QIYAS
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ushul Fiqih
Dosen Pembimbing : Zulham Wahyudi, MA
Oleh:
RUANG : 9.2.04
JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM
IAIN LANGSA (ZAWIYAH COT KALA LANGSA)
TAHUN AJARAN 2021/2022 GANJIL
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang mana
atas rahmat dan karunia-Nya kita masih diberikan kesempatan untuk hidup dan
masih di izinkan untuk menikmati dan melihat keindahan ciptaan-Nya. Shalawat
beserta salam marilah kita kirimkan kepada nabi kita Muhammad SAW, yang
mana beliau telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman yang
penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing,
yang telah memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ushul fiqih ini. Dan apabila makalah ini masih kurang sempurna, penulis meminta
kritik dan saran kepada pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dinamika hukum Islam dibentuk oleh adanya interaksi antara wahyu dan
rasio. Itulah yang berkembang menjadi ijtihad; upaya ilmiah menggali dan
menemukan hukum bagi hal-hal yang tidak ditetapkan hukumnya secara tersurat
(manshus) dalam syariah (al-kitab wa sunnah).Dengan demikian, sumber hukum
Islam terdiri atas: al-Qur'an, Sunnah, Ijma' dan akal. Selain dari sumber hukum
primer tersebut, dikenal juga adanya sumber-sumber sekunder (al-mashadir al-
tab'iyyah), yaitu: syariah terdahulu (syar' man qablana). Pendapat sahabat Nabi
(qaul al-shahabi), kebiasaan/adat-istiadat (al'urf), Istihsan, Istishlah dan Istishhab.
Biasanya yang menjadi objek dari qiyas ini adalah hal-hal yang berhubungan
dengan cabang bukan pokok dari suatu perkara hukum syara` Biasanya untuk hal
yang pokok telah dicantumkan hukumnya dalam al-quran maupun al-hadits.
Qiyas menjadi sangat penting mengingat makin banyak permasalahan baru dalam
dunia islam yang berkaitan dengan syara` seiring dengan perkembangan zaman.
Untuk itu penganalogian masalah hukum dengan tetap memperhatikan al-quran
dan hadits sebagai acuan pokok menjadi sangat penting untuk menghindari
perpecahan dan kebutaan umat terhadap perkara hukum syara`. Maka diperlukan
Qiyas sebagai sumbe rhukum islam yang ke 4. olehnya itu, pada pembahasan
makalah kami ini akan memaparkan sedikit tentang qiyas.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian qiyas
2. Rukun-Rukun Qiyas
6. Syarat-Syarat Qiyas
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiyas
B. Rukun-Rukun Qiyas
Dari memahami defenisi qiyas di atas, maka dapat di mengerti bahwa qiyas
itu harus terdiri dari empat perkara, yang sekaligus merupakan rukun-rukunnya,
yaitu :
1. Ashl (pokok) yaitu obyek atau masalah yang sudah ada hukumnya,
berdasarkan ketetapan nash (Al -qur‟an atau As-sunnah).
2. Far‟u (cabang) yaitu obyek (masalah) yang akan di tentukan hukumnya, yaitu
masalah yang belum ada hukumnya dalam nash.
Qiyas Aula
Yaitu bahwa illat yang terdapat pada qiyas (furu’) lebih aula (utama) dari
pada illat yang ada pada tempat mengqiyaskan (ashl). Seperti mengqiyaskan
memukul kepada kata-kata “ah” pada ibu bapak, karena illatnya menyakiti
maka hukumnya sama-sama berdosa.
Qiyas Musaway
Yaitu illat yang terdapat pada yang qiyaskan (furu’) sama dengan illat yang
ada pada tempat mengqiaskan (ashl). Karena itu hukum keduanya sama.
Seperti, mengqiaskan membakar harta anak yatim dengan memakan harta
anak yatim, karena illatnya sama-sama menghabiskan (melenyapkan).
Qiyas Dalalah
Yaitu illat yang ada pada qiyas menjadi dalil (alasan) bagi hukum tetapi tidak
diwajibkan baginya (furu’). Seperti, mengqiaskan wajib zakat pada harta
anak-anak kepada harta orang dewasa yang telah sampai senisab, tetapi bagi
anak-anak tidak wajib mengeluarkan zakatnya diqiaskan pada haji tidak di
wajibkan atas anak-anak.
Qiyas Syabab
Qiyas Adwan
Yaitu yang diqiyaskan (furu’) terhimpun pada hukum yang ada pada tempat
mengqiaskan, yaitu mengqiaskan memakai perak bagi laki-laki kepada
memakai emas. Menurut sebagian ulama hukumnya haram karena sabda nabi
1. Bahwa qiyas dalam syari’at (islam) tidak di perlukan. Sebab tidak ada
tempat padanya. Nash-nash yang ada di dalam Al-qur‟an ada yang
menjelaskan sebagian hukum sesuatu dengan terang dan jelas. Seperti yang
menyatakan wajib, haram, sunnat, makruh dan mubah.
2. Bahwa qiyas itu di tegakan di atas dhonni, sebagaimana di nyatakan
Alqur’an dan tidak boleh di amalkan, Allah berfirman: artinya : “janganlah
kamu mengikuti sesuatu yang kamu sendiri tidak mempunyai pengetahuan
tentang hal itu”.
F. Syarat-Syarat Qiyas
Qiyas itu di tegakan di atas empat rukun qiyas , yaitu perkara ashal, perkara
furu’, hukum ashal dan illat hukum.
khamar.
hukum yang khusus tidak bisa di berlakukan kepada furu‟ dengan cara
qiyas.
2. Syarat-syarat furu’
a) Tidak ada nash dan ijma yang menetapkan hukum furu‟ sebab qiyas
ketika terdapat nash atau ijma yang bertentangan dengannya, maa qiyas
tersebut merupakan qiyas yang batal (fasid) dan berdasarkan kepada
illat yang tidak di benarkan.
b) Antara furu‟ dan ashal harus sama illat hukumnya, tidak ada berbedaan
antara keduanya, sehingga tidak ada mengqiyaskan sesuatu dengan
berbeda.
3. Syarat-syarat illat
Syarat-syarat illat yang telah di sepakati para ulama ushul itu ada empat
macam:
c) Illat itu harus berupa sifat yang sesuai (munasib) dengan hikmah hukum
Di lihat dari sebagian ulama bahwa qiyas berlaku pada semua hukum
syari‟ah, meskipun dalam perkara hudud, kafarat, taqditar ( hukum-hukum yang
telah di tetapkan ) dan hukum-hukum perkecualian, apabila syarat-syaratnya
sudah terpenuhi. Sebab dalil yang mendukung atas kehujjahannya tidak
membedabedakan antara satu macam hukum dengan hukum-hukum yang lain.
Dari golongan Hanafiayah berpendapat bahwa qiyas tidak berlaku pada
masalah hudud ( pidana yang telah di tetapkan nash ) sebab ia termaksuk batas
yang telah di tetapkan Allah, yang tidak bisa di ketahui illatnya oleh akal.
Sedangkan qiyas juga syubhat, sebab ia menunjukan pada hukum dengan cara
yang dhonni, bukan qat‟hi. Maka uqubat yang telah di wajibkan tidak bisa
ditetapkan kecuali dengan dalil yang qat‟hi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fiqh. Jakarta : Pustaka Firdaus. 2007. Hakim,
Syeh Abdul hamid, Mabadiul Awaliyah. Rifa’i, Moh. 1978. Ilmu Fiqih Islam
Lengkap, Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang. Syarifuddin, Amir. 2011.
Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.