Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MINGGUAN FILSAFAT HUKUM ISLAM

MAQASHID AL-SYARIAH
REVIEW HAL. 76-79 & 109-132

Dosen Pengampu : Dr. Entol Zaenal Muttaqin, M.H., M.A

Oleh:
Andre Wahyu Pratama
NIM: 222 611 214

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

SERANG 2022
TEORI KLASIK HUKUM ISLAM

Pada awal pembahasan penulis buku ini membahas tentang teori-teori


hukum dari Sembilan mazhab klasik yang berkembang pada saat itu. Mazhab-
mazhab klasik tersebut yaitu Mazhab Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hanbali, Ja’fari,
Zaydi, Zahiri, Ibadi, dan Mu’tazili. Setidaknya ada empat bagian yang akan
dipaparkan oleh penulis buku ini:

1. Sumber-sumber fundamental hukum Islam


2. Survei bukti kebahasaan naskah yang telah diterapkan
3. Survey bukti-bukti rasional
4. Analisis terhadap beragai jenis dan tingkatan atau kapasitas hukum

Selanjutnya penulis buku ini juga memaparkan tentang sumber hukum


Islam yang paling mendasar dan berlaku secara kekal, yaitu Al-Qur’an dan
Sunnah. Al-Qur’an dan Sunnah adalah sumber hukum yang tidak diperdebatkan
lagi oleh para ulama dan imam mazhab sebagai sumber hukum Islam yang utama
atau sumber hukum primer dan berlaku di masyarakat. Pada dasarnya, para ulama
terdahulu membagi dua macam sumber hukum, yaitu:

1. Sumber hukum yang disepakati oleh semua ulama mazhab sebagai sumber
hukum Islam primer dan tidak ada pertentangan, yaitu :
a. Al-Qur’an
b. Sunnah / Hadits
2. Yang masih menjadi perbedaan pendapat diantara para ulama mazhab, yaitu
diantaranya :
a. Ijma’ (Kesepakatan Para Ulama
b. Qiyas (Analogi)
c. Maslahah (Kepentingan/Utilitas)
d. Istihsan (Preferensi)
e. Sadd al-dhara’I (Menghalangi Sarana)
f. Shar’u man qablana (Fikih Sebelumnya)
g. Fatwa Sahabi (Pendapat Para Sahabat)
h. ‘amal ahlul Madinah (Tradisi Madinah
i. Al-‘Urf (Tradisi/Adat)
j. Istishab (Praduga Kontinuitas)

Pada halaman 109 sampe dengan 132 Jasser Auda memaparkan tentang
pengertian dan beberapa pendapat imam mazhab serta perbedaan pendapat
diantara masing-masing mazhab tersebut. Ia juga memberikan beberapa contoh
dari teori-teori yang menjadi dasar hukum Islam yang berkembang pada masa itu.

Kemudian dalam bab 109 sampai bab 132 penulis buku ini kemudian
menjabarkan tentang pengertian dan beberapa perbedaan pendapat para imam
mazhab serta memberikan contoh dari teori-teori sebagai dasar hukum Islam yang
berkembang pada masa itu. Para ahli hukum kemudian ada yang menerima dan
ada pula yang menolak sumber-sumber hukum Islam yang dipaparkan diatas. Para
ahli hukum melakukan upaya dengan ijtihad sehingga dapat memahami suatu
hukum Islam. Disini dapat dipaham bahwa dalam proses memahami sutu hukum
khususnya hukum Islam melalui proses yang upaya Ijtihad yang banyak
mensyaratkan berbagai aspek dan pertimbangan yang mendalam. Selain itu
perbedaan pendapat antara para ulama terdahulu juga mencerminkan keterbukaan
pemikiran dan kebijaksanaan dalam memahami suatu hukum Islam.

Meskipun tedapat banyak perbedaan pendapat, ulama terdahulu saling


menguatkan dan saling mengisi kekosongan ilmu terutama dibidang ilmu hukum
dengan munculnya dalil-dalil yang bisa dijadikan rujukan sumber hukum. Dalam
halaman selanjutnya, penulis buku ini mendeskripsikan satu demi satu sumber
hukum yang masih memiliki diperdebatkan dan terjadi perbedaan pendapat
diantara para ahli hukum. Perbedaan pendapat dari para ulama terhadap berbagai
sumber hukum menunjukkan bahwa hukum Islam bersifat dinamis dan adaptif
terhadap pekembangan zaman.

Selanjutnya penulis memparkan kembali terkait sumber-sumber hukum Islam


baik yang telah disakati maupun masih diperdebatkan dan terjadi perbedaan oleh
para ahli hukum Islam. Berikut sumber-sumber hukum Islam yang menjadi
rujukan:

1. Al-Qur’an
Al-Qur’an yang kita kenal sekarang adalah Salinan persis yang
disahkan oleh Khalifah Utsman bin Affan, hanya saja pada saat itu belum
ada titik maupun tada-tanda pada tulisannya seperti saat ini. Dikarenakan
keberagaman dialek pada pembacaan Al-Qur’an, Utsman memberikan
prioritas dialek Quraisy di atas dialek lain, yang biasa disebut sebagai
sepuluh bacaan yang populer (al-qira'at al-ashr) Al-Qur'an semuanya
ditulis menurut Utsman. Sempat terjadi perbedaan pendapat para ulama
terkait keaslian Salinan Al-Qur’an khususnya pada Sunni dan Syi’ah,
namun semua mazhab hukum menyepakati bahwa Al-Qur’an yang otentik
dan kita kenal saat ini adalah versi Utsmani. Berikut beberapa narasi Al-
Qur’an
a. Yang paling terkenal: (Versi Usman) Berlaku di semua sekolah
b. Terkenal : (terutama versi Ibn Mas'ud) Hanafi: Hanya berlaku untuk
hukum
c. Rantai tunggal: Dianggap sebagai hadits Semua sekolah
2. Sunnah
Sunnah (harfiah, tradisi) adalah apa yang diriwayatkan atas otoritas
para sahabat tentang ucapan, tindakan, atau persetujuan Nabi. Pada
dasarnya Sunnah menjabarkan apa yang tida dijelaskan secara rinci
maupun yang belum dibahas dalam A-Qur’an. Namun itu semua tetap
mengacu pada sumber yang berasal dari Nabi untuk dijadikan rujukan
ditetapkannya suatu hukum.
3. Ijma’
Al-Ghazali, dari madzhab Syafi’i, berpendapat bahwa Ijma’ adalah
seluruh ‘ummat Islam’ atas masalah agama tertentu, namun sebagian
besar ulama mendefinisikannya sebagai ijma’ para ulama ‘kredibel’, yang
mencapai tingkat mujtahid. Sempat terjadi perbedaan pendapat terkait
klasifikasi mujtahid untuk dapat diambil pendapatnya sebagai sumber
hukum yang sah.
4. Qiyas
Analogi (qiyas) adalah sumber hukum sekunder yang dipandang
sebagai Sah oleh empat mazhab Sunni, Mu’tazilah, dan Ibadis. Ja taris,
Zaydis, Zāhirs, dan beberapa Mu’tazilah, menggambarkan analogi
sebagai Perundang-undangan sesuai keinginan. Terdapat beberapa proses
dalam Qiyas, diantaranya:
a. Situasi Utama (al-asl)
b. Situasi Sekunder (al-far)
c. Sebab/Alasan (al-illahi)
d. Hukum (al-hukm)

Sebagai contoh, Pembebasan (rukhşah) dari puasa untuk orang yang sakit
atau sedang dalam perjalanan, sakit atau bepergian untuk jarak tertentu

3. Maslahah
Para ahli hukum berbeda pendapat tentang pengesahan maslahah
al-mursalah. Menurut as-Shatibi, Maliki menerima maslahah dengan
syarat:
a. Masih dalam wilayah urusan duniawi (muamalah) dan adat, bukan
dalam wilayah ibadah.
b. Tidak bertentangan dengan nash al-Qur’an dan hadits
c. Untuk mengarah pada kepentingan yang lebih tinggi atau tujuan umum
Kemudian beberapa perbedaan pendapat tentang pengesahan Maslahah
sebagai berikut:
a. Sah bahkan bertentangan dengan naskah
1) Al-Tüfi
b. Sah tanpa bertentangan naskah
1) Maliki
2) Hanbals
3) Ibãdis
c. Sumber undang-undang tidak valid
1) Syafii adalah
2) Hanafi
3) Syiah
4) Zaydis
5) Zahirites
4. Istihsan
Kedudukan istihsan sebagai sumber hukum islam juga memiliki
perbedaan pandangan dari para ahli hukum. Syafi’i, Ja’fari, Zaydi, dan
Zahiri menganggap istihsan sebagai sumber yang tidak sah dan tidak pasti.
Sedangkan Maliki, Ibadi, Hanbali dan Muktazili mendukung istihsan
sebagai sumber hukum.
5. Shar’u man qablana
Beberapa mazhab hukum Islam memasukkan shar’u man qablana
dalam sumber hukum yang sah. Namun menurut para ahli hukum, shar’u
man qablana sah dalam menetapkan hukum jika sudah disebutkan di
dalam al-Qur’an atau hadits nabi. Shar’u man qablana itu sendiri adalah
ketetapan hukum atau syariat yang telah Allah turunkan kepada para nabi
sebelum nabi Muhammad SAW.
6. Fatwah Sahabi
Fatwah sahabi juga merupakan sumber hukum yang masih
dipertentangkan oleh beberapa ahli hukum. Fatwah sahabi terkait juga
dengan definisi dari sahabat itu sendiri, dimana para ulama berbeda
pendapat tentang definisi sahabat. Hanbali berpendapat fatwa sahabi
adalah sumber hukum yang sahih yang berlaku jika ahli hukum tidak dapat
menemukan dasar langsung dalam al-Qur’an maupun sunnah. Hanafi juga
berpendapat yang sama, tetapi kemudian Hanafi memberikan pernyataan
bahwa qiyas lebih tinggi dari fatwa sahabi.
7. ‘Amal ahl al-madinah
“amal ahl al-madinah disebut juga ijma penduduk Madinah.
Mazhab Maliki menjadikan ‘amal ahl al-madinah sebagai sumber/dasar
hukum Islam. Maliki menilai segala sesuatu dalam metode hukum, mulai
dari penafsiran ayat-ayat hingga keaslian nash berdasarkan ‘amal ahl al-
madinah. Ibnu Taimiyah dan ibnu Qayyim dari mazhab Hanbali, setuju
dengan keabsahan dalil ini pada prinsipnya karena mereka
menganggapnya sebagai bentuk nash ijma setelah nabi. Semua mazhab
lain tidak setuju dengan ‘amal ahl al-madinah berdasarkan definisi
consensus mereka sendiri. Syafi’i tidak menyetujui status khusus apapun
untuk Madinah dan berpendapat bahwa konsensus semacam ini membuka
jalan bagi setiap orang untuk mengklaim beberapa konsensus untuk
wilayah mereka sendiri.
8. ‘Urf
Semua mazhab hukum mempertimbangkan ‘urf atau adat. Namun
ada perbedaan yang mendasar dari para ahli hukum yang menganggap
hanya sebagai pertimbangan yang hanya efektif dalam penerapan hukum
yang diputuskan berdasarkan alat bukti lain dalam hal apapun. Hanafi dan
Maliki mendukung aturan dasar yang menjadikan adat sebagai dasar
hukum asalkan tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah. Berbeda
dengan mazhab Hanbali yang menganggap ‘urf menjadi metode untuk
mendefinisikan al-maslahah.
9. Istishab
Istishab merupakan asas penalaran, bukan bukti atau sumber
hukum dalam dirinya sendiri. Sehingga perlu kelanjutan mengenai boleh
dan tidaknya untuk ditetapkan. Para ahli hukum mendefinisikan istishab
dalam berbagai cara, berikut contoh definisi istishab:
a. Praduga boleh sampai terbukti haram.
b. Asas praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah.
c. Praduga sifat tertentu sampai terbukti sebaliknya.
d. Praduga tugas atau kewajiban sampai terbukti terpenuhi.

Anda mungkin juga menyukai