Anda di halaman 1dari 20

Nama : Ahmad Syafi’i

NIM : 80200220037
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : 1. Prof. Dr. H.M. Galib M, MA.
: 2. Dr. Hamka Ilyas, M.Th.I.
Kelas : PAI 1 Non Reguler
Jurusan : Pendidikan Agama Islam

RESUME ULUMUL QUR’AN

Pengertian dan Ruang Lingkup Ulumul Qur’an


1. Definisi Ulumul Qur’an
Ulumul Qur’an terdiri atas dua kata yaitu ‘ulu>m dan al-Qur’a>n. ‘Ulu>m secara
etimologis berasal kata ‘alima - ya’lamu - ‘ilman yang berarti pengetahuan atau
pemahaman. Adapun makna syara’nya ialah mengetahui dengan sebenarnya.
Kata al-Qur’a>n, secara etimologis berasal dari kata qara’a – yaqra’u – qur’a>nan
yang berarti bacaan. Adapun menurut ulama ushul, ulama fiqh, dan ulama bahasa, al-
Qur’a>n adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang
lafaz-lafaznya mengandung mukjizat, yang diturunkan secara mutawatir, dan ditulis
pada mushaf, mulai dari surat al-Fa>tih}ah sampai surat al-Na>s, dan membacanya
bernilai ibadah.
Jadi, ‘Ulu>m al-Qur’a>n menurut Imam Al-Zaqany ialah ilmu-ilmu yang
membahas tentang hal-hal yang berhubungan dengan al-Qur’am baik dari segi aspek
turunnya, susunannya, pengumpulannya, tulisannya, bacaannya, penjelas (tafsir)-nya,
mukjizatnya, nasikh dan mansukhnya, serta penolakan terhadap hal-hal yang
mendatangkan keraguan.
2. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Menurut M. Hasbi As-Shiddieqy, ruang lingkupp Ulumul Qur’an terdiri atas enam
komponen, diantaranya:
a. Persoalan turunnya al-Qur’an (Nuzu>l al-Qur’a>n). Persoalan menyangkit turunya al-
Qur’an menyangkut tiga hal yaitu:
1) Waktu dan tempat turunnya al-Qur’an (auqa>t nuzu>l wa mawa>thin al-nuzu>l)

1
2) Sebab-sebab turunnya al-Qur’an (asba>b al-nuzu>l)
3) Sejarah turunnya al-Qur’an (ta>ri>kh an-nuzu>l)
b. Persoalan sanad (rangkaian para periwayat). Persoalan ini menyangkut enam hal
yaitu:
1) Riwayat muta>watir
2) Riwayat ah}a>d
3) Riwayat syaz|
4) Macam-macam qira’at Nabi
5) Para perawi dan penghapal Al-Qur’an
6) Cara-cara penyebaran riwayat (tah}ammul)
c. Persoalan qira’at (cara pembacaan Al-Qur’an). Persoalan ini menyangkut hal-hal
berikut ini:
1) Cara berhenti (waqaf)
2) Cara memulai (ibtida’)
3) Ima>lah
4) Bacaan yang dipanjangkan (madd)
5) Meringankan bacaan hamzah
6) Memasukkan bunyi huruf yang sukun kepada bunyi sesudahnya (idga>m)
d. Persoalan kata-kata Al-Qur’an. Persoalan ini menyangkut beberapa hal berikut:
1) Kata-kata Al-Qur’an yang asing (gari>b)
2) Kata-kata Al-Qur’an yang berubah-ubah harakat akhirnya (mu’rob)
3) Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna serupa (homonim)
4) Padanan kata-kata Al-Qur’an (sinonim)
5) Isti’a>rah
6) Penyerupaan (tasybi>h)
e. Persoalan makna-makna al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum. Persoalan makna
ini menyangkut hal-hal berikut:
1) Makna umum (‘am) yang tetap dalam keumumannya
2) Makna umum (‘am) yang dimaksudkan makna khusus
3) Makna umum (‘am) yang maknanya dikhususkan sunnah
4) Nas}

2
5) Makna lahir
6) Makna global (mujmal)
7) Makan yang diperinci (mufas}s}al)
8) Makna yang ditunjukkan oleh konteks pembicaraan (mant|u>q)
9) Makan yang dapat di pahami dari konteks pembicaraan (mafhu>m)
10) Nas} yang petunjukknya tidak melahirkan keraguan (muh}ka>m)
11) Nas} yang musykil ditafsirkan karena terdapat kesamaran di dalamnya
(mutasya>bih)
12) Nas} yang maknanya tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat pada kata itu
sendiri (musykil)
13) Ayat yang menghapus dan dihapus (na>sikh-mansu>kh)
14) Yang didahulukan (muqaddam)
15) Yang diakhirkan (mu’akhakhar)
f. Persoalan makna-makna al-Qur’an yang berpautan dengan kata-kata al-Qur’an.
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut :
1) Berpisah (fas}l)
2) Bersambung (was}l)
3) Uraian singkat (i’ja>z)
4) Uraian panjang (it}nab)
5) Uraian seimbang (musa>wah)
6) Pendek (qas}r)

(Wawasan baru – Pertanyaan saudari Santi Mulyani)


Apa yang dimaksud dengan sanad dalam al-Qur’an? Sependek yang saya ingat, sand itu
untuk hadits, bukan untuk al-Qur’an.
Jawab:
Memang pada dasarnya sanad berarti yang meriwayatkan. Kata ini juga lebih sering
digunakan dalam kajian ilmu Hadits. Namun, tidak menutup kemungkinan dalam kajian
disiplin ilmu yang lain juga menggunakan kata ini, dalam kajian ilmu al-Qur’an
misalnya.

3
Makna sanad pada konteks ini ialah bagaimana al-Qur’an pada saat itu dikumpulkan
sebagai saran untuk dikodifikasikan. Pada saat itu terjadi perang Yamamah. Karena
banyak yang terbunuh, jadi para penghafal al-Qur’an dikumpulkan lalu dimintai untuk
menyampaikan hafalannya. Tidak hanya itu, ia juga diperintahkan untuk membawa
buktinya. Dalam proses pengumpulannya, Zaid menelusuri darimana dan siapa yang
membawa bukti tersebut. Jika sampai pada Rasulullah, maka pastinya akan ditulis oleh
Zaid. Jika tidak atau masih ragu, maka Zaid tidak akan menuliskannya hingga benar-
benar mendapatkan bukti kuat dan analisis yang benar.

Nuzu>l al-Qur’a>n
1. Definisi Nuzu>l al-Qur’a>n
Nuzul al-Qur’an berasal dari kata nuzu>l dan kata al-Qur’a>n. Kata nuzu>l adalah
bentuk mas}dar dengan akar kata nazala – yanzilu – nuzulan yang berarti turun, atau
berpindah tempat, atau menempati sesuatu. Sedangkan al-Qur’a>n adalah kalam Allah
Swt. yang tiada tandingannya, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
penutup para nabi dan rasul dengan perantaraan malaikat Jibril, ditulis dalam mushaf
yang disampaikan kepada kita secara mutawatir serta mempelajarinya merupakan
suatu ibadah, dimulai dengan surah Al-Fa>tih}ah dan ditutup dengan surah Al-Na>s.
Dengan demikian, Nuzu>l al-Qur’a>n berarti turun atau perpindahan tempat al-Qur’an
dari Allah ke Jibril, dan dari Jibril ke Nabi Muhammad Saw. kemudian dari Nabi
Muhammad Saw. kepada kita umatnya untuk dipelajari karena hal itu merupakan
suatu ibadah.
2. Proses Turunnya al-Qur’an
a. Al-Qur’an diturunkan sekaligus (dari awal sampai akhir) pada Lailatul Qadr.
Kemudian sesudah itu diturunkan secara berangsur-angsur dalam tempo 20, 23,
atau 25 sesuai dengan perbedaan di antara sesama mereka. Pendapat ini didasarkan
pada pendapat Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, kemudian dipegang oleh Jumhur
Ulama, bahwa yang dimaksud dengan turunnya al-Qur’an dalam ayat di atas ialah
turunnya al-Qur’an sekaligus ke Baitul Izzah di langit dunia untuk menunjukkan
kepada para mlaikat-Nya bahwa betapa besar masalah ini.

4
b. Al-Qur’an diturukan ke langit dunia bagian demi bagian (tidak sekaligus) pada
setiap malam al-Qadar. Kelompok yang berpendirian bahwa al-Qur’an diturukan ke
langit dunia bagian demi bagian (tidak sekaligus) pada setiap malam al-Qadar
karena tidak ada kesepakatan di kalangan kelompok ini. Jadi, menurut mereka
setiap datang malam setiap al-Qadar pada setiap Ramadhan, bagian tertentu al-
Qur’an diturunkan ke langit dunia sekadar kebutuhan untuk selama satu tahun,
sampai ketemu malam al-Qadar berikutnya.
c. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur. Berikut tahapannya:
1) Proses turunnya al-Qur’an dari Allah ke Lauh} al-Mah}fu>z}.
2) Proses turunnya al-Qur’an dari Lauh} al-Mah}fu>z} ke langit dunia.
3) Proses turunnya al-Qur’an dari langit dunia kepada Nabi Muhammad Saw.
melalui perantaraan Jibril.
3. Hikmah Turunnya al-Qur’an secara Berangsur-angsur
a. Untuk meneguhkan, memantapkan dan menguatkan hati (jiwa) Nabi Muhammad
saw. Mengingat watak keras masyarakat yang dihadapi Nabi, dengan turunnya al-
Qur’an secara berangsur-angsur untuk memperkuat hati nabi.
b. Sebagai penentang dan mukjizat.
c. Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman terhadap al-Qur’an.
d. Untuk menerapkan hukum secara bertahap.
e. Sebagai bukti bahwa wahyu yang diucapkan nabi Muhammad berasal dari Allah
Swt.

(Wawasan baru – Pertanyaan saudara Mustafa Rasyid)


Apa tujuan memahami Nuzu>l al-Qur’a>n?
Jawab:
Hikmah turunnya kitab suci al-Qur’an ialah:
1. Memperbanyak membaca atau tadarrus al-Qur’an. Hendaklah seorang muslim rutin
membaca al-Qur’an, meskipun tidak banyak akan tetapi konsisten/istiqamah sehingga
kebiasaan baik akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Di era perkembangan
teknologi, informasi, dan komunikasi sekarang ini, begitu banyak manusia dibutakan
dengan gadget dan game online, bahkan tidak mengenal waktu dan tempat, sehingga

5
kesempatan untuk membuka al-Qur’an tidak ada. Seyogyanya menyempatkan waktu,
minimal sekali dalam sehari membacanya.
2. Memahami makna dan mentadabburi ayat-ayat al-Qur’an, dengan cara membaca
terjemahan dan tafsir al-Qur’an, baik secara perkata maupun per ayat-ayat. Selain itu,
juga mentadabburi kisah-kisah dalam al-Qur’an sehingga dapat diambil ibrah dan
manfaatnya bagi kehidupan manusia.
3. Menghafal al-Qur’an. Seyogyanya bisa menghafal isi daripada al-Qur’an itu sendiri.
Minimal surah-surah pendek atau surah atau ayat penting lainnya.
4. Mempelajari al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Sebagai petunjuk hidup bagi manusia,
al-Qur’an (dan hadits Nabi) mengajarkan kepada kita berbagai aturan hukum dalam
segala aspek kehidupan. Begitu pula al-Qur’an mengajarkan berbagai disiplin ilmu
dan adab yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, orang lain,
lingkungannya, dan Tuhannya, agar mendatangkan maslahat dan menolak mud}arat
bagi kehidupan manusia.

Jam’u al-Qur’a>n pada Masa Nabi dan Sahabat


1. Definisi Jam’u al-Qur’a>n
Ditinjau dari segi bahasa, al-Jam’u berasal dari kata jama’a – yajmi’u yang
berarti mengumpulkan. Menurut Az-Zarqani, Jam’u al-Qur’a>n mengandung dua
pengertian. Pertama mengandung makna menghafal al-Qur’an dalam hati, dan kedua
yaitu menuliskan huruf demi huruf dan ayat demi ayat yang telah diwahyukan oleh
Allah swt kepada Nabi Muhammad Saw.
Oleh sebab itu, Jam’u al-Qur’an adalah usaha penghimpunan dan
pemeliharaan al-Qur’an yang meliputi penghafalan dan penulisan ayat-ayat serta surat-
surat dalam al-Qur’an.
2. Proses Jam’u al-Qur’a>n pada Setiap Periode
a. Periode Rasulullah
1) Menyimpannya ke dalam dada manusia (menghafalkannya).
2) Merekamnya secara tertulis di atas berbagai jenis bahan untuk menulis (pelepah
kurma, tulang-belulang, dan lain-lain).

6
b. Periode Abu Bakar ash-Shiddiq; karena terjadi perang Yamamah dimana para
penghafal banyak yang gugur, sehingga melalui bujukan Umar, Abu Bakar dan
Zaid bersedia untuk melakukan pengumpulan dan pembukuan al-Qur’an. Al-
Qur’an pada masa itu dibukukan namun masih dalam bentuk mushaf/lembaran-
lembaran.
c. Periode Utsman bin Affan; salinan mushaf yang ada diberikan kepada Hafsah untuk
disalin sebaik mungkin, lalu semua mushaf sebelumnya dikumpulkan lalu dibakar,
dikhawatiirkan terjadi perbedaan mushaf lama dengan mushaf baru. Setelah disalin,
al-Qur’an diberi sampul sehingga jadilah al-Qur’an pada masa itu sama dengan al-
Qur’an pada saat ini. Namun, tetap al-Qur’an pada masa itu masih terdapat
perbedaan seperti jenis kertas, kualitas kertas, bahan sampul, dan lain-lainnya.

(Wawasan baru – Pertanyaan saudari Santi Mulyani)


Mengapa yang dicantumkan hanya khalifah Abu Bakar saja dengan khalifah Utsman?
Bukankah khalifah Umar dan Ali juga berkontibusi?
Jawab:
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, al-Qur’an bukan berarti tidak mengalami
perubahan, melainkan khalifah Umarlah yang pertama kali mengusulkan inisiatifnya
kepada Abu Bajar agar segera mungkin menindak lanjuti penghimpunan al-Qur’an. Umar
sangat khawatir pada saat itu, karena pada saat perang Yamamah, banyak umat muslim
yang gugur. Disebutkan dalam riwayat bahwa terdiri atas 1.200 yang gugur, dan 39
diantaranya adalah penghafal al-Qur’an. Umar tambah bersedih karena adiknya yang
menghafal al-Qur’an pun ikut gugur dalam perang tersebut. sehingga beliau mendatangi
Abu Bakar untuk meyakinkannya tanpa henti, sehingga Allah mengetuk hati Abu Bakar
untuk merealisasikan usulannya. Dengan dibantu penulis handal, Zaid bin Tsabit ditunjuk
untuk berperan dalam pengumpulan dan penulisan al-Qur’an pada saat itu.
Adapun pada masa Ali bin Abi Thalib, tidak terjadi kodifikasi secara resmi karena tidak
ada pertentangan baik dari segi bacaan hingga rasm/tulisan.

7
Makkiyyah dan Madaniyyah
1. Definisi Surah atau Ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
a. Dari segi tempat, makkiyah berarti segala ayat yang diturunkan di Mekah dan
madaniyyah berarti segala ayat yang diturunkan di Madinah. Termasuk dalam
pengertian di Mekah, tempat-tempat yang terletak disekitarnya (Arafah, Hudaibiah
dll.) dan termasuk pula pengertian di Madinah, tempat-tempat yang terletak di
sekitarnya (Badar, Uhud, dan lain-lain).
b. Dari segi waktu, makkiyyah berarti segala ayat yang turun sebelum Nabi
Muhammad saw. hijrah, sekalipun turunnya di Madinah dan madaniyyah berarti
segala ayat yang turun setelah hijrah nabi Muhammad saw. sekalipun turunnya di
Mekah. Patokannya adalah saat hijrah Nabi Muhammad saw. dari Mekah menuju
ke Madinah.
c. Pada sisi lain, makkiyyah berarti segala ayat yang khit}a>b (isi pembicaraannya)
kepada penduduk Mekah dan sekitarnya, dan madaniyyah berarti segala ayat yang
isi pembicaraannya ditujukan kepada penduduk Madinah dan sekitarnya.
Berdasarkan ketiga kriteria inilah orang mengatakan setiap ayat yang berisi seruan
kepada orang-orang mukmin “yaa ayyuhaa allaz}i>na a>manu>” menunjukkan ia turun
di Madinah, dan setiap ayat yang berisi seruan kepada manusia “ yaa ayyuhaa al-
n>as” menunjukkan ia turun di Mekah
2. Ciri-ciri Surah atau Ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
a. Ciri-ciri surah atau ayat Makkiyyah
1) Setiap ayat yang dimulai dengan seruan “ yaa ayyuhaa al-n>as” (hai sekalian
manusia) adalah makkiyah, kecuali sebuah ayat dalam QS al-H}ajj/22:1, yang
dimulai dengan “yaa ayyuhaa al-n>as” sedang itu turun di Madinah.
2) Setiap surah yang dimulai dengan huruf al-muqat}t}a’ah adalah makkiyah, kecuali
surah al-Baqarah dan surah A>li ‘Imra>n.
3) Setiap surah yang memuat kisah Nabi Adam as. bersama Iblis/Setan adalah
makkiyah, kecuali kisah Nabi Adam as. yang terdapat dalam surah al-Baqarah.
4) Setiap surah yang menyebutkan masalah atau kisah-kisah umat terdahulu pada
umumnya adalah makkiyyah, ditambah dengan azab atau siksaan Tuhan yang
ditimpakan kepada mereka.

8
5) Pada umumnya, surah-surah yang turun di Mekah, ayatnya pendek, gaya
bahasanya tegas, padat dan berisi, serta mempunyai nilai bala>gah yang tinggi,
seperti surah-surah dan ayat-ayat yang ada dalam juz ‘amma.
6) Tiap surah yang ada lafaz ‫ كال‬adalah makkiyah. Lafaz ini disebut dalam Al-

Qur’an sebanyak 33 kali. Imam Al-Ummani mengatakan bahwa hikmah dari


penyebutan itu adalah menunjukkan bahwa separuh terakhir dari Al-Qur’an
mayoritas diturunkan di Mekah.
7) Tiap surah yang di dalamnya ada ayat sajadah adalah makkiyah.
8) Menjelaskan ajakan monotheisme, ibadah kepada Allah semata, penetapan
risalah kenabian, penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang
kiamat dan perihalnya, neraka dan siksanya, surga dan kenikmatannya, dan
mendebat kelompok musyrikin dengan argumentasi-argumentasi rasional dan
naqli.
9) Menetapkan pondasi-pondasi umum bagi pembentukan hukum syara’ dan
keutamaan-keutamaan akhlak yang harus dimiliki anggota masyarakat. Juga
berisikan celaan-celaan terhadap kriminalitas-kriminalitas yang dilakukan
kelompok musyrikin, mengkonsumsi harta anak yatim secara zalim serta uraian
tentang hak-hak.
10) Banyak mengandung kata-kata sumpah.
b. Ciri-ciri surah atau ayat Madaniyyah
1) Setiap ayat yang dimulai dengan “yaa ayyuhaa al-laz}i>na a>manu>” adalah
madaniyyah.
2) Setiap ayat yang membicarakan soal hukum, fard}u, dll. umumnya adalah
madaniyyah.
3) Pada umumnya, ayat-ayat dan surah-surah madaniyyah panjang-panjang, gaya
bahasanya lebih bersifat yuridis, panjang dan lain-lain.
4) Surah-surah atau ayat-ayat yang berisikan perihal ibadah, terutama shalat, zakat,
puasa, haji, dan lain-lain.
5) Surah-surah atau ayat-ayat yang berisikan masalah-masalah mu’amalah dalam
konteksnya yang sangat luas. Apakah itu hukum keluarga ( al-ah}wa>l al-

9
syakhs}iyyah) dan hukum perdata (al-ah}ka>m al-madaniyah) pada umumnya
maupun hukum pidana (al-ah}ka>m al-jina>’iyyah) dan lain-lain.
3. Pembagian Surah atau Ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
a. Surah Makkiyyah
Al-An'a>m Al-H}ijr Al-Mu'minu>n Al-Ru>m
Al-A'ra>f Al-Nah}l Al-Furqa>n Luqma>n
Yu>nus Al-Kahfi Al-Syu'a>ra> Al-Sajdah
Hu>d Maryam Al-Naml Saba>'
Yu>suf T}a>ha> Al-Qas}as} Fa>t}ir
Ibra>hi>m Al-Anbiya>’ Al-‘Ankabu>t Ya>si>n
S}a>d Al-Zumar Al-Mu'min Al-Syu>ra>
Al-Zukhru>f Al-Dukhan Al-Jas|iyah Al-Ah}qa>f
Qa>f Al-Z}a>riya>t Al-Thu>r Al-Najm
Al-Qamar Al-Wa>qi'ah Al-Bala>d Al-Syams
Al-Lail Al-D}uh}a> Al-Insyirah Al-Ti>n
Al-'Alaq Al-'A>diya>t Al-Qa>ri'ah Al-Taka>s|ur
Al-'As}r Al-Humazah Al-Fi>l Al-Quraisy
Al-Ma>'u>n Al-Kaus|ar Al-Ka>firu>n Al-Lahab
Al-Mulk Al-Qalam Al-H}aqqah Al-Ma'a>rij
Nu>h} Al-Jin Al-Muzammil Al-Muddas|s|ir
Al-Qiya>mah Al-Insa>n Al-Mursala>t Al-Naba'
Al-Na>zi'a>t 'Abasa Al-Takwi>r Al-Infit}a>r
Al-Insyiqa>q Al-Buru>j Al-T}ariq Al-A'la>
Al-Ga>syiyah Al-Fajr Al-H}ajj Al-Isra>’
Al-S}aff Fus}s}ila>t

b. Surah Madaniyyah
Al-Baqarah Al-H}ujura>t
A>li ‘Imra>n Al-H}a>di>d
Al-Nisa>’ Al-Muja>dilah

10
Al-Ma>’idah Al-H}asyr
Al-Anfa>l Al-Mumtah}anah
Al-Taubah Al-Jumu’ah
Al-Nu>r Al-Muna>fiqu>n
Al-Ah}za>b Al-T}alaq
Muh}ammad Al-Tah}ri>m
Al-Fath} Al-Nas}r

Adapun yang masih diperselisihkan ialah sebagai berikut:


Al-Qadr Al-Fa>tih>ah
Al-Bayyinah Al-Ra’d
Al-Zalzalah Al-Rah}ma>n
Al-Ikhla>s} Al-S}aff
Al-Fala>q Al-Taga>bun
Al-Na>s Al-Mut}affifi>n

4. Kegunaan Mempelajari Ilmu Makkiyyah dan Madaniyyah


a. Membantu para mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan penafsiran
yang baik dan benar.
b. Merasakan gaya bahasa al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah
menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasanya tersendiri.
c. Membantu mufassir dalam mengistimbatkan hukum-hukum Islam.
d. Mengetahui petunjuk-petunjuk Nabi Muhammad saw. dalam membina dan
membangun masyarakat Islam.
e. Mengetahui sejarah perjalanan kenabian Muhammad saw. dalam menerima wahyu-
wahyu al-Qur’an dari Allah swt. melalui malaikat Jibril.

(Wawasan baru – Pertanyaan saudari Luluul Mukarromah)


Mengapa ayat makkiyyah menjelaskan tentang iman dan ayat madaniyyah menjelaskan
tentang hukum?
Jawab:
11
Berdasarkan sejarah, Nabi berdakwah di Mekah selama kurang lebih 13 tahun sedangkan
di Madinah selama kurang lebih 10 tahun. Tema dakwah yang disampaikan disesuaikan
berdasarkan karakter masyarakat setempat. Orang Arab Mekah pada saat itu tergolong
manusia dengan karakter keras dan penentang. Bahkan beberapa riwayat menyebutkan
bahwa di Makah pada saat itu merupakan wilayah dengan kejahiliahan terberat di antara
seluruh umat manusia yang ada di muka bumi, sehingga tema yang diusung pun tidak
pernah dan jauh dan keluar dari ajaran tauhid/mengesakan Allah. Hal ini dikarenakan
banyak dari kalangan mereka yang sangat membenci nabi, ingin membunuh, bahkan ada
yang terang-terangan melempari hingga berdarah. Faktor penyebabnya ialah di hati
mereka masih gersang sehingga butuh siraman rohani untuk menumbuhkan keyakinan
terhadap Allah Swt.
Berbanding terbalik dengan karakter orang Madinah. Orang Madinah sangat terkenal
dengan karakter masyarakatnya yang sangat lembut bahkan penyayang, sehingga misi
dakwah nabi pada saat itu tidak terlalu lama.sikap welcome masyarakat Madinah
memberi semangat juang bagi nabi untuk berdakwah. Karena pondasi keyakinan sudah
bagus, maka yang perlu dibenahi adalah bagaimana sebenarnya perkara hukum berjalan
dan juga ditegakkan.

Fawa>tih} al-Suwar
1. Definisi Fawa>tih} al-Suwar
Istilah Fawa>tih adalah jamak dari kata Fa>tih yang secara bahasa berarti pembuka,
sedangkan Suwar adalah jamak dari kata Su>rah sebagai sebutan sekumpulan ayat-ayat
al-Qur’an dengan nama tertentu. Jadi, Fawa>tih} al-Suwar berarti pembukaan-
pembukaan surah karena posisinya di awal surah al-Qur’an
2. Macam-macam Fawa>tih} al-Suwar
a. Pembukaan dengan pujian kepada Allah (al-istiftah} bi al-sana’). Pujian kepada
Allah ada dua macam:
1) Menetapkan sifat-sifat terpuji dengan menggunakan lafazh ‫ احلمد‬seperti yang

terdapat dalam QS al-Fa>tih}ah, QS al-An’a>m, QS al-Kahfi, QS al-Furqa>n, dan


QS al-Mulk.

12
2) Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif dengan menggunakan lafaz tasbi>h
seperti yang terdapat dalam QS al-Isra>’, QS al-A’la>’, QS al-H}a>di>d, QS al-H}asyr,
QS al-S}haff, QS al-Jumu’ah, dan QS al-Tag}ha>bun).
b. Pembukaan dengan huruf-huruf yang terputus-putus (al-ahruf al-muqat}ht}ha'ah). Al-
ahruf al-muqat}ht}ha'ah menggunakan 14 huruf tanpa diulang, yakni: ‫ا‬, ‫ح‬, ‫ر‬, ‫س‬, ‫ط‬, ‫ع‬

, ‫ق‬, ‫ك‬, ‫ل‬, ‫م‬, ‫ن‬, ‫ه‬, ‫ي‬. Penggunaan huruf-huruf tersebut dalam pembukaan surah-

surah al-Qur’an disusun dalam 14 rangkaian yang terdiri atas kelompok berikut:
1) Kelompok sederhana, pembukaan yang hanya satu huruf, contoh: ‫( ص‬QS S}ha>d),

‫(ق‬QS Qa>f), dan ‫( ن‬QS al-Qalam).

2) Kelompok yang terdiri dari dua huruf, contoh: ‫( حم‬QS al-Mu’min, QS al-

Zuk}hru>f, QS al-Duk}ha>n, QS al-Ja>tsiyah, QS al-Ah}qa>f), ‫( طه‬QS T}ha>ha>), ‫( طس‬QS

al-Naml), ‫ يس‬dan (QS Ya>si>n).

3) Kelompok yang terdiri atas tiga huruf, contoh: ‫( امل‬QS al-Baqarah, QS A>li

‘Imra>n, QS al-Ru>m, QS Luqma>n, QS al-‘Ankabu>t, dan QS al-Sajdah), ‫( الر‬QS

Yu>nus, QS Hu>d, QS Ibra>hi>m, QS Yu>suf, dan QS al-H}ijr), ‫( طسم‬QS al-Qas}has}h

dan QS al-Syu’ara).
4) Kelompok yang terdiri atas empat huruf, contoh: ‫( املر‬QS al-Ra’d) dan‫( املص‬QS

al-A’ra>f)
5) Kelompok yang terdiri dari lima huruf, contoh: ‫( كهيعص‬QS Maryam) dan ‫حم‬

‫(عسق‬QS al-Syua’ara>’)

c. Pembukaan dengan panggilan (al-istiftah bi al-nida>’). Nida>’ ini ada tiga macam,
terdapat pada sembilan, yakni sebagai berikut:

ُّ ِ‫ يَآأَيُّ َها الن‬seperti yang terdapat dalam QS al-


1) Nida>’ untuk Nabi dengan redaksi ‫َّب‬

Ah}za>b, QS al-Tah}ri>m, dan QS al-T}hala>q.

13
2) Nida>’ untuk Nabi dengan term ‫ يَآأَيُّ َها املَّزِّم ُل‬seperti yang terdapat dalam QS al-
ُ
Muzzammil.
3) Nida>’ untuk Nabi dengan term ‫ يَآأَيُّ َها الْ ُمدَّثِّ ُر‬seperti yang terdapat dalam QS al-

Muddats\ts\ir.
4) Nida>’ untuk orang-orang beriman dengan term ‫ يَآأَيُّ َها الَّ ِذيْ َن َامنُ ْوا‬seperti yang

terdapat dalam QS al-Ma>’idah, QS al-H}ujura>t, dan QS al-Mumtah}anah.


5) Nida>’ untuk orang-orang secara umum dengan term ‫َّاس‬
ُ ‫ يَآأَيُّ َها الن‬seperti yang
terdapat dalam QS al-Nisa>’ dan QS al-H}ajj.
d. Pembukaan dengan kalimat berita (al-istiftah bi al-jumlah al-khabariyah). Kalimat
berita (al-jumlah al-khabariyah) dalam pembukaan surah ada dua macam, yaitu:
1) Kalimat nominal (al-jumlah al-ismiyah). Kalimat ini terdapat pada sebelas surah,
yaitu surah al-Taubah, al-Nu>r, al-Zumar, Muh{ammad, al-Fath}, al- Rah}ma>n, al-
H{aqqah, Nu>h}, al-Qadr, al-Qa>ri’ah, dan al-Kaus\ar.
2) Kalimat verbal (al-jumlah al-fi’liyah). Kalimat ini terdapat pada dua belas surah,
yaitu al-Anfa>l, al-Nah}l, al-Qamar, al-Mu’minu>n, al-Anbiya>’,al-Mujadalah, al-
Ma’a>rij, al-Qiya>mah, al-Balad, al-Bayyinah, dan al-Takas\ur.
e. Pembukaan dengan sumpah (al-istiftah} bi al-qasam) seperti yang terdapat dalam
QS al-Ti>n, QS al-D}huh}a>, QS al-T{ha>riq, QS al-S}affa>t, QS al-Za>riya>t, QS al-Th{u>r,
QS al-Najm, QS al-Mursala>t, QS al-Na>zi’a>t, QS al-Buru>j, QS al-Fajr, QS al-
Syams, QS al-Lai>l, QS al-‘A<diya>t, dan QS an al-‘As}r.
f. Pembukaan dengan kata kerja perintah (al-istiftah} bi al-amr) seperti yang terdapat
dalam QS al-‘Alaq, QS Jin, QS al-Ka>firu>n, QS al-Ikhla>s}, QS al-Falaq, dan QS al-
Na>s.
g. Pembukaan dengan syarat (al-istiftah} bi al-syart}h) seperti yang terdapat dalam QS
al-Takwir, QS al-Infit}a>r, QS al-Insyiqa>q, QS al-Wa>qi’ah, QS al-Muna>fiqu>n, QS al-
Zalzalah, dan QS al-Nas}r.
h. Pembukaan dengan pertanyaan (al-istiftah} bi al-istifha>m). Bentuk pertanyaan ini
ada dua macam, yaitu:

14
1) Pertanyaan positif, yaitu pertanyaan dengan menggunakan kalimat positif.
Pertanyaan dalam bentuk ini digunakan pada empat surah, yaitu surah al-Dahr,
al-Naba>’, al-G}ha>syiyah, dan al-Ma>’u>n.
2) Pertanyaan negatif, yaitu pertanyaan dengan menggunakan kalimat negatif, yang
hanya terdapat pada dua surah, yaitu surah al-Insyirah} dan al-Fi>l.
i. Pembukaan dengan do’a (al-istiftah} bi al-du’a) seperti yang terdapat dalam QS al-
Mut}affifi>n, QS al-Humazah, dan QS al-Lahab.
j. Pembukaan dengan alasan (al-istiftah} bi al-ta’li>l). Pembukaan dengan alasan ini
hanya terdapat dalam surah al-Quraisy.
3. Pendapat Ulama tentang Fawa>tih} al-Suwar
Ulama berbeda pendapat terkait Fawa>tih} al-suwar ini. Letak perbedaan ulama terkait
fawa>tih} al-suwar ialah pada ta’wil ulama tentang ayat mutasya>bih. Penyebab
perbedaan pendapat itu berawal dari cara menjelaskan struktur kalimat pada ayat
berikut dalam QS A>li ‘Imra>n/3 ayat 7. Berangkat dari perbedaan itu, maka ulama
terbagi kepada dua kelompok yakni terdapat sekelompok ulama yang mengatakan
bahwa makna ayat al-muqat}ht}ha’ah adalah murni ayat mutasya>bih yang hanya
diketahui oleh Allah Swt. semata. Adapun kelompok ulama yang lainnya mengatakan
bahwa ayat tersebut diketahui oleh Allah dan dapat dipahami oleh manusia yang
benar-benar mendalami bidang keilmuan (al-Qur’an dan rentetannya) sehingga ayat
mutasya>bih melahirkan sebuah makna melalui proses ta’wil.
4. Hikmah Mempelajari Fawa>tih} al-Suwar
a. Mengharuskan upaya lebih banyak dan lebih besar untuk mengungkap ayat
mutasyabih, sehingga memperoleh pahala bagi yang mengupayakannya.
b. Menunjukkan kelemahan akal manusia terhadap kekuasaan Allah.
c. Teguran bagi orang yang ingin mengutak-atik ayat Allah.
d. Keberadaan ayat muhkam dan mutasya>bih menarik perhatian para penganut
mazhab untuk memperhatikan dan memikirkannya.
e. Al-Qur’an merupakan sarana dakwah untuk mengajak kepada para semua orang
khususnya bagi yang awam sehingga untuk menyampaikan lebih rinci perkara ini
sehingga tidak menjerumuskan mereka.
f. Memberikan pemahaman abstrak ila>hiyah.

15
(Wawasan baru – Pertanyaan saudari Dewi Saputri Sussang)
Bukankah dengan seperti ini (fawa>tih} al-suwar/huru>f al-muqat}t}a’ah sulit diketahui
maknanya) akan menimbulkan pertanyaan kritis bagi masyarakat setempat?
Jawab:
Pada latar belakang makalah, penulis sudah jelas menyebutkan bahwa fenomena fawa>tih}
al-suwar/huru>f al-muqat}t}a’ah telah menimbulkan perdebatan dari dulu hingga saat ini.
Pasalnya, pada masa Rasulullah, beliau tidak menyampaikan maknanya. Pada masa
sahabat pun demikian. Hingga sampai detik ini, banyak takwil-takwil terkait hal ini,
namun itu bersifat sementara, belum bisa dijadikan acuan untuk pemaknaan secara
global, sehingga menjadi problem yang berkepanjangan bagi yang tidak mengimaninya.
Adapun yang mengimaninya, sekalipun tidak mengetahui maknanya sama sekali, pun
pasti tidak mempermasalahkannya selagi itu adalah kalam Allah.
Pertanyaan kritis terkait fawa>tih} al-suwar/huru>f al-muqat}t}a’ah ini tentu banyak, tidak
hanya kalangan pelajar sekarang saja, tetapi jauh sebelum itu (pada masa Rasulullah).
Karakter sahabat yang hidup pada masa Rasulullah merupakan orang yang sangat kritis,
sehingga dalam konteks ini, pasti tidak luput dari pertanyaan mereka terkait hal ini.
Adapun jawaban yang dapat penulis berikan ialah, fawa>tih} al-suwar/huru>f al-muqat}t}a’ah
berfungsi sebagai informasi atau pemberian pemahaman kepada para manusia bahwa ayat
setelahnya adalah firman Allah yang terdiri atas rangkaian huruf hijaiyah.
Berangkat dari hal yang tidak diketahui, maka hikmah yang dapat dipetik dari fenomena
ini ialah; (1) mengharuskan upaya lebih banyak dan lebih besar untuk mengungkap ayat
mutasya>bih, sehingga memperoleh pahala bagi yang mengupayakannya, (2)
Menunjukkan kelemahan akal manusia terhadap kekuasaan Allah, dan (3) menunjukkan
kelemahan akal manusia terhadap kekuasaan Allah.

Muh}ka>m dan Mutasya>bih


1. Definisi Ayat Muh}ka>m dan Mutasya>bih
Muh}ka>m berarti ayat-ayat yang jelas maknanya dan tidak memerlukan ayat lain untuk
menjelaskannya. Sedang Mutasya>bih ialah ayat-ayat yang belum jelas maksudnya dan
mempunyai banyak kemungkinan terhadap takwilnya, maknanya yang tersembunyi
dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya.

16
2. Perbedaan Pandangan Ulama terkait Muh}ka>m dan Mutasya>bih
a. Ulama golongan Hanafiyah berpendapat bahwa lafaz muh}ka>m ialah lafaz yang
jelas petunjuknya dan tidak mungkin dinasikhkan. Sedangkan lafaz mutasya>bih
ialah lafaz yang sama maksud petunjuknya sehingga tidak terjangkau oleh akal
pikiran manusia, sebab hanya Allah-lah yang tahu.
b. Mayoritas ulama Fiqhi yang berpegang pada pendapat Ibnu Abbas berpendapat
bahwa lafaz muh}ka>m ialah lafaz yang tidak bisa ditakwil kecuali satu arah.
Sedangkan mutasya>bih dapat ditakwilkan dalam beberapa segi karena masih sama.
c. Mazhab Salaf (ulama generasi sahabat) berpendapat bahwa kesemuanya itu
diserahkan seutuhnya kepada Allah yang Maha Mengetahui, sedang mereka
berusaha mengimaninya.
d. Mazhab Khalaf (Imam Haramain) berpendapat bahwa ayat mutasya>bih harus
ditetapkan maknanya dengan pengertian yang sesuai dengan sedekat mungkin
dengan zat-Nya.
3. Sebab-sebab adanya Ayat Mutasya>bih
a. Kesamaran dari aspek lafal saja:
1) Kesamaran dari aspek lafal mufradnya karena terdiri dari lafal yang gari>b (asing)
atau musytarak (bermakna ganda).
2) Kesamaran lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas.
b. Kesamaran dari aspek maknanya
c. Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya:
1) Aspek kuantitas (al-kammiyah).
2) Aspek cara (al-kaifiyah).
3) Aspek waktu.
4) Aspek tempat.
4. Hikmah Adanya Ayat-ayat Muh}ka>m dan Mutasya>bih
a. Muh}ka>m
1) Jika seluruh ayat al-Qur’an muh}ka>m, maka akn sirnalah ujian keimanan dan
amal.
2) Menjadi rahmat bagi seluruh manusia.
3) Memudahkan manusia memahami arti, maksud, lalu menghayatinya.

17
4) Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi al-
Qur’an.
5) Menghilangkan kesulitan dan kebingungan manusia dalam mempelajarinya.
6) Mempercepat proses penghafalan.
b. Mutasya>bih
1) Jika seluruh ayat al-Qur’an mutasya>bih, niscaya akan padam kedudukannya
sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia.
2) Menjadi motivasi untuk terus menggali kandungan al-Qur’an.
3) Mengharuskan upaya yang lebih besar untuk mengungkap maksudnya.
4) Jika al-Qur’an mengandung ayat mutasya>bih, maka diperlukan upaya penafsiran
untuk memahminya. Salah satunya membutuhkan ilmu yang lebih banyak
seperti tafsir, fiqh, gramatika, ma’a>ni, us}ul fiqhi, dan lain sebagainya.

(Wawasan baru – Pertanyaan dari saudara Fahrul Rahman)


Menurut pandangan pemateri, antara ayat muh}ka>m dan mutasya>bih, manakah yang bagus
kita ikuti?
Jawab:
Berbicara masalah mana yang bagus kita ikuti, berarti seakan-akan ada salah satu dari
keduanya yang tidak bagus. Keduanya merupakan ayat al-Qur’an yang berasal dari
firman Allah dimana tak satupun keraguan di dalamnya. Hanya saja, beberapa pandangan
berbeda dari kalangan ulama. Memang pada dasarnya ayat muh}ka>m tidak menjadi
permasalahan karena maknanya dapat diketahui dengan jelas, namun pada konteks ayat
mutasya>bih yang tidak diketahui maknanya menjadi permasalahan dan lebih memilih
untuk tidak memilihnya, itu merupakan suatu kesalahan besar. justru dengan tidak
mengetahui maknanya menandakan bahwa ayat tersebut merupakan firman Allah yang
benar-benar dari Allah, karena mensinkronkan pemikiran sesama penafsir saja sangat
sulit untuk dilakukan. Hal ini menandakan bahwa benar hanya Allah yang mengetahuinya
dan secara tidak langsung menunjukkan betapa kecilnya akal manusia.
Berangkat dari statement di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun ayat
mutasya>bih belum diketahui maknanya secara jelas, tetapi seyogyanya bagi orang yang
beriman seharusnya mengimaninya.

18
Muna>sabah al-Qur’an
1. Definisi Muna>sabah al-Qur’an
Kata munasabah secara etimologi berarti al-muqa>rabah (kedekatan), al-musya>kalah
(keserupaan), dan al-muwa>faqah (kecocokan). Oleh sebab itu al-munasabah adalah
sesuatu yang masuk akal, jika dikemukakan kepada akal akan diterima. Mencari
kedekatan antara dua hal adalah mencari hubungan atau kaitan antara keduanya seperti
sebab akibat, persamaan, perbedaannya, hubungan-hubungan lainnya yang bisa di
temukan antara dua hal.
2. Macam-Macam Muna>sabah
a. Muna>sabah antara satu kalimat dengan kalimat sebelumnya dalam satu ayat.
b. Muna>sabah antara satu ayat dengan ayat setelahnya.
c. Muna>sabah antara kelompok ayat dengan kelompok ayat sebelumnya.
d. Muna>sabah antara awal surah dengan akhir surah sebelumnya.
e. Muna>sabah antara satu surah dengan surah yang lainnya.
3. Cara Mengetahui Muna>sabah al-Qur’an
a. Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surah yang menjadi objek bahasan.
b. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang di bahas dalam
surah.
c. Mengkategorikan uraian tersebut dengan tingkat hubungannya (iterkoneksi), jauh
dekatnya korelasi
d. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan
bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan
4. Kegunaan Mempelajari Muna>sabah al-Qur’an dan Hubungannya dengan Pendidikan
a. Dapat menepis anggapan sebagian orang bahwa tema-tema al-Qur’an kehilangan
relevasi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.
b. Mengetahui persambungan atau hubungan (korelasi) antara bagian al-Qur’an, baik
antara kalimat atau memperdalam pengetahuan dan pengenalan tentang kitab al-
Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.

19
c. Dapat diketahui mutu dan tingkat ke-balagah-an bahasa al-Qur’an dalam konteks
kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya (berkorelasi), serta penyesuaian
ayat atau surah yang satu dengan yang lainnya.
d. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara lebih tepat dan
akurat setelah diketahui hubungan suatu kalimat ayat dengan kalimat atau ayat yang
lain.

(Wawasan baru – Pertanyaan saudari Andi Astitah)


Apa urgensi muna>sabah dalam penafsiran al-Qur’an?
Jawab:
1. Dari sisi bala>gah, hubungan antara ayat dengan ayat menjadi keutuhan yang indah
dalam tata bahasa al-Qur’an.
2. Memudahkan seseorang dalam memahami ayat atau surah.
3. Ayat selanjutnya menjadi pelengkap dan penjelas bagi ayat sebelumnya sehingga
memudahkan seseorang dalam menafsirkan ayat al-Qur’an.

20

Anda mungkin juga menyukai