Oleh :
Nur Asiah
(2042021007)
RUANG : 9.2.04
1
A. PENDAHULUAN
2
B. Defnisi Nasikh-Mansukh
Kata nasikh dan mansukh merupakan bentuk ubahan dari kata naskh, kata
tersebut adalah berbentuk masdar, dari kata kerja masa lampau (Fi’il Madhi)
nasakha, dari sisi bahasa kata nasakh sendiri memiliki banyak makna, yaitu :
a. Menghilangkan (al-Izalah).
b. Menggantikan ( at-Tabdil).
c. Peralihan (at-Tahwil).
Sebagaimana yang berlaku peristilahan ilmu fara’id yaitu yakni pengalihan bagian
harta waris darisatu orang kepada orang lain.
d. Pemindahan (an-naql)
Dari satu tempat ketempat yang lain,misalnya kalimat “….” yang berarti
“memindahkan” atau “mengutip” persis menurut kata dan penulisannya.
Dari defnisi tentang naskh di atas dapat diketahui bahwa naskh memiliki
makna yang berbeda-beda yaitu membatalkan, menghilangkan, menghapus,
mengalihkan dan sebagainya. Namun dari sekian banyak defnisi itu, menurut
tarjih ahli bahasa, pengertian naskh yang mendekati kebenaran adalah nasakh
dalam pengertian al-izalah (mengangkat sesuatu dan menempatkan yang lain pada
tempatnya).
1. Naskh adalah mengangkat hukum syar’i dengan dalil yang syar’i yang
datangnya belakangan. Definisi ini dipilih oleh Qadhi Abu Bakar Al-Baqillani,
Ibnu Hajib, dan as-Subki.
2. Naskh adalah khitab yang menunjukkan atas terangkatnya hukum yang telah
ditetapkan dengan khitab yang datang belakangan, yang kalau lah tidak datang
khitab itu niscaya hukum yang pertama tetap berlaku. definisi ini diucapkan oleh
Imam Al-Ghazali, As-Sairafi, Abu Ishaq Asy-Syirazi, dan Al-Amidi.
3
3. Naskh adalah keterangan berakhirnya hukum syar’I dengan cara yang syar’i
C. Pembagian Nasakh
Menurut para ulama yang menerima adanya nasikh mansukh dalam Alquran
ini, bahwa adanya nasikh dan mansukh dalam Alquran dapat diterima akal karena
Allah Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Penyayang, sehingga hukum yang ringan
pada mulanya memang perlu ditetapkan, dan kemudian perlu diganti dengan
hukum yang tidak ringan lagi setelah orang-orang Islam menghadapi keadaan
normal dan dipandang sudah mampu menghadapi hukum yang tidak ringan lagi.
Hal tersebut termasuk kebijakan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Mengetahui.
tetapi sebagian ulama lain berpendapat bahwa tidak ada nasikh mansukh
dalam ayat-ayat Al Qur’an. Menurut ulama-ulama ini Al-Qur’an memang telah
4
menasakh kitab-kitab suci terdahulu,tetapi semua ayat Alquran yang ada sekarang
tidak ada lagi yang mansukh. Hal tersebut menurut mereka sesuai dengan Firman
Allah SWT dalam QS. Fussilat : 42
Artinya: “Yang tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan maupun dari
belakang yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.”
Karena tidak ada satu ayat pun yang batil baik di bagian muka maupun di
belakang, tidak ada ayat Alquran yang dinasakh maupun mansukh. Ayat-ayat
telah menasakh ayat-ayat dalam kitab-kitab suci terdahulu yaitu Taurat, ‚Zabur,
dan Injil.
Hukum yang didasarkan pada dalil ayat Al-quran dinasakh dengan dalil
sunnah. Nasakh jenis ini menurut Manna’ Al-Qatthan terbagi dua, yaitu
Jumhur berpendapat, Alquran tidak boleh dinasakh oleh hadis ahad, sebab
Alquran adalah mutawatir dan menunjukkan yakin, hadis ahad Zanni, bersifat
dugaan, di samping tidak sah pula menghapus sesuatu yang ma’lum (jelas
diketahui) dengan yang maznun (dugaan).
Nasakh jenis ini dibolehkan oleh Imam Malik, Abu Hanifah dan Ahmad
dalam satu riwayat, sebab masing-masing keduanya adalah wahyu. (asarnya
adalah Firman Allah dalam surah an Najm ayat : 34
5
Sementara itu Asy Syaf’i, Zhahiriyah dan Ahmad dalam riwayatnya yang
lain menolak nasakh seperti ini, berdasarkan Firman Allah dalam surah Al
Baqarah ayat : 106
Artinya : Apa saja ayat yang kami nasakhan, atau kami jadikan (manusia)
lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik atau yang sebanding denganya
(Qs. Al-baqarah ayat : 106).
Suatu hukum syara’ yang dasarnya sunnah kemudian dinasakh atau dihapus
dengan dalil syara’ dari sunnah juga. Contohnya adalah larangan Ziarah kubur
yang dinasakh menjadi boleh. Hadisnya seperti yang diriwayatkan At-tirmidzi
Dalam hal nasakh sunnah dengan sunnah ini Manna’ Khalil Al Qattan
mengkategorikan ke dalam empat bentuk, yaitu
6
4. Nasakh Sunnah dengan Al-Qur’an
Namun nasakh seperti itu pun ditolak oleh Imam Syaf’I sebagaimana dikutip
Manna’Al-qatthan dari Al Itqan, menurut ImamSyad’i, apa saja yang ditetapkan
sunnah tentu didukung oleh Al-quran dan apa saja yang ditetapkan Al-quran tentu
didukung pula oleh sunnah. Hal tersebut menurut beliau antara Kitab dengan
sunnah harus senantiasa sejalan dan tidak bertentangan.
D. Syarat-Syarat Nasakh
2. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’i yang datang lebih
kemudian dari khitab yang hukumnya mansukh'.
3. Khitab yang dihapuskan atau diangkat hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan
waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan
berakhirnya waktu tersebut. yang demikian tidak dinamakan nasakh.
7
E. Bentuk-Bentuk Nasakh
Artinya : “Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan
sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul ? maka jika kamu
tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Misalnya adalah :
Artinya : “Dari Aisyah RA. Ia berkata adalah dahulu turun ayat Al-Quran
“Sepuluh kali susuan yang tertentu mengharamkan (ibu susunya untuk dinikahi),
kemudian Kami hapuskan dengan lima (kali susuan) yang tertentu saja.
Artinya : “Orang tua laki-laki dan perempuan apabila mereka berdua berzina
maka rajamlah keduanya.”
8
Dari pelegalan naskh dalam Alquran ini, para ulama Islam bahkan ada
yang sampai mengatakan ayat Alquran yang dinaskh sebanyak 247 ayat. Jamal al-
Banna menyebutkan dengan rinci bahwa Ibnu al- Jauzi menghitung 247 ayat yang
di naskh, Abu Abdullah ibnu Hazm mengatakan 210 ayat yang di naskh, Abu al-
Qasim Hibahullah bin Salama 212 ayat, Abu Ja’farar an-nahhas 134 ayat, dan
Abdul Qadiral Baghdadi menghitung ada 66 ayat yang di-naskh. Selanjutnya
Jamal menyebutkan beratus ayat yang dianggap telah di-naskh tersebut.
1. Perbuatan Allah tidak bergantung pada alasan dan tujuan.Allah bisa saja
memerintahkan sesuatu pada suatu waktu danmelarangnya pada waktu
yang lain. Karena hanya dialah yang lebih mengetahui kepentingan
hamba-hambanya
Artinya : “Ayat mana saja yang Kami Nasakhkan, atau Kami jadikan
(manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya
atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Qs. Al-Baqarah Ayat :
106.
9
b. Menolak Adanya Nasakh
Artinya : “Yang tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depanmaupun
dari belakang yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha
Terpuji.
2. Dalil yang dijadikan alasan nasakh perlu peninjauan lebih lanjut. Lafadz
“ayata” tidak hanya berarti ayat Alquran tetapi dapat berarti mu’jizat,
dapat juga berarti kitab sebelum (Al-Qur’an, Taurat, Zabur,dan Injil)
disamping itu kata nasakh mempunyai arti bermacam-macam. Maka lafas
dalam ayat 106 Surah Al-Baqarah dapat diartikan “kami menukilkan” atau
“Kami memindahkan” ayat Al-quran dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia.
3. Tidak ada kesepakatan para ulama berapa jumlah ayat yangtelah dinasakh.
4. Tidak ada penegasan dari Nabi tentang ada atau tidaknya nasakh.
10
C. Penutup
11