ِب ِه * ِإ ان‬
*ُ‫بَيَانَه‬

Artinya:

10
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena
hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.
Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Q.S Al-
Qiyamah:16-19)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir:


Yaitu sesudah engkau hafal dan engkau baca, maka Kami akan
menjelaskan dan menerangkannya kepadamu serta memberimu ilham
mengenai maknanya sesuai dengan apa yang Kami kehendaki dan Kami
tentukan.Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur
Rahman, dari Abu Uwwanah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pada asal
mulanya merasa berat bila sedang menerima wahyu, dan beliau menggerakkan
kedua bibirnya (mengikuti bacaan malaikat). Sa'id ibnu Jubair melanjutkan
kisahnya, bahwa lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya, "Dan aku menggerakkan
pula kedua bibirku sebagaimana Rasulullah Saw. menggerakkan kedua
bibirnya." Musa ibnu Abu Aisyah mengatakan bahwa Sa'id berkata kepadanya,
"Aku menggerakkan kedua bibirku sebagaimana Ibnu Abbas menggerakkan
kedua bibirnya." Setelah itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah
kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-
cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (Al-
Qiyamah: 16-17) Yakni menghimpunkannya di dalam dadamu, kemudian
kamu dapat membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka
ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 18) Maksudnya, dengarkanlah terlebih
dahulu dengan penuh perhatian dan diamlah. Kemudian sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19) Sesudah itu apabila
Jibril berangkat, maka Nabi Saw. membacanya seperti apa yang dibacakan oleh
Jibril kepadanya.

11
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan hal ini melalui
berbagai jalur dari Musa ibnu Abu Aisyah dengan sanad yang sama. Menurut
lafaz Imam Bukhari, disebutkan bahwa apabila Jibril datang, beliau
menundukkan kepalanya; dan apabila Jibril telah pergi, maka beliau
membacanya seperti apa yang telah dijanjikan oleh Allah Swt. kepadanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id
Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya At-Taimi, telah
menceritakan kepada kami Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. apabila wahyu
diturunkan kepadanya, maka beliau mengalami keadaan yang berat karenanya.
Dan apabila wahyu sedang diturunkan kepadanya, hal itu dapat diketahui
melalui gerakan kedua bibirnya. Kedua bibir beliau kelihatan bergerak sejak
awal penurunan wahyu karena khawatir bagian permulaan wahyunya
terlupakan sebelum bagian yang terakhirnya selesai. Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu unluk (membaca)
Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah: 16)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Al-Hasan Al-Basri,
Qatadah, Mujahid, dan Ad-Dahhak serta selain merekayang bukan hanya
seorang, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan hal
tersebut.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu
untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-
Qiyamah; 16) Bahwa beliau tidak pernah berhenti dari membaca Al-Qur'an
karena takut dijadikan melupakannya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-
Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur'an karena
hendak cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya. (Al-Qiyamah: 16-17) Yakni Kamilah yang akan
menghimpunkannya untukmu. dan membacanya. (Al-Qiyamah: 17) Yaitu
Kamilah yang akan menjadikan kamu dapat membacanya hingga kamu tidak
akan melupakannya.

12
Ibnu Abbas dan Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19) Yakni menjelaskan apa-apa yang
dihalalkannya dan apa-apa yang diharamkannya. Hal yang sama dikatakan oleh
Qatadah.

E. Wahyu Al-Qur’an yang Pertama dan Terakhir Turun


Menurut penyelidikan ahli sejarah, turunnya Al-Qur’an al-Karim secara
bertahap ditandai dengan terjadinya peristiwa yang dialami Nabi Muhammad
‫صلى هللا عليه وسلم‬. Ketika beliau sedang bertahannus (beribadah) di Gua Hira’,
yaitu sebuah gua di Jabal Nur yang terletak kira-kira 3 mil dari kota Mekkah.
Waktu Jibril datang menyekap Nabi ke dadanya lalu melepaskannya (dan
melakukan yang demikian itu secara berulang tiga kali), sambal mengatakan
iqra’ (bacalah) pada setiap kalinya, dan Rasulullah ‫صلى هللا عليه وسلم‬
menjawabnya ma ana bi qaarii (saya tidak bisa membaca). Pada dekapan yang
ketiga kalinya Jibril ‫عليه السالم‬membacakan kepada Nabi Muhammad ‫صلى هللا‬
‫عليه وسلم‬ayat dalam surat Al-‘Alaq yang berarti:
“Bacalah dengan nama TuhanȬmu yang telahmenciptakan. Ia telah
menciptakan manusia dari segumpaldarah. Bacalah .…! dan Tuhan mu itulah
Maha Pemurah.Yang telah mengajarkan dengan pena. Ia telah mengajarkan
kepada manusia apaȬapa yang belum diketahuinya”. (Q.S. Al-‘Alaq:1-5)
Peristiwa itu terjadi pada malam hari Senin,tanggal 17 Ramadhan tahun
ke-40 dari usia Rasulullah ‫صلى هللا عليه وسلم‬. Tiga belas tahun sebelum hijrah,
bertepatan dengan bulan juli tahun 610 M. dalam catatan sejarah, peristiwa luar
biasa itu terjadi sebagai penetapan awal turunnya Al-Qur’an. Alasannya
didasarkan pada hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam
Muslim, yang bersumber kepada Sayyidah Aisyah ‫رضى هللا عنها‬sebagai berikut:
“Wahyu yang pertama kali diturunkan ialah mimpi yang benar diwaktu
tidur, seakan-akan Nabi mengnanggap bukan mimpi, melainkan muncul
bagaikan sinar di waktu pagi.Kemudian Nabi terdorong hatinya untuk
mengasingkan diri. Ia menyendiri di Gua Hira’,bersama di (beribadah) selama

13
beberapa malam dan tidak pulang ke keluarga (isteri) nya,serta untuk ia telah
persiapkan bekal secukupnya. Kemudian Nabi kembali pulang ke rumah
Khadijah ra. Mengambil perbekalan seperti biasanya, sehingga datanglah
kepadanya wahyu yang hak itu, di kala beliau sedang berada di Gua Hira’, Jibril
as. datang kepadanya, seraya berkata : Iqra’ (bacalah) …!. Nabi menceritakan
Jibril merangkul dan mendekapku sampai aku merasa payah, lalu ia
melepaskanku serayaberkata : Iqra’ (bacalah) …!. Aku menjawab : Aku tidak
bisa membaca. Kemudian Jibril as.tidak bisa membaca. Kemudian Jibril as.
merangkul dan mendekapku untuk kedua kalinya sampai aku merasa payah,
lalu ia melepaskanku seraya berkata : Iqra’ (bacalah) …!. Aku tidaka bisa
membaca.kemudian Jibril merangkul dan mendekapku untuk ketiga kalinya,
lalu ia melepaskanku seraya mengatakan : Iqra’ bismirabbikal lazdzi halaq,
khalaqal insana min ‘alaq, Iqra’ warabbukalakram. Rasulullah kembali pulang
kepada Khadijah dengan membawa ayat-ayat itu, disertai dengan hati dengan
hati yang bedebar-debar (Hadits menurut riwayat Bukhari).
Dalam riwayat Imam Muslim juga disebutkan bahwa ayat yang
pertama turun ialah Iqra’ bismirabbika sampai dengan firman-Nya ‘allamal
insana ma lam ya’lam.
Berdasarkan peristiwa besar ini, maka menurut pendapat yang
terkuat mengatakan bahwa ayat yang mula pertama turun kepada Rasulullah
‫صلى هللا عليه وسلم‬adalah lima ayat permulaan dari surat al-‘Alaq. Pendapat lain
mengatakan bahwa ayat yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad
‫صلى هللا عليه وسلم‬adalah ayat 1 sampai dengan ayat 10 dalam surat al-Mudatstir:
*‫الرجْزَ َفا ْه ُج ْر* َو ََّل ت َْمنُ ْن ت َ ْست َ ْكث ُِر‬
ُّ ‫ط ِه ْر* َو‬ َ َ‫يَا أَيُّ َها ْال ُمداثِ ُر* قُ ْم فَأ َ ْنذ ِْر* َو َرباكَ فَ َكبِ ْر* َوثِيَابَكَ ف‬
*‫ِير‬ ٍ ‫غي ُْر يَس‬ َ َ‫علَى ْالكَاف ِِرين‬ َ *‫ِير‬
ٌ ‫عس‬ َ ‫ور* فَ َٰذَلِكَ يَ ْو َمئِ ٍذ يَ ْو ٌم‬
ِ ُ‫ص ِب ْر* فَإِذَا نُق َِر فِي ال اناق‬
ْ ‫َول َِربِكَ فَا‬
Artinya:
“Hai orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan;
dan Tuhanmu, agungkanlah; dan pakaianmu, bersihkanlah; dan perbuatan
dosa, tinggalkanlah’ dan janganlah kamu memberi (dengan maksud)
memperoleh

14
(balasan) yang lebih banyak; dan untuk (memenuhi perintah)Tuhanmu,
bersabarlah apabila ditiup sangkala; maka waktu itu adalah waktu
(datangnya) hari yang sulit”. (Q.S. al-Mudatstir:1-10)

Sehubung dengan adanya dua pedapat yang kontroversial tentang


ayat Al-Qur’an yang pertama diturunkan, Abu Hasan Ali bin Ahmad al-
Wahidy an-Naisabury mengadakan analisa yang hasilnya menyebut bahwa
hadist ini tidak bertentangan dengan yang telah kami terangkan terdahulu
(hadist Sayyidah Aisyah tentang surat iqra’ yang pertama kali turun), sedang
Jabir hanya mendengar dari Nabi Muhammad ‫صلى هللا عليه وسلم‬tentang kisah
yang akhir dan belum mendengar yang terdahulunya, sehingga ia menyangka
bahwa surat al-Mudatstir sebgai ayat yang pertama diturunkan, padahal tidak
seperti yang diduganya demikian.
Akan tetapi, surat al-Mudatstir itu adalah ayat yang pertama
diturunkan setelah iqra’. Hal ini dikuatkan dengan hadist yang diriwayatkan
dari Jabir sendiri dia berkata:
“Aku mendengar Rasulullah ‫صلى هللا عليه وسلم‬bercerita tentang masa fatrah
wahyu, beliau bersabda: “Ketika aku berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara
dari langit dan segera aku melihat ke atas, tiba-tiba malaikat yang pernah
mendatangi aku di gua Hira’ Nampak sedang duduk dikursi (yang berada)
diantara langit dan bumi. Aku merasa takut dan segera aku pulang, aku
berkata: “Selimutilah aku…! Lalu mereka menyelimutiku. Kemudian Allah
menurunkan ayat (ya ayyuhal mudatstir)”.
Hadits itu menunjukan bahwa wahyu pernah mengalami masa
fathrah (fakum, masa renggang) setelah turun ayat iqra’. Kemudian setelah itu
turun ayat ya ayyuhal mudatstir. Dengan demikian, kisah tersebut lebih
kemudian dari pada kisah gua Hira’, atau al-Mudatstir itu adalah surat pertama
yang diturunkan setelah terhentinya wahyu, kemudian yang menguatkan lagi
ialah perkataan Nabi Muhammad ‫“صلى هللا عليه وسلم‬Malaikat yang pernah
mendatangi aku di gua Hira”. Perkataan ini meunjukkan bahwa kisah ini
(turunnya al-Mudatstir) adalah setelah turunnya ayat Iqra’.

15
Sedangkan mengenai ayat yang terakhir diturunkan pula, para ulama
berbeda pendapat. Sebagian ada yang mengatakan bahwa ayat yang terakhir
diturunkan ialah surat al-Baqarah ayat 281 yang berbunyi:

ْ ‫ت َوهُ ْم ََّل ي‬
َ‫ُظلَ ُم ْون‬ َ ‫ّٰللا ۗث ُ ام ت ُ َوفهى كُلُّ نَ ْف ٍس اما َك‬
ْ َ‫سب‬ ِ ‫َواتاقُ ْوا يَ ْو ًما ت ُ ْر َجعُ ْونَ فِ ْي ِه اِلَى ه‬
Artinya:
“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada
Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan
apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan)”. (Q.S.
al-Baqarah:281)

Pendapat ini merupakan pendapat yang benar dan kuat menurut hasil
seleksi para ulama yang diantara tokohnya Asy-Suyuthi. Pendapat ini dikutip
dari seprangtokoh umat, Abdullah bin Abbas yang diriwayatkan oleh Nasa’i
dari Ikrimah dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa ayat Al-Qur’an yang
terakhir diturunkan ialah ayat wattqu yauman turja’una fihi ilallahi.
Pendapat lain pula mengatakan bahwa ayat Al-Qur’an yang terakhir
diturunkan ialah firman Allah ‫سبحانه وتعالى‬dalam surat al-Maidah ayat 3:
‫اَّلس َْال َم ِد ْينً ۗا‬
ِ ْ ُ‫ضيْتُ لَكُم‬ َ ُ‫ا َ ْليَ ْو َم ا َ ْك َم ْلتُ لَكُ ْم ِد ْينَكُ ْم َواَتْ َم ْمت‬
ِ ‫علَ ْيكُ ْم نِعْ َمتِ ْي َو َر‬
Artinya:
“Pada hari ini, telah-Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku cukupkan nikmat Ku kepadamu serta telah Ku ridhai bagimu Islam
sebagai agama”. (Q.S. al-Maidah:03)
Menurut Ash-Shabuni pendapat ini merupakan pendapat yang tidak
shahih (benar), karena ayat tersebut diturunkan kepada Rasulullah ‫صلى هللا عليه‬
‫وسلم‬pada waktu beliau melaksanakan haji wada’ dikala beliau wukuf di
‘Arafah, yang setelah itu beliau masih sempat hidup selama 81 hari, dan
sebelum beliau wafat turunlah ayat dari surat al-Baqarah diatas
az-Zarqany pula mengungkapkan kenapa ayat al-Maidah itu bukan
ayat terakhir yang diturunkan…? Padahal ayat tersebut secara jelas
menyatakan pemberitahuan dari Allah ‫سبحانه وتعالى‬tentang kesempurnaan

16
agama-Nya dan diturunkan pada suatu hari yang disaksikan (banyak orang),
yaitu hari ‘Arafah pada haji Wada’ ditahun ke-10 H…? jawabannya adalah
karena dua bulan lebih setelah ayat tersebut turun dan kiranya anda tidak lupa
bahwa (wattaqu yauman turjau’na fihi illahi) adalah ayat terakhir yang
diturunkan, dan setelah ayat ini turun Rasulullah masih sempat hidup selama
tujuh hari saja.

Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani ketika mengomentari berbagai


riwayat mengenai ayat yang terakhir kali diturunkan menegaskan bahwa tidak
satupun dari pendapat-pendapat ini yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
‫صلى هللا عليه وسلم‬, masing-masing boleh jadi berkata sesuai dengan hasil
ijtihadnya atau dugaan saja. Mungkin masing-masing memberitahu mengenai
apa yang terakhir kali didengarnya dari Nabi Muhammad ‫صلى هللا عليه وسلم‬. Pada
saat itu beliau wafat atau tak seberapa lama sebelum beliau sakit, sedangkan
yang lain mungkin tidak secara langsung mendengar dari Nabi Muhammad
‫صلى هللا عليه وسلم‬, atau mungkin juga ayat itu yang dibaca terakhir kalinya oleh
Rasulullah ‫صلى هللا عليه وسلم‬bersama-sama dengan ayat-ayat yang turun waktu
itu, sehingga disuruh untuk dituliskan sesudahya, lalu dikiranya ayat itulah
yang terakhir diturunkan menurut tertib urutannya (Yasir & Jamaruddin, 2016).

17
BAB III
KESIMPULAN

1. Kandungan al-Qur’an merupakan pelengkap dan penyempurna ajaran-


ajaran dalam kitab sebelumnya seperti kitab Taurat yang diturunkan
kepada Nabi Daud As, kitab Zabur kepada Nabi Musa As, dan Injil kepada
Nabi Isa As.Maksudnya, sebelum Alquran disampaikan kapada Rasulullah
saw sebagai utusan Allah terhadap manusia, Alquran terlebih dahulu
disampaikan kepada Lauh al-Mahfuzh, yakni suatu tempat lembaran yang
terpelihara dimana Alquran pertama kali ditulis pada lembaran
tersebut.Menurut Ibn Katsir Alquran berada di lauh mahfudz artinya
berada di suatu tempat yang tinggi, yang dipelihara dari segala bentuk
penambahan, pengurangan, pemalsuan, dan perubahan.
2. Al-Qur’an merupakan Mukjizat terbesar yang pernah ada dan sampai
sekarang kita masih bisa menyaksikan mukjizat tersebut, Al-Qur’an pula
merupakan sumber segala hukum; mulai dari hukum jual beli,beribadah,
bersosial (hubungan antar manusia), cara berumah tangga dan bertetangga
yang baik dll, yang dimana didalamnya terdapat banyak sekali penjelasan,
dan semuanya dikaji secara rinci, kecuali pembahasan mengenai ruh, yang
mana perihal tersebut hanya Allah yang mengetahuinya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Kurniasih, M. D., Lestari, D. A., & Fauzi, A. (2020). Hikmah Penurunan Al-Qur'an Secara
Berangsur. MIMBAR Agama Budaya.

Yasir, M., & Jamaruddin, A. (2016). Studi Al-Qur'an. Pekanbaru-Riau: Asa Riau (CV. Asa
Riau).

19

Anda mungkin juga menyukai