Anda di halaman 1dari 9

Ulumul Quran

AL-NASIKH WA AL-MANSUKH

Disusun Oleh:

Rusniati
Tirtayanti
Definisi Nasikh dan Mansukh

Nasikh dan mansukh berasal dari akar kata nasakha-yansukhu-naskhun. Dalam bentuk
masdar, naskhun berarti al-izalah dengan pengertian menghilangkan sesuatu dengan sesuatu
yang mengikutinya seperti matahari yang menghilangkan bayang-bayang. Nasikh adalah isim
fa’il dari nasakha dan mansukh adalah isim maf’ulnya.

• Nasikh menurut bahasa berarti menghilangkan, pembatalan,


menghapuskan, mengganti atau memindahkan. Sedangkan menurut istilah
Nasikh yaitu hukum syara’ yang menghapus atau mengubah hukum atau
dalil syara’ yang terlebih dahulu dan menggantinya dengan ketentuan
hukum yang baru yang di bawanya.

• Mansukh menurut bahasa, berarti sesuatu yang dihapus,


dihilangkan, dipindah ataupun disalin. Sedangkan menurut istilah
Mansukh ialah suatu ketentuan hukum syara’ yang dihapuskan atau
digantikan oleh hukum yang baru atau yang lain .
Cara mengetahui Nasikh dan Mansukh:

• Ditetapkan dengan tegas oleh Rasulullah SAW • Melalui fakta sejarah, seperti hadits Syidad bin ‘Aus dan lainnya
dan sahabat, seperti hadits:“Semula aku yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda :“orang yang
melarangmu untuk berziarah ke kubur, tetapi melakukan bekam dan orang yang dibekam batal puasanya”. Dan
(sekarang) berziarahlah“.
hadits Ibnu Abbas r.a. ia berkata :“sesungguhnya Rasulullah SAW
berbekam, padahal beliau sedangberpuasa“. Dengan demikian
jelas bahwa hadits yang pertama (hadits Syidad) itu terjadi pada
• Terdapat kesepakatan umat antara ayat yang di naskh
masa-masa penaklukan kota Makkah, yaitu pada tahun 8 Hijriyah
dan ayat yang di Mansukh. Artinya, jika ketentuan
dan hadits kedua (hadits Ibnu Abbas ) terjadi pada waktu Haji
datangnya dalil-dalil tersebut dapat diketahui dalam
Wada’, yaitu pada tahun 10 Hijriyah. Jadi, hadits yang kedua
kalimat-kalimat dalil itu sendiri, maka harus ada ijmak
merupakan Nasikh bagi hadits yang pertama.
ulama yang menetapkan hal tersebut.
Ruang Terjadinya Nasikh dan Mansukh

Imam Suyutti menyatakan bahwa naskh hanya terjadi pada masalah hukum syara’ yaitu pada perintah (amr) dan
larangan (nahyi) baik yang diungkap dengan redaksi tegas atau yang tidak tegas maupun yang diungkap dengan
kalimat berita (khabar) yang bermakna perintah (amr) atau yang bermakna larangan (nahy).

Pendapat para ulama mengenai kemungkinan terjadinya nasikh dan mansukh. Yang pertama,
Secara akal dan pandangan mungkin terjadi. Pendapat ini merupakan ijma’ kaum
muslimin/jumhur ulama tidak ada perselisihan diantara para ulama tentang diperbolehkannya
naskh al-Qur’an dengan hadits. Dalil mereka surah al-Baqarah ayat 106 dan Surah An-Nahl
16: 101
Yang kedua, Secara akal maupun pandangan tidak mungkin terjadi.
Pendapat ini adalah pendapat sebagian besar datang dari kaum nasrani masa
sekarang yang menyerang islam dengan dalih bahwa nasakh itu tidak
mempunyai hikmah dan tidak beralasan, bahkan hal nasakh akan diketahui
setelah kejadian itu sudah terjadi (sebelumnya tidak diketahui).
Yang ketiga, Secara akal mungkin terjadi namun secara pandangan tidak mungkin
terjadi. Pendapat ini merupakan pendapat golongan Inaniyah dari kaum yahudi dan
Pendirian Abu Muslim Ashifani. Mereka mengetahui terjadinya nasakh menurut logika,
tetapi mereka mengatakan nasakh dilarang dalam Syara’ Abu Muslim Al-Asyifani dan
orang-orang yang setuju dengan pendapatnya menggunakan dalil Al-Qur’an surat Al-
Fushilat ayat 42
Dasar Hukum Nasikh dan Mansukh

Surah An-Nahl 16: 101 Surah Al-Baqarah 2: 106

Artinya:“Dan apabila Kami mengganti suatu ayat dengan ayat yang Artinya:”Ayat yang kami batalkan atau Kami hilangkan dari
lain, dan Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka ingatan, pasti kami ganti dengan yang lebih baik atau yang
berkata: "Sesungguhnya kamu (Muhammad) adalah orang yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa
mengada-adakan saja". Sebenarnya kebanyakan mereka tidak sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”.
mengetahui.

Dan berdasarkan pernyataan Ali Bin Abi Thalib kepada seorang Hakim:“Apakah
kamu mengerti tentang nasikh-mansukh? Tidak, jawabnya. (kalau begitu kamu
celaka dan mencelakakan orang lain, ujar Ali).
Pernyataan diatas, paling tidak menegaskan akan adanya urgensi ilmu
Nasikh-Mansukh sebagai bagian dari Ulum al-Qur’an.
Pembagian Nasikh dan Mansukh

1. Ditinjau dari keberadaan ayat dan hukumnya

a. Naskh Tilawah dan Hukum b. Naskh Hukum tetapi Tilâwahnya Tetap


Seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dari Contoh nasakh jenis ini adalah Surat Al-
Aisyah, dia berkata: “Adalah di antara yang diturunkan Mujâdilah ayat 12 dinasakh oleh Surat yang sama ayat 13
dari Al-Qur'an adalah sepuluh kali susuan yang maklum berikutnya. Yang dinasakh hanyalah hukumnya, sedangkan
(jelas diketahui) itu menyebabkan mahram, kemudian tilawâh keduanya tetap ada dalam Mushf ' Utsmâni.
ketentuan ini dinasakh dengan lima kali susuan yang
maklum, sampai Rasulullah SAW wafat lima kali susuan
ini termasuk ayat Al-Qur'an yang dibaca." (H.R. Muslim)

c. Naskh Tilâwah tetapi Hukumnya Tetap


Contoh naskh jenis ini adalah apa yang diriwayatkan dari 'Umar ibn
Khathâb dan Ubayya ibn Ka'ab bahwa keduanya berkata, di antara ayat yang
pernah diturunkan adalah ayat:
"Orang tua laki-laki dan perempuan apabila keduanya berzina maka rajamlah
keduanya dengan pasti sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana" (H. R. Ibnu Hibban dan Ibn Majah).
2. Naskh berdasarkan kejelasan dan cakupannya: 3. Naskh berdasarkan segi nash yang dinasakh dan menasakh:

a. Naskh Sharih yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum a. Naskh al-quran dangan al-quran, Dalam hal ini para uluma sepakat
yang terdapat pada ayat yang terdahulu. Misal ayat 65 surat Al- mengatakan diperbolehkan dan telah terjadi dalam pandangan mereka
Anfal (8) dinaskh oleh ayat 66 dalam surat yang sama. yang mengatakan adanya naskh.

b. Naskh dhimmy, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling


bertentangan dan tidak dikompromikan, dan keduanya turun untuk
b. Naskh al-quran dengan sunnah, Dalam hal ini dibagi dalam dua
sebuah masalah yang sama, serta keduanya diketahui waktu
kategori pertama, naskh Al-Qur'an dengan hadits âhâd, dan kedua, naskh
turunya, ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang
Al-Qur'an dengan hadits mutawâtir.
terdahulu. Misalnya, dalam surat Al-Baqarah (2) 180. Ayat ini di
nasakh oleh suatu hadits yang mempunyai arti tidak ada wasiat
bagi ahli waris. c. Naskh As-Sunnah dengan Al-Quran, Ini diperbolehkan oleh Jumhur.
Sebagai contoh ialah masalah menghadap ke Baitul Maqdis yang
c. Naskh kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara ditetapkan oleh As-Sunnah dan di nasikh oleh Al-Quran didalam Q.S.
keseluruhan. Contohnya, pada ayat 240 surat Al-Baqarah (2) Al-Baqarah 2:144.
dinaskh oleh surat yang sama pada ayat 234.
d. Naskh As-Sunnah dengan As-Sunnah, contonya sabda Rasulullah
tentang ziarah: “Dahulu aku melarang kamu untuk berziarah kubur, maka
d. Naskh juz’i, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku pada sekarang hendaklah kamu berziarah”.(HR. Muslim)
semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian
individu,atau menghapus hukum yang bersifat muthlaq dengan
hukum yang muqayyad. Contohnya, pada surat An-Nur (24) ayat
4 di naskh pada ayat 6 dalam surat yang sama.
HIKMAH ADANYA NASIKH DAN MANSUKH

• Memelihara kepentingan hamba


• Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan
dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia
• Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak
• Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika Nasikh
itu beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala,
dan jika beralih kehal yang mengandung kemudahan dan keringanan.
Sekian dan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai