D. Dilalatul iqtiran
Pengertian
Dalalatul iqtiran secara bahasa berarti dalil yang
bersama- sama, secara istilah adalah dalil yang
menunjukkan bahwa sesuatu itu sama hukumnya dengan
sesuatu yang di sebut bersama- sama.
Contoh dilalatul iqtiran
1) Firman Allah SWT dalam surah an- nahl ayat 8. Yang
berarti : “ dan dia (jadikan) kuda, bighal dan keledai
untuk kamu jadikan kendaraan dan perhiasan.
2) Firman Allah SWT dalam surah al- baqarah ayat 196.
Yang memiliki arti :“ sempurnakanlah ibadah haji dan
umrah karena allah (QS. Al- baqarah /2: 196)
Kedudukan dilalatul iqtiran
Para ulam berbeda pendapat mengenai dilalatul iqtiran
sebgai sumber hokum islam. Yaitu :
1) Sejumlah ulam yang yang berpendapat bahwa dilaaltul
iqtiran tidak dapat di jadikan hokum islam, mereka
beralasan : “ sesungguhnya bersama- sama dalam suatu
himpunan tidak mesti bersamaan dalam hokum”
2) Sebagian ulama yang lain dari golongan hanafiyah,
malikiyah, dan syafiiyah mengatakan bahwa dilalatul
iqtiran dapat di jadikan hujjag dengan alasan :
“sesungguhnya ‘athaf itu menghendaki masyarakat”
Hadits-hadits terkait
Ada beberapa hadits yang memang langsung terkait
tentang masalah ini. Yang Dzahirnya memang
menunjukkan adanya isyarat gugurnya kewajiban shalat
Jum’at dengan adanya hari raya yang jatuh pada hari itu.
1. Dari Iyas bin Abi Ramlah Asy Syami, beliau
berkata, “Aku pernah menyaksikan Mu’awiyah bin
Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu bertanya Zaid bin
Arqam radhiyallahu ‘anhu: “Apakah kamu pernah
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
terjadi dua ‘Id terkumpul dalam satu hari? ”[1], ia
menjawab : “Iya (pernah)”, Mu’awiyah bertanya:
“Bagaimanakah yang beliau lakukan”, ia menjawab:
“Beliau (shallallahu ‘alaihi wasallam) shalat ‘Id
kemudian memberikan keringanan untuk pelaksanaan
shalat Jum’at, beliau bersabda : “Barangsiapa yang
berhendak shalat maka shalatlah ia”.[2]
2. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Pada hari ini terkumpul bagi kalian dua hari raya,
barangsiapa yang ingin mencukupkan dengan (shalat
id) dari shalat Jum’at, maka itu cukup baginya, tetapi
kami tetap shalat Jum’at bersama”.[3]
Perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini
Dalam memaknai hadits diatas, ulama terbagi menjadi
dua golongan. Sebagian ulama menyimpulkan bahwa
shalat Jum’at menjadi tidak wajib bila waktunya
bertepatan dengan jatuhnya hari ‘Id. Karena secara dzahir
tidak ada makna yang bisa disimpulkan dari hadits-hadits
tersebut kecuali memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menjadikan adanya shalat ‘Id sebagai
keringanan untuk kewajiban shalat Jum’at.
Mazhab Syafi’i
Meskipun mazhab ini termasuk yang mewajibkan shalat
Jumat yang jatuh bertepatan pada hari raya, namun
mereka menetapkan kewajiban tersebut hanya berlaku
bagi penduduk kota (ahlul madinah/ahlul amshaar).
Adapun penduduk desa/kampung atau penduduk padang
gurun (ahlul badawi) yang datang ke kota untuk shalat Ied
(dan shalat Jumat), sementara di tempatnya tidak
diselenggarakan shalat Jumat, maka mereka boleh tidak
mengerjakan shalat Jumat.
Mazhab Hambali
Mazhab ini dikenal sebagai pemegang utama pendapat
bahwa shalat Jumat gugur apabila pada pagi harinya
seseorang telah melaksanakan shalat ‘Id. Ia hanya wajib
untuk mengerjakan shalat dzuhur.[7]
B. DALALAH IQTIRAN
a. Pengertian
Menurut arti bahasa ialah dalail yang menunjukan
kesamaan hukum terhadap sesutu yang disebutkan
bersamaan dengan sesuatu yang lain. Ulama ushul fikih
mendefinisikanya sebagai berikut:
“ Pendudukan lafal terhadap kesejajaran hukum, karena
ungkapanya dalam urutan sejajar”
b. Kedudukanaya sebagai sumber hukum
Jumhur ulama berpendapat bahwa Dalalatul Iqtiran tidak
dapat dijadikan hujjah. Sebab bersamaan dalam satu
susunan tidak mesti bersamaan dalam hukum.
Abu Yusuf dari golongan hanafiyyah, Ibnu Nasar dari
golongan malikiyyah, Ibnu Hurairoh dari kalangan
safi’iyyah, menyatakan dapat dijadikan hujjah alasan
mereka itu bahwa ‘athaf itu menghendaki musyarakah.
c. Kehujahan Dalalah Iqtiran sebagai sumber Hukum
Islam.
Tidak menggunakan dlalah iqtiran sebagai sumber
hukum islam, demikan menurut mayoritas ulama.
Alasanaya adalah “sesungguhnya bersama-sama dalam
satu himpuanan tidak mengharuskan bersama-sama
dalam satu hukum”.
Mneggunakan dalalah iqtiran sebagai hujah yaitu
pendapat ulama malikiyah, hanafiyah dan safi’iyah
lasanya adalah “ sesungguhnya Ataf itu menghendakai
bersama-sama ( Persekutuan )”.
d. Contoh dalalah iqtiran
Terdapat surah Al-Baqarah ayat 196 yang artinya, “
Dan sempurnakanlah ibdah haji dan Umrah karena
Allah”.
Menurut Imam Syafi’i menunjukan bahwa hukum
umrah adalah wjaib, karena disebut bersama-sama
kewajiban ibadah haji, bahkan di hubungkan dengan
huruf atau Wawu