Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA


TENTANG :
“ Upaya Menjamin Hukum “

Oleh :
Kelompok 5

Asra Nur Hasanah 1813010025


Risky Fitri Ramadhani 1813010037
Ela Julita 1813010115
Aisyah Kartini 1813010181

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Asasriwarni, SH, MA.

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1442 H / 2020 M

1
KATA PENGANTAR

‫س ِم هللاِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح ْي ِم‬


ْ ِ‫ب‬

Puji syukur kami ucapkan atas Kehadirat Allah SWT Yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta inayahnya kepada kita
semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Upaya Menjamin
Hukum”.
Kami sebagai pemakalah menyampaikan rasa terimakasih kepada Bapak pengampu
mata kuliah HukumAcara Peradilan Agama yang telah membimbing pemakalah dalam mata
kuliah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu pemakalah mengharapkan saran dan kritik yang membangun, guna menghasilkan
makalah yang lebih baik. Kami berharap makalah yang kami susun bisa memberikan manfaat
bagi kita semua. Aamiin.

Padang, 16 Oktober 2020

Pemakalah

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seseorang yang merasa haknya dilanggar oleh orang lain dan ia tidak dapat
menyelesaikan sendiri masalahnya itu, dapat mengajukan tuntutan hak kepada Pengadilan
untuk menyelesaikannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tuntutan itu harus mengandung kepentingan hukum, point d’interet, poit d’action, geen
belang geen actie (tidak ada ada kepentingan, tidak dapat digugat di muka pengadilan).
Putusan MARI No. 294 K/Sip/1971 tanggal 7 Juli 1971 menyebutkan, gugatan harus
diajukan oleh orang yang mempunyai hubungan hukum.
Salah satunya upaya menjamin hukum untuk kepentingan Penggugat agar terjamin
haknya sekiranya gugatannya dikabulkan, undang-undang menyediakan sarana untuk
menjamin hak tersebut dengan penyitaan (arrest, beslag). Terdapat 4 macam sita yaitu sita
concervatoir, sita revindicatoir, sita marital, sita persamaan. Maka dari itu kami
pemakalah akan membahas upaya hukum dalam menjamin hak ini dan macam-
macamnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana upaya hukum menjamin hak ?
2. Bagaimana sita concervatoir ?
3. Bagaimana sita revindicatoir ?
4. Bagaimana sita marital ?
5. Bagaimana sita persamaan ?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum dalam menjamin hak, untuk mengetahui
bagaimana sita concervatoir, untuk mengetahui bagaimana sita revindicatoir, untuk
mengetahui bagaimana sita marital dan untuk mengetahui bagaimana sita persamaan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Upaya Hukum Menjamin Hak


Untuk kepentingan Penggugat agar terjamin haknya sekiranya gugatannya
dikabulkan, undang-undang menyediakan sarana untuk menjamin hak tersebut dengan
penyitaan (arrest, beslag). Sita adalah suatu tindakan hukum oleh Hakim yang bersifat
eksepsional, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa, untuk mengamankan
barang-barang sengketa atau yang menjadi jaminan dari kemungkinan dipindah
tangankan, dibebani suatu jaminan, dirusak atau dimusnahkan oleh pihak yang menguasai
barang-barang tersebut, untuk menjamin agar putusan Hakim nantinya dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
Ada beberapa bentuk upaya menjamin hak yang dilakukan oleh hukum, yaitu dengan:
1. Permohonan Sita
Adapun pengertian sita / beslaag yaitu suatu tindakan hukum oleh hakim yang
bersifat eksepsional, atas permohonan atas salah satu pihak yang bersengketa,
untuk mengamankan barang-barang sengketa atau yang menjadi jaminan dari
kemungkinan dipindahtangankan, dibebani sesuatu sebagai jaminan, dirusak atau
dimusnahkan oleh pemegang atau pihak yang menguasai barang-barang tersebut,
untuk menjamin agar putusan hakim nantinya dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya.
Untuk menjamin hak-hak tersebut, maka hukum memberi jalan dengan hak
baginya untuk mengajukan permohonan sita terhadap barang-barang sengketa atau
yang dijadikan jaminan.
2. Hakikat Sita
Dari rumusan pengertian sita tersebut maka kita bisa lihat bahwa hakikat dari
persitaan adalah:
a. Sita merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh hakim.
b. Sita bersifat eksepsional.
c. Sita dilakukan atas permohonan pihak yang bersengketa.
d. Sita untuk mengamankan barang-barang sengketa atau yang dijadikan
jaminan.

4
e. Tujuan akhir dari sita yaitu untuk menjamin agar putusan hakim nantinya,
sekiranya tuntutan dalam pokok perkara dikabulkan, dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya.

3. Pelaksanaan Sita
Penyitaan dilakukan oleh panitera pengadilan agama, yang wajiub membuat berita
acara tentang pekerjaannya itu serta memberitahukan isinya kepada tersita bila dia
hadir. Dalam melaksanakan pekerjaan itu, panitera dibantu oleh dua orang saksi
yang ikut serta menandatangani berita acara.
4. Unsur-unsur Dalam Penyitaan
- Pemohon sita
- Permohonan sita
- Obyek sita
- Tersita
- Hakim
- Pelaksana sita

B. Sita Conservatoir ( Conservatoir Beslaag) / Sita Jaminan


Sita Conservatoir adalah sita terhadap barang-barang milik tergugat yang
disengketakan setatus kepimilikannya, atau dalam hal utang piutang atau tuntutan ganti
rugi. Sita conservatoir artinya jaminan atau tanggung jawab. Sita conservatoir diatur
dalam pasal 227HIR/ps.261 RBg.
Sita ini dilakukan untuk menjamin hak-hak pihak yang dimenangkan dalam suatu
perkara sehingga gugatannya tidak sia-sia (Illusior). Dasar hukumnya Pasal 227 HIR/
261 RBg. Tujuannya untuk menjamin terlaksananya putusan pengadilan. Sita ini dapat
dilakukan jika ada permintaan dari penggugat dengan mengemukakan alasan ada dugaan
atau sangkaan bahwa tergugat akan berusaha menghilangkan, merusak,
memindahtangankan benda-benda harta kekayaan miliknya. Benda-benda yang menjadi
objek sita ini adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak milik tergugat.
 Ciri-ciri sita conservatoir :
a. Sita dapat dilakukan atas:
- Harta yang disengketakan status kepemilikannya, atau
- Harta kekayaan tergugat dalam sengketa utang piutang atau tuntutan ganti rugi

5
b. Obyek kekayaan dapat meliputi atas:
- Barang bergerak dan tidak bergerak
- Barang yang berwujud dan tidak berwujud
c. Pembebanan sita dapat diletakkan:
- Hanya atas benda tertentu (yaitu jika sita didasarkan atas sengketa
kepemilikan atau mengenai barang tertentu).
- Atas seluruh harta kekayaan tergugat sampai mencukupi jumlah seluruh
tagihan (yaitu apabila gugatan didasarkan hutang piutang atau ganti rugi).
d. Permohonan sita harus ada alasan bahwa:
- Tergugat dikhawatirkan akan memindahtangankan atau mengasingkan dan
sebagainya barang-barang sengketa atau jaminan.
- Terdapat tanda-tanda atau fakta-fakta yang mendasari kehawatiran itu.
e. Permohonan sita tanpa ada alasan seperti diatas tidak dapat dikabulkan.

 Tatacara sita conservatoir:


- Penggugat dapat mengajukan permohonan sita bersama-sama (menjadi satu)
dengan surat gugatan, mengenai pokok perkara.
- Permohonan diajukan kepada pengadilan yang memeriksa perkara pada
tingkat pertama.
- Alasan tersebut disertai data-data atau fakta-fakta yang menjadi dasar
kehawatiran.
- Hakim mengeluarkan “penetapan” yang isinya menolak atau mengabulkan
permohonan sita tersebut.
- Apabila permohonan sudah ditolak tapi timbul hal-hal baru yang
menghatirkan, maka dapat mengajukan permohonan lagi.

Perihal sita conservatoir yang diatur dalam Pasal 227 jo. Pasal 197 HIR, Pasal 261
jo. Pasal 208 RBg., yang inti sari pengaturannya yaitu:
a) Harus ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan
atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-
barangnya itu.

6
b) Barang yang disita itu adalah kepunyaan orang yang terkena sita, artinya
bukan milik penggugat.
c) Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa
perkara yang bersangkutan.
d) Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis.
e) Sita conservatoir dapat dilakukan atau diletakkan terhadap barang-barang yang
bergerak dan barang-barang yang tidak bergerak.

Menurut ketentuan yang termuat dalam pasal 227 ayat (1) HIR, sita conservatoir
dapat dimohonkan “sebelum dijatuhkan putusan” atau “sudah ada putusan tetapi
putusan tersebut belum bisa dijalankan”.1

C. Sita Revindiksi (Revindicatoir Beslaag)


Adapun yang dimaksud dengan sita revindiksi, yaitu penyitaan terhadap barang milik
penggugat yang berada ditangan tergugat. Dasar hukumnya Pasal 226 HIR / 260 RBg.
Tujuannya untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon dan berakhir dengan
penyerahan barang yang disita. Objeknya hanya terdapat pada benda yang bergerak dan
sita ini hanya terbatas atas sengketa hak milik.
Perkataan revindicatoir berasal dari perkataan revindiceer, yang artinya mendapatkan.
Perkataan revindicatoir beslaag menandung pengertian: penyitaan untuk mendapatkan
hak kembali. Maksud penyitaan ini ialah agar barang yang digugat itu jangan sampai
dihilangkan selama proses berlangsung.
Berdasarkan ketentuan Pasal 226 HIR, dapat diketahui bahwa revindicatoir beslaag
itu antara lain:
a. Harus berupa barang bergerak.
b. Barang bergerak tersebut merupakan barang milik penggugat yang berada di tangan
tergugat.
c. Permintaannya harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa
perkara.
d. Permintaan mana dapat diajukan secara lisan atau tertulis
e. Barang tersebut harus diterangkan dengan seksama, terperinci.

1
Bambang Sugeng & Sujiyadi, Pengantar Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2012),
hal. 76-77

7
Perlu dikemukakan di sini, oleh karena sita revindicatoir hanyalah mengenai
barang-barang bergerak, lagi pula barang-barang tersebut dalam permohonan harus
disebut dengan seksama (terperinci), maka yang menyangkut barang tidak bergerak
dan barang-barang bergerak yang tidak dapat disebut dengan seksama (terperinci),
harus dimohonkan sita conservatoir, dan bukan sita revindicatoir.2

D. Sita Marital ( Marital Beslaag )


Perkataan marital tetap seperti aslinya dalam bahasa Belanda, bahkan pada masa
belakangan ini, dalam perkembangan hukum Belanda lebih popular sebutan matrimonial
beslag karena mengandung makna kesetaraan antara suami-isteri dalam perkawinan.
Sedangkan perkataan sita marital mengandung konotasi yang menempatkan isteri di
bawah kekuasaan suami dalam perkawinan yang dikenal dengan maritale macht.3
Menurut Retno Wulan Sutianto, sita marital adalah sita yang dimohonkan oleh pihak
isteri terhadap barang-barang suami baik yang bergerak maupun tidak bergerak, sebagai
jaminan untuk memperoleh bagiannya sehubungan dengan gugatan perceraian, supaya
selama proses berlangsung, barang-barang tersebut tidak dihilangkan oleh suami. 4 Dalam
pengertian yang lain dapat diartikan bahwa sita marital adalah mengambil atau menahan
barang-barang (harta kekayaan dari kekuasaan suami atau isteri) dilakukan berdasarkan
atas penetapan dan perintah Ketua Pengadilan atau Ketua Majelis.Arti sita marital
(marital beslag) ialah sita yang diletakkan atas harta bersama suami-isteri baik yang
berada di tangan suami maupun yang berada di tangan isteri apabila terjadi sengketa
perceraian, sita marital tidak boleh dijalankan secara sebagian-sebagian. Sita marital
merupakan salah satu bentuk dari sita jaminan (conservatoir beslag) yang bersifat khusus
yang hanya dapat ditetapkan terhadap harta perkawinan apabila di antara suami dan isteri
terjadi perceraian. Oleh karena itu segala ketentuan yang berlaku pada sita jaminan,
berlaku sepenuhnya pada sita marital.5

2
Ibid,hal.77
3
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,dan
Putusan Pengadilan, ( Jakarta : Sinar Grafika, cet. 1, 2005 ), hal. 368.
4
Retno Wulan Sutantio dan Oeripkartawinata Iskandar, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan
Preaktek, ( Bandung : Mandar Maju, 2005 ), hal. 52.
5
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2001 ), hal.
288.

8
Hak mengajukan sita marital timbul apabila terjadi perceraian antara suami-isteri,
selama perkara perceraian masih diperiksa di Pengadilan Agama maka para pihak
diperkenankan mengajukan sita atas harta perkawinan.6
Undang-undang mengatur bahwa permohonan sita marital dapat dilakukan bila
diajukan oleh penggugat selama pemeriksaan berlangsung. Namun demikian, sebenarnya
penggugat dapat memohonkan dilakukannya sita marital secara langsung dalam surat
gugatan. Sita marital juga dapat dimohonkan bersamaan dengan pembagian harta
bersama. Setiap sita mempunyai tujuan tertentu. Sita revindikasi bermaksud menuntut
pengembalian barang yang besangkutan kepada penggugat sebagai pemilik, sedangkan
sita jaminan (conservatoir beslag) bertujuan menjadikan barang yang disita sebagai
pemenuhan pembayaran utang tergugat. Tujuan sita marital berbeda dengan yang disebut
di atas, yaitu untuk membekukan harta bersama suami-isteri melalui penyitaan, agar
tidak berpindah kepada pihak ketiga selama proses perkara perceraian atau pembagian
harta bersama berlangsung. Dengan kata lain, sita marital bertujuan untuk menjamin hak
kebendaan isteri sesudah perceraian.7
Pembekuan harta bersama di bawah penyitaan, berfungsi untuk mengamankan atau
melindungi keberadaan dan keutuhan harta bersama atas tindakan yang tidak
bertanggung jawab dari tergugat. Sehubungan dengan itu, titik berat penilaian yang harus
dipertimbangkan pengadilan atas permintaan sita.
Pengaturan sita marital dapat ditemukan dalam beberapa peraturan perundang-
undangan, antara lain yang terdapat dalam:
a. Pasal 190 KUHPerdata
b. Pasal 24 ayat (2) huruf c PP No. 9 Tahun 1975
c. Pasal 95 ayat (1) dan Pasal 136 ayat (2) huruf b, Kompilasi Hukum Islam (KHI)
d. Pasal 78 huruf c UU No. 7 Tahun 1989
e. Pasal 823 Rv
Adapun ruang lingkup penerapan sita marital antara lain :
1. Perkara perceraian
2. Perkara pembagian harta bersama
3. Pada perbuatan yang membahayakan harta bersama

6
Abdul Manan,Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, ( Jakarta : Kencana,
2006 ),hal. 101.
7
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan
Putusan Pengadilan,…, hal. 369.

9
Sita marital merupakan salah satu jenis atau pengkhususan dari sita jaminan
(conservatoir beslag). Oleh karena itu, segala ketentuan yang berlaku pada sita jaminan
(conservatoir beslag) berlaku sepenuhnya pada sita marital. Sita marital (marital beslag)
mempunyai kekuatan hukum mengikat, diatur dalam Pasal 199 ayat 1 HIR atau Pasal
214 ayat 1 Rbg, yaitu terhitung dari jam dan hari berita acara sita diumumkan, dan sejak
saat itu dalam sita jaminan telah terkandung unsur akibat hukum. Yang mana bentuk dari
akibat hukumnya ialah berwujud “batal demi hukum”, yaitu “larangan” berupa:
1. Memindahkan kepada pihak ketiga dengan kata lain dilarang untuk menjual,
menghibahkan, atau menukar barang yang menjadi sita marital.
2. Dilarang untuk membebankannya kepada pihak ketiga yakni dalam bentuk agunan,
hipotik, gadai, dan sewa.8

E. Sita Persamaan ( Vergelind Beslaag )


Istilah dalam bahasa belanda”vergelind beslaag”.ada yang memakai sita
perbandingan, adapula yang memakai sita persamaan yang mana istilah ini dipakai oleh
mahkamah agung. Dan sita persamaan ini diatur dalam pasal 463 RV.

Sita persamaan atau Vergelijkend Beslag, diatur dalam pasal 463 Rv sebagai berikut:
“Apabila juru sita akan melakukan penyitaan dan menemukan barang-barang
yang akan disita sebelumnya telah disita, maka juru sita tidak dapat melakukan
penyitaan lagi. Namun juru sita mempunyai wewenang untuk mempersamakan
barang-barang yang disita dengang berita acara penyitaan yang harus diperhatikan
oleh tersita kepdanya. Juru sita kemudian dapat menyita barang-barang yang tidak
disebut dalam berita acara itu dan segera kepada penyita pertama untuk menjual
barang-barang tersebut secara bersamaan dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam
pasal 466 Rv. Berita acara sita persamaan ini belaku sebagai sarana pencegahan hasil
lelang kepada penyita pertama.”

Sita persamaan tidak diatur dalam HIR maupun R.Bg, akan tetapi diatur dalam pasal
463 Rv yang mengatur tentang eksekusi barang bergerak. Namun demikian telah
berkembang dalam praktek bahwa sita persamaan itu dapat saja dilakukan terhadap
barang tidak bergerak, yang tata caranya mengikuti ketentun dalam pasal 463 Rv. Dan

8
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata : Permasalahan dan Penerapan Conservatoir Beslag ( Sita
Jaminan ), ( Bandung : Pustaka , 1990 ), hal. 94.

10
ketentuan yang hamper serupa terdapat dalam pasal 11 ayat(12) Undang-Undang PUPN,
Umdamg-Undang No.49 Tahun 1960, sebagai berikut :
“Atas barang yang terlebih dahulu disita untuk orang lain yang berpiutang
tidak dapat dilakukan penyitaan. Jika juru sita mendapatkan barang yang demikian, ia
dapat memberikan salinan putusan surat paksa sebelum tanggal penjualan tersebut
kepada Hakim Pengadilan Negeri yang selanjutnya menentukan bahwa penyitaan
yang dilakukan atas barang itu akan juga dipergunakan sebagai jaminan untuk
pembayaran hutang menurut surat paksa.”

Apabila setelah dilakukan penyitaan, tetapi sebelum dilakukan penjualan barang yang
disita diajukan permintaan untuk melaksanakan suatu putusan Hakim yang ditujukan
terhadap penanggung hutang kepada Negara, maka penyitaan yang telah dilakukan itu
dipergunakan juga sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut putusan Hakim
itu dn Hakim Pengadilan Negeri jika perlu memberi perintah untuk melanjutkan
penyitaan atas sekian banyak barang yang belum disita terlebih dahulu, sehingga akan
dapat mencukupi untuk membayar jumlah uang menurut putusan-putusan itu dan biaya
penyitaan lanjutan.
Hakim Pengadilan Negri menentukan cara pembagian hasil penjualan antara
pelaksana dan orang yang berpiutang, setelah mengadakan pemeriksaan atau melakukan
panggilan selayaknya terhadap penanggung hutang kepada Negara, pelaksana dan orang
yang berpiutang. Pelaksanaan dan orang yang berpiutang yang menghadap atas
panggilan dapat meminta banding pada Pengadilan Tinggi atas penentuan pembagian
tersebut.
Segera setalah putusan tentang pembagian tersebut mendapat kekuatan pasti, maka
Hakim Pengadilan Negeri mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru lelang atau
orang yang ditugaskan melakukan penjualan umum untuk dipergunakan sebagai dasar
pembagian uang penjualan. Oleh karena itu pasal tersebut berhubungan dengan
penyitaan yang dilakukan oleh PUPN, maka sita tersebut adalah sita eksekusi dan bukan
sita jaminan, dan obek yang disita bisa barang bergerak atau barang tidak bergerak. Sita
persamaan barang tidak bergerak harus dilaporkan kepada Badan Petahanan Nasional ata
kelurahan setempat.9

9
Pedoman teknis administrasi dan teknis peradilan perdata umum dan perdata khusus, Buku II, Edisi
2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm 83-85.

11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a. Dalam upaya hukum menjamin hak untuk kepentingan Penggugat agar terjamin
haknya sekiranya gugatannya dikabulkan, undang-undang menyediakan sarana untuk
menjamin hak tersebut dengan penyitaan (arrest, beslag). Sita adalah suatu tindakan
hukum oleh Hakim yang bersifat eksepsional, atas permohonan salah satu pihak yang
bersengketa, untuk mengamankan barang-barang sengketa atau yang menjadi jaminan
dari kemungkinan dipindah tangankan, dibebani suatu jaminan, dirusak atau
dimusnahkan oleh pihak yang menguasai barang-barang tersebut, untuk menjamin
agar putusan Hakim nantinya dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
b. Sita Conservatoir adalah sita terhadap barang-barang milik tergugat yang
disengketakan setatus kepemilikannya, atau dalam hal utang piutang atau tuntutan
ganti rugi. Sita conservatoir artinya jaminan atau tanggung jawab. Sita conservatoir
diatur dalam pasal 227HIR/ps.261 RBg.
c. Sita Revindiksi( Revindicatoir Beslaag ), yaitu penyitaan terhadap barang milik
penggugat yang berada ditangan tergugat. Dasar hukumnya Pasal 226 HIR / 260 RBg.
Tujuannya untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon dan berakhir dengan
penyerahan barang yang disita. Objeknya hanya terdapat pada benda yang bergerak
dan sita ini hanya terbatas atas sengketa hak milik.
d. Sita Marital. Perkataan marital tetap seperti aslinya dalam bahasa Belanda, bahkan
pada masa belakangan ini, dalam perkembangan hukum Belanda lebih popular
sebutan matrimonial beslag karena mengandung makna kesetaraan antara suami-isteri
dalam perkawinan. Sedangkan perkataan sita marital mengandung konotasi yang
menempatkan isteri di bawah kekuasaan suami dalam perkawinan yang dikenal
dengan maritale macht.
e. Sita Persamaan. Istilah dalam bahasa belanda”vergelind beslaag”.ada yang
memakai sita perbandingan, adapula yang memakai sita persamaan yang mana istilah
ini dipakai oleh mahkamah agung. Dan sita persamaan ini diatur dalam pasal 463 RV.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sugeng,Bambang dan Sujiyadi. 2012. Pengantar Hukum Acara Perdata. Jakarta:


Prenadamedia Group.

Harahap,Yahya. 2005. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,


Pembuktian,dan Putusan Pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika, cet. 1.

Sutantio, Retno Wulan dan Oeripkartawinata Iskandar. 2005. Hukum Acara Perdata Dalam
Teori dan Preaktek. Bandung : Mandar Maju.

Harahap, Yahya. 2001. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan. Jakarta : Sinar
Grafika.

Manan, Abdul. 2006. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama.
Jakarta : Kencana.

Harahap, Yahya. 1990. Hukum Acara Perdata : Permasalahan dan Penerapan Conservatoir
Beslag ( Sita Jaminan ). Bandung : Pustaka.

Pedoman teknis administrasi dan teknis peradilan perdata umum dan perdata khusus, Buku II,
Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008.

13

Anda mungkin juga menyukai