Anda di halaman 1dari 5

‫س ِم هللاِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح ْي ِم‬

ْ ‫ِب‬
Nama : Asra Nur Hasanah
NIM : 1813010025
Jurusan : Hukum Keluarga
Mata Kuliah : Filsafat Hukum Islam-F
UJIAN AKHIR SEMESTER 6
Jawaban :
1. Pemahaman mengenai Makalah kelompok saya yakni :
Makalah kelompok 10 dengan judul “Aliran-Aliran dalam Hukum Islam”
a. Sejarah Munculnya Mazhab Hukum Islam
Munculnya istilah mazhab berawal pada zaman sahabat Rasulullah Pada masa sahabat
mulai terjadi perkembangan cara berijtihad. mula-mula pada masa Abu Bakar lalu
diteruskan oleh Umar kemudian Ustman dan Ali. Kholifah lah yang pertama kali
mengembangkan cara berijtihad lalu di teruskan oleh para kholifah dan sahabat-sahabat
lain. Akan tetapi meskipun telah berkembang belum muncul muncul mazhab-mazhab saat
ini yang kita kenal karena ijtihad beliau-beliau tidak dibuku-kan. Akan tetapi berhasil
diajarkan kepada para tabi’ut tabi’in. Pada masa bani abbas mulailah muncul aliran
mazhab yang kita kenal saat ini yang disebut sebagai imam yang empat yaitu imam malik
bin annas yang membawa mazhab maliki, imam abu hanifa yang membawa mazhab
hanafi, imam syafi’i bin idris yang membawa mazhab syafi’i dan imam ahmad bin hanbal
yang membawa mazhab hanbali.
b. Aliran-aliran dalam Hukum Islam
1. Mazhab ( Ahl al-Sunnah )
Pada periode ini, fikih mulai dipandang sebagai ilmu yang berdiri sendiri, dan para
ulama pun mulai saling berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang lebih dominan
dalam menggunakan wahyu di samping akal atau rakyi. Sebahagiannya lagi mereka
lebih dominan menggunakan rakyi atau logika ketimbang wahyu. Untuk itu, para
ulama fikih pada masa ini terbagi kepada dua golongan, yaitu; golongan Ahlur Rakyi
dan golongan Ahlul Hadist.
2. Mazhab Hanafi
Dapat disimpulkan bahwa Abu Hanifah mengistimbatkan hukum berdasar kepada:
Al-Qur’an ,Hadis Nabi dan atsar Sahabat dan tabi’in yang shaih dan
terkenal.Fatwa sahabat ,Qiyas,Istihsan , Adat yang berlaku di masyarakat.
3. Mazhab maliki
Dapat disimpulkan bahwa dasar mazhab Maliki dalam menentukan hukum adalah :
Al-Qur’an,Sunnah ,Ijma’ ahli Madinah ,Qiyas ,Maslahah Mursalah
4. Mazhab syafi’i
Dalam mengistimbatkan hukum imam Syafi’i mendasarkan pada hirearki sebagai
berikut: Al-Qur’an ,Hadis ,Ijma’ ,Qiyas.
5. Mazhab hambali
6. Mazhab zhahiri
7. Mazhab syi’ah
8. Mazhab khawarij
2. Maksud ketiga fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an tersebut beserta masing-
masing satu contoh yakni :
1. Bayan Ta’kid adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam
Alquran. Fungsi Sunnah dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Alquran.
Sebagai contoh Q.S. al-Maidah/5;6 tentang urusan wudu‟ sebelum salat.
2. Bayan Tafsir adalah penjelasan Sunnah Nabi saw terhadap ayat-ayat yang memerlukan
perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat yang mujmal, mutlaq,
dan„am. Maka fungsi Sunnah dalam hal ini, memberikan perincian (tafsil) dan penafsiran
terhadap ayat-ayat Alquran yang masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat yang masih
mutlaq, dan memberikan takhsis ayat-ayat yang masih umum. Contohnya dalam bersifat
mujmal yaitu : ayat-ayat tentang perintah Allah swt untuk mengerjakan salat,
puasa, zakat, jual beli, nikah, qisas dan hudud.
3. Bayan Tasiry’ adalah pembuatan, mewujudkan, atau menetapkan aturan atau
hukum. Maka yang dimaksud dengan bayan at-tasyri adalah penjelasan Sunnah
yang berupa mewujudkan, mengadakan, atau menetapkan suatu hukum atau
aturan-atauran syara‟ yang tidak didapati nas-nya dalam Alquran. Rasul saw.
dalam hal ini, berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap beberapa
persoalan yang muncul pada saat itu, dengan sabdanya sendiri. Contoh hadis Nabi
berkenaan dengan penetapan hukum poligami yang terlarang:

3. Objek kajian filsafat hukum islam secara umum ada 5, yakni:


1. Tentang pembuat Hukum Islam (al-hakim) yakni Allah SWT. yang telah
menjadikan para Nabi dan Rasul terutama Nabi Terakhir Muhammad SAW yang
menerima risalah-Nya berupa sumber ajaran Islam yang tertuang di dalam kitab
suci Al-Qur’an dan keberadaan Nabi Muhammad SAW yang eksistensinya yang
mungkin ada (mukminah al-Maujudah).
2. Tentang sumber ajaran hukum Islam, berkaitan dengan kalamullah yang tertulis
atau quraniyah dan tidak tertulis berupa semua karya cipta-Nya atau ayat-ayat
kauniyah.
3. Tentang orang yang menjadi subjek atau objek dari kalam ilahi yakni seorang
mukallaf, yang diperintah atau dilarang atau memiliki kebebasan untuk memilih.
4. Tentang tujuan hukum Islam sebagai landasan amaliyah para mukallaf dan
balasan-balasan berupa pahala dari pembawa perintah.
5. Tentang metode yang digunakan para ulama dalam mengeluarkan dalil-dalil dari
sumber ajaran hukum Islam, yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits serta pendapat yang
dijadikan acuan dalam pengamalan.
4. Unsur pokok maqashid al syariat yakni :
Menurut Imam asy-Syatibi, disebut dengan kulliyat al-khamsah(lima prisip umum).
Kelima maqashid tersebut yaitu: 1. Hifdzu din(melindungi agama), 2. Hifdzu
nafs(melindungi jiwa), 3. Hifdzu aql(melindungi pikiran), 4. Hifdzu mal(melindungi
harta), 5. Hifdzu nasab(melindungi keturunan). Kemudian dalam kebutuhan manusia
terhadap harta ada yang bersifat dharuri(primer), haji(sekunder), dan
tahsini(pelengkap).

5. Pengertian beberapa metode ijtihad berikut ini yakni:


a. Qiyas menurut istilah ahli ushul fiqh adalah Menghubungkan suatu kejadian
yang tidak ada nash hukumnya denga kejadian lain yang telah ada nash
hukumnya, untuk menetapkan hukum padanya karena samanya kedua
kejadian itu dalam ilatnya.
b. Istihsan adalah Beralihnya seseorang mujtahid waktu menetapkan hukum
dalam suatu masalah seperti apa yang berlaku dalam yang sebanding
dengannya, karena ada yang mendorongnya untuk beralih dari yang pertama.
c. Al maslahat al mursalat adalah Kemaslahatan yang searah dengan tujuan
syari’ al-Islami (Allah swt.), namun tidak petunjuk khusus yang mengakuinya
atau menolaknya.
d. Saddu al-zariah adalah Sesuatu yang menjadi perantara atau jalan pada sesuatu
yang lain.
6. Tiga sifat dan karakteristik hukum Islam beserta masing-masing contoh yakni
1. Sempurna
syari’at itu akan selalu sesuai dengan segala situasi dan kondisi manusia, dimana
dan kapanpun, baik sendiri maupun berkelompok. Hal ini didasarkan pada bahwa
syariat Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan garis besar permasalahan,
sehingga hukum-hukumnya bersifat tetap meskipun zaman dan tempat selalu
berubah. Penetapan hukum yang bersifat global oleh al-Qur’an tersebut
dimaksudkan untuk memberikan kebabasan kepada umat manusia untuk
melakukan ijtihad sesuai dengan situasi dan kondisi ruang dan waktu.
2. Elastis
Hukum Islam juga bersifat elastis (lentur, Luwes), Ia meliputi Segala bidang dan
lapangan kehidupan manusia. Hukum Islam memperhatikan berbagai segi
kehidupan baik bidang muamalah, ibadah,jinayah dan lain-lain. Meski demikian ia
tidak memiliki dogma yang kaku, keras dan memaksa. Hukum Islam hanya
memberi kan kaidah-kaidah yang mesti dijalankan oleh umat manusia. Yaitu
seperti hukum bolehnya jual beli, persyaratan keridhaan antara kedua belah pihak,
larangan riba, dan larangan jual beli waktu azan Jum'at. Kemudian Rasul
menjelaskan beberapa aspek jual beli yang lazim berlaku pada masa beliau.
Selebihnya, tradisi atau adat masyarakat tertentu dapat, dijadikan sebagai bahan
penetapan hukum jual beli.
3. Universal dan Dinamis.
Ajaran Islam bersifat universal. Ia meliputi seluruh alam tanpa batas, tidak
dibatasi pada daerah tertentu seperti ruang lingkup ajaran-ajaran Nabi
sebelumnya.Berlaku bagi orang Arab dan orang (non Arab). Universalitas hukum
Islam ini sesuai dengan pemilik hukum itu sendiri yang kekuasaan tidak terbatas.
Di samping itu, hukum Islam mempunyai sifat yang dinamis (cocok untuk setiap
zaman).

7. Menjelaskan kelima kaidah induk (kaidah asasiyah) hukum Islam yakni :

a. ‫دها‬JJ‫( االمور بمقا ص‬al-umuru bi maqasidiha) menegaskan bahwa semua


urusan sesuai dengan maksud pelakunya kaidah itu berbunyi:‫“( ا‬segala perkara
tergantung kepada niatnya”).Kaidah ini berkaitan dengan setiap perbuatan atau
perkara-perkara hukum yang dilarang dalam syari'at Islam.

b. ‫الضرر يزال‬kaedah ad-dharûrah yuzalu Islam tidak menghendaki adanya


kemudaratan bagi pemeluknya, maka harus dihilangkan jika ada. Kaedah ini
sering diungkapakan melalui hadis rasulullah:
“Tidak boleh memberi memudaratkan dan membalas kemudaratan”
c. ٌ‫اَ ْل َعا َدةُ ُم َح َّك َمة‬
“’Adah (adat) itu bisa dijadikan patokan hukum”.Yang dimaksud dengan
kaidah ini bahwa di suatu keadaan, adat bisa dijadikan pijakan untuk
mencetuskan hukum ketika tidak ada dalil dari syari’.
d. Al Yaqinu la Yuzalu Bi al-Syak. Al-Yaqin menurut kebahasaan berarti:
pengetahuan dan tidak ada keraguan didalamnya, sedangkan Asy-Syakk bisa
diartikan sesuatu yang membingungkan.
e. Kaidah Al-Masyaqqah Tajlib At-Taisir
Artinya : “Kesukaran itu dapat menarik kemudahan”.
Al-Masyaqqah menurut bahasa (etimologis) adalah al-ta’ab yaitu kelelahan,
kepayahan, kesulitan, dan kesukaran. Sedangkan kata al-taysir secara bahasa
(etimologis) adalah kemudahan, seperti di dalam hadis Rasulullah saw.

Anda mungkin juga menyukai