AL-NASIKH WA AL-MANSUKH
Disusun Oleh:
Rusniati
Tirtayanti
Definisi Nasikh dan Mansukh
Nasikh dan mansukh berasal dari akar kata nasakha-yansukhu-naskhun. Dalam bentuk
masdar, naskhun berarti al-izalah dengan pengertian menghilangkan sesuatu dengan sesuatu
yang mengikutinya seperti matahari yang menghilangkan bayang-bayang. Nasikh adalah isim
fa’il dari nasakha dan mansukh adalah isim maf’ulnya.
• Ditetapkan dengan tegas oleh Rasulullah SAW • Melalui fakta sejarah, seperti hadits Syidad bin ‘Aus dan lainnya
dan sahabat, seperti hadits:“Semula aku yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda :“orang yang
melarangmu untuk berziarah ke kubur, tetapi melakukan bekam dan orang yang dibekam batal puasanya”. Dan
(sekarang) berziarahlah“.
hadits Ibnu Abbas r.a. ia berkata :“sesungguhnya Rasulullah SAW
berbekam, padahal beliau sedangberpuasa“. Dengan demikian
jelas bahwa hadits yang pertama (hadits Syidad) itu terjadi pada
• Terdapat kesepakatan umat antara ayat yang di naskh
masa-masa penaklukan kota Makkah, yaitu pada tahun 8 Hijriyah
dan ayat yang di Mansukh. Artinya, jika ketentuan
dan hadits kedua (hadits Ibnu Abbas ) terjadi pada waktu Haji
datangnya dalil-dalil tersebut dapat diketahui dalam
Wada’, yaitu pada tahun 10 Hijriyah. Jadi, hadits yang kedua
kalimat-kalimat dalil itu sendiri, maka harus ada ijmak
merupakan Nasikh bagi hadits yang pertama.
ulama yang menetapkan hal tersebut.
Ruang Terjadinya Nasikh dan Mansukh
Imam Suyutti menyatakan bahwa naskh hanya terjadi pada masalah hukum syara’ yaitu pada perintah (amr) dan
larangan (nahyi) baik yang diungkap dengan redaksi tegas atau yang tidak tegas maupun yang diungkap dengan
kalimat berita (khabar) yang bermakna perintah (amr) atau yang bermakna larangan (nahy).
Pendapat para ulama mengenai kemungkinan terjadinya nasikh dan mansukh. Yang pertama,
Secara akal dan pandangan mungkin terjadi. Pendapat ini merupakan ijma’ kaum
muslimin/jumhur ulama tidak ada perselisihan diantara para ulama tentang diperbolehkannya
naskh al-Qur’an dengan hadits. Dalil mereka surah al-Baqarah ayat 106 dan Surah An-Nahl
16: 101
Yang kedua, Secara akal maupun pandangan tidak mungkin terjadi.
Pendapat ini adalah pendapat sebagian besar datang dari kaum nasrani masa
sekarang yang menyerang islam dengan dalih bahwa nasakh itu tidak
mempunyai hikmah dan tidak beralasan, bahkan hal nasakh akan diketahui
setelah kejadian itu sudah terjadi (sebelumnya tidak diketahui).
Yang ketiga, Secara akal mungkin terjadi namun secara pandangan tidak mungkin
terjadi. Pendapat ini merupakan pendapat golongan Inaniyah dari kaum yahudi dan
Pendirian Abu Muslim Ashifani. Mereka mengetahui terjadinya nasakh menurut logika,
tetapi mereka mengatakan nasakh dilarang dalam Syara’ Abu Muslim Al-Asyifani dan
orang-orang yang setuju dengan pendapatnya menggunakan dalil Al-Qur’an surat Al-
Fushilat ayat 42
Dasar Hukum Nasikh dan Mansukh
Artinya:“Dan apabila Kami mengganti suatu ayat dengan ayat yang Artinya:”Ayat yang kami batalkan atau Kami hilangkan dari
lain, dan Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka ingatan, pasti kami ganti dengan yang lebih baik atau yang
berkata: "Sesungguhnya kamu (Muhammad) adalah orang yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa
mengada-adakan saja". Sebenarnya kebanyakan mereka tidak sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”.
mengetahui.
Dan berdasarkan pernyataan Ali Bin Abi Thalib kepada seorang Hakim:“Apakah
kamu mengerti tentang nasikh-mansukh? Tidak, jawabnya. (kalau begitu kamu
celaka dan mencelakakan orang lain, ujar Ali).
Pernyataan diatas, paling tidak menegaskan akan adanya urgensi ilmu
Nasikh-Mansukh sebagai bagian dari Ulum al-Qur’an.
Pembagian Nasikh dan Mansukh
a. Naskh Sharih yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum a. Naskh al-quran dangan al-quran, Dalam hal ini para uluma sepakat
yang terdapat pada ayat yang terdahulu. Misal ayat 65 surat Al- mengatakan diperbolehkan dan telah terjadi dalam pandangan mereka
Anfal (8) dinaskh oleh ayat 66 dalam surat yang sama. yang mengatakan adanya naskh.