Ruang lingkup kajian yang luas, telah memunculkan berbagai bentuk naskh. Para ulama juga
telah mengklasifikasikan bentuk-bentuk naskh sesuai dengan subjek dan objek dari pe-
nasakh-an tersebut. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut.
Artinya : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya)
lagi Maha Mengetahui.
Ayat ini menjelaskan tentang kebolehan menghadap ke arah mana saja dalam
melaksanakan salat. Ayat ini kemudian di-naskh oleh QS. al-Baqarah (2) : 144
yang menjelaskan tentang ketentuan menghadap Ka’bah dalam salat.
Selain perubahan arah kiblat ketika salat, contoh lain terkait naskh bentuk ini
adalah QS. al-Baqarah (2) : 217 yang menjelaskan tentang ketidak bolehan
berperang pada bulan-bulan tertentu (Muharram, Rajab, Dzul Qa’dah dan Dzul
Hijjah) yang kemudian ayat tersebut dinaskh oleh QS. a1-Taubah (2) : 36 yang
menjelaskan tentang kebolehan memerangi orang musyrik yang mengadakan
peperangan di bulan tersebut.1
2
Abdul Haris, “Nasikh dan Mansukh dalam al-Qur’an”, dalam Tajdid Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni
2014, h. 216-218.
sedang pola terahir ditolak oleh jumhur. Contoh dari naskh jenis ini adalah sebuah
riwayat dari Ibn Majah yang dulunya dilarang ziarah kubur kemudian
diperboloehkan.
dari Aisyah , ia berkata : “Diantara yang diturunkan kepada beliau adalah bahwa
sepuluh susuan yang diketahui itu menyebabkan pemahraman, kemudian
dinasakh oleh lima susuan yang diketahui. Ketika Rasulullah wafat, lima susuan
ini termasuk ayat Al Qur’an yang dibaca (berlaku).
Menurut al-Qaṭan, riwayat tersebut secara lahir bacaanya masih tetap ada, tetapi
riwayat tersebut tidak terdapat dalam mushaf Utsmani. Hal ini dikarenakan
perkataan Aisyah tersebut keluar ketika menjelang Nabi wafat. Sehingga
penghapusan ini tidak sampai kepada semua orang. Karena itu, ketika Nabi wafat,
sebagian orang masih tetap membacanya sebagai bagian dari al-Qur’an. 3 Tetapi
menurut alJābirī, sebagaimana dirujuk oleh Sa’dullah Affandy, menyatakan
bahwa hadis tersebut tidak diriwayatkan secara mutawatir.4
3
Mana’ Khalīl al-Qaṭān, Mabāhis fī Ulūm al-Qur’ān, h. 244.
4
Sa’dullah Affandy, Menyoal Setatus Agama-agama Pra-islam, h. 79.
Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera.
Ayat ini menjelaskan bahwa hukum salat malam pada awalnya adalah wajib.
Tetapi kerana ada ayat lain yang menghapusnya, maka hukum awal salat malam
menjadi tidak berlaku lagi. Salat malam buat umat Islam hukumnya menjadi
sunnah.
3. Naskh Berdasarkan Kejelasan dan Cakupannya
b. Naskh Dhimmi
Naskh ini mengisyaratkan adanya hukum yang berlawanan dengan hukum yang
datang lebih dulu, meskipun turun untuk sebuah masalah yang sama serta
diketahui waktu turunnya. namun pernyataan terjadinya kontradiksi tersebut tidak
dinyatakan dengan jelas. Selain itu, dari kedua dalil yang bermuatan hukum
tersebut juga tidak bisa dikompromikan, kecuali dengan penghapusan salah satu
muatan hukum tersebut.6 Contoh berkenaan dengan naskh jenis ini adalah perintah
berwasiat bagi orang yang akan meninggal (QS. Al-Baqarah (2) : 180) yang
kemudian datang penjelasan Allah tentang pembagian harta warisan. (QS. Al-
Nisā’ (4) : 11).
c. Naskh Kulli
Naskh jenis ini adalah pembatalaan secara menyeluruh atas perintah yang
diturunkan pada setiap individu mukalaf. Misalnya masa idah perempuan yang
awalnya selama setahun (QS. Al-Baqarah (2) : 240) dibatalkan menjadi empat
bulan masa menunggu (QS. Al-Baqarah (2) : 234).
d. Naskh Juz’i
Pembatalan atau pencabutan hukum yang pada awalnya berlaku untuk setiap
mukalaf secara umum dan menyeluruh, kemudian pemberlakuan hukum tersebut
dibatalkan, dalam artian tidak berlaku lagi bagi setiap mukalaf, tetapi bagi
5
Nasaruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, h. 174
6
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, terj. Saefullah Ma’sum, et. all, (Jakarta: Pustaka Firdaus,) h.
295.
sebagian individu karena kondisi tertentu. Misalnya QS. Al-Nūr (24) : 4. Ayat ini
menjelaskan bahwa orang-orang yang menuduh zina dan tidak dapat menunjukan
buktinya, maka orang tersebut didera sebanyak delapan puluh kali deraan. Tetapi
hukum ini diganti dengan surat yang sama pada ayat keenam yang menunjukan
bahwa apabila yang menuduh zina adalah suaminya, sedang ia tidak bisa
menunjukan bukti, maka hukum yang berlaku adalah li’an.7
a. Naskh Perintah
Penghapusan perintah ini terjadi sebelum perintah tersebut dilaksanakan.
Misalnya QS. al-mujādalah (58) : 12 yang memerintahkan untuk melakukan
sedekah sebelum melakukan pembicaraan dengan Nabi Muhammad, dihapuskan
oleh surat yang sama pada ayat berikutnya.
b. Naskh Tajawas
Naskh bentuk ini terjadi misalnya ketika Allah memerintahkan perpindahan kiblat
ketika melaksanakan salat dari Bait al-Maqdis ke Masjid al-Haram sebagaimana
yang dijelaskan dalam QS. al-Baqarah (2) : 144.
Nasikh dan mansukh adalah konsep dalam ilmu tafsir Al-Quran yang mengacu
pada ayat-ayat yang saling menggantikan atau membatalkan satu sama lain.
Nasikh adalah ayat yang menggantikan atau membatalkan ayat sebelumnya
(mansukh), sedangkan mansukh adalah ayat yang digantikan atau dibatalkan oleh
ayat berikutnya (nasikh).
Menurut Abu Anwar di dalam bukunya yang berjudul Ulumul Qur’an ada metode untuk
menemukan naskh wa mansukh juga dapat ditemukan dengan cara-cara berikut yaitu:
10
Abu Anwar, Ulumul Qur’an (Bandung: Amza, 2005).
b. Hukum yang terkandung di dalam nash an-nasikh yang bertentangan dengan
hukum yang terkandung dalam nash al-mansukh, Nasakh yang tidak akan ada
jika maknamaknanya itu tidak bertentangan;
c. Dalil al-mansukh harus muncul terlebih dahulu dari pada dalil an-nasikh;
d. Hukum al-mansukh harus menjadi hal-hal yang berhubungan dengan perintah,
larangan, dan juga hukuman;
e. Hukum al-mansukh tidak terbatas pada waktu tertentu, tetapi harus diterapkan
secara konsisten;
f. Hukum yang terdapat dalam nash al-mansukh ditetapkan sebelum adanya nash
tersebut;
g. Status nash an-nasikh harus sama dengan status nash al-mansukh. Dari
keterangan yang di atas bahwa pengetahuan tentang nasikh dan mansukh
mempunyai fungsi dan manfaat besar bagi para ahli ilmu, terutama fuqaha,
mufassir, dan ahli ushul, agar pengetahuan tentang hukum tidak salah paham,
kacau atau kabur.11
Untuk mengetahui nasikh dan mansukh dalam Al-Qur'an, terdapat beberapa cara yang
disebutkan dalam literatur ilmiah.
1. Keterangan Tegas dari Nabi atau Sahabat: Penjelasan langsung dari Nabi
Muhammad SAW atau para sahabat tentang ayat yang mengabrogasi (nasikh) dan
ayat yang diabrogasi (mansukh)
2. Ijma' Umat: Kesepakatan umat Islam tentang ayat yang merupakan nasikh dan
mansukh
3. Urutan Waktu: Mengetahui mana yang lebih dahulu dan mana yang kemudian
dalam perspektif sejarah
4. Penjelasan Langsung dari Rasulullah SAW: Penjelasan langsung dari Rasulullah
SAW tentang ayat-ayat yang bertentangan
5. Petunjuk dalam Ayat yang Bertentangan: Terdapat petunjuk dalam ayat yang
menyatakan mana yang nasikh dan mana yang mansukh
Dengan memperhatikan metode-metode ini, para ulama dan cendekiawan Islam
memahami dan menentukan nasikh dan mansukh dalam Al-Qur'an. Penelitian
lebih lanjut dapat merujuk pada sumber yang disediakan untuk pemahaman yang
lebih mendalam.
11
Mohammad Umar Said, “Nāsikh-Mansūkh Dalam Al-Qur’ān; Teori Dan Implikasi Dalam Hukum
Islam Mohammad,” MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 5, no. 2 (2020).
DAFTAR RUJUKAN
Abdul Haris. 2014 “Nasikh dan Mansukh dalam al-Qur’an”, dalam Tajdid Vol. XIII, No. 1,
Alfazri. 2023. TEORI NASKH WA MANSUKH DALAM AL-QUR’AN . Jurnal AL-Qu’ran dan
Ilmu Tafsir. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Indonesia
Said, Mohammad Umar. 2020. “Nāsikh-Mansūkh Dalam Al-Qur’ān; Teori Dan Implikasi
Dalam Hukum Islam Mohammad.” MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 5,
no. 2
Suwardi. 2017. “Nasikh-Mansukh: Studi kritis atas Konsep Nasikh-Mansukh dalam al-
Qur’an”,