Kelas: F
Matkul: Metode Studi Islam
Npm: 1911030334
Ujian Akhir Semester tahun 2020
1. Fiqh dalam ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum syara yang bersifat operasional
(amaliah) yang dihasilkan dari dalil-dalil terperinci. Di sisi lain perilaku manusia selalu
berkembang dan tentunya akan mungkin memerlukan hukum baru dalam memecahkan
persoalan hukum yang terjadi, sebagai contoh di dalam Al-qur’an hanya ada khamar
sekarang sudah ada sabu-sabu, bagaimana studi Islam mengupayakan dalam menghadapi
persoalan hukum baru dalam kontek kajian bidang fiqih. Jelaskan?
Jawab:
Masa ini berlangsung sejak berkuasanya Mu'awiyah bin Abi Sufyan sampai sekitar
abad ke-2 Hijriah. Rujukan dalam menghadapi suatu permasalahan masih tetap sama yaitu
dengan Al-Qur'an, Sunnah dan Ijtihad para faqih. Tapi, proses musyawarah para faqih
yang menghasilkan ijtihad ini sering kali terkendala disebabkan oleh tersebar luasnya para
ulama di wilayah-wilayah yang direbut oleh Ke khalifahan Islam.
Mulailah muncul perpecahan antara umat Islam menjadi tiga golongan
yaitu Sunni, Syiah, dan Khawarij. Perpecahan ini berpengaruh besar pada ilmu fikih,
karena akan muncul banyak sekali pandangan-pandangan yang berbeda dari setiap faqih
dari golongan tersebut. Masa ini juga diwarnai dengan munculnya hadis-hadis palsu yang
menyuburkan perbedaan pendapat antara faqih.
Pada masa ini, para faqih seperti Ibnu Mas'ud mulai menggunakan nalar dalam
berijtihad. Ibnu Mas'ud kala itu berada di daerah Iraq yang kebudayaannya berbeda dengan
daerah Hijaz tempat Islam awalnya bermula. Umar bin Khattab pernah menggunakan pola
yang di mana mementingkan kemaslahatan umat dibandingkan dengan keterikatan akan
makna harfiah dari kitab suci, dan dipakai oleh para faqih termasuk Ibnu Mas'ud untuk
memberi ijtihad di daerah di mana mereka berada.1
2. Dalam melakukan ijtihad, seorang mujtahid pasti menggunakan metode yang dianggapnya
sesuai, agar hasil ijtihadnya memiliki kredibilitas tinggi. Sebutkan dan jelaskan metode
tersebut.
Jawab:
K.H. Ali Yafie mengandung pengertian suatu upaya yang sungguh-sungguh untuk
menegaskan suatu persangkaan kuat (zhann) yang didasarkan suatu petunjuk yang
1
Muhammad Salam Madkur, Manahij Al Ijtihad Fi Al Islam, (Kuwait: Univ. Kuwait), hal. 43
diberlakukan dalam hal yang bersangkutan. Jadi ijtihad tidak sama artinya dengan berfikiran
bebas.
Metode Nasikh Mansukh
Metode Nasikh Mansukh Adanya naskh dalam Al-Qur’an sebenarnya hal yang
diperdebatkan dalam Al-Qur’an oleh para ulama. Mayoritas ulama berpendapat bahwa
naskh terdapat dalam Al-Qur’an, sementara sebagian ulama menyatakan tidak ada nask
dalam Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an, kata naskh dalam berbagai bentuknya ditemukan
sebanyak empat kali (dalam surat Al-Baqarah 2 : 106, Al-A’raf 7 : 154, Al-Hajj 22 : 52
dan Aljasiyah 45 : 29). Sementara secara etimologi, kata ini memiliki beberapa
pengertian, antara lain pembatalan, penghapusan, pemindahan, dan pengubahan. Sesuatu
yang membatalkan, menghapus, memindahkan dan sebagainya. Dan inilah dinamakan
dengan istilah nasikh. Kemudian yang dibatalkan, dihapus atau dipindahkan dinamakan
sebagai istilah mansukh. Sementara menurut pandangan M. Quraish Shihab (1996) dalam
bukunya Membumikan Al-Qur’an menjelaskan tentang pengertian naskh ini.
Menurutnya:
Terdapat perbedaan pengertian tentang terminology nask. Para ulama
mutaqaddimin (abad I hingga abad III H) memperluas arti naskh sehingga
mencakup: (a) pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang
ditetapkan kemudian; (b) pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum
yang bersifat khusus yang datang kemudian; (c) penjelasan yang datang kemudian
terdapat hukum yang bersifat samar; (d) penetapan syarat terhadap hukum
terdahulu yang belum bersyarat.
Dalam konteks ini K.H. Ali Yafie menjelaskan bahwa nask-mansukh bukanlah
suatu hal yang berdiri sendiri, melainkan istilah teknis dalam batasan pengertian yang
sudah baku. Menurutnya nask-mansukh itu merupakan salah satu interpretasi hukum.
Kemudian menggunakan prinsip nasikh untuk melakukan interpretasi terhadap peraturan
dalam syariah baik ayat Al-Qur’an maupun Hadis yang paling penting dipakai adalah
penafsiran otentik. Setelah itu baru menggunakan interpretasi. yang lain. jika terjadi
kontradiksi pada ketentuan hukum itu dengan ketentuan hukum yang lain, maka
diupayakan menggabungkan kedua ketentuan hukum itu (jami’) atau memperkuat salah
satunya (rajih). Jika tingkat interpretasi sudah ditempuh namun belum juga bisa
mengatasi bisa mengatasi kontradiksi tersebut, maka pada tingkatan inilah terjadi adanya
nasikh-mansukh diantara dua ketentuan hukum tersebut. Dalam menginterpretasikan Al-
Qur’an atau Hadits untuk menetapkan sebuah hukum, juga harus memperhatikan latar
belakang situasi dan kondisi, baik secara tekstual maupun kontekstual. Dengan
memperhatikan atau mempertimbangkan apa yang disebut asbabun annuzul dan asbab al-
wurud dalam menetapkan sebuah hukum.2
2
Artikel M. Jazuli Amrullah Pondok Pesantren Al-I’dadiyah Tambak Beras Jombang Jawa Timur, tahun 2014.
Hlm308
3. Pergantian khalifah pada masa khulafaur rosyidun, benarkah terdapat unsur musyawarah.
Jelaskan
Jawab: benar adamya musyawarah saat pergantian khalifah
1. PEMILIHAN ABU BAKAR ASH&8208;SHIDDIQ
(MODEL PERTAMA)
Khalifah dipilih lewat musyawarah wakilwakil dari kalangan Muhajirin dan Anshar
secara terbatas (bai’at in’iqad) pada hari pertama Nabi wafat bertempat di Tsaqifah Bani
Sai’dah (kediaman Sa’ad bin Ubadah di Madinah), kemudian dilanjutkan dengan bai’at
ta’at di Masjid Nawabi pada hari kedua Nabi wafat. Kronologinya sebagai berikut:
TAHAP I
Saat Nabi wafat, terjadi kegoncangan. Mulai muncul tanda-tanda perpecahan kepe
mim pinan politik. Antara lain munculnya pendapat bahwa kalangan Anshar
mengangkat khalifah sendiri, begitu pun dengan kalangan mu hajirin yang juga
mengangkat khalifah sendiri. Sementara itu, di sebagian kawasan di jazirah Arab
mulai memperlihatkan tanda-tanda me mi sahkan diri, bahkan muncul sejumlah
orang yang mengaku sebagai nabi.
Pada hari wafatnya Nabi, Umar bersama Abu bakar serta kaum Muhajirin lainnya
menuju tempat kaum Anshar berkumpul di Tsaqifah Bani Sa’idah. Saat tiba di sana,
berdiri juru bicara dari kalangan Anshar yang menyatakan muncul tanda-tanda kaum
Muhajirin akan men dominasi mereka di tempat tinggal me reka (Madinah), dan
mengambil kekua sa an dari kaum Anshar. Saat itu dari kalangan An shar juga
muncul usulan agar kaum Anshar memilih khalifah sendiri dan orang-orang Quraisy
(Muhajirin) juga memilih khalifah sendiri, yang disampaikan dengan ungkapan "ana
juzailuha al-muhakkak wauzaiquha almurajjab," yang berarti akulah pemimpin yang
tertingi. Konon yang berkata demikian adalah Al Hubab bin al Munzir.
Sebuah riwayat menyatakan Abubakar saat itu menyampaikan, "Kalian mengetahui
bahwa Rasulullah pernah bersabda,’‘Andai saja manusía menempuh jalan di satu
lembah sementara kaum Anshar menempuh satu jalan, maka pastí akan kutempuh
jalan kaum Anshar’. Dan engkau telah mengetahui wahai Sa’ad (Sa’ad bin Ubadah)
bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda saat itu engkau sedang duduk
‘Sesungguhnya kaum Quraisy-lah yang paling berhak menjadi pemimpin. Kebaikan
manusia akan mengikuti kebaikan yang ada padamereka dan kejelekan manusia akan
pula mengikuti kejelakan yang ada pada mereka’. Maka Sa’ad berkata, ‘Engkau
benar, kami hanyalah menjadi wazir dan kalianlah yang menjadi Amir’."
Riwayat lain menyebutkan saat itu Abubakar juga mengatakan dia rela jika urusan
khalifah diserahkan kepada satu dari dua orang (Umar dan Abu Ubaidah bin al-
Jarrah). Saat itu, mun cul keributan. Untuk mencegah per seli sihan, Umar kemudian
berkata kepada Abu bakar, "Berikan tanganmu wahai Abubakar". Maka Abubakar
memberikan tangannya dan Umar segera membaiatnya, diikuti seluruh kaum
Muhajirin, kemudian kaum Anshar.
Riwayat lain menyatakan Umar berkata ke pada yang hadir di Tsaqifah Bani Sa’idah,
"Yang paling berhak menggantikan Rasulullah SAW adalah sahabatnya yang me
nyer tainya dalam gua (Gua Hira, saat per mulaan Hijrah –Red). Dialah Abubakar
yang selalu terdepan dan paling di utamakan. Kemudian segera kutarik tangannya
dan ternyata ada seorang Anshar (sebuah riwayat menyatakan dia adalah Basyir bin
Sa’ad, ayah an-Nukman bin Basyir) yang lebih dahulu menariknya dan
membai’atnya sebelum aku sempat meraih tangannya. Setelah itu baru aku
membaiatnya dengan tanganku yang kemudian diikuti oleh orang ramai."
Kitab Fathur ar-Rabbani menyatakan soal bai’at itu Abubakar mengatakan menerima
pembai’atan itu karena takut fitnah akan datang yaitu murtadnya orang-orang Arab
setelah wafatnya Nabi.
Beberapa saat sebelum wafatnya, Umar men jelaskan hal ihwal bai’at kepada
Abubakar itu di Masjid Nabawi. "Demi Allah, kami tidak per nah menemui perkara
yang lebih besar dari perkara bai’at terhadap Abubakar. Kami sa ngat takut jika kami
tinggalkan mereka tanpa ada yang dibai’at, maka mereka (Anshar) kembali membuat
bai’at. Jika seperti itu kondisinya kami harus memilih antara mematuhi bai’at mereka
padahal kami tidak merelakannya, atau menentang bai’at mereka yang pasti akan
menimbulkan kehancuran. Maka, barang siapa membai’at Amir tanpa musyawarah
lebih dahulu, bai’atnya dianggap tidak sah. Dan tidak ada bai’at terhadap orang yang
mengangkat bai’at terhadapnya, keduanya harus dibunuh."
TAHAP II
Setelah pembai’atan di Tsaqifah Bani Sa’idah, keesokan harinya Abubakar
dibai’at secara umum (bai’at ta’at) di masjid. Para sahabat yang sebelumnya hadir
di Tsaqifah juga hadir di masjid.
Usai bai’at umum itulah Abubakar menyampaikan pidatonya yang terkenal: "…
sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian, dan bukanlah aku
yang terbaik. Maka jika aku berbuat kebaikan bantulah aku, dan jika aku
bertindak keliru maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, se mentara
dusta adalah suatu pengkhinatan. Orang yang lemah di antara kalian sesung
guhnya kuat di sisiku hingga aku dapat me ngembalikan haknya kepadanya Insya
Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian maka dialah yang lemah di
sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya.
Tidaklah suatu kaum me ninggalkan jihad di jalan Allah kecuali Allah akan
timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah
suatu kaum kecuali adzab Allah akan di timpakan kepada seluruh kaum tersebut.
Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan RasulNya. Tetapi jika aku tidak
mematuhi keduanya maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang
berdirilah kalian untuk melaksanakan shalat semoga Allah merahmati kalian."
Catatan:
Soal tidak hadirnya Ali Bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, dan lain-lain di
Tsaqifah Bani Saidah, ada yang menyebutnya sebagai pemboikotan pemilihan
Abubabakar. Namun, belakangan isu pemboikotan itu terbantahkan
Saat pembai’atan terjadi, Ali, Zubair, dan lain-lain berada di rumah Fathimah.
Zubair menuturkan ‘Kami tidak merasa marah kecuali karena kami tidak
diikutkan dalam musyawarah pemilihan kalian, tetapi kami tetap berpandangan
bahwa Abubakar lah yang paling pantas menjadi pemimpin. Dialah orang yang
menemani Rasulullah ber sembunyi di dalam gua. Kita telah mengetahui
kemuliaan dan kebaikannya. Dialah yang diperin tahkan Rasulullah untuk
menjadi imam shalat manusia ketika Rasulullah hidup.
Saat Abu bakar dibai’at di masjid, Abu bakar memerintahkan mencari Ali dan
Zubair, yang ke mudian keduanya datang dan membai’at Abubakar. Ali tidak
pernah memisahkan diri dari Abubakar, dan selalu shalat di belakangnya.
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i meri wayatkan bahwa Ali
memperbaharui bai’at-nya kepada Abubakar setelah wafatnya Fathimah, enam
bulan setelah Rasul wafat.
TAHAP I
4. Sebutkan pengertian Islamic studies. Serta menurut G.F. Pijper sejarah orientalisme dapat
dibagi menjadi empat fase, sebutkan!
Jawab:
Apa Islamic Studies itu? Islamic Studies, yang di Indonesia sering disebut ”Studi
atau Kajian ke-Islaman”, secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk
mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Dengan kata lain,
Islamic Studies didefinisikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui
dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal
yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran-ajarannya, sejarahnya maupun
praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang
sejarahnya.4
Selanjutnya menurut G.F. Pijper, seorang guru besar dalam bahasa Arab, Suriah,
semietologi, dan agama Islam pada universitas Amsterdam, Sejarah Orientalisme
antara lain mencatat:
a. Pada abad pertengahan, orang-orang Eropa memandang Muhammad sebagai
orang yang tak beradab.
b. Dalam abad tujuh belas nabi Muhammad bagi orang Katolik masih merupakan
nabi palsu dan seorang penipu dan musuh besar agama Kristen.
c. Pada abad delapan belas datang pembaruan sebagai akibat dari dua aliran baru
yaitu pembaruan dan romantik. Voltaire misalnya mengagumi dan menghargai
al- Qur’an. Gothe tertarik pada Muhammad dan mengatakan bahwa Muhammad
bukan seorang penipu.
3
Al Bidayah wa’l Nihayah/Khilafah Bukan Kerajaan, diolah Harun Husein
4
Supiana, Metode Studi Islam, (Jakarta Pusat: Direktur jenderal pendidikan islam kementerian agama ri, 2012),
hal. 303
d. Pada abad sembilan belas, ilmu pengetahuan orientalis memberikan gambaran
yang historis kritis dari Muhammad dan menempatkan Islam dalam sejarah
agama yang tumbuh.5
5. Apa yang dimaksud dengan jender dan apa saja penyebab lahirnya bias jender. Jelaskan!
Jawab:
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2005: 146) disebutkan kata bias berarti
simpangan, belokan arah dari garis tempuhan karena menembus benda bening.
Sedangkan Kata gender di dalam kamus berarti jenis kelamin. Dalam kamus istilah
Keluarga Berencana Nasional (2007: 23) kata Gender berarti pandangan masyarakat
tentang perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang
merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan
perkembangan jaman.6
Perjuangan kesetaraan masih sangat panjang maka ada beberapa alternatif
pemecahan dan cara menegakkan keadilan gender yaitu:
1. Melakukan sosialisasi di dalam keluarga yang seimbang.
2. Melakukan dekonstruksi bias gender di bidang pendidikan.
3. Melakukan dekonstruksi pada nilai-nilai patriarkhi dalam konteks negara.
4. Melakukan reinterpretasi terhadap kitab suci.
5. Mendukung visi Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yaitu terwujudnya
kesetaraan dan keadilan gender.
6. Mendukung misi Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yaitu:
a. Peningkatan kualitas hidup perempuan
b. Penggalakan sosialisasi kesetaraan gender
c. Penghapusan segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan
d. Penegakan hak asasi manusia (HAM) bagi perempuan
e. Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak.
Untuk dapat melakukan analisis gender, kita perlu memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi analisis gender, antara lain:
1. Akses : Faktor ini diperlukan untuk mengukur seberapa besar peluang atau
kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk memanfaatkan sumber daya (baik
sumber daya alam, sosial, politik maupun waktu).
2. Partisipasi: Partisipasi adalah pelibatan atau keterwakilan yang sama antara
perempuan dan laki-laki dalam program, kegiatan, dalam pengambilan keputusan
dalam pembangunan. Faktor ini berguna untuk melihat proporsi dari laki-laki atau
perempuan yang termarginalisasi baik secara kelas, suku, ras maupun budaya.
3. Kontrol: Kontrol adalah kekuasaan untuk memutuskan bagaimana menggunakan
sumber daya dan siapa yang memiliki akses terhadap penggunaan sumber daya
5
Ibid, hal. 305
6
KBBI, hal.146
tersebut. Faktor ini diperlukan untuk melihat proporsi perempuan atau laki-laki
dalam pengambilan keputusan.
4. Manfaat: Manfaat adalah hasil-hasil dari suatu proses pembangunan. Faktor ini
digunakan untuk melihat proporsi manfaat pembangunan yang diterima oleh
perempuan atu laki-laki. Apakah manfaat tersebut cenderung menguntungkan
salah satu jenis kelamin.7
7
Law, Gender, (Policy in ADB Operations: A Tool Kit, Asian Development Bank, 2006), hal. 30