Anda di halaman 1dari 5

RESUME MATA KULIAH USHUL FIQH

Oleh Kelompok 9:

1. Andi Mujahidil Ilman


2. Dwi Widyanti Putri

9.Sumber Hukum Yang Mukhtalaf

5.Mazhab Shahabi

a) Pengertian Mazhab Shahabi

Yang dimaksud dengan mazhab Shahabi adalah pendapat sahabat Rasulullah tentang suatu
kasus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah1

Shahabi,diterjemahkan sahabat Nabi,adalah orang mukmin yang pernah bertemu muka


dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam serta bergaul lama dengan beliau.Inilah pengertian yang
dianut oleh para ulama ushul fiqh.Untuk menyebut contoh Shahabi tersebut,yaitu Abu Bakr, Umar bin
al-Khaththab, Utsman bin ‘Affan, Abdullah bin Mas’ud, Anas bin Malik , Zaid bin Tsabit, Aisyah, Ummu
Salamah dan istri-istri Nabi yang lain, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash,
Ubay bin Ka’ab,Mu’adz bin Jabal,dan Abu Musa al-Asy’ari.2

b) Pendapat Ulama Tentang Mazhab Shahabi

Para ulama sepakat bahwa perkataan sahabat yang bukan berdasarkan pikiran mereka
semata adalah hujjah(dasar hukum)bagi kaum muslimin,karena apa yang dikatakan oleh para sahabat
itu tentu saja berasal dari apa yang didengar dari rasul.

Begitu juga perkataan seorang sahabat yang tidak mendapat tentangan dari shabat
lain,adalah hujjah bag umat Islam.Karena persesuaian mereka dalam suatu masalah,dimana mereka
hidup masih dekat dengan masa Nabi,serta pengetahuan mereka yang mendalam tentang rahasia-

1
Satria Effendi,Ushul Fiqh,(Jakarta:Kencana,2009),hlm 169
2
Musthafa Sa’id al-Khinn,Atsar al-ikhtilaf fi al-Qawa’id al-Usuliyyah fi Ikhtilaf al-Fuqaha’,(t.tp.:Mu’assasah al-
Risalah,t.th.),hlm.530-531.
Perbandingan Ushul Fiqh,hlm.167
rahasia syariat,menjadi bukti bahwa pendapat yang tidak mendapat bantahan itu berdasarkan kepada
dalil yang kuat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.3

Adapun yang diperselisihkan para ulama yaitu tentang kedudukan Mazhab Shahabi sebagai
hujjah syar’iyyah atau sebagai sumber hukum islam,terkait pada perkataan sahabat yang semata-mata
berdasar hasil ijtihad sendiri-sendiri dan mereka tidak dapat satu perkataan.

Imam Abu Hanifah dan kawan-kawannya berpendapat bahwa perkataan atau pendapat
sahabat seperti yang disebut tadi adalah hujjah bagi umat Islam yang berstatus sebagai salah satu
sumber hukum yang kuat.Sedangkan Imam Syafi’i tidak sependapat jikalau pendapat salah seorang
sahabat itu menjadi hujjah,karena pendapat seperti itu tidak lain hanya pendapat perseorangan yang
tidak luput dari kesalahan.Selanjutnya Imam Syafi’i berkata bahwa kalau seorang sahabat dapat
berbeda pendapat dari sahabat lain,maka mujtahid setelah mereka itu juga demikian.4

Kalangan ulama Hanafiyah berpandangan bahwa Mazhab Shahabi merupakan hujjah


syar’iyyah bagi yang perkara yang tidak dapat dijagkau oleh qiyas.Apabila menyangkut perkara yang
dapat dijangkau oleh qiyas,kedudukan mazhab shahabi diperselisihkan kalangan internal mereka;ada
yang meyakininya sebagai hujjah syar’iyyah ,yang harus diprioritaskan ketimbang qiyas,dan ada yang
memandangnya bukan hujjah syar’iyyah.

Kalangan ulama Malikiyyah berpendapat bahwa mazhab shahabi merupakan hujjah


syar’iyyah,yang harus diprioritaskan ketimbang qiyas.Kalangan ulama Syafi’iyyah berpandangan bahwa
mazhab shahabi tidak bisa digunakan sebagai hujjah syar’iyyah sama sekali.5

Kalangan ulama Syafi’iyyah-golongan penolak mazhab shahabi-mengajukan argumen berupa


surah Al-Hasyr(59):2: 6

Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di anatara ahli kitab dari kampung-kampung
mereka pada saat pengusiran kali yang pertama.Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar
dan mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari
(siksaan)Allah ; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka

3
Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh,hlm.108
4
Pembicaraan tentang sumber-sumber hukum Islam ini dapat dilihat dan dibandingkan,Mukhtar Yahya-
Faturrahman, op.cit. hlm.28-118,Khallaf, op.cit. ,hlm.23-54 dan 49-96,Mun’im Umar et:al,op.cit. ,hlm.98-161.
5
Musthafa Sa’id al-Khinn, Atsar al-ikhtilaf fi al-Qawa’id al-Usuliyyah fi Ikhtilaf al-Fuqaha’ ,(t.tp.:Mu’assasah al-
risalah,t.th.),hlm. 531-533.
6
Teks ayat ini sduah dimuat dalam subbahasan qiyas;untuk itu,periksa kembali subbahasan qiyas tersebut.
sangka-sangka.Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka; merke memusnahkan
rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman.Maka
ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran,hai orang-oran yang mempunyai pandangan.

Di dalam ayat ini terdapat ungkapan :artnya,ada perintah untuk melakukan i’tibar,bukan
bertaklid.Di samping itu,sahabat Nabi bukanlah orang yang ma’sum(terpelihara dari dosa); mereka
bisa saja mengalami kelupaan dan kealpaan.Hal demikian meniscayakan tidak layaknya qaul mereka
diposisikan sebagai hujjah syar’iyah.7

Kalangan ulama Hanafiyyah,Malikiyyah,dan Hanabilah –sebagai golongan penerima mazhab


shahabi- mengemukakan argumentasi,yakni:

a. Hadis:

Para sahabatku adalah laksana bintang gemintang;siapa pun di antara mereka yang kamu
ikuti niscaya kamu memperoleh petunjuk.

b. Merujuk dan mengaplikasikan mazhab shahabi Nabi lebih utama karena adanya
kemungkinan mereka mendengar langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.Sekiranya itu fatwa
individual mereka,tentu fatwa itu sejaan dengan pemahaman mereka terhadap nash syara’ dan
pemahaman mereka ini tentu lebih dekat kepada kebenaran karena merekalah yang menjadi saksi
sejarah pembinaan hukum Islam (tasyri’ islamiy) yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam,merekalah yang memahami dengan akurat asbab al-nuzul dan asbab al-wurud,dan
merekalah yang mengenal dengan utuh konteks purusan hukum yang ditetapkan Nabi shallallahu
a’laihi wasallam.Dengan demikian,jelaslah bahwa mazhab shahabi mempunyai keunggulan dari
berbagai segi sehingga mesti diposisikan sebagai hujjah syar’iyyah.

6.Syar’u Man Qablana

a. Pengertian Syar’u Man Qablana


Syar’u man qablana adalah syariat yang dibawa oleh para rasul sebelum Nabi Muhammad
yang menjadi petunjuk bagi kaumnya,seperti syariat Nabi Ibrahim,Nabi Musa,Nabi Isa,dan lain
sebagainya.8

7
Musthafa Dib al-Biga,Atsar al-Adillah al-Mukhtalaf fiha (Masadir al-Tasyri’ al-Taba’iyyah) fi al-fiqh al-Isamiy,hlm.
430-446.
8
Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh,hlm.106
b.Kehujjahan Syar’u man qablana
Pada prinsipnya,syariat yang diperuntukkan Allah bagi umat terdahulu mempunyai asas yang
sama dengan syariat yang dibawa Nabi Muhammad.Hal ini terlihat dalam firman Allah surat Asy-
Syu’ara(42):13:

Dan Allah telah menerangkan kepadamu sebagian urusan agama,apa yang diwajibkan
kepada Nuh dan yang kami wajibkan kepadamu dan apa yang kami wajibkan kepada
Ibrahim,Musa,dan Isa.Hendaklah kamu tetap menegakkan agama dan janganlah kamu bercerai berai
padanya...

Di antara asas yang sama itu adalah yang berhubungan dengan konsepsi ketuhanan,tentang
akhirat,tentang janji,dan ancaman Allah,dan sebagainya.Sedangkan rinciannya ada yang sama dan ada
pula yang berbeda seusai dengan kondisi dan perkembangan zaman masing-masing.

c.Pendapat Ulama Tentang Syar’u man Qablana

Menurut Jumhur Ulama yang terdiri atas ulama Hanafiyah,Malikiyah,sebagian ulama


Syafi’iyyah dan salah satu pendapat Imam Ahmad Ibnu Hanbal menyatakan bahwa apabila hukum-
hukum syari’at sebelum Islam itu disampaikan kepada Rasulullah melalui wahyu,yaitu Al-Qur’an.Bukan
melalui kitab agama mereka yang telah berubah,dengan syarat tidak ada nash yang menolak hukum-
hukum itu,maka umat Islam terikat dengan hukum-hukum itu.Alasan yang dikemukakan adalah:

1.Pada dasarnya syari’at itu adalah satu karena datang dari Allah juga.Oleh karena itu,apa
yang disyari’atkan kepada para Nabi terdahulu dan disebutkan dalam Al-Qur’an berlaku kepada umat
Nabi Muhammad.Hal itu ditunjukkan oleh Firman Allah surah Asy-Syu’ara ayat 13.
2.Selain itu,terdapat beberapa ayat yang menyuruh mengikuti para Nabi terdahulu,antara
lain firman Allah:
Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad):Ikutilah agama Ibrahim yang
hanif.(QS.An-Nahl/16:123)9

7.Sadd al-Dzari’ah

9
Satria Effendi,Ushul Fiqh,Jakarta:Kencana,2009,hlm 165-166
a. Pengertian Sadd al-Dzari’ah
Secara harfiah Sadd al-Dzari’ah terdiri atas dua kata : Sadd yang artinya penghalang atau
sumbat,dan Dzariat yang artinya jalan.Dalam peristilahan ushul fiqh Sadd al-Dzari’ah dimaksudkan
sebagai upaya menghambat atau menyumbat semua jalan yang menuju kepada kerusaan atau
maksiat.Maksudnya sebagai upaya mujtahid untuk menetapkan larangan terhadap satu kasus hukum
yang pada dasarnya mubah.Larangan itu dimaksudkan untuk menghindari perbuatan atau tindakan
lain yang dilarang.
b.Pembagian Sadd al-Dzari’ah
Para ahli ushul Fiqh membagi Sadd al-Dzari’ah menjadi empat kategori.Pembagian ini
mempunyai signifikansi manakala dihubungkan dengan kemungkinan membawa dampak negatif dan
membantu tindakan yang telah diharamkan.Adapun pembagian itu adalah sebagai berikut.10
1. Sadd al-Dzari’ah yang secara pasti dan meyakinkan akan membawa kepada
mafsadah(dampak negatif).Misalnya,menggali sumur di tengah jalan umum yang situasinya
gelap.Terhadap Sadd al-Dzari’ah semacam ini,para ahli ushul fiqh telah bersepakat menetapkan
keharamannya.
2. Sadd al-Dzari’ah yang berdasarkan dugaan kuat akan membawa kepada
mafsadah.Misalnya,menjual buah anggur kepada orang atau perusahaan yang biasa memproduksi
minuman keras.Terhadap Sadd al-Dzari’ah semacam ini,para ahli ushul qfiqqh juga telah bersepakat
menetapkan keharamannya.
3. Sadd al-Dzari’ah yang jarang/kecil kemungkinan membawa kepada mafsadah,seperti
menanam dan membudidayakan tanaman anggur.Terhadap Sadd al-Dzari’ah semacam ini,para ahli
ushul fiqh bersepakat menetapkan kebolehannya.
4. Sadd al-Dzari’ah yang berdasarkan asumsi biasa (bukan dugaan kuat) akan membawa
kepada mafsadah.Misalnya,transaksi jual beli secara kredit.Berdasarkan asumsi biasa,transaksi
demikian akan membawa kepada mafsadah,terutama bagi debitur.Mengenai Sadd al-Dzari’ah
semacam ini,para ulama berbeda pendapat.Ada yang berpendapat,perbuatan tersebut harus dilarang
atau menjadi haram atas dasar Sadd al-Dzari’ah;dan ada juga yang berpendapat sebaliknya.

10
Lihat al-Syaukani,Irsyad al-fuhul,hlm. 246;dan Ibnu Al-Qayyim al-Jauziyah,I’lam al-Muwaqqin ‘an Rabb al-
alamin,Jilid ke -3,hlm. 142;dan Muhammad Abu Zahrah,Usul al-Fiqh,hlm. 246.

Anda mungkin juga menyukai