Anda di halaman 1dari 67

MATERI SIDANG KOMPREHENSIF

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Hukum (SH)
Pada Jurusan Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
MATA KULIAH ULUMUL QUR’AN

A. Pengertian Ulumul Qur’an


Ulumul Qur’an berasal dari kata ulum (ilmu-ilmu) dan al-Qur’an (kitab
suci umat Islam). Jadi, Ulumul Qur’an adalah segala pengetahuan/ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan al-Qur’an. Tetapi yang termasuk dalam kategori Ulumul
Qur’an hanya ilmu-ilmu syar’iyyah (agama) dan Arabiyah (bahasa Arab) saja.

B. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an


Terdapat 17 cabang Ulumul Qur’an yang terpenting, yaitu :
1. Ilmu Mawatin al-Nuzul (ilmu tentang tempat-tempat turunnya ayat).
2. Ilmu Tawarikh al-Nuzul (ilmu tentang masa dan tertib turunya ayat).
3. Ilmu Asbab al-Nuzul (ilmu tentang sebab/latar belakang turunnya ayat).
4. Ilmu Qira’ah (ilmu tentang macam-macam bacaan al-Qur’an).
5. Ilmu Tajwid (ilmu tentang membaca al-Qur’an).
6. Ilmu Garib al-Qur’an (ilmu tentang makna lafal yang ganjil/tidak lazim).
7. Ilmu I’rab al-Qur’an (ilmu tentang lafal dan harakat dalam ayat).
8. Ilmu Wujud wa al-Naza’ir (ilmu tentang lafal al-Qur’an yang ambigu).
9. Ilmu Ma’rifah al Muhkam wa al-Mutasyabih (ilmu tentang ayat muhkam dan
mutasyabih).
10. Ilmu Nasikh wa Mansukh (ilmu tentang nasikh mansukhnya al-Qur’an).
11. Ilmu Badai al-Qur’an (ilmu tentang keindahan, kesusastraan, dan ketinggian
balaghah ayat-ayat al-Qur’an).
12. Ilmu I’jaz al-Qur’an (ilmu tentang kemu’jizatan al-Qur’an).
13. Ilmu tanasub ayat al-Qur’an (ilmu tentang kesesuaian antar ayat al-Quran).
14. Ilmu Amsal al-Qur’an (ilmu tentang perumpamaan dalam al-Qur’an).
15. Ilmu Aqsam al-Qur’an (ilmu tentang arti dan tujuan sumpah Allah dalam al-
Qur’an).
16. Ilmu Jidal al-Quran (ilmu tentang bentuk perdebatan dalam al-Qur’an).
17. Ilmu Adab Tilawah al-Qur’an (ilmu tentang aturan membaca al-Qur’an).
C. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an
Cabang-cabang Ulumul Qur’an mulai tumbuh secara terpisah pada abad
ke-3 H, mulai dari munculnya ilmu tafsir, asbab al-nuzul, nasikh wal mansukh,
manazila bi makkata mawa nuzila bil madinati. Kemudian muncul ilmu
ghorobil Qur’an pada abad ke-4 H, amtsalil Qur’an pada abad ke-5 H, serta
ilmu badi’ul Qur’an, Jadalil Qur’an dan Aqsamil Qur’an pada abad ke-6 H.
Dalam perkembangannya, Ulumul Qur’an dirintis dari masa ke masa, yaitu :
1. Dari kalangan Sahabat Nabi SAW : Para Khulafaur Rasidin, Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Abu Musa
al-Asy’ari, dan Abdullah bin Zubair.
2. Dari kalangan Tabi’in : Mujahid, Atha’ bin Yassar, Ikrimah, Qatadah,
Hasan al-Basri, Said bin Jubair, dan Zaid bin Aslam di Madinah.
3. Dari Tabi’i al Tabi’in : Malik bin Anas yang memperoleh ilmunya dari
Zaid bin Aslam.
Secara utuh Ulumul Qur’an mulai muncul pada abad ke-5 H, ditandai
dengan mulai dihimpunnya bagian-bagian ulumul Qur’an, yang pertama kali
dilakukan oleh Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (w.430 H) dalam karyanya al-
Burhan fi Ulumil Qur’an. Dari abad ke-6 – 14 H tidak lahir lagi ilmu-ilmu baru
dalam ulumul Qur’an, tetapi ilmu-ilmu yang sudah ada menjadi lebih
berkembang dan meluas.

D. Urgensi/Pentingnya Ulumul Qur’an


Pentingnya Ulumul Qur’an mencakup beberapa hal, yaitu :
1. Dengan Ulumul Qur’an, Seseorang akan mencapai pemahaman yang baik
mengenai al-Qur’an.
2. Ulumul Qur’an menjadi senjata yang ampuh dalam membela kesucian al-
Qur’an.
3. Ulumul Qur’an mempermudah penafsiran suatu ayat dalam al-Qur’an.
4. Dengan Ulumul Qur’an, dapat diketahui semua yang berkaitan dengan al-
Qur’an, sehingga dapat terhindar dari taklid membabi buta.
Komentar : Menurut saya, Ulumul Qur’an bukan hanya sebatas ilmu-ilmu
tentang al-Qur’an yang dapat memberikan pemahaman yang baik mengenai al-
Qur’an, tetapi juga dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam
mengenai ajaran agama Islam. Sehingga dapat menambah kemantapan hati
dan keteguhan Iman dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam.

NUZULUL QUR’AN

A. Pengertian Wahyu
Secara etimologi, wahyu berarti isyarat yang cepat, ilham, risalah, dan
pesan. Dalam istilah lain, wahyu berarti pemberitahuan Allah SWT kepada
seorang hamba pilihan-Nya melalui cara yang samar.
B. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang ditulis dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawatir,
membacanya dinilai ibadah, dan bernilai i’jaz walaupun satu surat di dalamnya.
Alqur’an mempunyai banyak nama, diantaranya yaitu: Kitab, al-Furqon,
Tanzil, Zikir, dll.
C. Proses  Nuzulul Qur’an
Nuzulul Qur’an adalah peristiwa turunnya al-Qur’an kepada Nabi
Muhammad SAW. Proses turunnya al-Quran tersebut meliputi: (1) Melalui
mimpi, (2) Melalui Malaikat Jibril, baik dalam wujud aslinya maupun dalam
wujud manusia, (3) Berupa suara, seperti bunyi lonceng, (4) Dari balik tabir,
seperti terjadi pada malam mi’raj.
D. Tahap-tahap Turunnya Al-Qur’an
Ada dua tahapan turunnya al-Qur’an, yakni:
1. Dari Lauh Mahfudh ke langit bumi, al-Qur’an diturunkan pada malam
bulan Ramadhan, tepatnya pada malam Lailatul Qadar.
2. Dari langit bumi ke Rasulullah SAW, al-Qur’an turun berangsur-angsur
dalam kurun waktu 23 tahun (13 tahun di Mekah dan 10 tahun di
Madinah).
E. Periodisasi Turunnya Al-Qur’an
1. Periode Pertama (selama 4-5 tahun)
Dimulai dari turunnya wahyu pertama (surat Al-Alaq), dan ditandai
dengan kandungan wahyu Ilahi yang mencakup tiga hal: (1)Pendidikan
bagi Rasulullah SAW, (2)pengetahuan dasar mengenai sifat dan af’al
Allah, (3)Keterangan tentang dasar-dasar akhlak islamiah dan bantahan-
bantahan umum mengenai masyarakat jahiliah waktu itu.
2. Periode Kedua (selama 8-9 tahun)
Terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dan jahiliah, hingga
akhirnya ayat-ayat al-Qur’an mampu memblokade paham jahiliah dari
segala segi.
3. Periode Ketiga (selama 10 tahun)
Ditandai adanya dakwah al-Qur’an yang telah dapat mewujudkan
keleluasaan penganut-penganutnya dalam melaksanakan ajaran-ajaran
Islam di Yatsrib.

Komentar : Nuzulul Qur’an atau turunnya al-Qur’an memberikan hikmah


yang luar biasa bagi perkembangan agama Islam, diantaranya dengan
turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur memudahkan bagi Nabi SAW
maupun para sahabat dalam menerima atau menghafal al-Qur’an, serta urutan
turunnya ayat runtut, mulai dari ajaran yang bersifat dasar sampai ajaran yang
bersifat kompleks dalam agama Islam, sehingga ajaranya bisa diserap dengan
baik.

MAKIYAH DAN MADANIYAH

A. Pengertian Makiyah dan Madaniyah


Makiyah adalah surat-surat al-Qur’an yang diturunkan di
Mekkah, Sedangkan Madaniyah adalah surat-surat al-Qur’an yang diturunkan
di Madinah.
B. Ciri-ciri Makiyah dan Madaniyah
1. Ciri-ciri Makiyah
a. Ayat serta suratnya pendek dan berirama.
b. ditandai dengan khitbah terhadap penduduk Mekkah, seperti “ ‫ا‬88‫ا َأيُّ َه‬88َ‫ي‬
ُ َّ‫”الن‬, dan sebagainya.
‫“يَا بَنِي آ َد َم‬,”‫اس‬

Terdapat ayat sajdah dan lafadz “kalla” yang disebutkan 33 kali dalam 15
surat akhir setengah al-Qur’an.

2. Ciri-ciri Madaniyah
a. Ayat serta suratnya panjang dan kurang berirama.
b. Terkandung ajakan untuk berjihad mencari syahid di jalan Allah.
c. Menerangkan tentang hukum-hukum Islam dan hukum-hukum kriminal.
d. Menjelaskan tentang keburukan kaum munafik
e. Berisi jaminan pertolongan Allah kepada orang-orang mukmin dari
serangan musuh.

C. Teori-teori penentuan Makiyah dan Madaniyah


1. Teori Mulahazhatu Makani al-Nuzuli (teori geografis/tempat turunnya
wahyu).
2. Teori Mulahazhah al-Mukhathabina fi al-Nuzuli (teori subjektif/subjek
yang dikhitab).
3. Teori mulahazhatu Zamani al-Nuzuli (teori historis/waktu turunnya ayat).
4. Teori Mulahazhatu Ma Tadhammanat as-Surratu (teori berdasarkan cerita).

D. Manfa’at Mempelajari Makiyah dan Madaniyah


1. Mengetahui perbedaan dan tahap-tahap dakwah Islamiah.
2. Mengetahui berbagai bentuk bahasa dalam al-Qur’an.
3. Mengetahui sejarah pensyariatan hukum-hukum Islam.
4. Mengetahui urutan turunnnya ayat.
5. Membantu menafsirkan al-Qur’an.
E. Penentuan surat Makiyah dan Madaniyah
1. Berdasarkan laporan para sahabat Nabi SAW yang menyaksikan langsung
bagaimana dan dimana wahyu turun.
2. Melalui ijtihad para ulama berdasarkan ciri-ciri surat atau ayat.
Komentar : Adanya surat Makiyah dan Madaniyah dapat memberikan
pengetahuan tentang sejarah atau kronologi perkembangan Islam mulai dari
dakwah Nabi SAW di Mekkah sampai dakwah Nabi SAW di Madinah.

KODIFIKASI (PEMBUKUAN) AL-QUR’AN

A. Kodifikasi Al-Qur’an pada Masa Rasulullah SAW


Pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an pada masa Nabi SAW terbagi menjadi dua
kategori, yakni (1)Pengumpulan dalam dada, dengan cara menghafal,
menghayati, dan mengamalkan. (2)Pengumpulan dalam dokumen, dengan cara
menulisnya pada kitab, atau diwujudkan dalam bentuk ukiran.
o Proses pemeliharaan al-Qur’an:
1. Al-Qur’an di lauh mahfuz (di sisi Allah), al-Qur’an terjaga dengan
sempurna.
2. Al-Qur’an dalam proses diturunkan ke bumi dijaga malaikat dari setan.
3. Al-Qur’an di sisi Rasulullah SAW, beliau melaksanakan amanah risalah
dengan sempurna, menyambut baik turunnya wahyu al-Qur’an, lalu
dijaga dan dihafalkan secara cermat dan menyampaikannya pada para
sahabat dengan baik.
a. Penulis (Kuttab) resmi al-Qur’an:
Zayd bin Tsabit, Abdullah bin Said, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Ubay  bin Ka’b, Mu’awiyah bin Abi Sufyan
b. Penulis al-Qur’an yang tidak resmi:
Abu Bakar As-Sidiq, Umar bin Khatab, Zubair bin Awwam, Kholid bin
Said, Tsabit bin Qays, Mughirah bin Syu’bah, Mu’az bin Jabal, dan lain
sebagainya.
c. Alat/benda yang digunakan untuk menulis al-Qur’an: potongan kulit,
pelepah kurma, bebatuan, tulang, dan lain-lain.
d. Al-Qur’an tidak dikodifikasiakn dalam satu mushaf, karena:
1. Ayat-ayatnya masih berlangsung turun secara acak antara ayat satu
dengan ayat yang lain dari surat yang berbeda.
2. Tertib ayat tidak seperti tertib turunnya.
3. Wahyu turun dalam waktu yang singkat. (tidak lebih dari 23 tahun).
4. Tidak ada motivasi yang mendesak untuk menyatukan al-Qur’an dalam
satu mushaf.

B. Kodifikasi Al-Qur’an Pasca Nabi SAW


1. Masa Khalifah Abu Bakar dan Umar
Terjadinya perang Yamamah yang menewaskan lebih dari 70
orang huffaz membuat Umar meminta Abu Bakar sebagai khalifah untuk
mengadakan pengumpulan al-Qur’an dalam satu mushaf. Sehingga,
walaupun awalnya masih ragu, akhirnya Abu Bakar segera mengutus Zaid
bin Tsabit untuk melaksanakan hal itu. Kurang lebih selama 15 bulan,
akhirnya al-Qur’an terkumpul dalam shuhuf-shuhuf. Setelah Abu Bakar
wafat shuhuf-shuhuf tersebut dipegang oleh Umar dan setelah Umar wafat,
shuhuf-shuhuf itu disimpan oleh Hafshah anak Umar yang juga merupakan
Istri Rasulullah SAW yang pandai menulis dan pandai membaca.
2. Masa Khalifah Usman
Terjadi pertikaian mengenai berbagai bentuk mushaf yang beredar,
sehingga Usman memperbanyak salinan mushaf dari Abu Bakar dan
menginstruksikan untuk menyebarluaskan Mushaf tersebut ke berbagai
wilayah, serta memusnahkan semua mushaf lain yang beredar.
Komentar : Menurut saya, ajaran agama Islam yang sekarang telah
menyebar dan berkembang diseluruh penjuru dunia, semuanya tidak lepas
dari adanya kodifikasi al-Qur’an. Karena dengan adanya kodifikasi al-
Qur’an, Isi ajaran agama Islam yang termuat di dalam al-Qur’an, semuanya
bisa tersampaikan tidak hanya kepada bangsa Arab saja, tetapi meluas ke
seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia.
ASBABUN NUZUL

A. Pengertian Asbabun Nuzul


Secara bahasa, Asbabun Nuzul berasal dari kata Asbab (sebab-sebab) dan
An-Nuzul (turun), jadi, Asbabun Nuzul berarti sebab-sebab yang
melatarbelakangi turunya al-Qur’an. Dalam arti lain, Asbabun Nuzul berarti
ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum, diturunkan kepada Rasulullah SAW
untuk menjadi keterangan bagi suatu perkara yang telah terjadi.
B. Macam-macam Asbabun Nuzul
1. Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum.
2. Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus.
3. Sebagai jawaban atas petanyaan kepada Nabi SAW.
4. Sebagai jawaban dari pertanyaan Nabi.
5. Sebagai tanggapan atas pertanyaan yang bersifat umum.
6. Sebagai tanggapan terhadap orang-orang tertentu.
C. Manfaat dan Urgensi Asbabun Nuzul
1. Mengetahui rahasia dan tujuan Allah SWT mensyari’atkan agamanya
melalui ayat-ayat al-Qur’an.
2. Memudahkan pemahaman al-Qur’an secara benar.
3. Memperkuat hafalan al-Qur’an.
4. Membantu dalam memahami dan mengatasi ketidakpastian dalam
menangkap pesan ayat-ayat al-Qur’an.
5. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
6. Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan al-Qur’an turun.
7. Memantapkan wahyu-wahyu ke dalam hati yang mendengarkan.
8. Mentakhsiskan hukum, meskipun dengan shigot yang khusus.
Komentar : Menurut saya, Asbabun Nuzul sangat berperan dalam
menambah pemahaman mengenai isi kandungan al-Qur’an. Karena dengan
Asbabun Nuzul, kita menjadi paham bagaimana latar belakang turunnya al-
Qur’an, serta dengan Asbabun Nuzul juga dapat memperkuat
maksud/tujuan  dan keterangan ayat yang diturunkan.
NASIKH MANSUKH

A. Pengertian Ilmu Nasikh Mansukh


Nasikh berasal dari kata Nasakho, Tansakhu, dan Nasukhon yang berarti
hilangkan dan hapuskan. Dalam arti lain, ilmu Nasikh Mansukh adalah ilmu
yang membahas tentang penghapusan atau penghilangan dan pengangkatan
hukum syara’ yang sesuai dengan perintah atau khitbah Allah yang datang
kemudian.

B. Macam-macam Nasikh Mansukh


1. Nasikh al-Qur’an dengan al-Qur’an
2. Nasikh al-Qur’an dengan sunah Rasulullah SAW
o Al-Qur’an dinasakhkan dengan hadits ahad.
o Al-Qur’an dinasakhkan dengan sunah mutawatir.
3. Nasikh sunah Rasulullah SAW dengan al-Qur’an
4. Nasikh sunah Rasulullah SAW dengan Nasikh sunah Rasulullah SAW
o Mutawatir dinasakhkan dengan mutawatir.
o Ahad dinasakhkan dengan ahad.
o Ahad dinasakhkan dengan mutawatir.
o Mutawatir dinasakhkan dengan ahad.

C. Macam-macam Nasikh dalam Al-Qur’an


1. Nasikh tilawah (bacaan) dan hukumnya (misal: ayat tentang hokum
sepersusuan).
2. Dinasikhkan hukumnya, tapi tilawahnya tetap (misal: ayat tentang hukum
iddah).
Memperbolehkan nasikh, baik menurut akal maupun Syara’.
D. Manfa’at Nasikh Mansukh
1. Untuk menguji mukallaf dalam mematuhi agama Allah.
2. Memelihara kemaslahatan umat.
3. Memudahkan hukum dan mengganti dengan yang lebih baik bagi umat.
4. Mengembangkan tasyri’ kepada tingkat yang lebih sempurna sesuai
perkembangan dakwah dan umat.
Komentar : Nasikh Mansukh memberikan dampak tersendiri bagi seorang
muslim. Seseorang yang Imannya lemah, bisa saja menganggap bahwa
Allah tidak konsisten. Sebaliknya, orang yang kuat Imannya akan dapat
mengambil hikmah dari adanya Nasikh Mansukh ini, sehingga dapat
memperkuat taraf keimananya.

MUNASABAH

A. Pengertian Munasabah
Munasabah secara bahasa berarti jiwa. Secara terminologis berarti segi-
segi hubungan antar kalimat dalam ayat, antara ayat satu dengan ayat lain, serta
antara satu surat dengan surat yang lain. Jadi ilmu munasabah adalah ilmu
untuk mengetahui hubungan antar ayat dan antar surat, serta untuk mengetahui
urutan bacaan ayat.

B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Munasabah


Munasabah dicetuskan pertama kali oleh Abu Bakar Al-naisaburi (w.324
H) di Baghdad. Dalam perkembangannya munasabah meningkat menjadi salah
satu cabang dari ulumul qur’an. Kemudian muncul tokoh-tokoh seperti Ahmad
ibn Ibrahim dan Burhan Abidin yang membahas munasabah secara spesifik.
Ulama berikutnya menyusun pembahasan munasabah secara khusus seperti
kitab al-Burhan fi Munasah tartib al-Qur’an karya Ahmad ibn Ibrahim al-
Andalusi (w. 807 H), dan yang lainnya.
C. Bentuk-bentuk Munasabah
1. Hubungan antar ayat
Ex. Digabungkannya dua hal yang sama (seperti ayat 4 dan ayat 5 surat al-
Anfal).
2. Hubungan antar surat
Ex. Hubungan antara satu surat dengan surat sebelumnya (seperti
hubungan antara surat al-Fatihah, al-Baqarah, an-Nisa, dan al-Ma’idah)

D. Kedudukan Munasabah dalam Menafsirkan Al-Qur’an


Munasabah ayat sangat membantu dalam menerangkan makna yang
terkandung dalam ayat, bahkan fungsinya mirip dengan Asbabun Nuzul. Akan
tetapi munasabah berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh melalui
ijtihad, sedangkan Asbabun Nuzul terkait dengan pengetahuan yang diperoleh
dari riwayah.

E. Manfaat Mempelajari Munasabah


1. Mengetahui hubungan antar bagian-bagian al-Qur’an.
2. Mengetahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa al-Qur’an yang
menunjukkan bahwa al-Qur’an benar-benar wahyu dari Allah.
3. Membantu menafsirkan al-Qur’an.
Komentar : Menurut saya, Munasabah merupakan bagian dari ulumul
Qur’an yang ikut berperan dalam memberikan pemahaman terhadap isi al-
Qur’an. Munasabah juga dapat menunjukkan keagungan Allah dalam
mengatur susunan al-Qur’an, sekaligus juga dapat menepis anggapan
bahwa al-Qur’an adalah ciptaan Nabi Muhammad SAW. Karena kualitas
dan tingkat kebahasaan al-Qur’an tidak mungkin bisa disamai ataupun
diungguli oleh siapapun.
MUHKAM DAN MUTASYABIH

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Muhkam ialah ayat-ayat yang mempunyai makna jelas, baik lafadz maupun
maksudnya, sehingga tidak menimbulkan keraguan, kekeliruan dan penafsiran
lain. Ayat yang termasuk muhkam yakni naskh dan zhahir. Sedangkan
Mutasyabih ialah ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Ayat yang termasuk
mutasyabih yakni mujmal, mu’awwal, musykil dan mubham (ambigu).

B. Sebab-sebab Adanya Ayat Mutasyabih


1. Kesamaran lafal
o Kesamaran karena mufrad
o Kesamaran karena murakkab
2. Kesamaran makna ayat
3. Kesamaran lafal dan makna ayat

C. Macam-macam Ayat Mutasyabih


1. Ayat mutasyabih yang hanya diketahui Allah (seperti ayat tentang surga,
neraka, kiamat, dan lain sebagainya).
2. Ayat mutasyabih yang bisa diketahui orang dengan pembahasan dan
pengkajian yang mendalam.
3. Ayat mutasyabih yang hanya diketahui oleh pakar ilmu dan sains.

D. Pendapat Para Ulama Mengenai Ayat Mutasyabih


1. Pendapat Jumhur ulama Ahlus Sunnah dan sebagian ahli Ra’yi
mengatakan bahwa ayat mutasyabih cukup diimani saja, tidak perlu
pena’wilan arti dan makna ayat mutasyabih, kecuali ayat mutasyabih yang
menerangkan keagungan Allah.
2. Ibnu Daqiqi al-‘Id mengatakan bahwa dalam pena’wilan ayat mutasyabih
sepadan dengan bahasa arab dan jika tidak, maka ditangguhkan ta’winnya
tersebut. Dan ayat mutasyabih tersebut cukup diimani tanpa perlu
pengamalan.

E. Hikmah dibalik Ayat Muhkam dan Mutasyabih


1. Sebagai ujian keimanan bagi manusia.
2. Untuk memperkuat kedudukan al-Qur’an sebagai penjelas dan petunjuk
bagi manusia.
3. Sebagai motivasi bagi umat Islam untuk menggali maksud isi yang
terkandung dalam al-Qur’an.
Komentar : Seperti halnya Nasikh Mansukh dan Fawatihus Suwar,
Muhkam dan Mutasyabih juga menjadi ujian keimanan tersendiri bagi umat
Islam. Karena hanya orang-orang yang mendalam ilmunya saja yang bisa
memahami makna dari ayat-ayat Mutasyabih, hal ini sekaligus menjadi
motivasi bagi umat Islam dalam mengkaji berbagi macam Ilmu
pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan Ilmu-ilmu al-Qur’an.

I’JAZUL QUR’AN

A. Pengertian I’jazul Qur’an


Secara etimologis, I’jaz berarti melemahkan/membuktikan
ketidakmampuan pihak lain. Sedangkan secara terminologis I’jaz berarti
pembuktian kebenaran Nabi SAW atas pengakuan kerasulannya dengan cara
menunjukkan kelemahan orang-orang Arab yang menentang. Jadi, I’jazul
Qur’an adalah kemampuan yang dimiliki al-Qur’an untuk membuktikan
kenabian Nabi Muhammad SAW dan melemahkan para penentangnya dalam
membuat hal serupa.

B. Nama Lain Mu’jizat


Irhas : dimiliki oleh calon Nabi,
Karomah : dimiliki oleh para Wali/orang suci,
Ma’unah : dimiliki manusia pada umumnya,
Istidros : dimiliki oleh orang fasik/kafir,
Sihir : dimiliki oleh seseorang dengan bantuan setan.

C. Unsur-unsur Dalam Mu’jizat


1. Berupa peristiwa luar biasa.
2. Terjadi pada orang yang mengaku Nabi.
3. Mengandung tantangan terhadap siapapun yang meragukan.

D. Tantangan Al-Qur’an Ditujukan Kepada:


1. Seluruh umat manusia.
2. Siapapun yang mengetahui al-Qur’an.
3. Kaum mukminin, untuk meneguhkan keimanan mereka.
4. Kepada orang-orang kafir yang tidak meyakininya.

E. Macam-macam Mu’jizat
1. Hissiyah
o Hanya dirasakan, dicerna, dan dilihat pada saat kemunculannya.
o Hanya untuk orang-orang yang menyaksikannya.
o Terjadi pada selain al-Qur’an.
2. Aqliyyah
o Hanya bisa diketahui dengan akal dan pemikiran mendalam.
o Berlaku sepanjang masa.
o Bisa dirasakan/diketahui oleh siapapun yang memiliki cahaya
pengetahuan khusus dan mata hati yang bersih.
o Hanya terjadi pada al-Qur’an.

F. Kadar Kemu’jizatan Al-Qur’an


1. Mu’jizat al-Qur’an dalam susunan tabir (penuturan kalimat) nya dan dalam
rangkaian seninya berdasarkan keistiqomahan terhadap kekhususan di
dalam satu tingkatan.
2. Mu’jizat al-Qur’an dalam bangunannya dan dalam keteraturan yang saling
melengkapi antar bagian-bagiannya.
3. Mu’jizat al-Qur’an dalam hal kemudahan untuk masuk ke dalam hati dan
sanubari manusia.

G. Fungsi Mu’jizat Al-Qur’an


Sebagai bukti kerasulan Nabi Muhammad SAW, Sebagai bukti
kebenarannya sebagi firman Allah, Untuk meneguhkan keimanan kaum
beriman, Melemahkan kaum Kuffar.
Komentar : Menurut saya, I’jazul Qur’an bisa dijadikan senjata yang ampuh
dalam menjawab anggapan-anggapan para orientalis yang mengatakan
bahwa al-Qur’an bukanlah wahyu dari Allah, melainkan ciptaan Nabi
Muhammad SAW. dengan I’jazul Qur’an kita bisa membuktikan bahwa
anggapan mereka mengenai al-Qur’an adalah salah. Kita bisa menunjukkan
kebesaran Allah melalui keajaiban-keajaiban yang terkandung dalam al-
Qur’an.
MATA KULIAH ULUMUL HADIS

A. Pengertian Hadis, Sunnah, Khabar, dan Atsar


a. Pengertian hadis
Secara bahasa hadis berarti al-jadid (yang baru), al-Khabar (berita),
al-qarib (dekat). Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala sesuatu
yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir,
sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi.
b. Pengertian sunnah
Secara bahasa sunnah berarti jalan yang dilalui, baik yang terpuji
atau tercela. Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala yang
dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
pengajaran sifat, keakuan, perjalanan hidup, baik sebelum Nabi jadi rasul
atau sesudahnya.
c. Pengertian Khabar
Secara bahasa berarti berita yang disampaikan dari seseorang
kepada orang lain. Sedangkan menurut istilahyaitu segala sesuatu yang
disandarkan atau berasal dari Nabi SAW atau dari yang selain Nabi SAW.
d. Pengertian atsar
Dari segi bahasa, atsar berarti bekas sesuatu atau sisa sesuatu.
Menurut banyak ulama, atsar mempunyai pengertian yang sama dengan
khabar dan hadis, namun menurut sebagian ulama lainnya atsar
cakupannya lebih umum dibandingkan dengan khabar.

B. Bentuk-bentuk Hadis
a. Hadis qauli
yaitu segala bentuk perkataan yang disandarkan kepada nabi.
b. Hadis fi’li
Yaitu segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
c. Hadis taqriri
Yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang
atau dilakukan oleh para sahabatnya.
d. Hadis hammi
Yaitu hadis yang berupa keinginan Nabi SAW yang belum terealisasi,
seperti halnya hasrat berpuasa 9 ‘Asyura.
e. Hadis ahwali
Yaitu hadis yang berupa hal ikhwal Nabi SAW, seperti keadaan fisik Nabi
SAW dan sebagainya.

C. Hadis Qudsi
Secara bahasa hadis qudsi berarti hadis yang suci. Sedangkan secara istilah
diartikan sebagai segala sesuatu yang diberitakan Allah SWT kepada Nabi-Nya
dengan ilham atau mimpi, kemudian Nabi SAW menyampaikan berita itu
dengan ungkapan-ungkapan sendiri.
Hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama bersumber dari Allah SWT.
Namun perbedaannya hanya dari segi penisbatan, yaitu hadis nabawi
dinisbatkan kepada Rasul, adapun hadis qudsi dinisbatkan kepada Allah.
Antara Al-quran dan Hadis Qudsi terdapat beberapa perbedaan,
diantaranya:
a. Al-quran berfungsi sebagai mu’jizat dan digunakan untuk menantang.
Sedangkan hadis qudsi tidak digunakan untuk menantang dan tidak pula
untik mu’jizat.
b. Seluruh isi Al-quran kepastiannya sudah mutlak. Sedangkan hadis qudsi
kebanyakan khabar ahad sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan.
c. Lafazh atau redaksi Al-Qur’an berasal dari Allah ta’ala, berbeda dengan
hadits Qudsi yang redaksinya berasal dari pihak Nabi SAW
d. Mushhaf Al-Qur’an hanya boleh disentuh oleh orang yang tidak berhadats,
berbeda dengan kitab kumpulan hadits Qudsi yang boleh disentuh
sewaktu-waktu sekalipun dalam keadaan berhadats.
e. Turunnya wahyu AL-Qur’an selalu disertai dengan keberadaan Jibril as
yang menjadi mediator Nabi SAW dengan Allah SWT, berbeda dengan
hadits Qudsi.
f. Ibadah shalat tidak sah tanpa diiringi dengan bacaan Al-Qur’an, berbeda
dengan hadits Qudsi.

1. UNSUR-UNSUR HADIS
A. Sanad, Matan, Rawi, Mukharrij
a. Sanad, Isnad, musnad, musnid
o Sanad yaitu orang-orang yang meriwayatkan hadis atau silsilah orang-
orang yang menghubunkan kepada matan hadis.
o Isnad yaitu orang yang menyampaikan atau menerangkan ( dari atas ke
bawah )
o Musnad yaitu orang yang menjelaskan semua periwayatan dan menulis
dalam kitab.
o Musnid yaitu orang yang menyampaikan info ( dari bawah ke atas ).
b. Matan
Matan yaitu perkataan yang disebut pada akhir sanad (isi dari hadis).
c. Rawi
Rawi yaitu orang yang meriwayatkan hadis atau memberikan hadis.
d. Mukharrij
Mukharrij yaitu orang yang terakhir dan sampai menuliskan dalam satu
kitab.

B. Gelar Keahlian Imam Hadis


o Amirul mu’minin
o Al-hakim
o Al-hujjah
o Al-muhaddisin
o Al-musnid
2. KEDUDUKAN HADIS DALAM ISLAM
A. Dalil / Dasar Kewajiban Mengikuti Sunnah
o Dalil Al-quran, firman Allah:
Artinya"Apa yang diberikan Rosul kepada kalian, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagi kalian, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah
kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh amat keras hukumannya". (QS. Al
Hasyr [59]: 7)
o Dalil Hadis Nabi SAW :
Artinya”aku tinggalkan dua pusaka kepada kalian. Jika kalianberpegang
kepada keduanya, niscaya tidak akan tersesat, yaitu Al-quran dan Sunnah
Rasul-Nya”. (H.R. Al-Hakim dari abu Hurairah)
o Ijma’

3. HADIS PRA-KODIFIKASI
a. Hadis Pada periode Rasul
Periode ini disebut juga dengan masa turunnya wahyu dan
pembentukan masyarakat Islam. Pada masa Rasulullah, kepandaian baca
tulis dikalangan sahabat sudah bermunculan,hanya saja terbatas sekali.
Karena itu nabi menerangkan untuk menghafal, memahami, memelihara,
dan memantapkan hadis dala amalan sehari-hari, serta mentabliqkannya
kepada orang lain.
Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa ini, bukan berarti
tidak ada sahabat yang menulis hadis. Dalam sejarah terdapat nama-nama
sahabat yang menulis hadis, misalnya Abdullah Ibn Amr Ibn ‘Ash, Alin
bin Abi Thalib, Anas bin Malik.
b. Hadis pada periode sahabat
Sebetulnya, kodifikasi (penulisan dan pengumpulan) hadis telah
dilakukan sejak jaman para sahabat. Namun, hanya beberapa orang saja
diantara mereka yang menuliskan dan menyampaikan hadis dari apa yang
mereka tulis. Disebutkan dalam shahih al-Bukhari, di Kitab al-Ilmu, bahwa
Abdullah bin ‘Amr biasa menulis hadis. Abu Hurairah berkata, “Tidak ada
seorang pun dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
lebih banyak hadisnya dari aku kecuali Abdullah bin ‘Amr, karena ia biasa
menulis sementara aku tidak.”
Namun, kebanyakan mereka hanya cukup mengandalkan kekuatan
hapalan yang mereka miliki. Hal itu diantara sebabnya adalah karena di
awal-awal Islam Rasulullah sempat melarang penulisan hadis karena
khawatir tercampur dengan Al-Qur`an. Dari Abu Sa’id al-Khudri, Bahwa
Rasulullah bersabda, “Janganlah menulis dariku! Barangsiapa menulis
dariku selain Al-Quran, maka hapuslah. Sampaikanlah dariku dan tidak
perlu segan..” (HR Muslim)
c. Hadis Periode Tabi’in
Tradisi periwayatan hadis ini juga kemudian diikuti oleh tokoh-
tokoh tabi`in sesudahnya. Hingga datang masa kepemimpinan khalifah
kelima, Umar Ibn Abdul’aziz. Dengan perintah beliau, kodifikasi hadits
secara resmi dilakukan.

4. HADIS MASA KODIFIKASI


Proses kodifikasi hadits atau tadwiin al-Hadits yang dimaksudkan adalah
proses pembukuan hadits secara resmi yang dilakukan atas instruksi Khalifah,
dalam hal ini adalah Khalifah Umar bin Abd al-Aziz (memerintah tahun 99-
101 H). Beliau merasakan adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk
memelihara perbendaharaan sunnah. Untuk itulah beliau mengeluarkan surat
perintah ke seluruh wilayah kekuasaannya agar setiap orang yang hafal Hadits
menuliskan dan membukukannya supaya tidak ada Hadits yang akan hilang
pada masa sesudahnya.
Proses kodifikasi al-Hadits adalah proses pembukuan al-Hadits secara
resmi yang dikoordinasi oleh pemerintah dalam hal ini adalah Khalifah, bukan
semata-mata kegiatan penulisan al-Hadits, karena kegiatan penulisan al-Hadits
secara berkesinambungan telah dimulai sejak Rasulullah saw masih. Berangkat
dari realitas ini adanya tuduhan bahwa al-Hadits sebagai sumber yurisprudensi
diragukan otentisitasnya atau tidak otentik karena baru ditulis jauh sesudah
Rasul wafat merupakan tuduhan yang tidak beralasan karena tidak sesuai
dengan fakta yang sebenarnya.
Tentang adanya larangan penulisan Hadits hal ini patut dimaknai larangan
secara khusus yaitu menuliskan al-Hadits bersama al-Qur’an dalam satu tempat
sehingga dikhawatirkan menimbulkan kerancuan, atau menyibukkan diri dalam
penulisan al-Hadits sehingga mengesampingkan al-Qur’an.

5. ILMU HADIS RIWAYAH DAN DIRAYAH


a. Hadis Riwayah
Ilmu hadis riwayah yaitu ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatan Nabi SAW, periwayatannya, pencatatannya, dan
penelitian lafadz-lafadznya. Ilmu ini bertujuan memelihara hadis Nabi dari
kesalahan dalam proses periwayatan dan pembukuannya.
b. Hadis Dirayah
Ilmu hadis dirayah yaitu ilmu yang membahas pedoman-pedoman
yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.
 Adapun tujuan dan faedah ilmu hadis dirayah adalah :
1. mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu hadis dari
masa ke masa sejak masa Rasulullah hingga sekarang.
2. mengetahui tokoh-tokoh hadis dan usaha yang telah dilakukan dalam
mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadis.
3. Mengetahui kaidah-kaidah yang digunakan ulama dalam
mengklasifikasikan hadis
4. Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadis sebagai
pedoman dalam menetapkan suatu hukum syara’.
6. PEMBAGIAN HADIS
A. Hadis Berdasarkan Kuantitas Rawi
a. Hadis mutawatir
Hadis mutawati yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang,
yang menurut adat tidak mugkin orang yang banyak tersebut bersepakat
untuk berdusta.
Hadis mutawatir di bagi 3, yaitu mutawatir lafdzi (hadis yang sama
bunyi, lafadz, hukum, dan maknanya), mutawatir ma’nawi ( hadis yang
berlainan bunyi dan makna, namun dapat diambil makna umumnya), dan
mutawatir ‘amali (sesuatu yang telah diketahui dan mutawatir di kalangan
umat, seperti jumlah raka’at shalat, dsb).
b. Hadis ahad
Hadis ahad yaitu hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir.
Hadis ahad dibagi 3, yaitu hadis masyhur ( yang diriwayatkan oleh tiga
orang atau lebih, tapi tidak mencapai tingkat mutawatir), hadis aziz (yang
diriwayatkan oleh dua orang perawi), hadis gharib( yang diriwayatkan oleh
satu orang perawi).

B. Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad


a. Hadis sahih
Hadis sahih yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang
adil,sempurna ingatannya, sanadnya bersambung, tidak ber’illat, dan tidak
syadz.
Syarat-syarat hadis sahih yaitu rawinya adil, dhabit, bersambung
sanad, tidak ber’illat, dan tidak syadz. Hadis sahih di bagi 2, yaitu sahih
lizatihi dan sahih lighairihi.
b. Hadis hasan
Hadis hasan yaitu khabar yang dinukilkan oleh orang  yang
adil,kurang sempurna hapalannya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan
tidak syadz. Hadis hasan di bagi 2, yaitu hasan lizatihi dan hadis hasan
lighairihi.
Perbedaan antara hadis hasan dengan hadis sahih adalah pada
hadis hasan disadang oleh perawi yang tidak begitu kuat ingatannya,
sedangkan pada hadis sahih disandang oleh rawi yang benar-benarkuat
ingatannya.
c. Hadis dha’if
Hadis dha’if  adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya
sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan
ulama, hadis dha’if adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis sahih
dan hasan.
Cacat pada keadilan rawi itu disebabkan 10 macam, yaitu dusta,
tertuduh dusta, fasik, banyak salah, lengah dalam menghafal, menyalahi
riwayat orang kepercayaan, banyak nerprasangka, tidak diketahui
identitasnya, penganut bid’ah, tidak baik hafalannya.
o Klasifikasi hadis dha’if berdasarkan cacat pada keadilan dan
kedhabitan rawi
1) Hadis maudhu : yaitu hadis palsu yang dinisbatkan kepada
Rasulullah.
2) Hadis matruk : yaitu hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi
yang tertuduh dusta.
3) Hadis mungkar : hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yang
parah kesalahannya atau banyak kelupaannya atau nampak
kefasikannya.
4) Hadis syadz : yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
maqbul, yang menyalahi riwayat orang yang lebih utama darinya,
baik karena jumlahnya lebih banyak ataupun lebih btinggi daya
hafalannya.
o Klasifikasi hadis berdasarkan gugurnya rawi
1) Hadis mu’allaq : jatuhnya rawi pada awal sanad, seorang perawi
atau lebih secara berturut-turut.
2) Hadis mu’dhal : hadis yang putus sanadnya  dua orang atau lebih
scara berturut-turut.
3) Hadis mursal : yaitu hadis yang gugur rawi dari sanadnya setelah
tabi’in.
4) Hadis munqati’ : hadis yang gugur rawi sebelum sahabat atau
gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-
turut.
5) Hadis mudallas : menyembunyikan cacat dalam isnad dan
menampakkan cara (periwayatan) yang baik.

C. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kuantitas Rawi


a. Hadis marfu’
Yaitu hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW.
b. Hadis mauquf
Yaitu hadis yang disandarkan kepada sahabat.
c. Hadis maqtu’
Yaitu hadis yang disandarkan kepada tabi’in.

7. PERIWAYATAN HADIS
A. Cara-cara Menerima Riwayat
Mendengar (Al Sama’), Membaca (Al  Qira’ah), Ijazah (Al Ijazah),
Memberi (Munawalah), Menulis (Al Kitabah), Pemberitahuan (I’lam), Wasiat
(Al Wasiyah), Penentuan (Al – Wijadah)

B. Cara-cara Menyampaikan Riwayat


o Sami’tu
o Haddasana
o Akhbarana
o Ambaana

8. ILMU ASBAB AL-WURUDIL HADIS


Ilmu asbab wurudil hadits adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab
Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturnya itu.
Contohnya: Tentang berhati lembut
“ Hendaklah kamu berhati lembut, sebab kelembutan itu tidak menjadikan
sesuatu melainkan memperindahnya, dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu
melainkan dapat memperburuknya”.
Sababul Wurud
Diriwayatkan dalam shahih Muslim bahwa Aisyah telah menunggang seekor
unta yang sukar ditungganginnya. Sehingga ia mendorongnya kuat-kuat. Maka
Rasulullah bersabda: “Hendaklah kamu berhati lembut......dst”.
Adapun urgensi asbabul wurud menurut imam as-Suyuthi antara lain untuk:
1. Menentukan adanya takhsish hadis yang bersifat umum.
2. Membatasi pengertian hadis yang masih mutlak.
3. Mentafshil (memerinci) hadis yang masih bersifat global.
4. Menentukan ada atau tidak adanya nash-mansukh dalamsuatu hadis.
5. Menjelaskan ‘illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
6. Menjelaskan maksud suatu hadis yang masih musykil (sulit dapahami)
Adapun faedah dari mengetahui asbabul wurud adalah untuk menentukan ada
tidaknya takhsish dalam suatu hadis yang umum, membatasi kemutlakan suatu
hadis, merinci yang masih global, menentukan ada tidaknya nasikh mansukh
dalam hadis, mejelaskan ‘illat ditetapkannya suatu hukum, dan menjelaskan
hadis yang sulit dipahami (musykil).

9. ILMU NASIKH WALMANSUKH


Ilmu nasikh walmasukh adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang
saling bertentangan yang tidak mungkin bisa dikompromikan, dengan cara
menentukan sebagiannya sebagai nasikh dan sebagian lainnya mansukh. Yang
terbukti datang terdahulu sebagai mansukh dan yang terbukti datang kemudian
sebagai nasikh.
Syarat-syarat nasakh yaitu:
o Adanya mansukh ( yang di hapus )
o Adanya mansukh bih ( yang digunakan untik menghapus)
o Adanya nasikh (yang berhak menghapus)
o Adanya mansukh ’anhu (arah hukum yang dihapus ituadalah orang-orang
yang sudah aqil baligh atau mekallaf)

10. ILMU JARH WA TA’DIL


Ilmu Al-jarh wa At-ta’dil adalah ilmu yang menerangkan tentang cacat-
cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta’dilannya
(memandang lurus perangai para perawi) dengan memakai kata-kata yang
khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat mereka.
Syarat-syarat bagi orang yang menta’dilkan dan mentajrihkan:
o Berilmu pengetahuan
o Taqwa
o Wara’
o Jujur
o Menjauhi fanatik golongan
o Mengetahui sebab-sebab untuk mentajrihkan dan menta’dilkan
1. Lafadz-lafadz jarh: Autsaqunnas
2. Lafadz-lafadz ta’dil: kzabunnas

11. HADIS MAUDHU’


Hadits maudhu adalah hadits yang diada-adakan dan dipalsukan atas nama
Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam secara sengaja.
Faktor munculnya hadis maudhu’:
o Pertentangan politik dalam soal pemilihan khalifah
o Adanyakesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran islam
o Mempertahankan mazhab dalam masalah fiqh dan masalah kalam
o Membangkitkan gairah beribadah untukmendekatn diri kepada Allah
o Menjilat para penguasa untu mencari kedudukan atau hadiah
Ciri-ciri hadis maudhu’ :
1. Ciri yang terdapat pada sanad
o Rawinya terkenal berdusta
o Pengakuan dari si pembuat sendiri
o Kenyataan sejarah
o Keadaan rawi dan faktor-faktorn yang mendorongnya membuat hadis
maudhu’
2. Ciri yang terdapat pada matan
o Keburukan susunan lafadznya
o Kerusakan maknanya

12. TAKHRIJUL HADIS


Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadis di dalam sumber aslinya
yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai keperluan.
Tujuan pokok men-tahrij hadis adalah untuk mengetahui sumber
asal hadis yang ditakhrij. Tujuan lainnya, untuk mengetahui keadaan
hadis tersebut yang berkaitan dengan  maqbul dan mardud-nya.

13. ILMU MUKHTALAFIL HADIS


Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib mendefiniskan Ilmu Mukhtaliful Hadits wa
Musyakilihi sebagai:
Ilmu yang membahas hadits-hadits yang tampaknya saling bertentangan,
lalu menghilangkan pertentangan itu, atau mengkompromikannya, di samping
membahas hadits yang sulit dipahami atau dimengerti,lalumenghilangkan
kesulitan itu dan menjelaskan hakikatnya.
Berdasrkan hasil penelitian Edi Safri mengenai metode
penyelesaian hadits-haditsmukhtalif menurut Imam al-Syafi’iy, ada tiga cara
yang mesti dilakukan yakni :
a) penyelesaian dengan cara kompromi
b) penyelesaian dengan cara nasakh
c) penyelesaian dengan cara tarjîh
Di mana ketiga cara tersebut dilakukan dengan berurutan. Artinya jika cara
pertama tidak menemukan jalan keluar, maka ditempuh cara kedua, jika cara
kedua belum juga diperoleh solusi, maka ditempuh cara ketiga.

MATA KULIAH FIQH DAN USHUL FIQH

A. Definisi ushul fiqh menurut Abdul Wahab Khallaf dalam kitab Ilmu
Ushul al-Fiqh adalah:

‫العلم بالقواعد والبحوث التي يتوصل بها الي استفادة االحكام الشرعية العملية من‬
‫ادلتها التفصيلية‬
‫او هي مجموعة القواعد والبحوث التي يتوصل بها الي استفادة االحكام الشرعية‬
‫العملية من ادلتها التفصيلية‬ 

Mengetahui kaidah dan bahasan (kajian) yang mampu menjadi jembatan untuk
mengambil faedah hukum-hukum syara’ praktis dari dalil-dalilnya yang
terperinci. Ini definisi pertama. Definisi kedua adalah: kumpulan kaidah dan
bahasan yang mampu menjadi jembatan untuk mengambil faedah hukum-hukum
syara’ praktis dari dalil-dalilnya yang terperinci.

B. Ruang Lingkup Ushul Fiqh


Bertitik tolak dari definisi ushul fiqh diatas, makas bahasan pokok dari
ushul fiqh itu adalah :
a. Dalil-dalil atau sumber hukum syara’
b. Hukum-hukum syara’ yang terkandung dalam dalil itu; dan
c. Kaidah-kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum sayra’ dan dalil
atau sumber yang mengandungnya.

C. Objek Pembahasan
Dari penjelasan tentang hubungan antara ushul fiqh dengan fiqh serta
perbedaan masing-masing, maka jelas pula bahwa objek ushul fiqh berbeda
dengan objek fiqh.
a. Objek fiqh adalah hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia
beserta dalil-dalilnya yang terinci. Adapun pendapat lain tentang objek
fiqh ialah hukum perbuatan mukallaf, yakni halal, haram, ajib, mandub,
makruh, dan mubah baserta dalil- dalil yang mendasari ketentuan hukun
tersebut. Fiqh membahas dalil-dalil tersebut untuk menetapkan hukum-
hukum cabang yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Sedangkan
ushul fiqh meninjau dari segi penetapan hukum, klasifikasi argumentasi
serta situasi dan kondisi yang melatarbelakangi dalil-dalil tersebut.
b. Objek Pembahasan Ushul Fiqh
Dari berbagai definisi, terlihat jelas bahwa yang menjadi objek kajian
Ushul Fiqh secara garis besarnya ada tiga :
1. Sumber hukum dengan segala seluk beluknya.
2. Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum
dari sumbernya.
3. Persyaratan orang yang berwenang melakukan istinbath dengan semua
permasalahaanya.
Selain itu ada objek pembahasan lain dalam ushul fiqh meliputi :
1. Pembahasan tentang dalil.
Pembahasan tentang dalil dalam ilmu Ushul Fiqh adalah secara global.
Di sini dibahas tentang macam-macamnya, rukun atau syarat masing-
masing dari macam-macam dalil itu, kekuatan dan tingkatan-
tingkatannya. Jadi di dalam Ilmu Ushul Fiqh tidak dibahas satu
persatu dalil bagi setiap perbuatan.
2. Pembahasan tentang hukum
Pembahasan tentang hukum dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah secara
umum, tidak dibahas secara terperinci hukum bagi setiap perbuatan.
Pembahasan tentang hukum ini, meliputi pembahasan tentang macam-
macam hukum dan syarat-syaratnya. Yang menetapkan hukum (al-
hakim), orang yang dibebani hukum (al-mahkum ‘alaih) dan syarat-
syaratnya, ketetapan hukum (al-mahkum bih) dan macam-macamnya
dan perbuatan-perbuatan yang ditetapi hukum (al-mahkum fih) serta
syarat-syaratnya.

3. Pembahasan tentang kaidah


Pembahasan tentang kaidah yang digunakan sebagai jalan untuk
memperoleh hukum dari dalil-dalilnya antara lain mengenai macam-
macamnya, kehujjahannya dan hukum-hukum dalam
mengamalkannya.
4. Pembahasan tentang ijtihad
Dalam pembahasan ini, dibicarakan tentang macam-macamnya,
syarat-syarat bagi orang yang boleh melakukan ijtihad, tingkatan-
tingkatan orang dilihat dari kaca mata ijtihad dan hukum melakukan
ijtihad.
Jadi objek pembahasan ushul fiqh ini bermuara pada hukum syara’
ditinjau dari segi hakikatnya, kriterianya, dan macam-macamnya.
Hakim (Allah) dari segi dalil-dalil yang menetapkan hukum, mahkum
‘alaih (orang yang dibebani hukum) dan cara untuk menggali hukum
yakni dengan berijtihad.

D. Kegunaan Fiqh dan ushul Fiqh


Setelah mengetahui definisi ushul fiqh beserta pembahasannya, maka
sangatlah penting untuk mengetahui tujuan dan kegunaan ushul fiqh. Tujuan
yang ingin dicapai dari ushul fiqh yaitu untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah
terhadap dalil-dali syara’ yang terperinci agar sampai pada hukum-hukum
syara’ yang bersifat amali. Dengan ushul fiqh pula dapat dikeluarkan suatu
hukum yang tidak memiliki aturan yang jelas atau bahkan tidak memiliki nash
dengan cara qiyas, istihsan, istishhab dan berbagai metode pengambilan hukum
yang lain. Selain itu dapat juga dijadikan sebagai pertimbangan tentang sebab
terjadinya perbedaan madzhab diantara para Imam mujathid. Karena tidak
mungkin kita hanya memahami tentang suatu hukum dari satu sudut pandang
saja kecuali dengan mengetahui dalil hukum dan cara penjabaran hukum dari
dalilnya. Para ulama terdahulu telah berhasil merumuskan hukum syara’
dengan menggunakan metode-metode yang sudah ada dan terjabar secara
terperinci dalam kitab-kitab fiqh. Kemudian apa kegunaan ilmu ushul fiqh bagi
masyarakat yang datang kemudian? Dalam hal ini ada dua maksud kegunaan,
yaitu:
Pertama, apabila sudah mengetahui metode-metode ushul fiqh yang
dirumuskan oleh ulama terdahulu, dan ternyata suatu ketika terdapat masalah-
masalah baru yang tidak ditemukan dalam kitab terdahulu, maka dapat dicari
jawaban hukum terhadap masalah baru itu dengan cara menerapkan kaidah-
kaidah hasil rumusan ulama terdahulu.
Kedua, apabila menghadapi masalah hukum fiqh yang terurai dalam kitab
fiqh, akan tetapi mengalami kesulitan dalam penerapannya karena ada
perubahan yang terjadi dan ingin merumuskan hukum sesuai dengan tuntutan
keadaan yang terjadi, maka usaha yang harus ditempuh adalah merumuskan
kaidah yang baru yang memungkinkan timbulnya rumusan baru dalam fiqh.
Kemudian untuk merumuskan kaidah baru tersebut haruslah diketahui secara
baik cara-cara dan usaha ulama terdahulu dalam merumuskan kaidahnya yang
semuanya dibahas dalam ilmu ushul fiqh.

METODE IJTIHAD

1. Ijma‟ yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan masalah hukum yang
tidak diterangkan dalam Al-Qur‟an maupun hadits setelah setelah Rasulullah
wafat . ijma‟ dilakukan dengan cara musyawarah dengan besdasarkan Al-
Qur‟an dan Hadits.
2. Qiyas yaitu menyamakan permasalahan yang tejadi dengan masalah lain yang
sudah ada hukumnya, karena ada kesamaan sifat atau alasan. Contoh hukum
minuman keras dapat diqiyaskan dengan khamar karena keduanya ada
kesamaan sifat yaitu sama-sama memabukkan.
3. Ihtisan yaitu menetapkan suatu hukum masalah yang tidak dijelaskan secara
rinci dalam Al-Qur‟an dan Hadits yang didasrkan atas kepentingan atau
kemaslahatan umat.
4. Ijtihad yaitu meneruskan keduanya berlakunya suatu hukum pada suatu
masalah yang telah ditetapkan karena adanya suatu dalil sampai adanya dalil
lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut
5. Maslahah mursalah yaitu memutuskan hukum suatu permasalahan dengan
pertimbangan kemaslahatan bersama sesuai dengan maksud syarak yang
hukumnya tidak diperoleh dari dalil secara langsung dan jelas
6. Istishab, Pengertian Istishab adalah suatu penetapan suatu hukum atau aturan
hingga ada alasan tepat untuk mengubah ketetapan tersebut.
7. Urf, Pengertian Urf adalah penepatan bolehnya suatu adat istiadat dan
kebebasan suatu masyarakat selama tidak bertentangan dengan Al-quran dan
hadits.
8. Saddu dzariah, adalah suatu pemutusan hukum atas hal yang mubah makruh
atau haram demi kepentingan umat.

KAIDAH USHULIYYAH

Kaidah Ushuliyyah merupakan gabungan dari kata kaidah dan ushuliyah,


kaidah dalam bahasa Arab ditulis dengan qaidah, yang artinya patokan, pedoman
dan titik tolak. Ada pula yang mengartikan dengan peraturan. Bentuk jamak
qa’idah (mufrad) adalah qawa’id. Adapun ushuliyah berasal dari kata al-ashl,
artinya pokok, dasar, atau dalil sebagai landasan. Jadi, Ka’idah Ushuliyyah adalah
pedoman untuk menggali dalil syara’, titik tolak pengambilan dalil atau peraturan
yang dijadikan metode penggalian hukum, kaidah ushuliyah disebut juga sebagai
kaidah Istinbathiyah atau ada yang menyebut sebagai kaidah lughawiyah, kaidah
ushuliyah adalah dasar-dasar pemaknaan terhadap kalimat atau kata yang
digunakan dalam teks atau nash yang memberikan arti hukum tertentu dengan
didasarkan kepada pengamatan kebahasaan dan kesusastraan Arab.
Beberapa Jenis-jenis ka’idah Ushuliyyah diantaranya amr dan nahi, aam
dan khas, (tersurat/tekstual) mafhum (tersirat/kontekstual) masing-masing
mempunyai pengertian yang berbeda namun pada hakikatnya sama yaitu guna
menggali sebuah hukum, yang berfungsi sebagai alat menggali sebuah hukum
syara’.

Jadi, Ka’idah Ushuliyyah adalah pedoman untuk menggali dalil syara’, titik tolak
pengambilan dalil atau peraturan yang dijadikan metode penggalian hukum,
kaidah ushuliyah disebut juga sebagai kaidah Istinbathiyah/kaidah lughawiyah,
kaidah ushuliyah adalah dasar-dasar pemaknaan terhadap kalimat atau kata yang
digunakan dalam teks atau nash yang memberikan arti hukum tertentu dengan
didasarkan kepada pengamatan kebahasaan dan kesusastraan Arab.

ِ ْ‫االَصْ ُل فِى االَ ْم ِر لِ ْل ُوجُو‬


‫ب‬
1. Asal dari perintah itu wajib

‫االَ ْم ُر بَ ْع َد النَّه ِْي ي ُِع ْي ُد االبَا َح ِة‬


2. Asal dari perintah itu hukumnya sunnat.

‫االَصْ ُل فِى النَه ِْي لِلتَحْ ِري ِْم‬


3. Asal dari larangan itu hukumnya haram

‫االَ ْم ُر بَ ْع َد النَّه ِْي ي ُِع ْي ُد االبَا َح ِة‬


4. Perintah sesudah larangan menunjukkan kebolehan

ِ ‫االَصْ ُل فِى االَ ْم ِر الَ يَ ْقت‬


‫َضى التِ ْك َرار‬
5. Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki berulang-ulangnya pekerjaan
yang dituntut.

KAIDAH FIQHIYYAH
Qawaidul fiqhiyah adalah suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang
berlaku pada semua bagian-bagian atau cabang-cabangnya yang banyak yang
dengannya diketahui hukum-hukum cabang itu.

PENTINGNYA KAIDAH FIQHIYAH

Kaidah fiqih memiliki arti penting dan posisi yang tinggi dalam hukum Islam. Di
antara kegunaannya sebagai berikut:

1. Sebagai pedoman berbagai kasus hukum, mempermudah mengetahui hukum


dari suatu kasus dan mudah mengingatnya.
2. Mengetahui kaidah fiqih menjadikan orang yang mengkajinya mengetahui
rahasia syariat, konsep hukum dan sumber pengambilan berbagai
permasalahan hukum.
3. Memahami kaidah fiqih dapat menentukan pemahaman berbagai persoalan
sekaligus dapat mendatangkan hukumnya.
4. Mengembangkan penguasaan terhadap fiqih, karena dengan kaidah fiqih
seseorang akan mampu mengkiaskan (ilhaq) persoalan-persoalan dalam ruang
lingkup tertentu.
5. Mengkaji kasus hukum tertentu tanpa kaidah bisa menyebabkan kehilangan
konsep, namun apabila mengkaji dengan kaidah akan bisa kaya konsep.
6. Dapat menjangkau tujuan umum syariat. Dengan mengetahui kaidah umum
seseorang dapat mengetahui tujuan umum syariat, misalnya “adh-dharuratu
tubihul mahzhurat (kemudaratan membolehkan susuatu yang dilarang)”. Dari
kaidah tersebut dapat dipahami bahwa menghilangkan kesulitan dan
mengdatangkan kemudahan bagi hamba salah satu dari tujuan syariat.

Dalam kaidah fiqih, menuurut mazhab Syafi’I ada lima kaidah pokok yang
memiliki peranan penting dan ruang lingkup serta cakupan yang berbeda. Mulai
dari kaidah dengan ruang lingkup yang sangat luas hingga kaidah fikih dengan
ruang lingkup yang sempi. Kelima kaidah tersebut adalah:
ِ ‫اُأْل ُموْ ُر بِ َمقَا‬
‫ص ِدهَا‬
1. Segala sesuatu tergantung niat

ِ ‫ْاليَقِي ُْن اَل يَ ُزوْ ُل بِال َّش‬


‫ك‬
2. Keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan

‫ْال َم َسقَةُ تَجْ لِبُ التَّ ْي ِس ْي ُر‬


3. Kesulitan mendatangkan kemudahan

َّ ‫ال‬
‫ل‬Œُ ‫ض َر ُريُزَا‬
4. Kemadaratan harus dihilangkan
ٌ‫ْال َعا َدةُ ُم َح َك َمة‬
5. Kebiasaan menjadi hukum

Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 116 yaitu:

َ ‫ب ٰهَ َذا َحاَل ٌل َو ٰهَ َذا َح َرا ٌم لِتَ ْفتَرُوا َعلَى هَّللا ِ ْال َك ِذ‬
ۚ‫ب‬ َ ‫ف َأ ْل ِسنَتُ ُك ُم ْال َك ِذ‬ ِ َ‫َواَل تَقُولُوا لِ َما ت‬
ُ ‫ص‬
)۱۱۶ : ‫ب اَل يُ ْفلِحُون ( النحل‬ َ ‫ِإ َّن الَّ ِذينَ يَ ْفتَرُونَ َعلَى هَّللا ِ ْال َك ِذ‬

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh


lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram,” untuk mengadakan kebohongan
terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah tidak akan beruntung.

Selain dari ayat Al-Qur’an diatas, yang menerangkan tanda-tanda orang


munafik terdapat dalam Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh
Muslim nomor 90, yaitu:
َ ‫ث ِإ َذا َح َّد‬
‫ث‬ ِ ِ‫ قَا َل آيَةُ ْال ُمنَاف‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ع َْن َأبِى هُ َر ْي َرةَ ع َِن النَّبِ ِّى‬
ٌ َ‫ق ثَال‬
)‫ َوِإ َذا اْؤ تُ ِمنَ خَ انَ (رواه مسلم‬، َ‫ َوِإ َذا َو َع َد َأ ْخلَف‬، ‫ب‬
َ ‫َك َذ‬
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Tanda-tanda
orang munafik ada tiga: Apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia ingkari,
apabila dipercaya ia khianati”(H.R. Muslim).

‫االَصْ ُل فِى النَه ِْي لِلتَحْ ِري ِْم‬


Pada dasarnya larangan itu menunjukkan haram

Karena pada Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 116 itu terdapat larangannya
janganlah ketika dihubungkan dengan kaidah ini maka segala perbuatan yang
pada dasarnya larangan atau dilarang bila dikerjakan maka hukuman adalah
haram. Begitupun dengan pemalsuan akta otentik yang merupakan perbuatan
dilarang, maka haram hukumnya.

َّ ‫ال‬
‫ل‬Œُ ‫ض َر ُريُزَا‬
Tidak boleh memadaratkan orang dan tidak boleh dimadaratkan orang.

Berkenaan dengan pemalsuan yang dianggap merusak serta merugikan


orang lain ketika dikaitkan dengan kaidah diatas maka perbuatan itu harus
dihilangkan agar nantinya tidak memakan korban lagi.
HUKUM PIDANA ISLAM (FIQH JINAYAH)
A. Pengertian Hukum (Hukum Positif) :
Secara tradisional, defenisi hukum pidana a/ “hukum yang memuat peraturan-
peraturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggar yang
diancam dengan hukuman berupa siksaan badan.” (Samidjo, 1985: 1).
Menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana a/ yang mengatur tentang
kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut
diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.

B. Kejahatan dan Pelanggaran dalam Hukum Pidana Islam


 Dalam hukum positif, hukum menurut isi dibagi menjadi Hukum Privat
(Hukum Sipil) dan Hukum Publik. Hukum Sipil -> arti luas meliputi : Hukum
Perdata (Burgelijkrecht) dan Hukum Dagang (Handelsrecht), arti sempit
meliputi : Hukum Perdata. Hukum Publik terdiri : Hukum Tata Negara,
Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, dan Hukum Internasional.
 Hukum Islam tidak membedakan dengan tajam antara hukum perdata dengan
hukum publik. Ini disebabkan karena menurut sistem Hukum Islam, pada
hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum publik ada segi segi
perdatanya. Itulah sebabnya maka dalam Hukum Islam tidak dibedakan
kedua bidang hukum itu. Yang disebutkan hanyalah bagian bagiannya saja,
seperti misalnya; Munakahat, Wirosah, Mu’amalat dalam arti khusus, jinayat
atau âl uqubah, al ahkam as sulthoniyyah, siyar, danmukhosamat.
Pengertian :
‫ ؞‬Jinayah (jarimah) -> bahasa arab “janaa” arti “berbuat jahat”.
‫ ؞‬Menurut istilah jarimah : “larangan-larangan syara’ yg diancam oleh Allah
dengan hukuman had atau ta’zir.
‫ ؞‬Jarimah (kejahatan) dalam HPI (Jinayat) : jarimah hudud, qishash diyat dan
ta’zir.
‫ ؞‬Menurut Abdul Qodir Audah, jarimah a/ perbuatan yg dilarang oleh syara’, baik
perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda atau yang lainnya.

Unsur-unsur/Rukun Jarimah :
Perbuatan dikatakan jarimah (tindak pidana), jika ada unsur :
- Unsur formil – Rukun Syar’i (adanya Undang-undang atau Nas)
Seseorang disebut pelaku jarimah, jika terdapat peraturan dan sanksinya
- Unsur materiil – Rukun Maddi (sifat melawan hukum)
Jika terbukti melakukan suatu kejahatan, baik bersifat positif (aktif) maupun
negatif (Pasif)
- Unsur moril – Rukun Adabi (pelakunya mukallaf/ si pelaku dapat dimintai
pertanggung jawaban atas perbuatannya).
- Unsur Yuridis Normatif (Unsur ini harus didasari oleh suatu dalil yang
menentukan larangan terhadap perilaku tertentu dan diancam dengan hukuman.

C. Macam-macam Jarimah
- Dari segi berat ringan hukuman ada 3 jenis: hudud, qisas dan ta’zir.
- Dari segi niat pelakunya ada 2 jenis: jarimah maqsudah/dolus (yang disengaja)
dan jarimah ghaira maqsudah/colfus (tidak ada unsur kesengajaan).
- Dari segi sikap berbuat atau tidak berbuat ada 2 jenis: jarimah ijabiyah
(positif), misal: berbuat zina dan jarimah salabiyah (negative). Misal: tidak
membayar zakat.
- Dari segi korban ada 2 jenis: jarimah masyarakat (untuk melindungi
kepentingan umum) dan jarimah perorangan (untuk melindungi kepentingan
perorangan).
- Dari segi ketertiban umum ada 2: jarimah ‘adiyyah (biasa) dan jarimah siyasah
(politik)

D. Ciri-ciri Hukum Pidana Islam


1. Hukum Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran Agama Islam.
2. Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dicerai-pisahkan
dengan iman dan kesusilaan atau akhlak Islam.
3. Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu syariah dan fikih.
4. Hukum Islam terdiri dari dua bagian utama, yaitu hukum ibadah dan hukum
muamalah dalam arti yang luas.
5. Hukum Islam mempunyai struktur yang berlapis-lapis seprti dalam bentuk
bagan bertingkat.
6. Hukum Islam mendahulukan kewajiban dari hak, amal, dan pahala.
7. Hukum Islam dapat dibagi menjadi hukum Taklifi dan hukum Wadh’i.
* Hukum Taklifi - kebahasaan a/ hukum pemberian beban - istilah a/ perintah
Allah SWT yang berbentuk pilihan dan tuntutan.
* Hukum Wadh’i a/ perintah Allah SWT yang berbentuk ketentuan yang
ditetapkan Allah SWT, tidak langsung mengatur pebuatan mukallaf, tetapi
berkaitan dengan perbuatan mukallaf itu.

ASAS –ASAS UMUM FIKIH JINAYAH


a. Asas legalitas, a/ asas yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak
ada hukuman sebelum ada undang-undang yang menyatakannya.
Sumber hukum asas legalitas : (1) Al-Quran dalam surat Al-Isra’ ayat 15. (2)
Al-Quran dalam surat Al-Qashas ayat 59. (3) Al-Quran dalam surat Al-An’am
ayat 19 (4) Al-Quran dalam surat Al-baqarah ayat 286
Penerapan asas legalitas : tidak ada hukuman bagi perbuatan mukallaf
sebelum adanya ketentuan nash.
b. Asas tidak berlaku surut, hukum pidana islam tidak tidak berlaku surut artinya
sebelum adanya nash yang melarang perbuatan, maka perbutan mukallaf tidak
bisa dianggap sebagaai jarimah, tetapi pada praktiknya ada jarimah yang
berlaku surut berat dan sangat berbahaya apabika tidak diterakam , yaitu :
jarimah qazaf, jarimah hirabah
c. Asas praduga tak bersalah, a/ asas yang mendasari bahwa seseorang yang
dituduh melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah sebelum
hakim dengan bukti-bukti yang meyakinkan menyatakan dengan tegas
persalahannya itu. QS. Al-Hujuraat : 12
d. Asas Larangan Memindahkan Kesalahan Pada Orang Lain a/ asas yang
menyatakan bahwa setiap perbuatan manusia, baik perbuatan yang baik
maupun perbuatan yang jahat akan mendapat imbalan yang setimpal. QS. Al-
Mudatsir-38 : “tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya.”

PERCOBAAN MELAKUKAN JARIMAH


A. Pengertian Percobaan Tindak Pidana Dan Pendapat Fuqoha
Percobaan tindak pidana adalah tidak selesainya perbuatan pidana karena
adanya faktor eksternal, namun sipelaku ada niat dan adanya permulaan perbuatan
pidana

B. Fase-Fase Dalam Tindak Pidana


1. Fase pemikiran dan perencanaan (marhalah at-tafkir wa at-tashim),
memikirkan dan merencanakan sesuatu jarimah tidak dianggap ma’siat yang
dijatuhi hukuman.
2. Fase persiapan (marhalah at-tahdzir), mempersiapkan alat untuk melaksanakan
jarimah, fase persiapan juga tidak dianggap sebagai jarimah.
3. Fase pelaksanaan (marhalah tanfidiniyah), fase ini dianggap sebagai jarimah
karena telah dilaksanakan perbuatan jarimah itu.
c. Pendirian hukum positif, sama dengan syara’ bahwa permulaan tindak pidana
tidak dapat dihukum, baik fase-fase pemikiran-perencanaan dan persiapan
d. Hukuman percobaan, hukuman jarimah yang selesai tidak boleh disamakan
dengan jarimah yang tidak selesai, aturan tersebut berlaku untuk jarimah –
jarimah hudud dan qisas karena hukuman tersebut sudah ditentukan jumlahnya.
Tidak selesai karena taubat, apabila seseorang berbuat jarimah hirabah sudah
menyatakan taubat /penyesalan maka hauslah hukumanya

TURUT SERTA BERBUAT JARIMAH


Dasar yang manjadi dasar isytirak fil jarimah adalah hadits riwayat
Daruquthni yang dikutip Syaukani yang artinya : “jika ada seseorang yang
menahan orang dan ada orang yang membunuhnya, maka bunuh orang yang
membunuh dan kurung orang yang menahan”. Dalam kasus ini untuk
membedakan pelaku yang turut berbuat langsung dan tidak, fuqoha mengadakan 2
penggolongan :
1. Orang yang turut berbuat langsung (syarik mubasyir)
2. Orang yang tidak berbuat langsung (syarik muntashib).

TURUT BERBUAT LANGSUNG


Untuk beberapa perbuatan para fuqoha’ mempersamakan hukuman bagi pelaku
perbuatan jarimah langsung dan tidak langsung karena beberapa kasus. 1) orang
yang berbuat jarimah bersamaan, sekalipun yang menghilangkan nyawa atau
merugikan salah satu dari mereka. 2) pelaku jarimah tidak langsung hanya
menjadi sebab, sedangkan yang pelaku jarimah langsung hanya menjadi kaki
tangan semata. Bagi yang melakukan jarimah langsung akan mendapatkan
hukuman had dan qishah.

TURUT BERBUAT TIDAK LANGSUNG


Ialah setiap orang yang mengadakan persepakatan dan serta merta terdorong
untuk melakukan hal-hal yang dapat dijatuhi sanksi hukuman.
Bentuk-bentuk jarimah tidak langsung :
- Persepakatan + Memberi bantuan (I’anah)
- Menyuruh (tahridh)
Bagi yang melakukan jarimah tidak langsung akan mendapatkan hukuman ta’zir.

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA


Ialah bentuk pembebanan terhadap seseorang yang melakukan jarimah dengan
kemauan sendiri dan dia tahu benar akibat perbuatannya itu. Ada 3 syarat dalam
hal ini: 1). ada perbuatan jarimah 2). ada tindakan 3). Pelaku tahu akibat dari apa
yang dia lakukan.
Macam-macam Maksud Melawan Hukum :
- Maksud melawan hukum umum dan khusus
- Maksud melawan hukum tertentu dan tidak tertentu
- Maksud langsung dan tidak langsung
Beberapa Hal Yang Dapat Mempengaruhi Hukuman
- Menjalankan ketentuan syariat + Pembelaan diri
- Karena perintah jabatan + Subhat
- Keadaan terpaksa + Unsur pemaaf
-
‘UQUBAH (HUKUMAN)
Yaitu balasan bagi seseorang yang melanggar ketentuan syara’ yang ditetapkan
Allah dan Rasul-Nya demi kemaslahatan manusia. Dalam menetapkan hukuman
seorang hakim menggunakan prinsip ikhtiyath: hindari hukuman had terhadap
perkara subhat, dan lebih baik salah memaafkan daripada salah menjatuhkan
hukuman.
Syarat-syarat Hukuman Tindak Pidana :
- Hukum itu di syariatkan
- Hukuman hanya dikenakan pada pelaku tindak pidana
- Hukuman itu bersifat universal dan berlaku bagi seluruh orang.

Klasifikasi Hukuman :
- Dilihat dari pertalian hukuman, ada 4 macam: hukuman pokok, pengganti,
tambahan dan pelengkap.
- Dilihat dari kewenangan hakim, ada 2 macam: hukuman yang bersifat terbatas,
dan yang memiliki alternative untuk dipilih.

Gabungan Hukuman : yaitu hukuman kepada seseorang yang telah berulang-


ulang melakukan jarimah. Ada dua macam: 1) gabungan hukuman anggapan, 2)
gabungan nyata.

Pelaksanaan Hukuman :
1. Jarimah Hudud. Untuk melaksanakannya harus ada izin dari imam.
2. Jarimah qishas diyat. Untuk melaksanakannya dapat dilakukan oleh korban
jarimah atau wakilnya (tapi tetap harus dibawah pengawasan imam/ Negara)
3. Jarimah Ta’zir. Mutlak dilaksanakan oleh Negara. Tidak boleh tidak.
Tujuan Hukuman : Menurut Andi Hamzah dan A. Simanglipu:
1. Sebagai pembalasan 3. Menjerakan
2. Penghapusan dosa 4. Memperbaiki pelaku jarimah

TUJUAN HUKUM PIDANA ISLAM


Dilihat dari ketetapan hukum Allah SWT dan Nabi Muhammad, baik yang
termuat di Al-Qur’an - Al-Hadits; yaitu untuk kebahagiaan hidup manusia didunia
dan akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah
serta menolak segala yang tidak berguna kepada kehidupan manusia.
Untuk kemaslahatan hidup manusia baik jasmani maupun rohani individu dan
masyarakat, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam
konsep tujuan pemidanaan ; penjatuhan hukuman tidak hanya bertujuan sebagai
pembalasan, perbaikan, pencegahan, dan restorasi, tetapi juga meliputi sebagai
penebusan dosa. Tujuan pemidaan dalam Islam juga memperhatikan aspek-aspek
keadilan dan kemaslahatan bagi korban dan pelaku kejahatan, sehingga
kepentingan masing-masing pihak tidak dapat dinafikan begitu saja.

JARIMAH HUDUD
Jarimah Hudud - Had a/ hukuman yang telah dipastikan ketentuannya dalam
nash al-Qur’an atau Sunnah Rasul, rumuskan jarimah hudud ada 7 :
1. Zina 7. Syurb al-khomr (minum khomr)
2. Qodzaf (tuduhan palsu zina)
3. Sariqoh (pencurian)
4. Hirobah (perampokan)
5. Riddah (murtad)
6. Al-baghy (pemberontakan)

JARIMAH QISHASH DIYAT


Yaitu kejahatan terhadap jiwa (membunuh) dan anggota badan (pelukaan)
yang diancam dengan hukuman qishahs (serupa) atau diyat (ganti rugi pelaku
kepada pihak korban). Dalam Hukum Pidana Islam yang termasuk qishahs diyat :
1) Pembunuhan sengaja {menggunakan alat}
2) Pembunuhan semi sengaja {menggunakan alat yg tidak biasa digunakan untuk
membunuh dan tidak dimaksudkan membunuh}
3) Pembunuhan karena kealpaan atau kesalahan {pembunuhan karena kesalahan
tanpa direncanakan dan tidak ada maksud membunuh sama sekali}
4) Penganiayaan dengan sengaja
5) Menyebabkan orang luka karena kealpaan atau kesalahan.
Hikmah qishahs adalah untuk menegakkan keadilan di tengah masyarakat
sekaligus supaya seseorang tidak mudah-mudah menghilangkan nyawa orang lain.
Sedang hukum diyat adalah untuk menciptakan hidup baru bagi pelaku (karena
merasa aman), dan untuk meringankan beban hidup dan kesedihan bagi keluarga
korban yang ditinggalkan.
Nilai-nilai Humanisme dalam Qishash Diyat :
1. Bentuk koreksi hukuman yang diskriminatif pada masa jahiliyah
2. Menegakkan keadilan demi tegknya supremasi hukum
3. Perlindungan terhadap korban dan walinya.

JARIMAH TA’ZIR
Secara bahasa ta’zir berarti mencegah dan menolak serta untuk memberi efek.
Ta’zir a/ hukuman yang ditetapkan atas perbuatan maksiat, tidak dipastikan
ketentuannya dalam al-Qur’an - Sunnah Rasul dan wewenang penguasa untuk
menentukan hukumannya. Jarimah ta’zir dapat dibagi menjadi 3 bagian :
1. Karena melakukan kemaksiatan
2. Karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan umum
3. Karena melakukan pelanggaran.
Sedang dari hal yang dilanggarnya ta’zir dibagi menjadi 2 bagian : ta’zir yang
menyinggung hak Allah dan yang menyinggung hak perorangan.
Sumber Hukum Ta’zir :
- Dari qoul; at ta’zir yaduru ma’al mashlahah
- Dari Al-Quran; surat Al-Fath ayat 8-9
- Dari hadits; yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim yang artinya “bahwa Nabi
SAW menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan.
-
Jenis-jenis Jarimah Ta’zir :
1. Jarimah yang berasal dari jarimah hudud dan qishah
2. Yang jenisnya sudah disebutkan tapi hukumnya belum.
3. Yang baik jenis maupun hukumannya belum disebutkan dalam Al-Quran

Pembagian Jarimah Ta’zir : Menurut Abdul Aziz Amir;


1. Terkait pembunuhan
2. Terkait pelukaan
3. Terkait kehormatan dan kerusakan akhlak
4. Terkait harta benda
5. Terkait maslahat individu
6. Terkait keamanan umum.
Abd Qodir Awdah membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu:
1. Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur shubhat atau tidak
memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiyat,
seperti pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan
pencurian yang bukan harta benda.
2. Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya oleh
syari’ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu,
mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan
menghina agama.
3. Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi
wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini
unsur akhlak menjadi pertimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran
terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, terhadap pemerintah lainnya.
Dalam menetapkan jarimah ta’zir, prinsip utama yang menjadi acuan penguasa
a/ menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari
kemudharotan (bahaya). Di samping itu, penegakkan jarimah ta’zir harus sesuai
dengan prinsip syar’i.
Abdul Aziz Amir membagi jarimah ta’zir secara terperinci kepada bebapa bagian,
yaitu:
1). Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pembunuhan
Pembunuhan itu diancam dengan hukuman mati. Apabila qishash dimaafkan
maka hukumannya adalah diyat. Apabila diyat nya dimaafkan maka Ulul Amri
berhak menjatuhkan ta’zir bila hal ini dipandang lebih maslahat.
2). Jarimah ta’zir yang berhubungan dengan peluka’an
Menurut Imam Malik, hukuman ta’zir dapat digabungkan dengan qishash
dalam jarimah peluka’an, karena qishash merupakan hak adami, sedangkan ta’zir
sebagai imbalan atas hak masyarakat. Di samping itu, ta’zir juga dapat dikenakan
terhadap jarimah peluka’an apabila qishashnya dimaafkan atau tidak bisa
dilaksanakan karena suatu sebab yang dibenarkan oleh syara’. Hal ini didasarkan
pada penjelasan surat al-Maidah ayat 45.
Ayat ini diindikasikan bahwa setiap manusia mempunyai hak hidup dan tidak
seorangpun yang boleh mengganggu hak hidup orang lain, sehingga jika terjadi
perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, meskipun dilakukan
dengan ketidaksengajaan, maka pelakunya tidak dibiarkan begitu saja melainkan
disuruh membayar ganti rugi.
3). Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan
kerusakan akhlak
Jarimah macam ini berkaitan dengan jarimah zina, menuduh zina, dan
penghinaan. Di antara kasus perzinaan yang diancam dengan ta’zir a/ perzinaan
yang tidak memenuhi syarat yang dikenakan hukum had, atau terhadap syubhat
dalam pelakunya, perbuatannya, atau tempat. Demikian pula kasus percobaan zina
dan perbuatan-perbuatan pra-zina, seperti meraba-raba, berpelukan dengan wanita
yang bukan istrinya, tidur bersama tanpa hubungan seksual dan sebagainya.
Penuduhan zina yang dikategorikan kepada ta’zir adalah apabila orang yang
dituduh itu bukan muhshan. Tuduhan-tuduhan selain tuduhan zina digolongkan
kepada penghinaan dan statusnya termasuk kepada ta’zir, seperti tuduhan
mencuri, mencaci maki dan sebagainya. Panggilan-panggilan seperti wahai kafir,
wahai munafik, wahai fasik, dan semacamnya termasuk penghinaan yang
dikenakan hukuman ta’zir. Karena panggilan tersebut termasuk perbuatan yang
dilarang oleh Allah SWT sebagaimana ditegaskan dalam surat Al-Hujurat ayat 11-
12.
4). Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan harta
Jarimah yang berkaitan dengan harta a/ jarimah pencurian dan perampokan.
Apabila kedua jarimah tersebut syarat-syaratnya telah terpenuhi maka pelaku
dikenakan hukuman had. Akan tetapi, apabila syarat untuk dikenakannya
hukuman had tidak terpenuhi maka pelakuk tidak dikenakan hukuman had
melainkan hukuman ta’zir. Jarimah yang termasuk jenis ini antara lain seperti
percobaan pencurian, pencopetan, perjudian dan lain-lain.
5). Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu
Termasuk dalam kelompok ini, antara lain seperti : saksi palsu, berbohong di
depan sidang pengadilan, menyakiti hewan, melanggar hak privacy orang lain
misalnya masuk rumah orang lain tanpa izin.
6). Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan umum, adalah sebagai
berikut :
a. Jarimah yang mengganggu keamanan Negara/pemerintah, seperti percobaan
kudeta
b. Suap
c. Tindakan melampaui batas dari pegawai/pejabat atau tali dalam menjalankan
kewajiban. Seperti penolakan hakim untuk mengadili suatu perkara
d. Pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap masyarakat
e. Melawan petugas pemerintah dan membangkang terhadap peraturan
f. Melepaskan narapidana dan menyembunyikan buronan
g. Pemalsuan tanda tangan dan stempel
h. Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi

MATERI PENGANTAR ILMU HUKUM

PENGERTIAN HUKUM
1. UTRECHT : Hukum adalah sekumpulan petunjuk hidup berisi perintah dan
larangan yang mengatur anggota masyarakat yang harus dipatuhi oleh
masyarakat oleh karena aturan tersebut akan ada tindakan dari pemerintah dan
penguasa.
2. MOCHTAR KUSUMAATMAJA : Hukum adalah keseluruhan kaidah serta
semua asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan
untuk memelihara ketertiban serta meliputi berbagai lembaga dan proses guna
mewujudkan berlakunya kaidah sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat.
3. STONE : Ilmu Hukum merupakan penyelidikan para ahli hukum tentang
norma-norma, cita-cita, dan teknik-teknik hukum dengan menggunakan
pengetahuan yang diperoleh dari berbagai disiplin ilmu hukum maupun luar
hukum yang mutakhir.
4. PRIBADI : Sekumpulan peraturan yang mengikat yang berisi perintah
dan larangan yang memiliki fungsi kemasyarakatan.
SUBJEK HUKUM
(segala sesuatu yang memiliki hak dan kewajiban dalam melakukan perbuatan
hukum)
1. MANUSIA : Setiap orang yang memiliki kedudukan yang sama pendukung
hak dan kewajiban. Pengecualian tidak cakap hukum :
a) anak dibawah umur masih belum dewasa dan belum menikah
b) orang yang berada dalam pengampuan, seperti gangguan jiwa
2. BADAN HUKUM (Pasal 1653 dan 1665 KUHPer) : Merupakan badan-badan
atau perkumpulan yang diciptakan oleh hukum.
a) Privat : contohnya PT, Firma, CV, Koperasi, Yayasan
b) Publik : contohnya Bank Indonesia, BUMN

Syarat Badan Hukum :


1. Materiil
a) memiliki harta kekayaan terpisah c) mempunyai kepentingan
tersendiri
b) memiliki tujuan tertentu d) adanya organisasi yang teratur
2. Formil
a) mengajukan izin ke pemerintah

OBJEK HUKUM
(segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi
objek dalam suatu hubungan hukum/barang dan benda)
Macam-macam :
1. Benda Berwujud : rumah, meja
2. Benda Tidak Berwujud : hak cipta, hak atas tanah
3. Benda Bergerak : kuda, ayam
4. Benda Tidak Bergerak : kapal yang berat tonnya 20 m3, kebun

SIFAT HUKUM
1. Imperatif (mengikat dan memaksa) : hukuman pidana bagi pelaku
kejahatan/pelanggaran
2. Fakultatif (pelengkap) : contoh hukum waris di KUHPerdata

ISI KAIDAH HUKUM


1. Perintah (gebod)
2. Larangan (verbod)
3. Kebolehan (mogen) : contoh Pasal 26 UU Perkawinan No 1 Tahun 1974,
bahwa calon suami istri yang akan menikah boleh mengadakan perjanjian
tertulis asal tidak melanggar hokum

TUJUAN HUKUM
1. Teori Etis (keadilan : Aristoteles) : hukum mempunyai tugas yang suci yaitu
memberi kepada setiap orang yang berhak menerimanya
a) Disributif (tergantung jasa/memberikan kepada jasa) Contoh : menggaji
Dosen
b) Kumulatif (rata/tanpa memperdulikan jasa) Contoh : bayar pajak tanah dan
mobil
c) Indikatif (semua yang bersalah harus dihukum)
d) Protektif (melindungi keseimbangan)
e) Kreatif (dengan menjaga)
f) Legalis (adil dalam konteks undang-undang/keinginan yang ingin dicapai
uu)
2. Teori Utilitis (kemanfaatan : Jeremy Bentham) : hukum harus mempunyai
kemanfaatan untuk kebahagiaan masyarakat
3. Teori Dogmatif/Gabungan (kepastian hukum : John Austin) : kepastian dan
ketertiban mempertegas wujud hukum dalam masyarakat

FUNGSI HUKUM
1. Sebagai sarana sosial kontrol : memberikan suatu batasan tingkahlaku yang
menyimpang dan akibat yang harus diterima dari penyimpangan
2. Sebagai rekayasa sosial (social enginering) : sebagai sarana rekayasa sosial
atau mengubah masyarakat untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat
menuju kemajuan yang terencana (Roscou Pound)
3. Sebagai sarana politik : memperkuat pelaksanaan kekuasaan negara
4. Sebagai integrasi : hukum menjadi sarana penciptaan keserasian berbagai
perbedaan kepentingan masyarakat/penyelesaian masalah

SUMBER HUKUM
(segala sesuatu yang menimbulkan aturan bersifat memaksa)
1. Materiil : fakta-fakta/faktor yang menentukan isi hukum, terdiri :
a) Agama c) Politik
b) Sosial d) Dsb yang berkaitan
2. Formil : faktor yang mempengaruhi proses pembentukan dan sebab
terjadinya dilihat dari bentuk cara terjadinya isi hukum
a) Undang-undang : peraturan tertulis yang dibuat pemerintah dan mengikat
seluruh warga negara
b) Kebiasaan : kebiasaan yang diterima masyarakat dan diterapkan sebagai
hukum namun tidak semua dianggap adil sehingga tidak semua diterapkan
c) Traktat/Perjanjian : asas pacta sunt servanda yaitu setiap
perjanjian mengikat terhadap pihak-pihak yang mengadakan
 bilateral : dua negara
 multilateral : lebih dari 2 negara
 kolektif /terbuka : dilakukan oleh beberapa negara/multilateral dan
negara lain boleh ikut.
Tahap pembuatan traktat yaitu : perundingan dan penutupan
d) Yurisprudensi : putusan hakim yang memuat peraturan tersendiri yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap dan dipakai sebagai rujukan
pertimbangan hukum oleh hakim yang lain
e) Doktrin : pendapat para ahli (Montesque : Trias Politika : legislatif
pembuat, eksekutif pelaksana, yudikatif pengawas)
f) Hukum Agama : yang bersumber dari tuhan
Contoh : Alquran, Hadits, Ijma, Qiyas (disamakan)

ASAS ASAS HUKUM


a) Asas legalita (nullum delictum noella poena sine pravia lege peonali) : tidak
ada tindak pidana sebelum ada undang-undang yang mengaturnya
b) Lex superior derogat legi inferiori : peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
c) Unus testis nulus testis : satu saksi tidak dianggap saksi
d) Ius curia novit : hakim dianggap mengetahui hukum dan hakim tidak boleh
menolak
e) Presumption of innonce : semua orang dianggap tidak bersalah hingga
putusan pengadilan menyatakan sebaliknya
f) Equality before the law : semua orang sama dihadapan hokum

SISTEM HUKUM
(Sudikno Mortokusumo, kesatuan utuh dari tatanan yang terdiri utuh dari satu
sama lain saling berhubungan dan kait mengait secara erat)
Macam-macam :
1. Common Law/Anglosaxon : menganut sistem peradilan juri, dimana hakim
bertindak sebagai pejabat yang memeriksa dan memutuskan hukumnya.
Contoh Negara Amerika
2. Eropa Kontinental/Civil Law System : dimana hakim diikat undang-undang
dijamin dalam bentuk kepastian hukum melalui bentuk dan sifat tertulisnya
undang-undang. Contoh Negara Indonesia, Belanda

PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM/YURISPRUDENSI


(wadah untuk mengisi kekosongan hukum atau menafsirkan kaidah yang kurang
jelas)
 Abad romawi : hukum alam
Dasar :
1. ius curia novit : hakim dianggap tahu dan tidak boleh menolak
2. undang-undang kekuasaan kehakiman nomor 49 tahun 2009
Alasan :
1. tidak ada aturan
2. ada aturan tapi kurang jelas (contoh Pasal 98 KUHP, malam)
3. ada aturan tapi tidak sesuai (contoh mencuri listrik)
Metode :
1. Interpretasi :
a) Subsumtif : deduktif menerapkan aturan sesuai dengan aturan/kenyataan
b) Gramatikal : secara bahasa (contoh Pasal 101 KUHP, ternak/hewan)
c) Ekstensif : memperluas makna yang terdapat dalam ketentuan uu, sehingga
peristiwa dapat dimasukan kedalamnya (contoh pembunuhan massal/teroris
pada tahun 2002, uu nya ada pada tahun 2003)
d) Sistematis : mencari makna yang lebih dekat
e) Historis : sejarah
f) Sosiologis teologis : larangan yang dibolehkan (contoh menggugurkan
kandungan jika memang bisa membahayakan)
g) Komperatif : membandingkan sistem
h) Restriktif : membatasi arti (contoh Pasal 346 pengguguran yang dapat dipidana
jika janin masih hidup dalam kandungan)
i) Futuristik/Antisipatif : menjelaskan ketentuan uu dengan berpedoman pada uu
yg blm berlaku
2. Kontruksi Hukum (Pembentukan pengertian2 hukum yg dilakukan hakim &
fungsionaris hukum untuk mengisis kekosongan hukum yg ada di dalam sistem
uu) :
a) Argumentum Per Analogium / Analogi : Perstiwa yg berbeda namun serupa,
sejenis, mirip, yg diatur dalam uu diperlakukan sama. Menyamakan barang
dengan kehormatan (tidak boleh dalam pidana)
b) Argumentum A Contario : kebalikan/antonim (contoh Pasal 285 bahwa
pemerkosaan itu laki-laki yang melakukan bukan wanita)
c) Pengkongkritan Hukum / Rechsvervijnings : menyempitkan suatu aturan
hukum yg terlalu abstrak, luas, umum.
d) Fiksi Hukum / presumptio iures de iure : menganggap semua orang tahu
hukum
Tujuan Yurisprudensi :
1. memperluas makna 3. mengisi kekosongan hukum
2. merubah hokum 4. mencari keadilan
Pokok Kajian Yurisprudensi :
1. logika hokum 4. axiologi hukum (penentuan isi
dan nilai)
2. ontologi hukum (penelitian tentang hakekat dari hukum)
3. epistemologi hukum (ajaran pengetahuan)

PENGKLASIFIKASIAN HUKUM
Bentuknya : (1) Tertulis : kodifikasi : KUHP tidak kodifikasi : PP, KEPRES
(2) Tidak tertulis
Isinya : (1) Privat : mengatur kepentingan pribadi dan mempertahankan sendiri
(2) Publik : mengatur kepentingan umum dan cara mempertahankan oleh aparat
penegak hukum
Sifatnya : (1). Mengatur : UU (2). Memaksa : putusan hakim
Fungsinya : (1). Materiil : KUHP (2). Formil : KUHAP
Waktunya :
1. Ius Contitutum (sedang berlaku) : UU 2. Ius Contituendum (akan
berlaku) : RUU
Luas Waktunya :
1. Umum : pidana, perdata 2. Khusus : pidana militer
PENGANTAR HUKUM INDONESIA

A. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA


1. Belanda
a) Masa VOC 1602
Pieter Both menetapkan peraturan yang diperlukan demi kepentingan VOC di
daerah-daerah yang dikuasainya, melalui plakat dikenal dengan STATUA VAN
BATAVIA.
b) Masa Pemerintahan Belanda 1800 (BR, RR IS)
Masa Pada tahun 1839 Bestuin Regering Belanda menginginkan kodifikasi
hukum perdata yang diberlakukan bagi orang-orang Hindia Belanda dihasilkan
AB (ketentuan ttg per-uu), BW (KUHPer), WvK (KUHDg) 1 Mei 1848. Masa
Regering Reglement kekuasaan negara jajahan dibatasi, dibuat oleh raja
bersama dengan parlemen, golongan penduduk :
1. Eropa 2. Bumi Putera 3. Timur Asing
Adanya KUHP bagi gol Eropa, Alegemene Politie Stafeglement tambahan
KUHP bagi gol Eropa, Wvs bagi semua
IS ( Indesiche Staatregeling ) bangsa Indonesia diberi hak untuk membuat UU.
Golongan Eropa memakai hukum berdasarkan konkoordansi dan bumiputera
agama dan kebiasaan.
Jadi aturan pokok pada masa jaman Hindia Belanda yaitu :
1. Algemene Bepalingen : ketentuan umum ttg peraturan peruu di Indonesia
2. Regering Reglement : UUD Hindia Belanda
3. Indische Staatsregeling : UUD HIndia Belanda
2. Jepang
Pada masa Jepang UU No. 1 tahun 1942 berlakunya peraturan
perundang-undangan Hindia Belanda selama tidak bertentangan dengan militer
jepang dan berlakunya aturan peralihan (AP)
3. Indonesia
Setelah merdeka, berangsur memenuhi tuntutan masyarakat melalui UUD sesuatu
aturan peralihan.
a) Masa UUD ke-1 c) Masa UUDS 1950
b) Masa Konstitusi RIS d) Masa UUD 1945 (sekarang)

B. POLITIK HUKUM NASIONAL


Maka politik hukum nasional merupakan policy atau kebijakan dasar
penyelenggara negara dalam bidang hukum nasional, baik yang sedang berlaku
(ius constitutum) maupun yang akan berlaku (ius contituendum) guna pencapaian
tujuan bangsa dan negara yang diamanatkan oleh UUD 1945.
Politik Hukum suatu negara dicantumkan dalam UUD 1945 yang dilaksanakan
melalui 2 cara :
1. Bentuk Hukum :
a) Tertulis b) Tidak tertulis
2. Corak Hukum :
a) Unifikasi : belakunya satu siatem hukum bagi semua warga negara dalam
suatu negara
Ex : uu no 1/1974 ttg perkawinan, uu no 5/1960 ttg pokok agraria, uu no
8/1981 kuhap
b) Dualistis : berlakunya dua sistem hukum bagi dua negara yang berbeda dalam
suatu negara
Ex : pasal 163 is (gol penduduk eropa) dan pasal 131 is (mengatur asas
konkordansi/keselarasan)
c) Pluralistis : berlakunya bermacam-macam sistem hukum bagi dua
negara/lebih yang berbeda dalam suatu Negara. Contoh : hukum waris

C. PEMBAGIAN HUKUM
1. Dilihat dari sumber, materiil dan formil
2. Dilihat dari bentuknya, tertulis dan tidak tertulis
3. Dilihat dari waktu berlakunya, ius contitutum (sedang berlaku) dan ius
contituendum akan berlaku/kodrati)

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN DALAM HUKUM PIDANA


(HUKUM POSITIF)
Istilah KEJAHATAN : kata “jahat” artinya sangat tidak baik, buruk, jelek yg
ditumpukan pada tabiat & kelakuan orang. Kejahatan artinya “punya sifat yg
jahat/perbuatan yg jahat. Dalam ketentuan pasal 86 KUHP :
“Apabila disebut kejahatan pada umumnya atau suatu kejahatan pada khususnya,
maka dalam sebutan itu termasuk juga membantu melakukan itu, jika
dikecualikan oleh suatu peraturan lain”.
Perbedaan : kejahatan merupakan rechtsdelict atau delik hukum dan
pelanggaran merupakan westdelict atau delik undang-undang. Kejahatan Buku
ke-2 dan Pelanggaran Buku ke-3 KUHP.
Delik hukum a/ pelanggaran hukum yg dirasakan melanggar rasa keadilan.
Ex: perbuatan seperti pembunuhan, melukai orang lain, mencuri dan sebagainya.
Sedangkan delik undang-undang melanggar apa yang ditentukan oleh undang-
undang. Ex : Keharusan mempunyai SIM bagi pengendara bermotor, dll.
Pelanggaran a/ mengenai hal-hal kecil atau ringan yang diancam dengan
hukum denda sedangkan Kejahatan a/ mengenai hal-hal besar yang diancam
dengan pidana lainnya. Membedakan kejahatan dan pelanggaran dengan 2 cara
pandang (Moeljatno, 2002:72) : Pertama, adanya perbedaan kualitatif. Pada
perbedaan ini dikatakan bahwa Kejahatan a/ “rechtsdeliten” yaitu perbuatan-
perbuatan yg meskipun tidak ditentukan dalam UU sebagai perbuatan pidana
namun telah dirasakan sebagai onrecht & sebagai perbuatan yg bertentantangan
dengan tata hukum. Pelanggaran a/ “wetsdeliktern” yaitu perbuatan-perbuatan
yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang
menentukan demikian. Kedua, menyatakan bahwa hanya ada perbedaan
kuantitatif (soal berat atau entengnya ancaman pidana) antara kejahatan dan
pelanggaran. Selain dari pada sifat umum bahwa ancaman pidana bagi kejahatan
lebih berat daripada pelanggaran, perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran
yaitu:
1). Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja.
2). Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan (kesengajaan atau
kelapaan) yang diperlukan di situ, harus dibuktikan oleh jaksa, sedangkan jika
menghadapi pelanggaran hal itu tidak usah.
3). Percobaan untuk melakukan pelanggaran tak dapat dipidana (Pasal 54 KUHP).
Juga pembantuan pada pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP).
4). Tenggang daluwarsa, baik untuk hak menentukan maupun hak penjalanan
pidana bagi pelanggaran adalah lebih pendek daripada kejahatan tersebut
masing-masing adalah satu tahun dan dua tahun.
5). Dalam hal pembarengan (concursus) pada pemidanaan berbeda buat
pelanggaran dan kejahatan. Kumulasi pidana yang enteng lebih mudah
daripada pidana berat.
MATERI HUKUM PIDANA
PENGERTIAN
Menurut Muljanto Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan dilarang
serta ancaman atau sanksi berupa pidana bagi barang siapa yang melanggar
aturan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan dapat dikatakan sanksi atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah
diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangka melakukan pelanggaran tersebut.
Pribadi : sekumpulan aturan yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang
memenuhi syarat tertentu beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkan.

SIFAT HAKUM PIDANA


Publik dengan ciri-ciri:
1. Tetap ada sanksi walaupun ada persetujuan dari korban
2. Penuntutan dilakukan oleh negara bukan korban
3. Biaya pidana ditanggung negara dan segala denda dan perampasan barang
menjadi milik negara
4. Mencari kebenaran materiil di masyarakat

TUJUAN HUKUM PIDANA


Menurut Wijono Prodjodikoro:
1. Memenuhi rasa keadilan
2. Menakut-nakuti orang untuk tidak melakukan tindak pidana, atau yang sudah
melakukan tindak pidana lagi
3. Memperbaiki dan mendidik para pelaku tindak pidana agar lebih baik dan
bermanfaat di masyarakat

PEMBAGIAN HUKUM PIDANA


1. Hukum Pidana Subjektif (pelaku) : hak untuk menuntut pelaku
2. Hukum Pidana Objektif (negara) : hukum, sanksi, aturan, yang menentukan
padan dan dimana
3. Hukum Pidana Materiil : mengenai perbuatan pidana, yang boleh dilakukan
atau tidak
4. Hukum Pidana Formil : cara bagaimana menegakan hukum pidana materiil
melalui proses peradilan
5. Hukum Pidana Umum : bersumber pada kuhp dan kuhap
6. Hukum Pidana Khusus : hukum pidana militer, korupsi, terorisme

KAUSALITAS (SEBAB AKIBAT)


Dilakukan dalam delik-delik materil yang didalamnya berupa akibat tertentu maka
ancaman pidananya diperberat :
Contoh :
 Penganiayaan biasa Pasal 351 KUHP (menghalangi profesi) hukuman 2 tahun
8 bulan
 Penganiayaan mengakibatkan luka berat Pasal 351 kuhp (2) hukuman 5 tahun
 Penganiayaan mengakibatkan mati Pasal 351 kuhp (3) hukuman 7 tahun
1. Teori Sine Quanon (semua tahap dipertimbangkan/syarat mutlak)
2. Teori mengindividualis (saat sesudah timbul)
3. Teori menggenarilisasi (saat sebelum akibat timbul)

***SELEBIHNYA HAFALKAN SKRIPSI, BAIK UNDANG UNDANG,


LATAR BELAKANG, ATAU SEGALA SESUATU YANG
BERHUBUNGAN DENGAN SKRIPSI***

1. DALIL QISAS DIYAT

َ‫ف َواُأْل ُذن‬


ِ ‫س َو ْال َع ْينَ بِ ْال َعي ِْن َواَأْل ْنفَ بِاَأْل ْن‬ َ ‫َو َكتَ ْبنَا َعلَ ْي ِه ْم فِيهَا َأ َّن النَّ ْف‬
ِ ‫س بِالنَّ ْف‬
َ َّ‫ق بِ ِه فَه َُو َكف‬
‫ارةٌ لَهُ َو َم ْن لَ ْم يَحْ ُك ْم‬ َ ‫صاصٌ فَ َم ْن ت‬
َ ‫َص َّد‬ َ ‫ُوح ِق‬ َ ‫بِاُأْل ُذ ِن َوالس َِّّن بِال ِّسنِّ َو ْال ُجر‬
َ‫ك هُ ُم الظَّالِ ُمون‬ َ ‫بِ َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ فَُأولَِئ‬

“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (kitab suci) bahwasanya
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishash-nya.
Barangsiapa yang melepaskan (hak qishash)nya (memaafkan), maka melepaskan
hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
zalim.” (QS. Al-Maidah: 45)

‫َو َم ْن قَت ََل ُمْؤ ِمنًا خَ طًَأ فَتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ُمْؤ ِمنَ ٍة َو ِديَةٌ ُم َسلَّ َمةٌ ِإلَى َأ ْهلِ ِه‬

“Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (tidak sengaja),


maka ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman, serta
membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu).” (QS. An-
Nisa’: 92)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ِ ُ‫ْال َع ْم ُد قَ َو ٌد ِإال َأ ْن يَ ْعفُ َو َولِي ْال َم ْقت‬


‫ول‬

“(Bagi yang) sengaja (melukai atau membunuh, hukumannya) ialah qishash,


kecuali jika wali yang terbunuh memaafkan.” (HR.  Ad-Darquthni & Ibnu Abi
Syaibah, shahih)

2. DALIL HUDUD
a. Zina
‫الز ٰن ٓى اِنَّهٗ َكانَ فَا ِح َشةً َۗو َس ۤا َء َسبِ ْياًل‬
ِّ ‫َواَل تَ ْق َربُوا‬

Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan
suatu jalan yang buruk. (al isra ayat 32)

‫اح ٍد ِّم ْنهُ َما ِماَئةَ َج ْل َد ٍة ۖ َّواَل تَْأ ُخ ْذ ُك ْم بِ ِه َما َرْأفَةٌ فِ ْي ِد ْي ِن‬
ِ ‫اَل َّزانِيَةُ َوال َّزانِ ْي فَاجْ لِ ُدوْ ا ُك َّل َو‬
َ‫هّٰللا ِ اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۚ ِر َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما طَ ۤا ِٕىفَةٌ ِّمنَ ْال ُمْؤ ِمنِ ْين‬

Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya


seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan
hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sebagian orang-orang yang beriman. (an-nur ayat 2)

b. Qadzaf
‫ت ثُ َّم لَ ْم يَْأتُوْ ا بِاَرْ بَ َع ِة ُشهَد َۤا َء فَاجْ لِ ُدوْ هُ ْم ثَمٰ نِ ْينَ َج ْل َدةً َّواَل‬ َ ْ‫َوالَّ ِذ ْينَ يَرْ ُموْ نَ ْال ُمح‬
ِ ‫ص ٰن‬
ٰۤ ُ ۚ
َ‫ك هُ ُم ْال ٰف ِسقُوْ ن‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫ۙ تَ ْقبَلُوْ ا لَهُ ْم َشهَا َدةً اَبَدًا َوا‬
Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan
puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya.
Mereka itulah orang-orang yang fasik, (an nur ayat 4)

c. Sariqah (pencurian)
‫هّٰللا هّٰللا‬ ۤ
ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَع ُْٓوا اَ ْي ِديَهُ َما َجزَا ۢ ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِّمنَ ِ ۗ َو ُ ع‬
‫َز ْي ٌز‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
‫َح ِك ْي ٌم‬
Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (al-maidah ayat 38)

d. Khamr

َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َمي ِْس ُر َوااْل َ ْن‬
‫صابُ َوااْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل‬
َ‫ال َّشي ْٰط ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-
perbuatan) itu agar kamu beruntung. (al-maidah ayat 90)

e. Hirabah (perampokan)

ْ‫ض فَ َسادًا اَ ْن يُّقَتَّلُ ْٓوا اَو‬ ْ‫ر‬َ ‫اْل‬ ‫ا‬ ‫ى‬ ‫ف‬ َ‫ن‬ ْ‫و‬‫ع‬ ْ
‫س‬ ‫ي‬‫و‬ ٗ‫ه‬َ ‫ل‬ ْ‫ُو‬‫س‬ ‫ر‬ ‫و‬ ‫انَّما ج ٰۤزُؤ ا الَّذ ْينَ يُحاربُوْ نَ هّٰللا‬
ِ ِ َ َ َ َ َ َ ِ َ ِ َ َ ِ
ٌ ‫ك لَهُ ْم ِخ ْز‬
‫ي فِى‬ َ ِ‫ض ٰذل‬ِ ۗ ْ‫ف اَوْ يُ ْنفَوْ ا ِمنَ ااْل َر‬ ٍ ‫صلَّب ُْٓوا اَوْ تُقَطَّ َع اَ ْي ِد ْي ِه ْم َواَرْ ُجلُهُ ْم ِّم ْن ِخاَل‬
َ ُ‫ي‬
‫َظ ْي ٌم‬ِ ‫ال ُّد ْنيَا َولَهُ ْم فِى ااْل ٰ ِخ َر ِة َع َذابٌ ع‬
Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki
mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian
itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang
besar. (al-maidah ayat 33)

f. Al bagyu (pemberontakan)

‫ش َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ َوااْل ِ ْث َم َو ْالبَ ْغ َي بِ َغي ِْر‬ َ ‫اح‬ِ ‫قُلْ اِنَّ َما َح َّر َم َربِّ َي ْالفَ َو‬
َ‫ق َواَ ْن تُ ْش ِر ُكوْ ا بِاهّٰلل ِ َما لَ ْم يُن َِّزلْ بِ ٖه س ُْل ٰطنًا َّواَ ْن تَقُوْ لُوْ ا َعلَى هّٰللا ِ َما اَل تَ ْعلَ ُموْ ن‬
ِّ ‫ْال َح‬
Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji
yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan
yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu,
sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu
membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (al-A’raf ayat 33)

g. Riddah (murtad)
ٰۤ ُ
 ‫فِى‬ ‫ت اَ ْع َمالُهُ ْم‬
ْ َ‫ول ِٕىكَ َحبِط‬ ‫ت َوهُ َو َكافِ ٌر فَا‬ ْ ‫َو َم ْن يَّرْ تَ ِد ْد ِم ْن ُك ْم ع َْن ِد ْينِ ٖه فَيَ ُم‬
ٰۤ ُ
َ‫ار هُ ْم فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬ ِ ۚ َّ‫ك اَصْ ٰحبُ الن‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫ال ُّد ْنيَا َوااْل ٰ ِخ َر ِة ۚ َوا‬
Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran,
maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (al- baqarah ayat 217)

3. DALIL TA’ZIR

Œَ ‫ه َأتَْأتُونَ ْالفَا ِح َشةَ َما َسبَقَ ُك ْم بِهَا ِم ْن َأ َح ٍد ِمنَ ْال َعالَ ِم‬Œِ ‫ ِإ ْذ قَا َل لِقَوْ ِم‬Œ‫} َولُوطًا‬
{‫ين‬

Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah)
tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan  perbuatan
yang sangat hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia
ini) sebelum kalian?” [Al-A’raaf: 80].
UNDANG UNDANG, LATAR BELAKANG, ATAU SEGALA SESUATU
YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKRIPSI

AYAT DALAM SKRIPSI

ِ َ‫َولُوطًا ِإ ْذ قَا َل لِقَوْ ِم ِه َأتَْأتُونَ ْالف‬


َ‫اح َشةَ َما َسبَقَ ُك ْم بِهَا ِم ْن َأ َح ٍد ِمنَ ْال َعالَ ِمين‬

Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala
dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat
hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum
kalian?” [Al-A’raaf: 80].

HADIST DALAM SKRIPSI

ُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َو َج ْدتُ ُموه‬


َ ِ ‫ال قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫س ق‬ٍ ‫و ع َْن ِع ْك ِر َمةَ ع َْن اب ِْن َعبَّا‬
‫وط فَا ْقتُلُوا ْالفَا ِع َل َو ْال َم ْفعُو َل بِ ِه‬
ٍ ُ‫يَ ْع َم ُل َع َم َل قَوْ ِم ل‬

Artinya : Hadist riwayat imam lima, kecuali Nasai’, dari Ik’riah dari Ibnu Abbas
r.a, ia berkata, “Rasulullah SAW. Bersabda, “Siapa yang menjumpai seseorang
yag bermain Liwath, maka bunuhlah Fa’il yang bertidak sebagai lelaki (yang
memasukan) maupun yang bertindak sebagai sebagai perempuan (yang
dimasukan)”.

UU DALAM SKRIPSI
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE Pasal 45 ayat (1) junto Pasal
27 Ayat (1) yang berbunuyi :
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)”.

Kaidah Usul Fiqih dan Kaidah Fiqih

a) Kaidah ushul fiqih menyatakan bahwa :


“semua hal yang dapat menyebabkan terjadinnya perbuatan haram adalah
haram.”
b) Kaidah Fiqih menyatakan bahwa :
 “darúl mafasidi muqaddamu ála jalbil masalihi” yang artinya
Mengharamkan mafsadat adalah lebih didahulukan dari mendatangkan
maslahat.
 “ad-dararu yuzalu” yang artinya Segala mudarat harus dihilangkan.
 “an-nadaru ilal harami haramun” yang artinya Melihat pada sesuatu yang
haram adalah haram.
 “kulla ma yatawaldu minal-harami fahuwa haramun” yang artinya Segala
sesuatu yang lahir dari sesuatu yang haram adalah haram.

Anda mungkin juga menyukai