Anda di halaman 1dari 5

RESUME MAKALAH ULUMUL QUR’AN

Nama : Nabila Fauziyah

Nim/kelas : 1908066030 / PF2A

1. BAB NUZULUL QUR’AN


Secara etimologis, nuzulul Al-Qur’an yang berasal dari dua kata, yaitu
nuzul dan qur’an. Nuzul sendiri secara bahasa arab, nazala-yanzilu-nuzulan,
yang berarti turun. Dengan demikian, nuzul Al-Qur’an dapat diartikan
sebagai turunnya Al-Qur’an. Al-Qur’an untuk pertama kali diturunkan pada
malam hari bulan Ramadhan, yang oleh Al-Qur’an dijuluki dengan malam
kemuliaan (Lailah al-Qadar) dan malam yang diberkahi (Lailah Mubarakah).
Menurut sebagian ahli sejarah, diantaranya Abu Ishaq, Al-Qur’an
diturunkan pada malam ke-17 dari bulan Ramadhan. Penempatan tanggal 17
Ramadhan sebagai malam nuzulul Al-Qur’an, ini di dasarkan pada berbagai
isyarat yang di lansir Al-Qur’an yang menggambarkan bahwa hari turunnya
Al-Qur’an itu sama dengan peristiwa peperangan Badar yang diabadikan Al-
Qur’an dengan julukan Yaum al-Furqan (hari yang membedakan Islam dan
Kafir) dan Yaum al-Taqa al-Jam,an (hari bertemunya dua pasukantempur
dalam hal ini pasukan Muslim dan pasukan Kafir). Tetapi tidak sedikit
pendapat yang menyatakan keberatan dengan penentuan turunnya Al-Qur’an
pada tanggal 17 Ramadhan. Pendapat ini didasarkan atas pemahaman mereka
terhadap malam Al-Qadar, yang dalam banyak riwayat menurut pemahaman
mereka menjadi malam sepuluh terakhir ( al-‘asyr al –awakir) dari bulan
Ramadhan.
Proses pembukuan ayat Al-Qur’an ada tiga periode yaitu pada masa
Rasulullah SAW., masa kekhalifahan Abu Bakar as-Syidiq, dan masa
kekhalifaan Utsman bin Affan. Pada massa ini Rasulullah SAW. memerintah
4 orang sahabat untuk mencatat setiap wahyu yang turun sehingga menjadi
Al-Qur’an. Parasahabat Nabi mencatatnya dipermukaan batu, diatas pelepah
kurma, pada tulang-tulang unta, dan kambing yang telah kering, diatas pelana
kuda, dan lembaran-lembaran kulit.
Dalam pengumpulan ayat ayat Al Qur'an, Khalifah Abu Bakar
memberi arahan agar yang diterima adalah hanya yang ditulis atau dicatat
dihadapan Nabi saja. Bukan yang salinan. Meskipun Zaid bin Tsabit hafal
seluruh Al Qur'an seutuhnya, dia di larang oleh Khalifah untuk menuliskan
teks baru dari Hafalannya, melainkan harus berdasarkan teks tertulis. Hal ini
bertujuan untuk menjaga keotentikan Al-Qur’an. Sebelum meninggal, Abu
Bakar sempat berpesan dan mempercayakan mushaf Al-Qur'an yang
disimpan sebagai arsip kenegaraan kepada Umar bin Khattab, yang kemudian
menggantikan nya menjadi Khalifah.

Kholifah Utsman membuat satu tim yang beranggota empat orang


yaitu : Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id ibn al-‘AS, dan Abd al-
Rahman ibn al-Haris ibn Hisyam. Keempat sahabat ini adalah penulis wahyu.
Tim ini bertugas menyalin mushaf al-Qur’an yang tersimpan di rumah
Hafsah, karna dipandang sebangai mushaf yang standar. Hasil kerja dari tim
tersebut berhasil mewujudkan empat mushaf al-Qur’an yang standar. Tiga
mushaf yang dikirim ke Syam, Kufah, dan Basrah dan satu mushaf ditinggal
di Madinah untuk Kholifah Utsman yang nantinya dikenal sebagai al-mushaf
al-imam. Mushaf Al-Qur’an yang dijadikan rujukan bagi umat muslimin
adalah Mushaf Ustmani. Untuk Mushaf yang tidak sesuai dengan mushaf
Ustmani dimusnahkan Qiro’at yang digunakan dari riwayat hafs mengenai
Qiro’at ‘Ashim.
2. BAB ASBABUN NUZUL
Asbabun nuzul merupakan sebab turunnya Al-Qur’an. Menurut
istilah, Asbabun Nuzul adalah sebab/peristiwa yang melatar belakangi
turunnya ayat-ayat Al-Qur’an sebagai penjelas kisah masa lalu . Namun tak
semua ayat Al-Qur’an memiliki azbabun Nuzulnya, mengingat isi dari Al-
Qur’an bukan hanya tentang peristiwa dan kisah-kisah masa lalu namun juga
berisikan tentang kejadian masa depan, akidah iman, kewajiban islam, dan
syariat Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial.
Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat
asbab an-nuzul, dapat dibagi menjadi 2 yaitu, Sarih (jelas) dan Muhatamilah
(kemungkinan atau masih belum pasti). Kemudian Dilihat dari sudut pandang
terbilangnya untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk satu sebab asbab
an-nuzul. Dilihat dari segi bentuk turunnya ayat, asbab an-nuzul dibagi
menjadi 2 yaitu, Berbentuk peristiwa dan Berbentuk Pertanyaan.
Hukum Islam sendiri salah satunya lahir karena ada Asbabun Nuzul.
Untuk memberikan sebuah hukum harus mengetahui terlebih dahulu asbabun
nuzulnya. Karena jika kita menafsirkan sebuah ayat Al-Qur’an yang
mengenai hukum, tanpa memperhatikan Asbabun Nuzulnya, dikhawatirkan
kita akan salah menafsirkan maksud ayat tersebut.
Berikut ini adalah beberapa manfaat Asbabun Nuzul
1. Pengetahuan tentang asbab nuzul membantu dalam memahami ayat dan
menghindarkan kesulitan.
2. Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara
khusus mensyariatkan agama-Nya melalui Al-Quran.
3. Mengetahui hikmah pemberlakuan suatu hukum, dan syariat terhadap
kemaslahatan umum.
4. Memberi batasan hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi jika
hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum.
3. BAB NASIKH DAN MANSUKH
Nasikh secara etimologi yaitu menghapus / mengganti / memindahkan
/ mengutip. Sedangkan secara terminologi, nasikh berarti menghapus suatu
hukum syara’ dengan dalil syara’ yang datang kemudian, dengan catatan
kalau sekiranya tidak ada nasikh itu tentulah hukum yang pertama akan tetap
berlaku. Mansukh secara etimologi yaitu sesuatu yang diganti. Sedangkan
secara terminologi, mansukh berarti hukum syara’ yang menempati posisi
awal, yang belum diubah dan belum diganti dengan hukum syara’ yang
datang kemudian. Arti nasikh mansukh dalam istilah fuqaha’ antara lain,
pertama membatalkan hukum yang telah diperoleh dari nas yang telah lalu
dengan suatu nas yang baru datang. Seperti cegahan terhadap ziarah kubur
oleh Nabi, lalu Nabi membolehkannya. Yang kedua mengangkat nas yang
umum, atau membatasi kemutlakan nas.
Terjadinya Nasikh-Mansukh mengharuskan adanya syarat-syarat,
yaitu Hukum yang mansukh adalah hukum syara’, Adanya dalil baru yang
mengganti (nasikh) harus setelah ada tenggang waktu dari dalil hukum yang
pertama (mansukh), Antara dua dalil nasikh dan mansukh harus ada
pertetangan yang nyata (kontradiktif), Dalil yang mengganti (nasikh) harus
bersifat mutawatir.
Macam-macam Naskh dapat dilihat berdasarkan dari ada tidaknya
badal dalam suatu ayat. Dan macam-macam Naskh dilihat dari segi
kejelasannya yaitu Naskh Sharih dan Nasikh Dhimmi.
Tidak diragukan bahwa mengganti teks dengan teks lain dengan
segala konsekuensinya berupa membatalkan suatu hukum dengan hukum
lain, dapat dikaji dari berbagai sudut, yang terpenting adalah melakukannya
bertahap selangkah demi selangkah, dengan memperhatikan hukum
penahapan dalam proses perubahannya. Adapun hikmah-hikmah dari adanya
Naskh dan Mansukh adalah sebagai berikut:
1. Naskh merupakan salah satu keistimewaan yang diberikan Allah
secara khusus bagi umat manusia dalam rangka memberikan
kemudahan
2. Adanya Naskh dan Mansukh dapat menyesuaikan antara
perkembangan umat islam dengan zamannya.

Anda mungkin juga menyukai