Anda di halaman 1dari 9

Dosen Pengampu: Muhamad ihwan S.Pd.I, M.

Pd

NASIKH MANSUKH
Disusun oleh:
Tisa Maulida Denitasari

INSTITUT AGAMA ISLAM ULUWIYAH MOJOKERTO


FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH 2023
Pengertian Nasikh Mansukh

Naskh secara bahasa artinya: menghilangkan, menghapuskan,


memindahkan, menulis. Adapun secara istilah, maka ada dua macam:
Pertama. Nasikh artinya yang menghapuskan, yaitu dalil Al-Kitab atau As-
Sunnah yang menghapuskan hukum dalil syar’i atau lafazhnya. Pada
hakikatnya nasikh (yang menghapuskan) adalah Allah Azza wa Jalla.

Mansukh menurut etimologi artinya suatu hal yang diganti. Sedangkan


menurut istilah dapat diartikan sebagai hukum syara yang menempati posisi
awal, yang belum diganti dengan hukum syara yang datang kemudian.
Beberapa pendapat tentang Nasikh Mansukh

Ada tidaknya nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an sejak dulu menjadi perdebatan para Ulama
Dalam hal ini terbagi dalam lima golongan pendapat:
a. Orang Syi’ah Rafidah, Mereka sangat berlebihan dalam menetapkan nasakh dan
meluaskannya, mereka mandang konsep al-bada’ yakni suatu yang nampak jelas setelah kabur
(tidak jelas) adalah sebagai suatu hal yang sangat mungkin terjadi bagi Allah SWT. Mereka
sangat kontradiktif dengan orang Yahudi yang tidak mengakui keberadaan nasakh.
b. Menurut al-Qattan yang dikutip oleh Anwar, bahwa pendapat ini kurang tepat, Allah
menghapuskan sesuatu yang dipandang perlu dihapuskan dan menetapkan penggantinya jika
penetapannya mengandung maslahat.
c. Abu Muslim al-Asfahani seorang mufassir Mu’tazilah, tidak setuju adanya naskh, baik
secara garis besar maupun secara terperinci, karena apabila ada ayat yang secara sepintas
dinilai kontradiktif tidak diselesaikan secara naskh tetapi dengan jalan takhsis, sebab al-
Qur,an adalah syari’at yang muhkam tidak ada yang Mansukh.
d. Pendapat Jumhur Ulama, kelompok ini mengakui adanya nasikh dan mansukh dalam al-
Qur’an dan tetap berlaku, (Mereka berpendapat bahwa Naskh adalah suatu yang dapat
diterima akal dan telah pula terjadi dalam hukum-hukum Syara’ berdasarkan dalili-dalil,
baik naqli ataupun aqli .
e. Menurut pendapat segolongan Ulama’ bahwa Allah berbuat secara mutlak, artinya bahwa
Allah SWT. dapat berbuat sesuatu dalam waktu tertentu dan dapat melarangnya dalam
waktu tertentu pula (mengikuti kemaslahatan dan menghindari kamudharatan).
MACAM-MACAM NASIKH MANSUH

Pertama, macam-macam naskh, dilihat dari nash yang mansukh (dihapus) ada tiga bagian:
1. Nash Yang Mansukh Hukumnya, Namun Lafazhnya Tetap
nilah jenis nash mansukh yang paling banyak. Yaitu hukum syar’i dihapuskan, tidak
diamalkan, namun lafazhnya tetap.
2. Nash Yang Mansukh Lafazhnya, Namun Hukumnya Tetap
Al-Aamidi menyatakan bahwa ulama telah bersepakat atas terjadinya naskh
(penghapusan) tulisan/lafazh, tanpa naskh hukumnya, berbeda dengan anggapan
kelompok yang menyendiri dari kalangan Muktazilah.
3. Nash Yang Mansukh Hukumnya dan Lafazhnya
contoh, ayat yang menyatakan 10 kali penyusuan mengharamkan pernikahan.
macam-macam naskh dilihat dari nash yang nasikh (menghapus)–secara ringkas—ada
empat bagian:
a. Al-Qur’an Dimansukh dengan Al-Qur’an
Jenis naskh ini disepakati adanya oleh para ulama, ada pun orang yang
beranggapan tidak ada ayat mansukh di dalam Al-Qur’an, maka perkataannya
tidak dianggap.
b. Al-Qur’an Dimansukh dengan As-Sunnah
1. Al-Qur’an dimansukh dengan Sunnah (hadits) Mutawatir
2. Al-Qur’an dimansukh dengan Sunnah (hadits) Ahad
c. As-Sunnah Dimansukh dengan Al-Qur’an
Contoh jenis ini adalah syari’at shalat menghadap Baitul Maqdis, yang ini berdasarkan
Sunnah.
d. As-Sunnah Dimansukh dengan As-Sunnah
Contoh, sabda Nabi SAW, "Dahulu aku melarang kamu dari berziarah kubur, maka
sekarang hendaklah kamu berziarah (kubur)." (HR Muslim)
Dengan penjelasan di atas jelaslah bahwa di dalam Al-Qur’an ada nasikh (ayat yang
menghapus hukum yang sudah ada sebelumnya) dan mansukh (ayat yang dihapus)
hukumnya atau lafazhnya.
MANFAAT MEMPELAJARI NASIKH MANSUKH

1. Menyadari sifat kasih Allah


Secara umum, ayat yang mansukh itu lebih berat daripada yang nasikh. Hal ini
menunjukkan bahwa syariat Nabi Muhammad merupakan syariat yang paling ringan,
hanafiyah-samhah. Namun adakalanya ayat yang nasikh itu lebih berat. Dalam hal
demikian, Allah telah menyediakan pahala yang lebih besar.
2. Syariat Islam tidak kaku
Dengan memahami nasikh-mansukh dalam al-Qur’an ini pula, kita menyadari bahwa
hukum Allah itu tidak bersifat kaku dan stagnan. Namun dinamis dan selalu berkembang.
3. Hubungan yang erat antara syariat dan dakwah
Hal ini sangat penting untuk kita mengerti, bahwa syariat Islam itu bagian dari strategi
dakwah juga. Syariat dan dakwah merupakan saudara kandung yang lahir dan tumbuh
secara beriringan. Bahkan tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling menjaga, saling
memberi, dan saling menguatkan.
KESIMPULAN

Naskh adalah menghapus hukum syara’ dengan dalil/khitab syara’ yang lain. Naskh
terdiri dari adanya pertanyyan yang menunjukkan terjadi pembatalan hukum yang telah
ada, harus ada nasikh, harus ada mansukh dan harus ada dibebani hukum atasnya.
Mansukh menurut etimologi artinya suatu hal yang diganti. Sedangkan menurut
istilah dapat diartikan sebagai hukum syara yang menempati posisi awal, yang belum diganti
dengan hukum syara yang datang kemudian.
Manfaat mempelajari nasikh mansukh ini antara lain adalah, Menyadari sifat kasih
Allah swt, Syariat islam tidak kaku, Dan Hubungan yang erat antara syariat dan dakwah.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai