Anda di halaman 1dari 17

Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

1. Pengertian al-Quran dan Sejarah Pengumpulannya


a. Pengertian al-Qur’an
Al-Qur’an berasal dari kata qara’a-qira’tan-qur’anan yang artinya menggabungkan
huruf-huruf dan kata-kata satu sama lain saat membaca. Sedangkan pengertian al-
Qur’an menurut para ulama ushul fikih al-Qur’an adalah kalam Allah yang memiliki
mukjizat, diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan melalui perantara
malaikat Jibril, ditulis dalam berbagai mushhaf, dinukilkan kepada kita dengan cara
mutawattir, yang dianggap ibadah dengan membacanya, dimulai dengan surat al-
Fatihah, dan ditutup dengan surat al-Nas.
b. Sejarah pengumpulannya
1) Pengumpulan al-Qur’an pada masa Nabi
a) Pengumpulan al-Qur’an melalui hapalan. Al-Qur’an turun kepada Nabi yang
ummi. Karena itu, perhatian Nabi hanyalah untuk sekedar menghafal dan
menghayatinya agar beliau dapat menguasai al-Qur’an.
b) Pengumpulan al-Qur’an dalam bentuk tulisan. Rasulullah ‫ ﷺ‬mempunyai
beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat al-Qur’an, beliau
memeritahkan kepada mereka untuk menulisnya dalam rangka memperkuat
catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah ‫ﷻ‬.
Para penulis wahyu pilihan Rasul di antaranya Zaid bin Tsabit, Ubay bin
Ka’ab, Muadz bin Jabal, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin, dan
sahabat-sahabat lain.
2) Pengumpulan al-Qur’an pada masa Khulafaur rasyidin
a) Pengumpulan al-Qur’an pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq
Dikumpulkannya al-Qur’an menjadi satu di zaman Abu Bakar tepatnya terjadi
pada tahun 12 Hijriyah. Penyebabnya adalah, saat perang Yamamah banyak
dari kalangan al-Qurra’ yang terbunuh, di antaranya Salim bekas budak Abu
Hudzaifah, salah seorang yang Rasulullah ‫ ﷺ‬memerintahkan untuk
mengambil pelajaran.
b) Pengumpulan al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan
Pengumpulan al-Qur’an pada tahap ini dimulai pada tahun 25 Hijriyah.
Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan al-Qur’an
sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat.
Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka utsman memerintahkan
untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga
kaum muslimin tidak berbeda bacaannya.
Perbedaan antara pengumpulan mushaf Abu Bakar dan Utsman adalah
pada masa Abu Bakar yaitu bentuk pemindahan dan penulisan al-
Qur’an ke dalam satu mushaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal
dari tulisan yang terkumpul dari kepingan-kepingan batu, pelepah-
pelepah korma dan kulit binatang, adapun latar belakangnya karena
banyaknya huffazh yang gugur. Sedangkan pengumpulan al-Qur’an
pada masa Utsman menyalin kembali yang telah tersusun pada masa
Abu Bakar, dengan tujuan untuk dikirimkan keseluruh Negara Islam.
Latar belakangnya adalah disebabkan karena adanya perbedaan dalam
hal membaca al-Qur’an.
2. Pengertian Ilmu al-Qur’an dan Ruang Lingkup Ilmu al-Qur’an
a. Pengertian ilmu al-Qur’an
Secara bahasa Ulumul Qur’an terdiri atas dua kata: ‘Ulum dan Al-Qur’an. ‘Ulum
adalah jamak dari kata tunggal ‘ilm, yang secara harfiah berarti ilmu. Sedangkan al-
Qur’an adalah nama bagi kitab Allah ‫ ﷻ‬yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
‫ﷺ‬. Dengan demikian, maka secara harfiah kata Ulumul Qur’an dapat diartikan
sebagai ilmu-ilmu al-Qur’an atau ilmu-ilmu yang membahas al-Qur’an. Sedangkan
secara istilah yang diformulasikan Muhammad ‘Ali al-Shabuni Ulumul Qur’an adalah
rangkaian pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an yang agung lagi kekal,
baik dari segi (proses) penurunan dan pengumpulan serta tertib urutan-urutan dan
pembukuannya, maupun dari sisi pengetahuan tentang sebab nuzul, makiyyah-
madaniyyahnya, nasikh-mansukhnya, muhkam mutasyabihnya, dan berbagai
pembahasan lain yang berkenaan dengan al-Qur’an atau berhubungan dengan al-
Qur’an.
b. Ruang lingkup ilmu al-Qur’an
1) Ilmu tadwin (pembukuan)
2) Ilmu asbab an-nuzul (sebab-sebab turun)
3) Ilmu qiraat (bacaan)
4) Ilmu munasabah (ilmu tentang korelasi surat, ayat, dan lainnya tentang al-Qur’an)
5) Ilmu al-‘am dan al-khash
6) Ilmu nasikh dan mansukh
7) Ilmu muthlaq dan muqayyad
8) Ilmu manthuq dan mafhum
9) Ilmu al-I’jaz al-Qur’an
10) Ilmu amtsal al-Qur’an
11) Ilmu qasam al-Qur’an
12) Ilmu jadl al-Qur’an
13) Ilmu qasas al-Qur’an, dll.
3. Sejarah Perkembangan Ilmu al-Qur’an
a. Ulumul Qur’an pada masa Rasulullah ‫( ﷺ‬berupa penafsiran langsung dari
Rasulullah)
b. Ulumul Qur’an pada masa Khalifah (ulumul qur’an pada masa ini ditandai dengan
penulisan al-Qur’an, meletakkan kaidah-kaidah nahwu hingga kebijakan
mengumpulkan umat muslim pada satu mushaf)
c. Ulumul Qur’an pada masa sahabat dan Tabi’in (para sahabat tabi’in pada masa ini
mulai menafsirkan al-Qur’an). Seperti Ibnu Abbas dari kalangan sahabat dan Ikrimah
tabi’in.
d. Masa pembukuan pada abad ke 2 H (mulai dari pembukuan tafsir hingga buku2 yang
membahas ruang lingkup ulumul quran)
e. Ulumul Qur’an pada masa kontemporer pada masa ini perkebangan ulumul Qur’an
juga berlanjut hingga bermunculan buku-buku ulumul Qur’an yang ditulis secara
sederhana dan sistematis sehingga mudah dipahami.
4. Pengertian Tafsir dan Ilmu Tafsir
a. Tafsir
Menjelaskan makna ayat, baik bentuknya, kisahnya atau sebab diturunkannya Al-
Qur’an.
b. Ilmu Tafsir
Ilmu yang menerangkan tentang hal nuzulul ayat, keadaan-keadaannya, kisah-
kisahnya, sebab-sebab turunnya, tertib Makiyyah Madaniyyahnya, muhkam
mutasyabihnya, mujmal mufassalnya halal haramnya, wa’ad wa’idnya dan amar
nahinya, serta I’tibar dan amsalnya.
5. Ilmu-Ilmu yang harus dikuasai oleh Mufassir
a. Ilmu bahasa arab
b. Ilmu nahwu (gramatika)
c. Ilmu al-tashrif/perubahan kata
d. Ilmu al-isytiqaq (morfologi)
e. Ilmu ma’ani
f. Ilmu badi’
g. Ilmu bayan
h. Ilmu qiraat/teknik membaca al-Qur’an
i. Ilmu ushul al-Din/kalam/teologi
j. Ilmu ushul fiqih
k. Ilmu asbab an-nuzul dan al-qashash
l. Ilmu nasikh w al-mansukh
m. Ilmu fiqih
n. Hadis-hadis an-nabawi
o. Ilmu-ilmu al-mauhibah, yakni pengetahuan yang diberikan Allah kepada orang-orang
tertentu yang selalu siap mengamalkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

Bisa juga jawabannya:

a. Pengetahuan tentang al-Qur’an


b. Pengetahuan tentang Sunnah
c. Pengetahuan tentang Sirah/Sejarah Kehidupan Rasulullah dan Kehidupan para
sahabatnya.
d. Pengetahuan tentang sejarah al-Qur’an
e. Pengetahuan tentang Qawa’id Tafsir
f. Pengetahuan tentang Bahasa Arab
g. Pengetahuan tentang Nahwu dan Sharaf
h. Pengetahuan tentang Balaghah
i. Pengetahuan tentang Qira’at
j. Pengetahuan tentang Aqidah Islamiyah
k. Pengetahuan tentang Ushul Fiqih
l. Pengetahuan tentang Sejarah Arab Jahiliyah
m. Pengetahuan tentang sejarah orang-orang terdahulu
n. Pengetahuan tentang mazhab-mazhab pemikiran
o. Pengetahuan tentang ilmu kontemporer
6. Macam-macam Metode Penafsiran
a. Metode Ijmali
Metode Ijmali dalah menafsirkan ayat al-Qur’an sesuai dengan urutan ayat dan
surat dalam mushaf, menjelaskan makna ayat secara umum, menggunakan bahasa
yang mudah dipahami maksudnya oleh si pembaca/pendengar.
Langkah-langkahnya:
1) Menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur’an secara garis besar
2) Menggunakan ungkapan-ungkapan yang diambil dari al-Qur’an dengan
menambahkan kata atau kalimat penghubung sehingga memudahkan orang untuk
memahaminya
b. Metode Tahlili
Metode Tahlili adalah menafsirkan ayat al-Qur’an sesuai dengan urutan ayat dan
surat dalam mushaf, menjelaskan segala hal-hal yang berkaitan dengan ayat seperti
makna lafaz, bentuk balaghah, asbab al-nuzul, hukum, makna, dan lain-lain.
Langkah-langkahnya:
1) Menerangkan muhasabah
2) Menjelaskan asbab an-nuzul
3) Menganalisis kosakata (mufradat) dan lafal dari sudut pandang bahasa Arab
4) Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya
5) Menerangkan unsurunsur fashahah, bayan, I’jaz bila dianggap perlu, khusus yang
mengandung keindahan balaghah
6) Menjelaskan hukum dari ayat yang di bahas (khusu ayat ahkam)
7) Menerangkan makna dan maksud syara’ yang terkandung dalam ayat yang
bersangkutan.
c. Metode Maudhu’i (Tematik)
Metode Mudhu’i adalah metode penafsiran al-Qur’an dengan membahas ayat-
ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan.
Langkah-langkahnya:
1) Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik)
2) Menghimpun ayat yang berkaitan dengan masalah ayat tersebut
3) Menyusun runtutan ayat sesuai masa turunnya disertai asbab an-nuzul nya
4) Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing
5) Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna
6) Melengkapi pembahasan dengan hadits yang relevan dengan pokok pembahasan
7) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun
ayat yang mempunyai pengertian yang sama atau menyatukan ayat ‘am (umum)
dank hash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), sehingga didapat satu
kesimpulan.
d. Metode Muqaran (Komparatif)
Metode Muqaran adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara
membandingkan aspek-aspek yang dibandingkan meliputi, (1) membandingkan teks
(nash) ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam
dua kasus atau lebih, dan atau memiliki kasus yang berbeda pada satu kasus yang
sama, (2) membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis yang pada zahirnya terlihat
bertentangan, dan (3) membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir dalam
menafsirkan ayat al-Qur’an.
Langkah-langkahnya:
1) Mencari perbandingan ayat dengan ayat lain (inventarisasi ayat-ayat yang
mempunyai kesamaan dan kemiripan redaksi, meneliti kasus yang berkaitan
dengan ayat tersebut dan mengadakan penafsiran)
2) Mencari perbandingan ayat al-Qur’an dengan hadits
3) Mencari perbandingan hasil mufassir dengan mufassir lainnya.
7. Periodesasi kitab-kitab tafsir dan pengarangnya
a. Tafsir Klasik
1) Tafsir Jami’ al-Bayan Fi Tafsir al-Qur’an karya Abu Ja’far Muhammad bin Jarir
bin Yazid ath-Thabari (224 H)
2) Tafsir Ma’alim al-Tanzil karya al-Baghawi (516 H)
3) Tafsir al-kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil
karya al-Zamakhsyari (537 H)
4) Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad
bin Abu Bakar al-Anshari al-Qurthubi (671 H)
5) Tafsir al-Qur’an al-‘Adzhim karya Imaduddin Abu al-Fida Ismail bin Amru bin
Katsir (705-774 H)
6) Tafsir Lubab al-Ta’wil karya al-Khazin (725 H)
7) Tafsir al-Kabir karya Ibn Taimiyyah (728 H)
8) Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuthi dan jalaluddin al-Mahalli (870 H)
9) Tafsir al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir al-Ma’tsur karya al-Suyuthi (911 H)
10) Tafsir Fathu al-Qadir karya Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdullah bin
as-Syaukani (1173-1250 H)
b. Tafsir Modern/Kontemporer
1) Tafsir al-Manar karya Muhammad Rasyid Ridha (1282-1354 H)
2) Tafsir Fi Zilal al-Qur’an karya Sayyid Quthb (1326-1386 H)
3) Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Musthafa al-Maraghi
4) Mahasinu at-Ta’wil karya Jamaluddin al-Qasimi
5) Tafsir al-Wadhih karya Muhammad Mahmud al-Hijazi
6) Taisiru at-Tafsir karya Abdul Jalil Isa
7) Shafwatu al-Bayan karya Husnain Makhluf
8) Fathu al-Bayan karya Shidiq Hasan Khan
9) Adhwaa’u al-Bayan karya Syaikh Muhammad Asy-Syanqithi
10) Al-Mushhaf al-Mufassar karya Muhammad Farid Wajdi
Metodologi Penelitian

1. Pengertian Metodologi Penelitian


Metodologi penelitian adalah cabang ilmu pengetahuan yang
membicarakan/mempersoalkan mengenai cara melaksanakan penelitian (yaitu, meliputi
kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis sampai menyusun laporannya)
untuk menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran suatu pengetahuan atau masalah
untuk mencari pemecahan terhadap masalah tersebut berdasarkan fakta atau gejala secara
ilmiah.
2. Bentuk dan jenis penelitian
Terdapat beberapa tinjauan dalam jenis-jenis penelitian tafsir ini, yakni:
a. Jenis penelitian menurut tujuan
Dibagi menjadi beberapa jenis:
1) Penelitian murni
2) Penelitian erapan
b. Penelitian menurut metode
Dibagi menjadi beberapa jenis:
1) Penelitian survey
2) Penelitian Ex post facto
3) Penelitian eksperimen
4) Penelitian naturalistic
5) Policy research (penelitian kebijaksanaan)
6) Action research
7) Penelitian evaluasi
8) Penelitian sejarah
c. Penelitian menurut jenis data dan analisis
Penelitian dibagi menjadi:
1) Penelitian kualitatif
2) Penelitian kuantitatif
d. Penelitian menurut tempat pelaksanaan penelitian
Dapat dibagi menjadi:
1) Penelitian perpustakaan
2) Penelitian lapangan
3) Penelitian laboratorium
3. Langkah-langkah dalam Penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian dapat di uraukan sebagai berikut:
a. Pemilihan tema, topik atau judul penelitian
b. Latar belakang penelitian
c. Identifikasi, pemilihan dan perumusan masalah
d. Studi pustaka/telaah teori
e. Perumusan hipotesa
f. Identifikasi variabel dan data penelitian
g. Pemilihan alat pengumpulan data
h. Perancangan pengolahan data
i. Penentu sampling
j. Pengumpulan data
k. Pengolahan dan analisis data
l. Penarikan kesimpulan
m. Penyusunan laporan penelitian
4. Urgensi Penelitian
Prof. Dr. Abudin Nata dalam bukunya metodologi studi Islam menjelaskan bahwa
metode yang tepat merupakan masalah pertama yang harus dikuasai dalam berbagai
cabang imu cabang ilmu pengetahuan. Kewajiban pertama bagi seorang peneliti adalah
memilih metode yang tepat dalam penelitiannya. Dijelaskan lebih lanjut bahwa
penguasaan terhadap metode yang tepat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu yang
dimiliki. Sedangkan bagi yang tidak menguasai metode hanya akan selalu menjadi
konsumen ilmu, dan bukan produsen.
5. Metodologi Penelitian Tafsir
Metodologi berasal dari kata “metode” cara yang tepat untuk melakukan sesuatu,
dan “logos” adalah ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya acara melakukan
sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Atau
tata cara yang sistematis dalam melakukan suatu bidang ilmu.
Penelitian pada dasarnya merupakan “suatu upaya pencarian” atau penyelidikan
dan bukan sekedar mengamati secara teliti terhadap suatu obyek.
Tafsir secara harfiyah berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk masdar dari
kata ‫ فسر‬yang berarti menjelaskan.
Jadi, metodologi penelitian tafsir adalah ilmu mengenai jalan (cara) yang dilewati
melalui kegiatan ilmiah untuk memahami, membahas, menjelaskan secara merefleksikan
kandungan al-Qur’an secara apresiatif dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan
yang diperlukan berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasilkan suatu
karya tafsir yang refresentatif. Atau metodologi penelitian tafsir adalah tata cara yang
sistematis dengan bertujuan untuk menyelesaikan suatu persoalan dengan menggunakan
kajian tafsir.

Ilmu Hadis

1. Pengertian Ilmu hadis dan sejarah perkembangannya


Pengertian Ilmu Hadis adalah Ilmu Pengetahuan yang membicarakan tentang cara-
cara persambungan Hadis sampai kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬dari segi keadaan para
perawinya, baik dari kedhabitan keadilan, bersambung atau tidaknya sanad, dan
sebaganya.
Pengertian Hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi ‫ ﷺ‬baik
perkataan, perbuatan atau ketetapan Nabi ‫ﷺ‬.
Sejarah Perkembangan Ilmu Hadis
a. Masa kelahiran ilmu Hadis (tumbuh sejak zaman Rasulullah ‫ ﷺ‬sebagaimana sahabat
dapat melihat kedustaan terhadap seseorang yang mengatas namakan Rasul ‫)ﷺ‬
b. Masa penulisan hadis (dari abad ke-2 sampai awal abad ke-3 H)
c. Masa pembukuan ilmu Hadis mulai dari pembukuan secara terpisah hingga
penyusunannya kitab-kitab induk seperti kitab Ma’rifah Ulum al-Hadis karya al-
Hakim Abu Abdillah an-Naisaburi.
d. Masa penelitian ulumul hadis pada masa ini merupakan masak kesempurnaan
pembukuan ulumul hadis. Perkembangan ulumul hadis sempat mengalami kebekuan
dan nyaris berhenti total (abad 10 H- awal 14 H)
e. Ulumul Hadis di masa kontemporer (awal 14 H-sekarang) pada masa ini disebut masa
kebangkitan kedua karena pada masa ini ulama-ulama kontemporer mengembangkan
kembali ulumul hadi salah satu ulama kontemporer ialah syaikh Jamaluddin al-
Qasimi dengan karyanya Quwaid Tahdits.
2. Kajian dan objek Ilmu Hadis
Objek Kajian Ilmu Hadis
a. Ilmu Rijal al-Hadis (ilmu yang membahas perawi Hadis)
b. Ilmu Jarhi wat Ta’dil (pada hakikatnya ilmu ini merupakan bagian dari Ilmu Rijal al-
Hadis, karena bagian ini dipandang penting jadilah dia ilmu yang berdiri sendiri yang
membahas keadaan para perawi dari segi diterima atau ditolaknya periwayatan
mereka.
c. Ilmu Fan al-Mubhamat (mengetahui nama org yang tidak disebut dalam matan atau
sanad)
d. Ilmu Ilat al-Hadis (kecacatan hadis yang tersembunyi baik berupa mumuttasilkan,
munqathi’ atau memasukkan suatu hadis ke dalam hadis lain)
e. Ilmu Gharib al-Hadis (menerangkan makna kalimat yang sulit)
f. Ilmu Nasikh wal Manuskh (menerangkan hadis yang sudah di mansukhkan dan yang
menasikhkannya)
g. Ilmu Talfiq al-Hadis (membahas cara mengamalkan hadis-hadis yang berlawanan)
h. Ilmu Tashif wat Tahrif ( menerangkan hadis-hadis yang telah diubah titik dan
bentuknya)
i. Ilmu Asbabul Wurud
j. Ilmu Mushthalah Hadis (menerangkan istilah-istilah yang dipakai oleh ahli Hadis)
3. Pembagian Hadis
Dari segi Kuantitas: 1. Mutawattir lafdzi (lafaznya sama di setiap buku)
Maknawi (maknanya sama tapi lafaznya
berbeda disetiap buku)
1. Ahad Gharib (diriwayatkan oleh 1 org)
Aziz (diriwayatkan oleh 2 org)
Masyhur (diriwayatkan oleh 3 org atau lebih)
Dari segi Kualitas – Shahih – Hasan (perawinya kurang dhobit) – Dhaif
- Maudhu’
Dari segi sampainya sanad – Marfu’ (sampai kepada Nabi ‫)ﷺ‬
- Mauquf (sampai kepada Sahabat)
- Maqtu’ (sampai kepada Tabi’in)
4. Fungsi hadis terhadap al-Qur’an
Fungsi Hadis terhadap al-Qur’an adalah sebagai penjelasan (bayan) hukum dalam al-
Qur’an, baik sebagai:
a. Bayan Taqrir (menetapkan dan memperkuat apa yang telah dijelaskan dalam al-
Qur’an). Contoh:
b. Bayan Tafsir (merinci penjelasan dalam al-Qur’an). Contoh: ayat tentang shalat.
c. Bayan Tasyri’ (mewujudkan hukum yang tidak didapati dalam al-Qur’an atau dalam
al-Qur’an hanya ada pokok-pokoknya saja). Contoh:
d. Bayan Nasakh (menghapus atau membatalkan hukum). Contoh:
5. Studi hadis oleh orientalis
Pandangan golziher (seorang Orientalis) sebagian Hadis tidak bisa dipercaya
secara keseluruhan, sebagai ajaran yang bersumber dari Nabi ‫ﷺ‬. Sebagain besar materi
Hadis bersumber dari hasil perkembangan keagamaan, historis dan sosial Islam yang
bersumber dari tokoh-tokoh Hadis pada abad pertama (I-II H).
Orientalis adalah orang-orang non Muslim yang belajar ketimuran.
6. Takhrijul Hadis
Pengertian Takhrijul Hadis secara bahasa berasal dari kata ‫ ت َْخ ِر ْيجًا‬-ُ‫ رِّ ج‬X‫ يُ َخ‬-‫َّج‬
َ ‫ر‬X ‫خ‬,
menurut Syuhudi Ismail secara istilah maknanya adalah penelusuran/pencarian Hadis dari
berbagai kitab yang merupakan sumber asli dari Hadis yang bersangkutan, yang di dalam
Kitab tersebut disebutkan secara lengkap matan dan sanad Hadis.
Metodenya:
a. Berdasarkan huruf awal pada matan.
b. Menggunakan kata kunci pada matan (isim/fi’il)
c. Berdasarkan Rawi A’la (sahabat)
d. Menggunakan tema
e. Berdasarkan status Hadis (mutawatir, ahad dll)
Filsafat Ilmu

1. Pengertian Filsafat Ilmu


Secara etimologis (bahasa) istilah filsafat yang berasal dari bahasa Yunani
philosopia. Kata philosophia adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata, philos dan
sophia. Kata philos berarti cinta, dan shopia berarti kebijaksanaan. Kata filsafat memiliki
arti yang sepadan dengan kata falsafah dalam bahasa Arab, philosophy dalam bahasa
Inggris. Sehingga secara etimologis kata filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau cinta
pada pengetahuan yang bijaksana. Secara istilah filsafat adalah proses berpikir secara
radikal (mendasar, mendalam, sampai ke akar-akarnya), sistematik, dan universal
terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada.
2. Kegunaan Filsafat ilmu
Kegunaan filsafat ke dalam dua hal, yakni bagi ilmu pengetahuan dan bagi kehidupan
sehari-hari.
a. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan membutuhkan bantuan dari filsafat yaitu untuk menguji
kebenaran prinsip-prinsip yang melandasi ilmu pengetahuan. Filsafat senantiasa
mengajukan pertanyaan tentang seluruh kenyataan yang ada. Filsafat pun selalu
mempersoalkan hakikat, prinsip dan asas mengenai seluruh realitas yang ada, dengan
kata lain kegunaan filsafat bagi ilmu pengetahuan yaitu untuk menguji kebenaran dari
suatu ilmu.
b. Dalam Kehidupan Sehari-hari
Filsafat menggiring manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman yang
jelas. Tak hanya itu, ia pun menuntun manusia ke dalam tindakan dan perbuatan yang
konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. Filsafat sring
diartikan sebagai usaha manusia yang sungguh-sungguh dalam berpikir untuk dapat
menjalani kehidupan ini sedapat mungkin dapat dipahami dan bermakna.

3. Sistematika Filsafat
a. Epistimologi (Teori pengetahuan)
Yaitu teori pengetahuan pada dasarnya membicarakan tentang cara memperoleh
pengetahuan.
b. Ontologi (Teori hakikat)
Yaitu membahas semua objek, dan hasilnya ialah pengetahuan filsafat.
c. Aksiologi (Teori nilai)
Yaitu membicarakan guna pengetahuan tadi.
4. Hubungan Ilmu filsafat dengan Agama
Filsafat dengan agama sama-sama mencari kebenaran, akan tetapi mereka
berangkat dari titik tolak dan cara yang berbeda. Filsafat itu kuncinya pada upaya
menemukan kebijaksanaan hidup. Orang yang tahu filsafat, sekaligus menguasai agama
dan ilmu, seharusnya hidupnya semakin lengkap. Fokus filsafat juga berusaha
menemukan kebenaran, jika dikaitkan dengan agama, tentu pencarian kebenaran yang
sifatnya abstrak ini, akan diraih melalui penguasaan ilmu yang mantap. Filsafat dan ilmu
akan membangun pemikiran orang beragama. Beragama yang sekedar ikut-ikutan, tentu
kurang tepat. Beragama yang dilandasi ilmu, akan mempermudah manusia mencapai
kebenaran.
5. Sifat-sifat Ilmu
a. Objektif
Dalam Proses pencarian kebenaran, ilmu harus memiliki objek kajian yang
bersifat ada, yang bentuknya tampak dari luar maupun dari dalam.
b. Metodis
Proses pencarian kebenaran dengan menggunakan metode-metode. Penggunaan
metode ini dimaksudkan untuk meminimalisir penyimpangan-penyimpangan atau
kesalahan-kesalahan yang terjadi pada saat proses pencarian kebenaran.
c. Sistematis
Dalam proses pencarian kebenaran, ilmu harus terurai dan terumus secara teratur
dan logis sehingga membentuk suatu system yang utuh yang dapat menjelaskan
rangkaian sebab akibat yang menyangkut objek yang bersangkutan.
d. Universal
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran yang bersifat umum.
6. Metode Ilmu
Metodologi ilmu sangatlah penting dalam proses kegiatan ilmiah. Tanpa metodologi
ilmu proses kerja ilmu tidak dapat bekerja dengan baik. Dalam kegiatan tersebut terdapat
hubungan yang sangat erat antara subjek dan (peneliti) dan objek yang ditelitinya.
Metodologi ilmu memberikan pemahaman filosofis tentang hakikat suatu ilmu
(masalah kebenaran, objektivitas dan struktur ilmu), sedangkan metode penelitian
mengajak seorang peneliti paham dengan teknik penelitian (menggunakan instrumen
tertentu, misalnya wawancara, kuesioner, eksperimen dan sebagainya) dan langkah-
langkah kerja (mampu melakukan dengan baik dan cermat hal-hal yang berkaitan dengan
observasi, data hipotesis, teori dan sebagainya serta sanggup membuat suatu rancangan
penelitian untuk kegiatan penelitiannya). Penyebutan metodologi ilmu atau metodologi
ilmu pengetahuan lebih diarahkan pada context of justification yang sangat erat kaitannya
dengan filsafat ilmu pengetahuan. Mengapa? Karena pembahasan kegiatan ilmu berkaitan
dengan konsep berfikir atau pola berfikir tentang asas-asas atau paradigma yang
memayungi suatu proses kegiatan ilmiah atau struktur suatu pengetahuan yang sedang
ditelitinya. Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam metodologi ilmu adalah:
a. Unsur umum yang dimiliki si subjek.
b. Unsur metode penelitian atau teknik penelitian yang telah dimiliki oleh seorang
ilmuwan.
c. Kemampuan seorang peneliti atau si subjek dalm melihat suatu situasi ilmiah dengan
benar.
Adapun unsur metode penelitian atau teknik penelitian yang telah dimiliki oleh
seorang ilmuwan berupa kemampuan untuk:
a. Melakukan identifikasi dan menentukan problem atau hipotesis.
b. Merumuskan suatu konsep.
c. Mampu melakukan klasifikasi.
d. Mampu melakukan komparatif dan dapat memberikan pembuktian secara verifikasi
ataupun falsifikasi.
7. Manusia dan Agama
Manusia dan agama adalah bentuk pengaplikasian dari akal manusia yang mana
agama menjadi penyeimbang bagi manusia untuk memperoleh ketenangan jiwa dan
menjadi alat untuk memperoleh kebenaran, agama secara tidak langsung mengikat dan
menjadi doktrin pada masyarakat yang dimana membuat manusia dituntut untuk
mematuhi segala norma. Manusia dengan akalnya dapat melahirkan ilmu pengetahuan
dan teknologi, tetapi akal saja tidak mampu menyelesaikan seluruh persoalan yang
dihadapi manusia. Terkait hal ini agama sangat berperan dalam mempertahankan
manusia untuk tetap menjaganya, karena agama berhubungan dengan kebutuhan spritual
dan kerohanian manusia.
8. Titik temu antara filsafat dan ilmu pengetahuan
a. Aspek sejarah, pada awalnya filsafat dan ilmu pengetahuan identik, sama dan sejalan,
sebagaimana para filsuf yang identik dengan ilmuwan.
b. Aspek objek material, ilmu mengarah kepada alam dan manusia, sedangkan filsafat
pada alam, manusia dan masalah ketuhanan.
9. Perbedaan Filsafat dengan Ilmu
Adapun perbedaan pada aspek objek material dan objek formal antara filsafat dan ilmu
pengetahuan yaitu:
a. Objek material filsafat adalah masalah alam dan manusia yang belum terjangkau oleh
pembahasan ilmu.
b. Objek formal filsafat adalah mencari keterangan sedalam-dalamnya sampai ke akar
persoalan, sebab-sebabnya berdasarkan suatu mencari keterangan terbatas pada
jangkuan pembuktian penelitian, percobaan dan pengalaman manusia.
10. Filsuf Yunani Yang Berpengaruh
a. Socrates (496-399 SM)
b. Plato (427-347 SM)
c. Aristoteles (384-322 SM)
11. Filosof Muslim
a. Al- Kindi ( 185-253 H /806-873M)
b. Al-Farabi (257-337 H /870-950 M)
c. Al-Ghazali (450 H /1058 M)
d. Ibnu Sina (980-1037 M)
e. Ibnu Rusyd (520-595 H /1126-1198 M)

Anda mungkin juga menyukai