NIM : 12218017
Kelas/Prodi : 2A / Tadris Matematika
Matkul : Pengantar Fiqh dan Ushul Fiqih
Soal
Jawab :
1. a) . Secara etimologis, fiqh identik dengan al-fahm yang berarti pengetahuan atau
pemahaman. Sedangkan secara terminologi, fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum
syara' yang bersifat praktis yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terperenci.
Ushul Fiqh adalah Pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh secara menyeluruh dan tata
cara memperoleh kesimpulan hukum darinya serta tentang kondisi yang mengambil
kesimpulannya (al-mustanbit atau al-mujtahid).
- fikih adalah ilmu yang membahas persoalan hukum sedangkan ushul fikih adalah
ilmu yang mengkaji tentang dalil fiqih atau kaidah dengan tujuan untuk mengetahui
cara-cara penggunaannya.
Dari Abu Sa’id Al Khudri berkata: “Ada 2 Sahabat dalam perjalanan, ketika waktu sholat
tiba dan tidak menemukan air, maka beliau berdua melakukan Tayammum. Keduanya pun
shalat. Setelah itu mereka menemukan air saat waktu shalat belum habis.” “Satu dari
mereka mengulang shalat dengan berwudhu’. Sahabat yang lain tidak mengulang shalatnya
(cukup dengan Tayammum tadi)” Setelah mereka datang kepada Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam dan bercerita kejadian itu maka Nabi bersabda kepada Sahabat yang shalat
1 kali saja: “Kamu sudah sesuai Sunnah. Cukup shalatmu itu”. Dan kepada Sahabat yang
shalat 2x (dengan Tayammum dan Wudhu’) Nabi bersabda: “Kamu dapat 2 pahala”.
َ ص ِِّل َي َّن أ َ َحد ٌ ْال َعص َْر ِإ َّال فِي َبنِي قُ َر ْي
ظةَ ( رواه البخاري َ ُ) ال ي
“Janganlah ada satupun yang shalat ‘Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah”
Ketika mereka mendapati waktu shalat yang disebutkan oleh Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam tersebut di tengah jalan, sebagian dari mereka mengatakan, “Kita tidak
shalat sampai kita tiba di perkampungan Bani Quraizhah.” Sementara yang lain bersikukuh
tetap melakukan shalat ‘Ashar pada waktunya, karena mereka memandang bahwa Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bermaksud menyuruh para shahabat Radhiyallahu anhum
menunda shalat ‘Ashar sampai lewat waktunya. Kemudian dua sikap yang berbeda dalam
menyikapi sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dilaporkan kepada beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mencela salah
salah satunya.
Pada periode ini, Madzhab hanyalah sebuah pendapat atau Ijtihad para sahabat dalam
memahami sebuah kasus, lalu sahabat melaporkan kepada Rosul akan kasus tersebut,
sehingga Rosulullah SAW langsung memutuskan kasus tersebut apakah salah satu yang
benar atau keduanya benar.
Madzhab secara sistematis belum terbentuk, hanya berbentuk pendapat-pendapat para sahabat
dan ijtihad-ijtihadnya yang kemudian disampaikan kepada Rosulullah
2). Madzhab Pada Masa Shahabat
Mahzab fiqih itu pada sejak zaman sahabat mulai tumbuh seiring dengan meninggalnya
Rosulullah SAW; karena ketika di zaman Rosulullah para Sahabat menemukan sebuah
masalah, akan tetapi setelah wafatnya Rosulullah, Para sahabat masing-masing memiliki
pendapatnya. Misalnya pendapat Aisyah ra, pendapat Ibn Mas’ud ra, pendapat Ibn Umar.
Masing-masing memiliki kaidah tersendiri dalam memahami nash Al-Qur’an Al-Karim dan
sunnah, sehinga terkadang pendapat Ibn Umar tidak selalu sejalan dengan pendapat Ibn
Mas’ud atau Ibn Abbas. Tapi semua itu tetap tidak bisa disalahkan karena masing-masing
sudah melakukan ijtihad.
Para sahabat melihat Rasulullah Saw mengerjakan suatu tindakan, sebagian sahabat
menafsirkannya sebagai tindakan qurbah (ibadah), sedangkan sebagian yang lain
menyimpulkannya sebagai tindakan mubah (biasa). Contohnya, para sahabat melihat Nabi
Shallalahu Alaihi wa Sallam melakukan lari-lari kecil saat thawaf. Oleh karena itu, mayoritas
mereka berpendapat hal tersebut adalah sunnah dalam tawaf. Sedangkan Ibnu Abbas,
mengintepretasikan tindakan beliau sebagai kebetulan karena ada motivasi yang muncul.
Di masa tabi’in, kita juga mengenal istilah fuqaha al-Madinah yang tujuh orang yaitu; Said
ibn Musayyib, Urwah ibn Zubair, Al-Qasim ibn Muhammad, Kharijah ibn Zaid, Ibn Hisyam,
Sulaiman ibn Yasan dan Ubaidillah. Termasuk juga Nafi’ maula Abdullah ibn Umar. Di kota
Kufah kita mengenal ada Al-Qamah ibn Mas’ud, Ibrahim An-Nakha’i guru al-Imam Abu
Hanifah. Sedangkan di kota Bashrah ada al-Hasan Al-Bashri dan Imam Sufyan as sauri.
Dari kalangan tabiin ada ahli fiqh yang juga cukup terkenal; Ikrimah Maula Ibn Abbas dan
Atha’ ibn Abu Rabbah, Thawus ibn Kiisan, Muhammad ibn Sirin, Al-Aswad ibn Yazid,
Masruq ibn al-A’raj, Alqamah an Nakha’i, Sya’by, Syuraih, Said ibn Jubair, Makhul ad
Dimasyqy, Abu Idris al-Khaulani.
Dalam kasus iddah wanita hamil karena berzina, Para ulama di kalangan Tabiin berbeda
pendapat :
a). Imam Sufyan as Sauri dan sebagain tabiin berpendapat bahwa tidak ada iddah bagi wanita
hamil karena berzina. Karena iddah untuk menjaga nasab, sedangkan Pezina tidak menjaga
nasab.
b). Imam Hasan basri, Ibrahim An Nakho’i dan sebagian tabiin lainnya berpendapat bahwa
wanita hamil karena berzina tetap ada iddahnya, karena iddah itu karena Istibro’
(membersihkan Rahim).
3. Periode Keemasan
Pada periode ini muncul lah ulama-ulama besar yang menisbatkan diri ke madzhab tertentu
di antaranya : Dari kalangan Syafiiyyah seperti Imam An Nawawi, Imam a-Muzani, Imam
Ibnu hajar al Asqolani, Ibnu hajar al haistami dan lain-lain. Dari Kalangan Hanafiyyah seperti
Imam Abu Yusuf, Imam As syaibani, Imam al Maruzi dan lain lain. Dari kalangan Hanabilah
seperti Imam Ibnu Qoyyim, Ibnu taimiyyah, Ibnu Rojab dan lain lain. Dari kalangan
Malikiyyah seperti Imam Ibnu Qosim, Imam Syahnun, Imam Ibnu Rusyd dan lain lain.
Mengenai perbedaan pendapat di kalangan ulama abad ke 3 -9 telah banyak kitab yang
membahasnya, masing masing menguatkan prndapat Imam mazhabnya, walau tak jarang ada
sebagian ulama yang berbeda dengan imam mazhabnya.
4. Periode Kemunduran
Pada periode ini, Madzhab mengalami kemunduran karena faktor penjajahan di dunia islam,
dan tidak kuatnya kekuasaan muslim pada saat itu di bawah kepemimpinan daulah
usmaniyyah pada periode akhir.
5. Periode Kebangkitan
Pada periode ini, madzhab mengalami kebangkitan kembali, di mulai dengan
munculnya para ulama dengan kitab-kitabnya yang terkenal seperti Syekh Wahbah
Zuhaili, Syekh Muhammad bin Sholeh al Usaimin, Syekh Yusuf al Qordhowi, Syekh
Ali Jum’ah dan lain lain, ada yang masih mengukuti dan selaras dengan metodologi
para Imam madzhab yang empat, adapula yang mulai berusaha keluar dari metodologi
para ulama terdahulu karena pertimbangan zaman.
3. Menurut bahasa Arab, “madzhab” ()مذهبberasal dari shighah masdar mimy (kata
sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan keterangan tempat) dari akar kata fiil
madhy “dzahaba” ( )ذهبyang bermakna pergi.Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya,
“tempat pergi”, yaitu jalan (ath-thariq).Sedangkan menurut istilah ada beberapa
rumusan:
1) Menurut M. Husain Abdullah, madzhab adalah kumpulan pendapat mujtahid yang
berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari dalil-dalil syariat yang rinci serta
berbagai kaidah (qawa’id) dan landasan (ushul) yang mendasari pendapat tersebut,
yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
2) Menurut A. Hasan, mazhab adalah mengikuti hasil ijtihad seorang imam tentang
hukum suatu masalah atau tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah
istinbathnya.
Imam Abu Hanifah, yang dikenal dengan sebutan Imam Hanafi, mempunyai nama lengkap:
Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zutha Al-Kufi. lahir di Irak pada tahun 80
Hijriah/699 M, bertepatan dengan masa khalifah Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan.
Beliau digelari dengan nama Abu Hanifah yang berarti suci dan lurus, karena sejak kecil
beliau dikenal dengan kesungguhannya dalam beribadah, berakhlak mulia, serta menjauhi
perbuatan-perbuatan dosa dan keji. Dan mazhab fiqihnya dinamakan Mazhab Hanafi.
Guru-guru yang pernah beliau temui antara lain adalah : (Hammad bin Abu Sulaiman Al-
Asy’ari (W. : [120 H/ 738]) faqih kota “Kufah”, ‘Atha’ bin Abi Rabah (W. : (114 H/ 732 M)
faqih kota “Makkah”, ‘Ikrimah’ (W104 H/ 723 M) maula serta pewaris ilmu Abdullah bin
Abbas, Nafi’ (W. : [117 H/ 735 M]) maula dan pewaris ilmu Abdullah bin Umar serta yang
lain-lain. Beliau juga pernah belajar kepada ulama’ “Ahlul-Bait” seperti missal : Zaid bin Ali
Zainal ‘Abidin (79-122 H/698-740 M), Muhammad Al-Baqir ([57-114 H/ 676-732 M]),
Ja’far bin Muhammad Al-Shadiq (80-148 H/ 699-765 M) serta Abdullah bin Al-Hasan.
Beliau juga pernah berjumpa dengan beberapa sahabat seperti missal : Anas bin Malik (10
SH-93 H/ 612-712 M), Abdullah bin Abi Aufa (w. 85 H/ 704 M]) di kota Kufah, Sahal bin
Sa’ad Al-Sa’idi (8 SH-88 H/ 614-697 M) di kota Madinah serta bertemu dengan Abu Al-
Thufail Amir bin Watsilah (W 110 H/729 M) di kota Makkah.
Salah satu muridnya yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, guru
Imam Syafi’i. Melalui goresan tangan para muridnya itu, pandangan-pandangan Imam Hanafi
menyebar luas di negeri-negeri Islam, bahkan menjadi salah satu mazhab yang diakui oleh
mayoritas umat Islam.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari
tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam,
Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath
Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang lebih tua
darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti al Auza’i, Ats Tsauri,
Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang
belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
Di antara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az
Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain.
Di antara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu
Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al
Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan
bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.
Mazhab Syafi’i didirikan oleh Abu Abdullah Muhammad bin ldris as-syafi’i. Ia wafat pada
767 masehi 158 H. Selamahidup Beliau pernah tinggal di Baghdad, Madinah, dan terakhir di
Mesir. Corak pemikirannya adalah konvergensi atau pertemuan antara rasionalis dan
tradisionalis. Imam Syafi`i mempunyai dua dasar berbeda untuk Mazhab Syafi’i. Yang
pertama namanya Qaulun Qadim dan Qaulun Jadid.
0] Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji
sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun. Demi ia
merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia mulai senang
mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan sya’irnya. Remaja yatim ini
belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji
yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah. Kemudian dia juga belajar dari Dawud
bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali
bin Syafi’, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim,
Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia pun semakin menonjol
dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di berbagai halaqah ilmu para
Ulama’ fiqih sebagaimana tersebut di atas.
Ia pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia mengaji kitab
Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i
meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin
Syafi’ dan lain-lain. Adapun Murid beliau yang paling terkenal antara lain adalah Imam
ahmad bin hanbal.[21]
Beliau adalah Abu Abdillah, Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-Syaibani.
Imam Ahmad dilahirkan di ibu kota kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, Irak, pada tahun
164 H/780 M. Saat itu, Baghdad menjadi pusat peradaban dunia dimana para ahli dalam
bidangnya masing-masing berkumpul untuk belajar ataupun mengajarkan ilmu. Dengan
lingkungan keluarga yang memiliki tradisi menjadi orang besar, lalu tinggal di lingkungan
pusat peradaban dunia, tentu saja menjadikan Imam Ahmad memiliki lingkungan yang sangat
kondusif dan kesempatan yang besar untuk menjadi seorang yang besar pula.
Beberapa gurunya yang terkenal, di antaranya Ismail bin Ja’far, Abbad bin Abbad Al-Ataky,
Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam
Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin `Uyainah, Abdurrazaq, serta
Ibrahim bin Ma’qil.
Adapun muridnya adalah Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal Abdullah bin Imam Ahmad
bin Hambal Keponakannya, Hambal bin Ishaq.
Ada beberapa mazhab lain yang terkenal yang muncul pada abad 2 sampai dengan 3
hijriyyah antara lain Madzhab Atho, Madzhab Ibnu sirin, Madzhab Zhohiriyyah yang di
pelopori Imam Daud az zhohiri, Madzhab As ya’bi, Mazhab Imam an-Nakho’i; akan tetapi
madzhab-madzhab tersebut tidak begitu berkembang seiring berjalannya zaman dari masa ke
masa.
Contoh :
1. Para ulama berbeda pendapat tentang wanita hamil atau wanita menyusui apakah
wajib puasa atau tidak ? Jika tidak wajb, apakah mengqodho puasanya ataun
membayar fidyah.
a). Imam Syafii berpendapat bahwa Wanita Hamil dan Menyusui boleh tidak berpuasa akan
tetapi keduanya wajib membayar qodho dan membayar fidyah
b).Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa Wanita hamil dan Menyusui boleh tidak berpuasa,
akan tetapi keduanya hanya wajib membayar qodho saja
c). Imam Malik berpendapat bahwa Wanita hamil dan menyusui boleh tdak berpuasa, akan
tetapi keduanya hanya membayar fidyah
d). Imam Ahmad berpendapat bahwa Wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa, akan
tetapi wanita hamil wajib mengqodho puasa sedangkan wanita menyusui wajib membayar
Fidyah
e). Sebagian ulama lain seperti Imam Daud dari kalangan mazhab zhohiriyyah berpendapat
bahwa wanita hamil dan menyusui wajib berpuasa[24]
Para ulama berbeda pendapat karena tidak ada Nash yang shorih yang
menjelaskan hal tersebut, sehingga mereka mengqiyaskan dengan orang yang sakit atau
orang yang tidak mampu sama sekali berpuasa
4. – Hakim adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam menjelaskan hukum Allah
SWT
kepada umat Islam.
- Mahkum alaih adalah seseorang yang perbuatannya dikenai khitab Allah Ta'ala,
yang disebut dengan mukallaf . Sehingga istilah mahkum alaih disebut dengan subyek
hukum.
-Mahkum fih sering disebut dengan mahkum bih adalah perbuatan mukallaf yang
terkait dengan perintah Syari' (Allah dan Rasul) yang disifati dengan wajib, haram,
makruh, mandub, atau mubah ketika berupa hukum taklifi.
-Warid ialah efek positif yang lahir dari pengamalan wirid secara istikamah. Ibnu
'Athaillah menyebut warid itu sebagai pemberian dan hidayah Allah SWT berupa
petunjuk, cahaya ilahi, dan kesenangan batin di dalam ber-taqarrub kepada-Nya.
5. Sumber hukum pertama adalah al- Qur'an, yaitu wahyu atau kalamullah yang sudah
dijamin keontentikannya dan juga terhindar dari intervensi tangan manusia. Sehingga
dengan penyucian tersebut meneguhkan posisi al-Qur'an sebagai sumber hukum yang
utama. Secara garis besar, al-Qur'an mengandung ajaran tentang aqidah, syariah, dan
akhlak, namun al-Qur'an juga mengandung isyarat-isyarat ilmiah yakni mengandung
ayat-ayat sains dan teknologi. Isi kandungan Al Quran antara lain tentang pokok-
pokok atau dasar-dasar ajaran Islam yang berkenaan dengan masalah ketauhidan dan
akidah, ibadah, akhlak, hukum, dan sains atau ilmu pengetahuan yang dibutuhkan
manusia dalam kehidupannya.