Anda di halaman 1dari 16

NASIKH dan MANSUKH

Farida Fitriani 2031120


Pengertian

“ Naskh menurut bahasa adalah izalah (menghilangkan). Kata naskh juga digu
nakan untuk makna memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain.
Menurut istilah naskh adalah “mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ de

ngan dalil hukum syara’ yang lain”.

Kata nasikh (yang menghapus) maksudnya adalah Allah (yang menghapus hukum itu) seperti firman-Ny
a:
َ ‫َما نَ ْن‬
‫س ْخ ِم ْن َءا َية‬
“Dan tidaklah Kami menghapus suatu ayat…” (Al Baqarah:106)
Mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang dihapuskan.
1. Hukum yang mansukh adalah hukum syara’ Syarat-
2. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khithab syar’i yang d syarat
atang lebih kemudian dari khithab yang hukumnya dimansukh. naskh
3. Khithab yang dihapuskan atau diangkat hukumnya tidak terikat
(dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian mak
a hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Dan
yang demikian tidak dinamakan naskh.
Hal-hal yang mengalami Naskh

Naskh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas m
aupun yang diungkapkan dengan kalimat berita (khabar) yang bermakna amr (perintah) atau nahy
Insert the title of your subtitle Here
(larangan), jika hal tersebut tidak berhubungan dengan persoalan akidah, yang berhubungan deng
an Dzat Allah, sifat-sifat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari kemudian.
1. Keterangan tegas dari Nabi atau sahabat Pedoman
2. Ijma’ umat bahwa yang ini nasikh dan yang itu Mansukh mengetahu
3. Mengetahui mana yang terlebih dulu dan mana yang belakangan i Naskh
berdasarkan sejarah.
Pendapat tentang Naskh dan Dalil ketetapannya

Dalam masalah Naskh, manusia dibagi atas empat golongan :


1. Golongan Yahudi, menurut mereka naskh tidak bisa diakui, karena naskh mengandung konsep b
ada’, sedangkan bada’ adalah muncul setelah tersembunyi. Mereka berpendapat naskh adakalanya t
anpa hikmah, dan itu mustahil bagi Allah. Dan adakalanya karena suatu hikmah, tetapi hikmah itu
muncul setelah sembunyi, yakni sebelumnya tidak nampak oleh Allah dan demikian tidak mungkin
bagi Allah.
Pendapat Yahudi ini menuai kritik, sebenarnya masing-masing dari nasikh dan mansukh telah diket
ahui Allah lebih dahulu, ilmu Allah tentang hikmah naskh bukan baru muncul. Allah membawa ha
mbanya dari satu hukum kepada hukum yang lain karna kemaslahatan yang Ia ketehui sebelumnya,
sesuai dengan hikmah dan kekuasaan-Nya yang absolut terhadap milik-Nya. Jadi jumhur ulama me
ngatakan cara berdalil mereka keliru dan salah.
2. Kalangan Syiah Rafidhah, mereka sangat berlebihan dan bahkan memperluas ruan
g lingkup dalam menetapkan naskh. Mereka kontradiksi dengan Yahudi, karna men
urut mereka bada’ adalah suatu yang mungkin bisa terjadi bagi Allah.
3. Abu Muslim al Ashfahani, menurutnya naskh secara akal dapat saja terjadi, tetapi
menurut syara’ naskh tidak bisa terjadi.
4. Jumhur ulama, naskh adalah suatu yang dapat diterima secara akal dan telah terjadi
pula dalam hukum-hukum syara’, berdasarkan dalil-dalil:
a) Perbuatan Allah tidak bergantung pada alasan dan tujuan. Allah boleh saja me
merintahkan sesuatu pada satu waktu dan melarangnya pada waktu lain.
b) Nash-nash Alqurandan Sunnah menunjuk pada kebolehan nasakh dan terjadiny
a
Jenis-jenis Nasakh

1. Nasakh Al Qur’an dengan Al Qur’an


Bagian ini disepakati kebolehannya danthetelah
Insert terjadi
title of dalamHere
your subtitle pandangan mereka yang mengatakan
adanya nasakh.
2. Nasakh Al Qur’an dengan As Sunnah
a. Nasakh Al Qur’an dengan Hadis Ahad
Jumhur berpendapat, Al Qur’an tidak boleh dinasakh oleh hadis ahad, sebab Al Qur’an
adalah mutawatir dan menunjukkan keyakinan, sedang hadis ahad itu zhanni, bersifat d
ugaan.
b. Nasakh Al Qur’an dengan hadist mutawatir
Nasakh ini dibolehkan oleh Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad dalam satu riwayat, sebab
masing-masing keduanya adalah wahyu.
c. Nasakh As Sunnah dengan Al Qur’an
Nasakh versi ini ditolak oleh Imam Syafi’I karena menurutnya apa saja yang ditetapkan
Sunnah tentu didukung oleh Al Qur’an, dan apa saja yang ditetapkan Al Qur’an tentu di
dukung pula oleh Sunnah. Hal ini karena antara al Qur’an dengan Sunnah harus senanti
asa sejalan dan tidak bertentangan.
3. Nasakh Sunnah dengan Sunnah
a) Nasakh mutawatir dengan mutawatir
b) Nasakh ahad dengan ahad
c) Nasakh ahad dengan mutawatir
d) Nasakh mutawatir dengan ahad
Tiga bentuk pertama diperbolehkan, sdang pada bentuk keempat terdapat sila
ng pendapat.
1. Memelihara kemaslahatan hamba Hikmah
2. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan p
erkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia
Nasakh
3. Cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf apakah mengikutinya a
tau tidak
4. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab, jika n
asakh itu beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terda
pat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan m
aka ia mengandung kemudahan dan keringanan.
Nasakh
1. Nasakh tanpa badal
Contohnya seperti penghapusan keharusan bersedekah sebelum menghadap dengan
Rasulullah SAW. sebagaimana tersebut dalam surat al Mujadilah ayat 12
“ Hai orang yang beriman, apabila kamu menghadap lalu kamu mengadakan Pengganti dan
pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah Tanpa
(kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu”. (Qs. Al Mujadalah:12)
Ayat tersebut di-naskh oleh ayat setelahnya : Pengganti
“Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedek
ah sebelum pembicaraan dengan rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatn
ya dan Allah telah member taubat kepadamu, maka dirikanlah shalat dan tun
aikanlah zakat…”. (Qs. Al Mujadalah: 13)
2. Nasakh dengan badal yang lebih ringan
Contohnya seperti naskh ayat 187 dalam surat al Baqarah :
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu…
”. (Qs. Al Baqarah: 187)
Ayat tersebut me-naskh-kan ayat sebelumnya yaitu:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.
3. Nasakh dengan badal yang sepadan
Contohnya seperti me-naskh-kan menghadap ke Baiti al Maqdis dengan menghadap Ka’a
bah dalam firman Allah SWT :
“ Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram”. (Qs. Al Baqarah: 144)
4. Nasakh dengan badal yang lebih berat
Contohnya seperti me-naskh-kan hukuman penjara di rumah dalam ayat yang artinya :
“Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi dian
tara kamu (yang menyaksikan). Kemudian apabila mereka telah member kesaksian, maka kurunglah
mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya atau sampai Allah member
jalan yang lain kepadanya”. (Qs. al Nisa’: 15)
Ayat tersebut dinaskh dengan ayat hukuman lebih berat yaitu rajam :
“ Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka cambuklah tiap-tiap seorang dari keduan
ya seratus kali cambukan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (men
jalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaa
n) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”.(QS. Al Nur: 2)
Daftar Pustaka
Al Qaththan, Syaikh Manna’. Pengantar Studi Al- Qur’an. Jakarta Ti
mur : Pustaka Al-Kautsar. 2011.

Malik, Rahman Abdul. Abrogasi dalam Alquran: Studi Nasikh dan M


ansukh. 2016.
Terima Kasih
Farida Fitriani 2031120

Anda mungkin juga menyukai