Anda di halaman 1dari 6

PENGERTIAN DAN TUJUAN SITA JAMINAN (CONSERVATOIR

BESLAG)

Penyitaan berasal dari terminologi beslag (Belanda),1[1] dan istilah Indonesia beslah

tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang terkandung di dalamnya

ialah:

a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan

penjagaan 2[2] (to take into custody the property of a defendant).

b. Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official) berdasarkan

perintah pengadilan atau hakim.

c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan,

tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang

debitor atau tergugat, dengan jalan menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita

tersebut.

d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses pemeriksaan,

sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan sah atau

tidak tindakan penyitaan itu.

Ada banyak jenis sita, namun secara umum dikenal dua jenis:
a. Sita terhadap harta benda milik tergugat (conservatoir beslag)

1[1] Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 1999), hal. 49

2[2] Merriam Webster’s Dictionary of Law, Merriam Webster Springfield, Massachusetts,


1996, hal. 451
Sita ini dilakukan terhadap harta benda milik debitor. Kata conservatoir sendiri

berasal dari conserveren yang berarti menyimpan, dan conservatoir beslag menyimpan hak

seseorang. Maksud sita jaminan ini adalah agar terdapat suatu barang tertentu yang nantinya

dapat dieksekusi sebagai pelunasan utang tergugat.

Perihal sita conservatoir beslag ini diatur dalam pasal 227 (1) HIR, intisari dari

ketentuannya adalah sebagai berikut :3[3]

1) Harus ada sangkaaan yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau
dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-barangnya;
2) Barang yang disita itu merupakan barang kepunyaan orang yang terkena sita, artinya bukan
milik penggugat;
3) Permohonan diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang
bersangkutan;
4) Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis;
5) Sita conservatori dapat dilakukan atau diletakkan baik terhadap barang yang bergerak dan
tidak bergerak.

Sehubungan dengan ketentuan pasal 227 ayat (1) HIR, Mahkamah Agung dalam salah

satu putusannya menyatakan bahwa conservatoir beslag yang diadakan bukan atas alasan-

alasan yang disyaratkan dalam pasal dimaksud adalah tidak dibenarkan.4[4]

b. Sita terhadap harta benda milik penggugat sendiri

Berbeda dari conservatoir beslag, dikenal juga sita terhadap harta benda

penggugat/pemohon sendiri yang ada dalam kekuasaan orang lain (termohon/tergugat). Sita

jaminan ini bukanlah untuk menjamin suatu tagihan berupa uang, melainkan untuk menjamin

suatu hak kebendaan dari pemohon. Sita ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu sita

revindicatoir (Pasal 226 HIR / 260 RBg) dan sita marital (Pasal 823-823j Rv). Revindicatoir

berarti mendapatkan, dan kata sita revindicatoir mengandung pengertian menyita untuk

mendapatkan kembali (barang yang memang miliknya).

Pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan sita adalah:

3[3] Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori
dan Praktek , (Bandung : CV.Mandar Maju, 2002), hal. 100

4[4] Putusan Mahkamah Agung Nomor 597/K/Sip/1983 tanggal 8 Mei 1984, termuat dalam
Yurisprudensi Indonesia 1984-I, hal. 165.
1. Untuk pemohon sita revindicatoir:

a. Pemilik benda bergerak yang barangnya berada di tangan orang lain;

b. Pemegang hak reklame;

2. Untuk pemohon sita conservatoir adalah kreditor;

3. Untuk pemohon sita marital adalah istri.

Di negara yang menganut tradisi common law, sita jaminan (security for costs) lebih

sering diminta oleh tergugat. Artinya, jaminan berupa uang atau aset lain yang diserahkan

oleh pengugat ke pengadilan yang dapat dipakai untuk mengganti biaya yang diderita oleh

termohon jika ternyata permohonan tersebut tidak beralasan. Di Indonesia, instrumen ini

dipakai dalam permohonan penetapan sementara.5[5]

Sesuai dengan Pasal 226 HIR / 260 RBg, untuk mengajukan permohonan sita

revindicatoir, pemohon dapat langsung mengajukan permohonan, tanpa perlu ada dugaan

yang beralasan bahwa tergugat akan mencoba untuk menggelapkan atau melarikan barang

yang bersangkutan selama proses persidangan.

Sedangkan pada sita jaminan conservatoir, sesuai Pasal 227 HIR / 261 RBg, elemen

dugaan yang beralasan, merupakan dasar pembenar utama dalam pemberian sita tersebut.

Apabila penggugat tidak memiliki bukti kuat, maka sita jaminan tidak akan diberikan. Syarat

ini dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan agar tidak diadakan penyitaan secara

sembarangan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan sia-sia yang tidak mengenai sasaran

(vexatoir). Sehingga dalam sita ini, tersita harus didengar untuk mengetahui kebenaran

dugaan tersebut.

2. Objek Yang Dapat Diletakkan Sita Jaminan

5[5] Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia (Yogyakarta : Liberty, 1998),
hal. 178
Objek permohonan tergantung kepada jenis sita yang dimintakan, pada sita

revindicatoir, maka yang dapat disita adalah benda bergerak yang merupakan milik pemohon

(atau pemilik hak reklame). Pemohon sita revindicatoir tidak dapat memohon sita dijatuhkan

terhadap benda tetap milik pemohon, karena pengalihan atau pengasingan benda tetap tidak

semudah pengalihan benda bergerak, sehingga kecil sekali kemungkinan terjadi

diasingkannya barang tetap tersebut. Pasal 226 (2) HIR menjelaskan bahwa dalam

permohonan sita revindicatoir harus dijelaskan secara lengkap dan nyata, barang-barang yang

dimintakan sita tersebut.

Sedangkan pada sita conservatoir, yang dapat menjadi obyek sita adalah:

1. barang bergerak milik debitur

2. barang tetap milik debitur, dan

3. barang bergerak milik debitur yang berada di tangan orang lain (pihak ketiga).

Penyitaan hanya dilakukan terhadap barang-barang yang nilainya diperkirakan tidak

jauh melampaui nilai gugatan (nilai uang yang menjadi sengketa), sehingga nilai sita

seimbang dengan yang digugat. Penyitaan juga dilakukan terlebih dulu atas benda-bergerak,

dan baru diteruskan ke benda-benda tidak bergerak, jika menurut perkiraan nilai benda-benda

tersebut tidak akan mencukupi.

RV masih mengenal beberapa sita conservatoir lainnya yaitu :

a. Sita conservatoir terhadap Kreditor

Ada kemungkinannya bahwa Debitor mempunyai piutang kepada Kreditor. Jadi ada

hubungan utang piutang timbal balik antara Kreditor dan Debitor. Dalam hubungan hutang

timbal balik antara Debitor dan Kreditor ini, dimana Kreditor sekaligus juga Debitor dan

Debitor sekaligus juga Kreditor, tidak jarang terjadi bahwa prestasinya tidak dapat

dikompesasi, misalnya apabila tuntutan piutang Kreditor sudah dapat ditagih dari Debitor,

sedang piutang Debitor belum dapat ditagih dari Kreditor atau apabila Kreditor mempunyai
tagihan dalam bentuk uang sedangkan Debitor tagihannya berupa barang. Dalam hal ini maka

Kreditor yang mengajukan gugatan dapat mengajukan permohonan sita conservatoir terhadap

dirinya sendiri. Pada hakikatnya sita conservatoir ini tidak lain adalah sita conservatoir atas

barang-barang yang ada di tangan pihak ketiga, hanya dalam hal ini pihak ketiga itu adalah

Kreditor itu sendiri.

b. Sita gadai

Sita gadai ini sebagai sita conservatoir hanya dapat diajukan berdasarkan tuntutan yang

disebut dalam pasal 1139 sub 2 KUHPerdata dan dijalankan atas barang-barang yang disebut

dalam pasal 1140 KUHPerdata.

c. Sita conservatoir atas barang-barang Debitor yang tidak mempunyai tempat tinggal yang

dikenal di Indonesia atau orang asing bukan penduduk Indonesia

Rasio dari sita conservatoir ini ialah untuk melindungi penduduk Indonesia terhadap orang-

orang asing bukan penduduk Indonesia, maka oleh karena itu berlaku juga dengan sendirinya

bagi acara perdata di Pengadilan Negeri.

d. Sita conservatoir atas pesawat terbang

Pada asasnya semua barang bergerak maupun tetap milik Debitor menjadi tanggungan

untuk segala perikatan yang bersifat perorangan, dan semua hak-hak atas harta kekayaan

dapat diuangkan untuk memenuhi tagihan, sehingga dengan demikian dapat disita. Akan

tetapi tentang hal ini ada pengecualiannya. Ada bagian-bagian dari harta kekayaaan yang

tidak dapat disita dan ada yang dibebaskan dari penyitaan. Yang tidak dapat disita terutama

adalah hak-hak perorangan. Hak untuk mendapat ganti kerugian dalam hubungan

perburuhanpun tidak boleh disita untuk menjalankan putusan hakim.

Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

berbunyi “ Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap :


b. Uang atau surat berharga milik Negara/Daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah

maupun pada pihak ketiga

c. Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada Negara/Daerah

d. Barang bergerak milik Negara/Daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun

pada pihak ketiga

e. Barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik Negara/Daerah yang diperlukan

untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai