Barang-barang yang disita disimpan untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual
(pasal 197 ayat (9) dan 1999 HIR, 212, 214 R.Bg).
Sita jaminan merupakan tindakan hukum yang diambil pengadilan mendahului
putusan. Adakalanya sita jaminan telah diletakkan sebelum pengadilan memeriksa pokok
perkara. Namun sering juga sita jaminan dilakukan pada saat proses pemeriksaan perkara
sedang berjalan, sebelum hakim menjatuhkan putusan.
Penyitaan merupakan tindakan hukum yang sangat eksepsional. Pengabulan sita
jaminan seolah-olah merupakan pernyataan kesalahan Tergugat sebelum putusan dijatuhkan.
Oleh karenanya acuan yang harus dipergunakan oleh hakim terhadap perlakuan barang sitaan
adalah : Sita jaminan semata-mata hanya sebagai jaminan; Hak atas benda sitaan tetap
dimiliki Tergugat; Penguasaan benda sitaan tetap dipegang Tergugat.
Sita jaminan tidak meliputi seluruh harta kekayaan daripada debitur atau Tergugat,
tetapi hanya beberapa barang tertentu saja yang dilakukan oleh seorang kreditur.
Tujuan dari sita jaminan adalah untuk menjaga keutuhan dan keberadaan harta
kekayaan Tergugat selama proses pemeriksaan berlangsung sampai perkara memperoleh
putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Apabila dengan putusan hakim Penggugat dimenangkan dan gugatan dikabulkan,
maka sita jaminan tersebut secara otomatis dinyatakan sah dan berharga. Dan dalam hal
Penggugat dikalahkan, maka sita jaminan yang telah diletakkan akan diperintahkan untuk
diangkat.
Terdapat dua macam sita jaminan, yaitu sita jaminan terhadap barang miliknya sendiri
(pemohon) dan sita jaminan terhadap barang milik debitur, berikut adalah pemaparannya dan
disertai beberapa contohnya :
1. Sita Jaminan tehadap Barang Miliknya Sendiri.
Untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon atau kreditur dan berakhir
dengan penyerahan barang yang disita, dibagi menjadi dua macam pula, yaitu
a) Sita revindicatoir (ps. 226 hir, 260 Rbg)
Yang dapat mengajukan sita revindicatoir ialah setiap pemilik barang
bergerak yang barangnya dikuasai oleh orang lain (ps. 1977 ayat 2, 1751 BW).
Demikian pula setiap orang yang mempunyai hak reklame, yaitu hak daripada
penjual barang bergerak untuk minta kembali barangnya apabila harga tidak
dibayar, dapat mengajukan permohonan sita revindicatoir (ps. 1145 BW, 232
WvK).
Penyitaan barang tetap harus dilakukan oleh jurusita ditempat barang-barang itu
terletak dengan mencocokkan batas-batasnya dan disaksikan pleh pamong desa.
Terhitung mulai hari berita acara penyitaan barang tetap itu dimaklumkan
kepada umum, maka pihak yang disita barangnya dilarang memindahkannya
kepada orang lain, membebani atau menyewakan (Ps. 199 HIR, 214 Rbg).
Penyitaan barang tetap itu meliputi juga tanaman diatasnya serta hasil panen
pada saat dilakukan penyitaan. Kalau barang tetap itu disewakan oleh
pemiliknya, maka panen itu menjadi milik penyewa. Sedangkan sewa yang
belum dibayarkan kepada pemilik barang tetap yang telah disita (Ps. 509 Rv).
c) Sita Conservatoir atas barang bergerak milik debitur yang ada di tangan pihak
ketiga (Ps. 728 Rv, 197 ayat 8 HIR, 211 Rbg)
Apabila debitur mempunyai piutang kepada pihak ketiga, maka kreditur
untuk menjamin haknya dapat melakukan sita conservatoir atas barang bergerak
milik debitur yang ada pada pihak ketiga itu. Sita conservatoir ini yang disebut
derdenbeslag, diatur dalam pasal 728 Rv. Kreditur dapat menyita, atas dasar
akta autentik atau akta dibawah tangan pihak ketiga. Dalam hal ini dibolehkan
sita rangkap (Ps. 747 Rv). HIR tidak mengatur derdensblag sebagai sita
conservatoir tetapi sebagai sita eksekutorial. Pasal 197 ayat 8 HIR (Ps. 211 Rbg)
menentukan, bahwa penyitaan barang bergerak milik debitur, termasuk uang dan
surat-surat berharga, meliputi juga barang bergerak yang bertubuh yang ada di
tangan pihak ketiga. Akan tetapi sita conservatoir ini tidak boleh dilakukan atas
hewan dan alat-alat yang digunakan untuk mencari mata pencaharian.
Disamping tiga macam sita conservatoir seperti tersebut diatas Rv masih mengenal
beberapa sita conservatoir lainnya, yaitu :
d) Sita Conservatoir terhadap kreditur (Ps. 75a Rv)
Ada kemungkinannya bahwa debitur mempunyai piutang kepada
kreditur. Jadi ada hubungan piutang timbal balik antara kreditur dan debitur.
Dalam hubungan piutang timbal balik antara kreditur dan debitur ini, dimana
kreditur juga sekaligus debitur dan kreditur juga sekaligus debitur, tidak jarang
terjadi bahwa prestasinya tidak dapat dikompensasi.
e) Sita gadai atau pandbeslag (Ps. 751-756 Rv)
Sita gadai ini sebagai sita conservatoir hanyalah dapat diajukan
berdasarkan tuntutan yang disebut dalam pasal 1139 sub 2 BW dan dijalankan
atas barang-barang yang disebut dalam pasal 1140 BW.
f) Sita Conservatoir atas barang barang debitur yang tidak mempunyai tempat
tinggal yang dikenal di Indonesia atau orang asing bukan penduduk Indonesia
(Ps. 757 Rv)
Ratio dari sita conservatoir ini yang disebut juga sita saisie foraine, ialah
untuk melindungi penduduk Indonesia terhadap orang-orang asing bukan
penduduk Indonesia, maka oleh karena itu berlaku juga dengan sendirinya bagi
acara perdata di Pengadilan Negeri.
g) Sita Conservatoir atas pesawat terbang (Ps.763h-763k Rv)
Apakah semua barang milik debitur disita secara conservatoir? Pada
asasnya semua barang bergerak maupun tetap milik debitur menjadi tanggung
jawab untuk segala perikatan yang bersifat perorangan (Ps. 1131 BW), dan
semua hak-hak atas harta kekayaan dapat diuangkan untuk memenuhi tagihan,
sehingga dengan demikian dapat disita.
h) Penyitaan barang milik Negara
Pada dasarnya barang-barang milik negara yaitu seperti uang negara
yang ada pada pihak ketiga, piutang negara pada pihak ketiga, barang-barang
bergerak milik negara, tidak dapat disita kecuali ada izin dari hakim. Izin untuk
menyita barang-barang milik negara itu harus dimintakan kepada MA (pas 65,
66 ICW, S. 1864 no 106).