Oleh:
ABSTRAK
KATA KUNCI: Mazhab Shahabi, Abdul Wahhab Khallaf, Abdul Karim Zaidan.
PENDAHULUAN
Mazhab shahabi ialah pendapat sahabat Rasulullah SAW. tentang suatu kasus
dimana hukumnya tidak dijelaskan didalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Mazhab shahabi
berbeda dengan ijma shahabi dalam kedudukannya sebagai dalil syara. Dan dikalangan
ulama ushul pun juga berbeda dalam mendeskripsikan pengertian mazhab shahabi,
berikut pembahasannya.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, yang memberi fatwa kepada kaum muslimin
tentang hukum-hukum untuk disampaikan kepada umat, melalui dari para sahabat.
Mereka para sahabat mengetahui tentang fiqih dan ilmu-ilmu, dan menjadi pengikut
Rasulullah selamanya, dan memahami al-Qur’an dan hukum-hukumnya. Dan dari mereka
pulalah keluar fatwa mengenai peristiwa yang bermacam-macam. Dan sebagian riwayat
itu dari para tabi’in dan tabit tabi’in dengan riwayat yang usang, sehingga bahwasanya
mereka itu tetap mengikuti sunnah-sunnah Rasul.1
1
Abdul Wahhab Khallaf,Mazhab Shahabi,Ilmu Ushul Fiqh.94
2
Andewi Suhartini,Mazhab Shahabi, Ushul Fiqh.161
2
seseorang yang pernah mendengarnya dari Nabi, tetapi tidak ada penjelasan dari orang
tersebut bahwa yang didengarnya itu berasal dari Nabi; (3) Apa yang disampaikan
sahabat tersebut adalah hasil pemahamannya tentang ayat-ayat al-Qur’an yang orang lain
tidak memahaminya; (4) Apa yang disampaikan sahabat itu sesuatu yang sudah disepakati
lingkungannya, namun yang menyampaikannya hanyalah sahabat tersebut seorang diri;
(5) Apa yang disampaikan sahabat itu adalah hasil pemahamannya atas dalil-dalil, karena
kemampuannya dalam bahasa dan dalam penggunaan dalil lafadz. Kedua: yang
menyampaikan fatwa adalah seorang sahabat Nabi. Ulama Ushul Fiqh dan ulama Hadist
berbeda defenisi tentang “Sahabat Nabi”. Menurut pandangan ulama ushul fiqh, yang
disebut sahabat nabi adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi dan beriman
kepadanya serta menyertai kehidupan Nabi dalam masa yang panjang. Sedangkan
menurut ulama hadist adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi dan wafat dalam
keadaan islam. Ketiga: penggunaan kata “secara perorangan” yang merupakan fasal
kedua dalam defenisi diatas, memperingatkan secara jelas perbedaan mazhab shahabi dan
ijma shahabi. Karena ijma shahabi bukan pendapat peroranagan tapi hasil kesepakatan
bersama tentang hukum.3
Dari intisari perkataan dijudul ini adalah tidak ada perbedaan didalam suatu
hukum, selama pendapat tersebut masih berdasarkan ulama-ulama yang sholeh. Dan
pendapat seorang sahabat itu harus didengar dari Rasulullah SAW. Suatu perbedan tidak
menjadi alasan kaum mslim, karena kesepakatan mereka atas suatu hukum harus
berdasarkan dengan Rasulullah. Sebagaimana Aisyah pernah berkata:“anak yang
didalam perut itukurang dari dua tahun”. Maka pernyataan ini bukan ruang ijtihaj
memberi pendapat, maka apabila benar perkataan ini berasal dari Rasulullah dan itu
merupakan sunnah dan itu didalam perintah yang jelas dari perkataan sahabat. Perbedaan
pendapat para sahabat itu bersumber dari riwayat dan ijtidah mereka, dan tidak bersepakat
kepada selainnya. Imam Abu Hanifah berkata: ketika aku mengambil suatu hukum
haruslah bersumber dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah, dan pendapat ulama yang
sholeh. Menurut Imam Syafi’i “suatu pendapat dijadikan sebuah alasan atau boleh
dikerjakan melalui ijtihad para ulama, karena setelah menentukan suatu hukum, maka
terjadilah suatu kesepakatan akan suatu hukum”. 4
3
Andewi Suhartini,Mazhab Zhahabi,Ushul Fiqh.161
4
Abdul Wahhab Khallaf,Mazhab Shahabi,Ilmu Ushul Fiqh.95
5
Prof.Dr.H. Satria Effendi, M.Zain,M.A. 6.Mazhab Shahabi,Pengertian Mazhab Shahabi,Ushul
Fiqh.169
3
1. Fatwa sahabat yang bukan merupakan bukan hasil ijtihad. Misalnnya, fatwa Ibnu
Mas’ud, bahwa batas minimal waktu haid tiga hari, dan batas minimal mas kawin
sebanyak sepuluh dirham. Fatwa-fatwa seperti ini bukan merupakan hasil ijtihad
sahabat, dan besar kemungkinan hal itu mereka terima dari Rasulullah. Oleh
karena itu fatwa-fatwa semacam ini disepakati menjadi landasan hukum bagi
generasi sesudahnya.
2. Fatwa sahabat yang disepakati secara tegas dikalangan mereka disebut dengan
ijma sahabat. Fatwa seperti ini menjadi pegangan bagi generasi sesudahnya.
3. Fatwa para sahabat secara perorangan yang tidak mengikat sahabat yang lain.
Para mujtahid dikalangan sahabat memang sering berbeda pendapat pada suatu
masalah, namun dalam hal ini fatwa sahabat tidak mengikat(diikuti) sahabat yang
lain.
4. Fatwa sahabat secara perorangan yang didasarkan oleh ra’yu dan ijtihad.6
Ulama berbeda pendapat tentang fatwa sahabat secara perorangan tersubut yang
merupakan hasil ijtihad, apakah mengikat generasi sesudahnya atau tidak mengikat.
Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan pendapat, dan menurut Wahhab Az-Zuhaili,
beberapat pendapat itu dapat disimpulkan kepada dua pendapat, sebagai berikut:
Pertama, menurut kalangan Hanafiyah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan pendapat terkuat
dari Ahmad bin Hambal, bahwa fatwa sahabat dapat dijadikan pegangan oleh generasi
sesudahnya. Alasan mereka antara lain:
a. Firman Allah:
“kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik”.
(Q.S Ali Imran/3:110)
b. Sabda Rasulullah:
“para sahabatku bagaikan bintang-bintang, siapapun diantara mereka yang
kalian ikuti, maka kalian akan mendapat petunjuk”.
Kedua, menurut salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal, Mu’tazilah dan
kalangan Syi’ah bahwa fatwa sahabat tidak mengikat generasi sesudahnya. Diantara
alasan yang mereka kemukakan adalah:
a. Firman Allah:
“maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang
mempunyai pandangan”.
(Q.S Al-Hasyr/59:2)
Yang dimaksud dengan “mengambil pelajaran” dalam ayat tersebut menurut
mereka adalah melakukan ijtihad.
b. Para sahabat bukan orang ma’sum (terbebas dari kesalahan), sama dengan
mujtahid lainnya. Oleh sebab itu, fatwa mereka boleh mengandung terjadi
kekeliruan. Sesuatu yang boleh jadi keliru tidak layak untuk diikuti.7
6
Prof.Dr.H. Satria Effendi, M.Zain,M.A. 6.Mazhab Shahabi,Pengertian Mazhab Shahabi,Ushul
Fiqh.170
7
Ibid.170-172
4
Muhammad Abu Zahrah, ahli Ushul fiqh berkebangsan Mesir, menganggap
pendapat yang pertama, yaitu bahwa fatwa para sahabat dapat dijadikan pegangan, lebih
kuat untuk dipegang. Alasannya, bahwa para sahabat adalah generasi yang paling dekat
dengan Rasulullah. Oleh karena itu, fatwa-fatwa mereka lebih dapat dipercaya sehingga
dapat dijadikan rujukan.
Contoh fatwa sahabat adalah: (a) menurut ‘Aisyah, batas maksimal kehamilah
seorang perempuan selama dua tahun dengan mengatakan: “anak tidak berada didalam
perut ibunya lebih dari dua tahun”, (b) menurut Anas bin Malik, batas minimal waktu
haid seorang wanita adalah tiga hari, dan (c) menurut Umar bin Khattab, lelaki yang
menikahi seorang wanita yang sedang dalam ‘iddah harus dipisahkan dan diharamkan
baginya menikahinya untuk selamanya.8
b. Perbedaan
Perbedaan defenisi mazhab shahabi menurut keduanya:
Abdul Wahhab Khallaf: Mazhab shahabi adalah fatwa sahabat secara
perorangan.
Abdul Karin Zaidan: Pendapat sahabat Rasulullah SAW. tentang suatu
kasus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas didalam al-Qur’an
dan Sunnah Rasulullah.
Berbeda dalam menafsirkan kata “sahabat Nabi”
Abdul Wahhab Khallaf: Menurut pandangan ulama ushul fiqh, yang disebut
sahabat nabi adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi dan beriman
kepadanya serta menyertai kehidupan Nabi dalam masa yang panjang.
Sedangkan menurut ulama hadist adalah orang yang pernah bertemu dengan
Nabi dan wafat dalam keadaan islam.
Abdul Karin Zaidan: setiap orang muslim yang hidup bergaul bersama
Rasulullah dalam waktu yang cukup lama dan menimba ilmu dari
Rasulullah.
Abdul Karim Zaidan dalam studinya ini mencantumkan dalil-dalil Aqli,
Naqli dan fatwa para sahabat. Sedangkan Abdul Wahhab Khallaf dalam
studinya ini hanya mencantumkan fatwa para sahabat saja.
PENUTUP
Sumber hukum islam setelah al-Qur’an dan Hadist adalah Ijma dan Qiyas. Dalam
menetapkan ijma dan qiyas pastilah perlu metode dalam proses penetapannya, metodenya
adalah ijtihad. Dalam metode ijtihad dikenal dengan istilah Mazhab Shahabi, yaitu
metode yang menggunakan pendapat atau fatwa para sahabat dalam menetapkan suatu
8
Prof.Dr.H. Satria Effendi, M.Zain,M.A. 6.Mazhab Shahabi,Pengertian Mazhab Shahabi,Ushul
Fiqh.172
5
hukum untuk bisa dijadikan sebagai hujjah kaum muslimin. Dan dalam metode mashab
shahabi ini suatu hukum dapat dijadikan sebagai hujjah haruslah berdasarkan dengan
Rasulullah SAW.
KESIMPULAN
Mazhab shahabi adalah pendapat atau fatwa para sahabat Rasulullah SAW. Yang
dijadikan hujjah oleh kaum muslimin untuk menetapkan hukum. Mazhab shahabi dalam
pengertian secara defenitif dari beberapa literatur yang menjelaskan hakikat mazhab
shahabi secara sederhana yaitu fatwa sahabat secara perorangan. Menurut pendapat lain
mazhab shahabi merupakan pendapat sahabat Rasulullah SAW. tentang suatu kasus
dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas didalam al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah.
DAFTAR PUSTAKA