Anda di halaman 1dari 16

GODSPEED amen

8 Nov 2023 – SITA (BESLAG) → pasal 227 jo. pasal 197 HIR
- pengertian:
● menempatkan atau memposisikan barang objek sengketa berada dalam
pengawasan pengadilan selama proses pemeriksaan perkara perdata.
● tindakan persiapan untuk menyimpan (menahan/menaruh) barang objek sengketa
dalam pengawasan pengadilan demi menjamin pelaksanaan putusan pengadilan.
● tindakan paksa penjagaan dan resmi berdasarkan perintah pengadilan terhadap
barang objek sengketa atau barang sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang
debitur selama proses pemeriksaan perkara berlangsung sampai dengan ada
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
● menempatkan benda milik penggugat dan/atau tergugat yang menjadi objek
sengketa atau pelunasan hutang tergugat agar berada dalam pengawasan
pengadilan dan untuk menjamin gugatan penggugat atau pelaksanaan putusan
selama proses pemeriksaan perkara berlangsung hingga pengadilan menjatuhkan
putusan yang berkekuatan hukum tetap.
- tujuan sita
● menjamin pemulihan hak penggugat
● mencegah timbulnya kerugian penggugat
● menjamin pelaksanaan putusan pengadilan
● mengamankan objek atau barang sengketa
● mencegah itikad buruk perbuatan tergugat terhadap objek atau barang sengketa
- TUJUAN SITA (YAHYA HARAHAP hal. 340)
● agar gugatan tidak illusoir
● tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual-beli atau penghibahan, dsb
● tidak dibebani dengan sewa-menyewa atau diagunkan kepada pihak ketiga
- apabila penyitaan telah diumumkan melalui pendaftaran pada buku register kantor yang
berwenang untuk itu sesuai dengan Pasal 198 HIR dan Pasal 213 RBG, pada tindakan itu
melekat sebagai berikut:
(1) larangan Pasal 199 HIR dan Pasal 215 HIR = melarang tergugat menjual,
menghibahkan, atau memindahkan barang itu dalam bentuk apapun dan kepada
siapa pun
(2) pelanggaran atas larangan itu, menimbulkan dua sisi akibat hukum:
● akibat hukum dari segi perdata
- jual beli atau pemindahan batal demi hukum (null and void)
- oleh karena itu, status barang kembali kepada keadaan semula
(status quo) sebagai barang sitaan, dan pemindahan dianggap tidak
pernah terjadi (never existed)
● akibat hukum dari segi pidana
- dapat diancam melakukan tindakan pidana Pasal 231 BW, berupa
kejahatan dengan sengaja melepaskan barang yang telah disita
menurut puu yang berlaku
- perbuatan itu diancam dengan pidana penjara max. 4 tahun → pada
dasarnya ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 231 Ayat (1) BW,
meliputi:
(1) melepaskan barang yang disita
(2) melepaskan barang yang disimpan atas perintah hakim
(3) menyembunyikan barang yang dilepaskan dari sitaan
- dengan demikian, tujuan penyitaan dengan ketentuan Pasal 199 HIR dan Pasal 231 BW,
terjamin perlindungan yang kuat bagi penggugat atas terpenuhinya pelaksanaan
putusan pengadilan pada saat eksekusi dijalankan.
- OBJEK EKSEKUSI SUDAH PASTI
● pada saat permohonan sita diajukan (penggugat harus menjelaskan dan
menunjukkan identitas barang yang hendak disita, → letak, jenis, ukuran, dan
batas-batasnya) → hal ini memberikan kepastian atas objek eksekusi, apabila
putusan telah berkekuatan hukum tetap
● kepastian objek eksekusi atas barang sitaan semakin sempurna sesuai dengan
penegasan MA (Himpunan Tanya Jawab Rakerda MA RI 1987 – 1993, hlm. 177),
kalau putusan telah berkekuatan hukum tetap maka barang yang disita, demi hukum
langsung menjadi sita eksekusi:

1
GODSPEED amen

(1) dapat langsung diserahkan kepada pihak penggugat, jika perara yang terjadi
mengenai sengketa milik
(2) atau barang yang disita dapat langsung dieksekusi melalui penjualan lelang,
apabila perkara yang terjadi sengketa utang-piutang atau tuntutan ganti rugi
berdasarkan wanprestasi atau PMH
- prinsip-prinsip sita:
● tindakan hukum bersifat eksepsional (Pasal 227 HIR jo. Pasal 197 HIR, Pasal 720
Rv, dan Pasal 1131 BW) → mengabaikan kebenaran dalil gugatan untuk sementara
waktu dan membenarkan putusan yang belum dijatuhkan pengadilan → penyitaan
termasuk salah satu acara mengadili yang bersifat istimewa dan eksepsional
(hal. 337)
● diajukan berdasarkan permohonan (pasal 226 dan pasal 227 HIR atau pasal 720
Rv maupun SEMA No. 5 Tahun 1975) para pihak yang berperkara → berarti untuk
melakukan penyitaan itu harus ada surat penetapan (harus melalui proses beracara)
→ kalau ga melalui itu penyitaan ga sah → … (kalau di pidana kan bisa diajukan pra
peradilan, klo di perdata apa = perlawanan penyitaan????) → berarti langsung ambil
alih oleh tergugat langsung lapor ke pihak kpn = bentuk surat klarifikasi (kata rey),
juru sita ga mungkin melakukan penyitaan tanpa penetapan
(1) permintaan disatukan dengan surat gugatan
permintaan sita, dapat diajukan bersama-sama dengan surat gugatan.
dicantumkan pada bagian akhir uraian dalil dan peristiwa guatan sehingga
penempatannya dalam gugatan dikemukakan sebelum petitum gugatan.
(2) diajukan dalam surat tersendiri – Pasal 227 ayat (1) HIR
● penggugat wajib menunjukkan barang objek sita (rinci dan jelas) hal. 346
● memperhatikan keseimbangan dan proporsionalitas antara besarnya tuntutan
penggugat dengan nilai barang yang dimohonkan sita
● pengadilan harus memperhatikan dengan cermat alasan dan urgensi permohonan
sita dalam mengabulkan atau menolak permohonan sita. alasan sita di antaranya
(Pasal 227 HIR maupun 729 Rv):
(1) ada kekhawatiran atau persangkaan bahwa tergugat:
- mencari akal untuk menggelapkan atau mengasingkan harta
kekayaan
- hal itu akan dilakukannya selama proses pemeriksaan perkara
berlangsung
(2) kekhawatiran atau persangkaan itu harus nyata dan beralasan secara
objektif:
- penggugat harus dapat menunjukkan fakta tentang adanya
langkah-langka tergugat untuk menggelapkan atau mengasingkan
hartanya selama proses pemeriksaan berlangsung
- paling tidak penggugat dapat menunjukkan indikasi objektif tentang
adanya daya upaya tergugat untuk menghilangkan atau
mengasingkan barang-barangnya guna menghindari gugatan
(3) sedemikian rupa eratnya isi gugatan dengan penyitaan, yang apabila
penyitaan tidak dilakukan dan tergugat menggelapkan harta kekayaan,
mengakibatkan kerugian kepada penggugat.
● dalam hal ini, penggugat tidak dibenarkan mengajukan alasan sita hanya didasarkan
kekhawatiran atau persangkaan secara subjektif tentang penggelapan atau
pengasingan harta kekayaan yang akan dilakukan tergugat.
● larangan menyita harta benda milik negara (Pasal 50 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun
2004) karena milik negara berfungsi sebagai fasilitas umum dan pelayanan publik
● larangan menyita barang pihak ketiga yang tidak terkait dengan pihak perkara (jika
pihak ketiga disita barangnya, dapat mengajukan derden verzet = perlawanan oleh
pihak ketiga terhadap barang yang disita) → Pasal 1340 BW yang menegaskan
perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya, berlaku juga dalam proses
penyelesaian perkara (hanya mengikat kepada para pihak penggugat dan tergugat)
→ Derde Verzet (Perlawanan Pihak Ketiga) merupakan upaya hukum atas penyitaan
milik pihak ketiga
● larangan menyita hewan atau perkakas yang digunakan sebagai alat pencari nafkah
sehari-hari

2
GODSPEED amen

● kekuatan penyitaan mengikat sejak diumumkan


● dilarang memindahkan atau membebani barang sitaan dan jika dilakukan maka
transaksi batal demi hukum dan sanksi pidana
● terhadap barang yang disita dalam perkara perdata, dapat disita dalam perkara
pidana pula dan bukan termasuk sebagai sita penyesuaian
- SIFAT ISTIMEWA DAN EKSEPSIONAL DARI PENYITAAN
(1) penyitaan memaksakan kebenaran gugatan
● sesuai ketentuan Pasal 227 HIR maupun Pasal 720 Rv → hakim diberi
wewenang mengabulkan pada tahap awal, sebelum dimulai proses
pemeriksaan pokok perkara (sebelum pengadilan sendiri mengetahui
secara jelas dan komplit dasar alasan gugatan)
● dengan demikian, tanpa mempedulikan kebenaran dalil gugatan yang
diajukan kepada tergugat, hakim atau pengadilan bertindak memaksakan
kepada tergugat akan kebenaran dalil penggugat, sebelum kebenaran itu
diuji dan dinilai berdasarkan fakta2 melalui proses pemeriksaan
● namun, meskipun uu membolehkan penyitaan sebelum memeriksa pokok
perkara, sedapat mungkin cara ini dihindari, kecuali sedemikian rupa
nyatanya kebenaran dalil gugatan karena didukung oleh fakta-fakta yang
bersifat prima facie dan objektif, penyitaan pada tahap proses yang demikian
tentunya dapat ditolerir
(2) penyitaan membenarkan putusan yang belum dijatuhkan
● hakim dapat menghukum tergugat berupa tindakan menempatkan harta
kekayaannya di bawah penjagaan, meskipun putusan tentang kesalahannya
belum dijatuhkan
● dengan demikian, sebelum putusan diambil dan dijatuhkan, tergugat telah
dijatuhi hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau harta kekayaan
tergugat
- sita merupakan tindakan perampasan
● ditinjau dari segi nilai HAM, penyitaan tidak berbeda dengan perampasan harta
kekayaan tergugat, padahal salah satu hak asasi yang paling dasar adalah hak
mempunyai milik, dan Pasal 36 ayat (2) UU Nomor 39 tahun 1999 menegaskan pada
prinsipnya seseorang tidak boleh dirampas hak miliknya dengan sewenang-wenang
dan secara melawan hukum.
● namun, berdasarkan landasan eksepsional yg diberikan uu kepada hakim, tindakan
itu dijustifikasi hukum acara sehingga tindakan itu sah menurut hukum, walaupun
tergugat sbg pemilik belum dinyatakan salah dan bertanggung jawab atas perkara
yang disengketakan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.
● dalam hal ini, corak perampasan dan pelanggaran HAM dikesampingkan oleh
putusan itu
- sita berdasarkan Permohonan
● Berdasarkan pasal 226 dan Pasal 227 HIR atau Pasal 720 Rv maupun berdasarkan
SEMA Nomor 5 Tahun 1975 (masih berlaku), pengabulan dan perintah pelaksanaan
sita, bertitik tolak dari permintaan atau permohonan penggugat
(1) bentuk permohonan
- bentuk lisan
● prinsip ini ditegaskan berdasarkan putusan PT Medan No.
221/1957, 8-7-1958
● apabila permohonan sita diajukan dengan lisan, permintaan
itu dicatat dalam berita acara sidang, dan berdasarkan
permintaan itulah hakim mengeluarkan perinta sita apabila
permohonan dianggap mempunyai dasar alasan yang tetap
- bentuk tertulis
● bentuk in dianggap paling tepat karena memenuhi
administrasi yustisial yang lebih baik → pasal 277 ayat (1)
HIR menghendaki agar sita diajukan dalam bentuk tertulis
berupa surat permintaan:
a. permintaan diajukan dengan surat gugatan
b. diajukan dalam surat tersendiri

3
GODSPEED amen

(2) permohonan berdasarkan alasan


- alasan sita
1. ada kekhawatiran atau persangkaan bahwa tergugat mencari
akal untuk menggelapkan atau mengasingkan harta
kekayaan
2. kekhawatiran atau persangkaan itu harus nyata dan
beralasan secara objektif:
a. penggugat harus dapat menunjukkan fakta tentang
adanya langkah2 tergugat untuk menggelapkan atau
mengasingkan hartanya selama proses pemeriksaan
berlangsung
b. paling tidak penggugat dapat menunjukkan indikasi
objektif tentang adanya daya upaya tergugat untuk
menghilangkan atau mengasingkan
barang-barangnya guna menghindari gugatan
- yang berwenang menilai alasan
penilaian atas alasan sita, menjadi kewenangan hakim, antara lain:
a. terdapat fakta konkrit yang mendukung persangkaan tentang
adanya tindakan atau upaya tergugat hendak mengasingkan
harta kekayaannya
b. paling tidak terdapat petunjuk yang membenarkan
persangkaan itu
c. fakta atau petunjuk itu bersifat objektif dan masuk akal
(common sense)
- tanpa alasan sita ditolak
(1) meskipun hukum menuntut permohonan sita berdasarkan
alasan yang didukung fakta, tetapi demikian hakim tidak
dibenarkan menuntut fakta yang terlampau ekstrim, misalnya
harus dibuktikan berdasarkan batas minimal pembuktian
yang sempurna dan mengikat
(2) jika fakta yang diminta sangat berlebihan, dapat
menimbulkan kesewenangan, dan bahkan dapat mematikan
hak penggugat mengajukan permintaan sita
(3) penggugat wajib menunjukkan barang objek sita
- tidak dibenarkan menyebut secara umum
- menyebut secara rinci identitas yang melekat pada barang
a. jenis atau bentuk barang
b. letak dan batas-batasnya serta ukurannya dengan ketentuan
(mis: jika tanah bersertifikat hak, cukup dengan menyebut
nomor sertifikat hak yang terncantum di dalamnya)
c. nama pemiliknya
d. tafsiran harganya
e. jika mengenai rekening, disebut nomor rekeningnya,
pemiliknya, dan bank tempat rekening berada maupun
jumlahnya
f. jika saham, disebut nama pemegangnya, jumlahnya, dan
tempat terdaftar
- permintaan dapat diajukan sepanjang pemeriksaan sidang
sebagai pedoman, dapat diikuti penegasan Putusan MA No.
371 K/Pdt/1984 dalam hal ini meskipun sita jaminan (CB) tidak
tercantum dalam gugatan maupun dalam petitum gugatan, dan baru
diajukan belakangan dalam surat tersendiri, jauh setelah gugatan
didaftarkan, cara yang demikian tidak bertentangan dengan tata
tertib beracara karena uu membolehkan pengajuan sita jaminan (CB)
dapat dilakukan permintaannya sepanjang proses persidangan
berlangsung. oleh karena itu, pengabulan sita dalam kasus yang
seperti itu tidak bertentangan dengan ultra petitum partium yang
digariskan Pasal 178 ayat (3) HIR. memperhatikan putusan di atas

4
GODSPEED amen

dihubungkan dengan ketentuan Pasal 227 (1) HIR dapat


dikemukakan acuan penerapan pengajuan permintaan sita.
a. selama belum dijatuhkan putusan pada tingkat peradilan
pertama
b. dapat diajukan selama putusan belum dieksekusi (Pasal 227
(1) HIR)
c. instansi yang berwenang memerintahkan sita
● mutlak menjadi kewenangan pN
● PT berwenang memerintahkan sita
- penyitaan berdasarkan perkiraan nilai objektif dan proporsional dengan jumlah tuntutan
● dalam sengketa milik, penyitaan terbatas pada barang yang disengketakan, tidak
boleh melebihi barang itu
● sekiranya penggugat dalam permintaan sita mengajukan barang lain di luar objek
yang disengketakan, hakim hanya boleh mengabulkan sepanjang barang sengketa
dan menolak untuk selebihnya
● dalam sengketa utang yang dijamin dengan barang tertentu
apabila tuntutan berupa utang yang dikaitkan dengan perjanjian jaminan
barang tertentu berupa tanah dalam bentuk hak tanggungan atau pabrik dalam
bentuk fidusia maupun bentuk perjanjian jaminan biasa:
(1) barang yang boleh disita (jaminan atau eksekusi), hanya terbatas pada
barang jaminan
(2) sesuai dengan prinsip yang melekat pada perjanjian jaminan atau secured
transaction, barang yang dijadikan dan diikat sebagai jaminan, memiliki sifat
separatis, dalam arti barang itu secara khusus telah dipisahkan dari yang
lain, dan semata-mata diperuntukkan bagi kreditor yang bersangkutan
● sita dilakukan terhadap semua harta kekayaan tergugat sampai terpenuhi jumlah
tuntutan
● apabila terjadi pelampauan segera dikeluarkan penetapan pengangkutan sita →
dalam hal ini penyitaan harus proporsional dan layak diletakkan di atas harta
kekayaan tergugat, hanya sebatas sebesar nilai tuntutan saja, apabila ternyata
penyitaan terlanjur melampaui jumlah tuntutan, hakim harus segera mengeluarkan
penetapan pengangkatan sita atas barang selebihnya.
- mendahulukan penyitaan barang bergerak
permintaan maupun pelaksanaan sita jaminan dalam kasus yang demikian, mesti tunduk
kepada prinsip yang diatur Pasal 227 (1) HIR dan 720 Rv. Berdasarkan ketentuan
pasal-pasal itu, permintaan dan pengabulan maupun pelaksanaan sita jaminan atas tuntutan
pembayaran utang atau ganti rugi, tunduk pada prinsip:
(1) barang bergerak → kalau nilai harga barang bergerak yang disita diperkirakan sudah
cukup menutupi pelunasan pembayaran tuntutan, penyitaan harus dihentikan sampai
di situ
(2) apabila diperkirakan penyitaan terhadap barang bergerak belum mencukupi jumlah
tuntutan, baru boleh dilakukan penyitaan terhadap barang tidak bergerak
memperhatikan tata urutan yang digariskan Pasal 277 (1) HIR itu, penyitaan atas harta
kekayaan tergugat berdasarkan tuntutan pembayaran utang atau tuntutan ganti rugi, tidak
boleh langsung diletakkan kepada barang tidak bergerak. urutan prioritas pertama,
diletakkan pada barang bergerak. kebolehan melanjutkan sita terhadap barang tidak
bergerak, apabila nilai harga barang bergerak tidak mencukupi melunasi jumlah
tuntutan, kecuali:
(1) tidak ada dijumpai barang bergerak
(2) perjanjian kredit dijamin agunan tertentu → apabila perjanjian kredit telah
menentukan sendiri barang jaminan sebagai agunan hutang berupa barang tidak
bergerak, penyitaan dapat langsung diletakkkan terhadapnya, meskipun terbukti
tergugat mempunyai barang bergerak. dalam kasus ini, prinsip spesialitas dan
separatis mengesampingkan asas mendahulukan penyitaan terhadap barang
bergerak yang digariskan Pasal 227 (1) HIR dan Pasal 729 Rv.
- dilarang menyita barang tertentu
tentang hal ini, dapat dikemukakan salah satu putusan MA yang mengatakan bahwa sesuai
dengan ketentuan Pasal 187 (8) HIR, Pasal 211 RBG, PN dapat menyita semua harta

5
GODSPEED amen

kekayaan tergugat, baik yang bergerak atau tidak bergerak. namun, dalam ketentuan pasal
itu sendiri dapat pengecualian, diantaranya:
(1) hewan, dan
(2) perkakas yang sungguh-sungguh digunakan sebagai salah satu pencari nafkah
sehari-hari
jadi, kalau fungsi dan sifat hewan dan perkakas itu sungguh-sungguh dipergunakan sebagai
alat mencari nafkah tergugat, barang itu dilarang untuk disita (Pasal 197 ayat (8) HIR).
NAMUN, kalau hewan atau perkakas itu berfungsi sebagai sarana jasa atau produksi, tidak
tergolong pada larangan tsb. misalnya: mobil penumpang atau pengangkat barang, tidak
dapat dikategorikan sbg alat pencari nafkah, tetapi termasuk saran jasa dalam bisnis untuk
mencari keuntungan.
- penjagaan sita tidak boleh diberikan kepada penggugat
mengenai penjagaan barang sitaan perpedoman kepada ketentuan Pasal 197 (9)
HIR atau Pasal 212 Rbg. Dalam ketentuan tersebut, ditegakkan prinsip, penjagaan barang
sitaan tetap berada di tangan tergugat atau tersita. prinsip ini ditegaskan juga dalam SEMA
No. 5 Tahun 1975 yang melarang penyerahan barang yang disita kepada penggugat atau
pemohon sita. Pada huruf (g) SEMA tsb ditegaskan:
(1) agar barang-barang yang disita tidak diserahkan kepada penggugat atau pemohon
sita;
(2) tindakan hakim yang demikian akan menimbulkan kesan seolah-olah penggugat
sudah pasti akan dimenangkan dan seolah-olah pula putusan uitvoerbaar bij
voorraad (serta merta)
penerapan atas larangan itu, dapat diikuti uraian sbg berikut:
(1) penjagaan sita atas barang bergerak (Pasal 197 (9) HIR dan 212 Rbg
- ditinggalkan untuk disimpan oleh pihak tersita atau tergugat di tempat barang
itu terletak
- atau sebagian barang itu dibawa ke tempat penyimpanan yang patut
penyimpanan atau penjagaan diserahkan kepada tersita sebagai pemilik dengan
cara:
a. tetap diletakkan pada tempat semula
selama putusan yang demikian belum diperoleh, tidak dibenarkan
menyerahkan barang sitaan kepada penggugat. segala tindakan yang
bersifat mengasingkan atau memisahkan hak kepemilikan atau penguasaan
barang sitaan dari tersita, tidak dibenarkan hukum, sampai putusan
mengenai perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. sebagian disimpan di tempat yang patut
tujuan memerintahkan penyimpanannya di tempat lain yang
dianggap lebih patut atau layak, demi menjaga keselamatan barang. oleh
karena itu, kebolehan atas penyimpanan di tempat lain tidak boleh
dimanipulasi dengan dengan jalan menyerahkan penjagaan kepada
penggugat. dimanapun barang sitaan disimpan, kewenangan penjagaan dan
penguasaan tetap di tangan tergugat. sekiranya tergugat tidak hadir pada
waktu penyitaan dilaksanakan, hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk
menyerahkan penjagaan barang kepada penggugat.
(2) penjagaan uang yang diblokir di bank
pada dasarnya penyitaan yang ada di bank disamakan dengan penyitaan
barang bergerak. oleh karena itu, prinsip penyimpanan dan penjagaannya tunduk
kepada ketentuan Pasal 197 (9) HIR:
- tetap disimpan pada rekening atau deposito tergugat di bank yang
bersangkutan
- penjagaan dan penguasaannya tetap berada di tangan tersita, oleh karena
itu boleh dipindahnamakan kepada orang lain, tetapi harus tetap atas nama
tersita
(3) penjagaan sita atas barang tidak bergerak
dalam hal ini Pasal 197 (9) HIR dan 212 Rbg hanya mengatur penjagaan sita
terhadap barang bergerak dan tidak menyinggung penjagaan atas barang tidak
bergerak. oleh sebab itu, sering ditemukan di dalam BAP bahwa yang menyerahkan
tergantung kebijaksanaan pengadilan, dalam hal ini hakim atau juru sita bebas
menentukan siapa penjagaannya. penjagaan barang tidak bergerak kepada

6
GODSPEED amen

penggugat, sebaliknya ada pula yang menyerahkan penyimpanan dan penjagaan


maupun penguasaannya kepada tergugat (tersita). namun, pendapat tsb tidak dapat
dibenarkan atas alasan:
- bertentangan dengan huruf (g) SEMA Nomor 5 Tahun 1975
karena dalam sema ini melarang secara tegas menyerahkan
penjagaan barang yang disita kepada penggugat (pemohon) atas alasan
tindakan yang demikian seolah-olah menempatkan tergugat sudah pasti
berada pada posisi kalah dan penggugat dalam posisi menang.
- penjagaan yang disebut Pasal 197 (9) HIR, meliputi Barang tidak bergerak
bahwa berdasarkan pendapat Subekti yang menyimpulkan bahwa
lingkup penjagaan barang sita yang diatur Pasal 197 (9) HIR meliputi juga
barang tidak bergerak. oleh karena itu, penjagaannya menurut hukum
diserahkan kepada tergugat, tidak boleh kepada penggugat.
(4) penjagaan sita tidak boleh kepada pihak ketiga
- larangan menyita milik negara – Putusan MA No. 2539 K/pdt/1985
(1) pada prinsipnya, barang milik negara tidak dapat dikenakan sita jaminan atau sita
eksekusi, atas alasan barang-barang milik negara dipakai dan diperuntukkan
melaksanakan tugas kenegaraan
(2) namun, berdasarkan Pasal 66 ICW (Himpunan peraturan PUU RI, Hlm. 2294)
memberi kemungkinan menyita barang-barang milik negara atas izin MA
(3) kebolehan tersebut harus memperhatikan Pasal 66 bahwa barang milik negara
tertentu, baik karena sifatnya atau karena tujuannya menurut uu tidak boleh disita
(4) sehubungan dengan itu, apabila hendak dilakukan penyitaan terhadap
barang-barang milik negara, harus lebih dahulu diteliti apakah barang
(5) milik negara tersebut, termasuk barang yang menurut sifat dan tujuannya barang
yang dapat disita atau tidak
- kekuatan mengikat sita sejak diumumkan (halaman 368)
(1) pengumuman berita acara sita merupakan syarat formil untuk mendukung keabsahan
dan kekuatan mengikat sita kepada pihak ketiga. selama belum diumumkan,
keabsahan dan kekuatan formilnya baru mengikat kepada para pihak yang
bersengketa, belum mengikat kepada pihak ketiga. berarti selama penyitaan
belum diumumkan, pihak ketiga yang melakukan transaksi atau barang itu, dapat
dilindungi sebagai pembeli atau pemegang jaminan maupun penyewa yang beritikad
baik.
(2) prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 199 ayat (1) HIR. terhitung sejak hari
pengumuman atau pemberitahuan penyitaan, tersita dilarang memindahkan,
mengagunkan, atau menyewakannya kepada pihak ketiga. (halaman 368)
- sita jaminan (CB)
pengertian sita jaminan atau conservatoir beslag diatur dalam Pasal 227 ayat (1) HIR, Pasal
261 Ayat (1) Rbg atau Pasal 720 Rv:
● menyita barang debitur selama belum dijatuhkan putusan dalam perkara tsb
● tujuannya, agar barang itu tidak digelapkan atau diasingkan tergugat selama proses
persidangan berlangsung sehingga pada saat putusan dilaksanakan pelunasan
pembayaran utang yang dituntut penggugat dapat terpenuhi dengan jalan menjual
barang sitaan itu
- dalam hal ini, penyitaan dilakukan oleh panitera pengadilan negeri, yang wajib membuat
berita acara penyitaan dan memberitahukan isinya kepada tersita kalau ia hadir. dalam
melakukan pekerjaannya itu panitera dibantu oleh dua orang saksi yang ikut serta
menandatangani berita acara tsb.
- macam-macam sita jaminan yang dikenal antara lain:
(1) sita conservatoir
(2) sita revindicatoir
(3) sita marital
- penerapan sita jaminan pada dasarnya hanya terbatas pada sengketa perkara utang-piutang
yang ditimbulkan oleh wanprestasi. dengan diletakkannya sita pada barang milik tergugat,
barang itu tidak dapat dialihkan tergugat kepada pihak ketiga sehingga tetap utuh sampai
putusan berkekuatan hukum tetap.
(1) dapat diterapkan atas tuntutan ganti rugi
(2) dapat diterapkan dalam sengketa milik

7
GODSPEED amen

- objek sengketa sita jaminan:


(1) dalam sengketa milik, terbatas atas barang yang disengketakan
(2) terhadap objek dalam sengketa utang atau ganti rugi
● meliputi seluruh harta kekayaan tergugat
● terbatas pada barang agunan
- sita revindikasi
perkataan revindicatoir beslag mengandung pengertian: penyitaan untuk
mendapatkan hak kembali. maksud penyitaan ini adalah barang yang digugat itu jangan
sampai dihilangkan selama proses berlangsung. kekuasaan itu, terutama terletak pada objek
barang sitaan dan kedudukan penggugat atas barang itu:
(1) hanya terbatas barang bergerak yang ada di tangan orang lain (tergugat)
(2) barang itu, berada di tangan orang lain tanpa hak
(3) permintaan itu diajukan oleh pemilik barang itu sendiri agar dikembalikan kepadanya
dengan demikian, bentuk sita revindikasi merupakan upaya pemilik barang yang sah untuk
menuntut kembali barang miliknya dari pemegang, yang menguasai barang itu tanpa hak.
- urgensi sita revindikasi: berdasarkan ketentuan Pasal 1977 BW ayat (1), pasal ini: barang
siapa yang menguasai barang bergerak, dianggap sebagai pemilik yang sempurna atas
barang itu. dalam pengkajian hukum, telah diajarkan doktrin bezit geld als volkomen titel,
yang berarti penguasaan atas barang bergerak dianggap sebagai bukti kepemilikan yang
sempurna atas barang itu. oleh sebab itu, untuk menghindari jatuhnya barang itu kepada
pihak yang berakibat barang itu dianggap miliknya, sangat urgen meletakkan sita
terhadapnya.
- sita harta bersama (marital beslag)
perkataan sita marital berasal dari kata maritaal beslag, disebut juga
matrimonial(matrimonial beslag). bahkan, belakangan ini dalam perkembangan hukum
belanda, lebih populer sebutan matrimonial beslag karena mengandung makna kesetaraan
antara suami-istri dalam perkawinan. sedangkan, perkataan sita marital mengandung
konotasi yang menempatkan istri di bawah kekuasaan suami dalam perkawinan, yang dikenal
dengna lembaga maritale macht sebagaimana digariskan dalam Pasal 105 dan Pasal 106
BW.
dalam sistem hukum Indonesia, dapat dipergunakan istilah sita harta bersama atau
sita harta perkawinan, dapat juga disebut sita harta benda bersama suami istri. yang
dianggap lebih praktis dan efektif adalah istilah harta bersama. sebutan itu
memperlihatkan kedudukan yang sama antara suami dan istri dalam kehidupan rumah
tangga. hal ini secara tegas dirumuskan dalam Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974
(UU Perkawinan) bahwa hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dalam bermasyarakat.
9 Nov 2023 – PUTUSAN PENGADILAN
- putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan satu pernyataan pengadilan oleh hakim
sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk menjatuhkan putusan (diucapkan di
persidangan) dan bertujuan untuk menyelesaikan satu perkara.
kalau gila harta gausa jadi hakim, mending jadi anggota dpr dan kurator
- jika semua tahap telah tuntas diselesaikan, maka majelis menyatakan pemeriksaan ditutup
dan proses selanjutnya adalah menjatuhkan atau pengucapan putusan.
- asas putusan
(1) memuat dasar alasan yang jelas dan rinci
putusan yang dijatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan
cukup. putusan yang tidak memenuhi ketentuan itu dikategorikan sbg putusan yang
tidak cukup pertimbangan atau onvoldoende gemotiveerd (insufficient judgement).
alasan-alasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan:
● pasal-pasal tertentu puu
● hukum kebiasaaan
● yurisprudensi
● doktrin hukum
hal ini ditegaskan dalam Pasal 23 UU No. 14 Tahun 1970, sebagaimana
diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999 sekarang dalam Pasal 25 (1) UU No. 4
Tahun 2004 sekarang diganti menjadi Pasal 50 (1) UU Nomor 48 Tahun 2009,
yang menegaskan bahwa Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan

8
GODSPEED amen

dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
putusan tidak didasarkan dengan alasan yang tepat maka putusan tsb tidak
bisa dipastikan dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum (menyebut pasal
uu, hukum kebiasaan, yurisprudensi, atau doktrin).
(2) wajib mengadili seluruh bagian gugatan
berdasarkan Pasal 178 (2) HIR, Pasal 189 (2) Rbg, dan Pasal 50 Rv bahwa
putusan harus secara total dan menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi
gugatan yang diajukan. tidak boleh hanya memeriksa dan memutus sebagian saja,
dan mengabaikan gugatan selebihnya.
(3) tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan
berdasarkan Pasal 178 (3) HIR, Pasal 189 (3) Rbg dan Pasal 50 Rv bahwa
putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam
gugatan. larangan ini disebut ultra petitum partium. hakim yang mengabulkan posita
maupun petitum gugat, dianggap telah melampaui batas wewenang atau ultra vires
yakni bertindak melampaui wewenangnya.
oleh karena itu, hakim yang melanggar prinsip ultra petitum, sama dengan
pelanggaran terhadap prinsip rule of law:
- karena tindakan itu tidak sesuai dengan hukum, padahal sesuai
dengan prinsip rule of law, semua tindakan hakim mesti sesuai
dengan hukum
- tindakan hakim yang mengabulkan melebihi dari yang dituntut,
nyata-nyata melampaui batas wewenang yang diberikan Pasal 178
(3) HIR kepadanya, padahal sesuai dengan prinsip rule of law,
siapapun tidak boleh melakukan tindakan yang melampaui batas
wewenangnya.
hal ini ditegaskan dalam Putusan MA No. 1001 K/Sip/1972 yang melarang
hakim mengabulkan hal-hal yang tidak diminta atau melebihi dari apa yang diminta.
yang dapat dibenarkan paling tidak putusan yang dijatuhkan hakim, masih dalam
kerangka yang serasi dengan inti gugatan.
(4) diucapkan di muka umum
● prinsip keterbukaan untuk umum bersifat imperatif
● akibat hukum atas pelanggaran asas keterbukaan ialah putusan tersebut tidak
sah atau tidak mempunyai kekuatan hukum. berdasarkan UU No. 40 Tahun
2009 Pasal 13:
(1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum,
kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.
● dalam hal pemeriksaan secara tertutup, putusan tetap diucapkan dalam sidang
terbuka → misalnya dalam persidangan perkara perceraian, di mana menurut Pasal
39 ayat (3) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, tata cara perceraian di
depan sidang pengadilan diatur dalam Peraturan puu tersendiri. akan tetapi,
meskipun puu membenarkan perkara perceraian diperiksa secara tertutup, tetapi
Pasal 34 PP tsb menegaskan: putusan gugatan perceraian diucapkan dalam sidang
terbuka. oleh karena itu, sepanjang mengenai proses pengucapan putusan tetap
tunduk kepada ketentuan Pasal 18 UU No. 14 Tahun 1970, sebagaimana diubah
dengan UU No. 35 Tahun 1999, sekarang diatur dalam Pasal 20 UU No. 4 Tahun
2004, dan diubah dalam Pasal 13 UU No. 40 Tahun 2009.
● diucapkan di dalam sidang pengadilan → SEMA No. 4 Tahun 1974, bahwa selain
persidangan harus terbuka untuk umum, pemeriksaan dan pengucapan putusan
hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila dilakukan dalam sidang
pengadilan.
- isi dan sistematika putusan → suatu putusan hakim terdiri dari 4 bagian:
(1) kepala putusan
● setiap putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang
berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

9
GODSPEED amen

● kepala putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada putusan


● apabila kepala putusan ini tidak dibubuhkan pada suatu putusan pengadilan
maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tsb (Pasal 224 HIR, 258
Rbg)
(2) identitas para pihak
● putusan harus memuat identitas para pihak yang meliputi nama, unsur,
alamat, dan nama kuasanya kalau ada
(3) pertimbangan
● terdiri dua yaitu: tentang duduknya perkara dan pertimbangan hukumnya
● alasan mengenai dasar putusan harus dimuat dalam pertimbangan putusan
(Pasal 184 HIR, 195 Rbg). selain itu, Pasal 178 (1) HIR dan Pasal 189 (1)
Rbg, mewajibkan hakim karena jabatannya melengkapi segala alasan hukum
yang tidak dikemukakan oleh para pihak.
(4) amar
● merupakan jawaban terhadap petitum (tuntutan)
● ini berarti bahwa diktum merupakan tanggapan terhadap petitum
● hal tersebut terkait dengan adanya asas, bahwa: “hakim wajib mengadili
semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang
tidak dituntut atas mengabulkan lebih daripada yang yang dituntut.” (Pasal
178 ayat (2) dan (3), Pasal 189 ayat (2) dan (3) Rbg)
● amar dibagi menjadi apa yang disebut: deklaratif dan apa yang disebut
diktum atau dispositif.
(5) setiap putusan harus ditandatangani oleh ketua, hakim anggota, dan panitera (Pasal
184 (3) HIR, Pasal 195 (3) Rbg).
- putusan ditinjau dari berbagai segi
(1) DARI ASPEK KEHADIRAN PARA PIHAK
● dalam gugatan yang berbentuk contentiosa, terlibat dua pihak yang
bersengketa, yang terdiri dari penggugat dan tergugat. itu sebabnya gugatan
contentiosa disebut juga adversary proceeding yakni proses penyelesain
sengketa yang melibatkan pertentangan antara dua partai atau sistem
penyelesaian perkara antara partai-partai yang bersengketa.
● namun, terkadang meskipun para pihak telah dipanggil dengan patut,
kemungkinan salah satu pihak tidak hadir memenuhi panggilan tanpa alasan
yang sah sehingga pihak yang tidak hadir itu dikategorikan melakukan
pengingkaran menghadiri pemeriksaan persidangan.
● untuk mengantisipasi tindakan keingkaran yang demikian, uu memberi
kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan, sebagai ganjaran
atas tindakan tsb
a. putusan gugatan gugur
diatur dalam Pasal 124 HIR, Pasal 77 Rv berdasarkan pasal ini, jika
penggugat tidak datang pada hari sidang yang ditentukan, atau tidak
menyuruh wakilnya untuk menghadiri padahal telah dipanggil dengan
patut. dalam hal ini:
1) hakim dapat dan berwenang menjatuhkan putusan
menggugurkan gugatan penggugat
2) berbarengan dengan itu, penggugat dihukum untuk
membayar biaya perkara
akibat hukum yang timbul dari putusan tsb, dijelaskan dalam Pasal
77 Rv:
1) pihak tergugat dibebaskan dari perkara yang dimaksud
2) terhadap putusan pengguguran gugatan tidak dapat diajukan
perlawanan atau verzet
3) penggugat dapat mengajukan gugatan baru
b. putusan verstek
diatur dalam Pasal 125 (1) HIR, Pasal 78 Rv berdasarkan pasal ini
memberikan wewenang kepada hakim menjatuhkan putusan verstek:
1) apabila pada sidang pertama pihak tergugat tidak datang
menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah

10
GODSPEED amen

2) padahal sudah dipanggil oleh juru sita secara patut,


kepadanya dapat dijatuhkan putusan verstek
c. putusan contradictoir
bentuk putusan ini dikaitkan atau ditinjau dari segi kehadiran para
pihak pada saat putusan diucapkan. ditinjau dari segi ini, terdapat
dua jenis putusan kontradiktoir:
1) pada saat putusan diucapkan para pihak hadir, tetapi:
- kemungkinan pada sidang-sidang yang lalu, salah
satu pihak, penggugat atau tergugat pernah tidak
datang menghadiri persidangan
- dan pada saat putusan diucapkan, kedua belah
pihak datang menghadiri persidangan maka bentuk
putusan yang dijatuhkan berbentuk kontradiktoir
2) pada saat putusan diucapkan salah pihak tidak hadir, bentuk
ini merupakan variabel dari putusan kontradiktoir yang
pertama, dan rujukannya mengacu kepada ketentuan Pasal
127 HIR, Pasal 81 Rv dengan tata cara sebagai berikut:
- baik pada sidang pertama maupun sidang-sidang
berikutnya, pihak yang bersangkutan selalu hadir
dalam persidangan. atau mungkin juga pada salah
satu sidang tidak hadir sehingga hakim menerapkan
proses pemeriksaan op tegenspraak atau pada
sidang-sidang yang lain selalu hadir
- namun, pada saat putusan diucapkan, pihak tsb atau
salah satu pihak tidak hadir maka dalam kasus yang
seperti ini, putusan yang dijatuhkan adalah
berbentuk putusan kontradiktoir, bukan putusan
verstek.
(2) PUTUSAN DITINJAU DARI SIFATNYA
● putusan condemnatoir ialah putusan yang bersifat menghukum pihak yang
dikalahkan untuk memenuhi prestasi. misalkan: putusan hakim yang
menghukum tergugat untuk mengosongkan rumah dan tanah yang menjadi
objek sengketa kepada penggugat yang dimenangkan dalam putusan.
● putusan constitutif ialah putusan tidak dapat dilaksanakan dalam arti kata
seperti tsb diatas karena tidak menetapkan hak atas suatu prestasi tertentu
maka akibat hukumnya atau pelaksanaannya tidak tergantung pada bantuan
dari pihak lawan yang dikalahkan. perubahan keadaan atau hubungan
hukum itu sekaligus terjadi pada saat putusan itu diucapkan tanpa melalui
upaya memaksa. selain itu, pengertian lain putusan ini ialah putusan yang
memastikan suatu keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu
keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan hukum yang baru.
misalkan: putusan perceraian, merupakan putusan yang meniadakan
keadaan hukum yakni tidak ada ikatan hukum antara suami dan istri
sehingga putusan itu meniadakan hubungan perkawinan yang ada dan
berbarengan dengan itu timbul keadaan hukum baru kepada suami istri
sebagai janda atau dua.
● putusan declaratoir ialah putusan yang isinya bersifat menerangkan atau
menyatakan apa yang sah. misalkan: bahwa anak menjadi anak angkat yang
sah dari orang tua angkatnya, atau penetapan seseorang menjadi ahli waris
yang sah dari si pewaris.
(3) PUTUSAN DITINJAU PADA SAAT PENJATUHANNYA
● putusan sela → disebut juga putusan sementara.
a. putusan preparatoir ialah putusan sebagai persiapan putusan akhir,
tanpa mempunyai pengaruhnya atas pokok perkara atau putusan
akhir. mis: putusan untuk menggabungkan dua perkara untuk
menolak diundurkannya pemeriksaan saksi.
b. putusan interlocutoir ialah putusan yang isinya memerintahkan
pembuktian. mis: pemeriksaan untuk pemeriksaan saksi atau
pemeriksaan setempat.

11
GODSPEED amen

c. putusan insidental ialah putusan yang berhubungan dengan insiden


yaitu peristiwa yang menentukan prosedur peradilan biasa. mis:
masalah vrijwaring, voeging, atau tussenkomst terkait gugatan
intervensi dari pihak ketiga.
d. putusan provisional ialah putusan yang menjawab tuntutan
provisional, yaitu permintaan pihak yang bersangkutan agar
sementara ditiadakan pendahuluan guan kepentingan salah satu
pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan.
(4) PUTUSAN SERTA MERTA
Putusan serta-merta atau putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu
(uitvoerbaar bij voorraad), yaitu suatu putusan hakim yang dapat dilaksanakan
(dieksekusi) walaupun belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Jadi,
sebenarnya putusan itu masih dapat dimintakan suatu upaya hukum baik berupa
Verzet, banding maupun kasasi. Putusan serta-merta diatur dalam Pasal 180 ayat (1)
HIR, Pasal 191 ayat (1) RBg, yang menentukan adanya syarat-syarat yang
diperlukan untuk dapat menyatakan agar putusan dapat dijalankan lebih dahulu,
walaupun diajukan perlawanan (Verzet) atau banding, Adapun syarat-syarat tersebut
sebagai berikut:
1. Adanya surat (akta) autentik atau tulisan tangan (handschrift) yang menurut
undang-undang mempunyai kekuatan sebagai alat bukti.
2. Adanya putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti
(inkracht van gewijsde) sebelumnya yang menguntungkan pihak penggugat
dan ada hubungannya dengan gugatan yang bersangkutan.
3. adanya gugatan provisional yang dikabulkan
4. dalam sengketa-sengketa mengenai bezitsrecht
29 Nov 2023 – UPAYA HUKUM
- lembaga yang disediakan oleh hukum untuk dipergunakan para pihak dalam memperoleh
putusan yang lebih baik, benar, dan adil
- lembaga untuk mengoreksi kebenaran putusan lembaga peradilan yang berada pada tingkat
di bawahnya
- jenis-jenis upaya hukum:
(1) upaya hukum biasa
- banding
1. upaya hukum yang dilakukan untuk melawan atau memperbaiki
putusan pengadilan negeri
2. pengadilan banding = upaya hukum apel = pengadilan ulangan
3. akibat hukum → berkas perkaranya menjadi mentah kembali (tidak
ada yang menang dan kalah)
4. pemeriksaan banding menjadi kewenangan pengadilan tinggi
5. prosedur pengajuan banding:
- diajukan secara tertulis (dapat juga lisan) oleh pihak yang
berperkara (ahli waris) atau melalui kuasa hukumnya
- diajukan melalui panitera pengadilan negeri pemutus perkara
- dalam tenggang 14 hari setelah putusan dibacakan (kedua
belah pihak hadir) atau diberitahukan (salah satu pihak tidak
hadir saat pembacaan putusan)
- pembanding menyampaikan memori banding (bukan
kewajiban) yang berisi alasan permohonan banding,
dengan/tanpa bukti – tidak ada batas waktu
- terbanding menyampaikan kontra memori banding (tidak
wajib) – tidak ada batas waktu
- kasasi
- perlawanan (verzet)
(2) upaya hukum luar biasa
- peninjauan kembali
- derden verzet (perlawanan pihak ketiga)

EKSEKUSI

12
GODSPEED amen

- suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak dapat dilaksanakan (dieksekusi).
oleh karena itu, putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk
dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara.
- adapun yang memberi kekuatan eksekutorial pada putusan hakim ialah kepada putusan yang
berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
- namun, dalam hal ini hanya putusan condemnatoir sajalah yang dapat dilaksanakan,
sedangkan putusan declaratoir dan constitutief tidaklah memerlukan sarana-sarana pemaksa
untuk melaksanakannya.
- selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 195 sampai dengan 208 HIR atau Pasal 206
sampai dengan Pasal 240 Rbg, dalam rangka pelaksanaan eksekusi putusan Pengadilan,
maka perlu diketahui bahwa terdapat beberapa prinsip, yaitu:
(1) putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang
dapat dieksekusi
dalam hal ini apabila terhadap putusan masih ada pihak yang mengajukan
upaya hukum berupa banding atau kasasi, putusan yang bersangkutan belum
berkekuatan hukum tetap, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1917 BW. oleh
karena itu, selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, putusan
belum dapat dijalankan.
namun, ada beberapa bentuk pengecualian yang diatur dalam peraturan puu
yang memperkenankan eksekusi dapat dijalankan terhadap putusan yang belum
memperoleh kekuatan hukum tetap, yaitu:
a. eksekusi terhadap putusan yang dapat dijalankan lebih dulu
b. eksekusi terhadap putusan provisioninoil
c. eksekusi terhadap putusan perdamaian
d. eksekusi terhadap grosse akta
e. eksekusi atas hak tanggungan dan jaminan fidusia
(2) putusan bersifat condemnatoir yang dapat dieksekusi
adapun ciri-ciri yang dapat dijadikan indikator menentukan suatu putusan
bersifat condemnatoir dalam amar atau diktum putusan terdapat perintah yang
menghukum pihak yang kalah, yang dirumuskan dalam kalimat:
a. menghukum atau memerintahkan “menyerahkan” suatu barang
b. menghukum atau memerintahkan “melakukan” suatu perbuatan tertentu
c. menghukum atau memerintahkan “penghentian” suatu perbuatan atau
keadaan
d. menghukum atau memerintahkan “pembayaran” sejumlah uang
(3) putusan tidak dijalankan secara sukarela
Pada prinsipnya, eksekusi sebagai tindakan paksa menjalankan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, baru merupakan pilihan hukum
apabila pihak yang kalah (tergugat) tidak mau menjalankan atau memenuhi isi
putusan secara sukarela. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa eksekusi dalam
suatu perkara baru dilaksanakan apabila pihak tergugat tidak bersedia mentaati dan
menjalankan putusan secara sukarela.
(4) eksekusi dilaksanakan atas perintah ketua pengadilan negeri
Pada prinsipnya, eksekusi dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri, yang dulu memeriksa dan memutuskan perkara itu dalam tingkat pertama,
sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 195 ayat (1) HIR atau Pasal 206 ayat (1)
Rbg 107.

SOAL UAS HAPER


1. tahapan akhir pemeriksaan perkara di pengadilan adalah penjatuhan putusan oleh majelis
hakim. di samping itu dalam putusan hakim tidak boleh bertentangan dengan asas-asas yang
ditentukan dalam Pasal 178 ayat (1), (2), (3) HIR.
a. sebutkan, jelaskan dan berikan contohnya, macam-macam putusan berdasarkan
amar putusannya!
b. bagaimanakah akibat hukumnya jika suatu putusan pengadilan melanggar asas yang
telah ditentukan dalam Pasal 178 ayat (3) HIR?
Jawab:

13
GODSPEED amen

2. Upaya hukum adalah suatu upaya yang dapat dilakukan oleh para pihak, yang merasa
dirugikan, guna menciptakan suatu putusan yang benar-benar adil. Jelaskan dengan merujuk
dasar hukumnya, asas-asas dalam pengajuan upaya hukum peninjauan kembali, serta
sebutkan tenggang waktu dan alasan-alasan dalam pengajuannya.
Jawab:

3. setelah adanya penjatuhan putusan maka dalam rangka penegakan hak keperdataan bagi
penggugat yang dimenangkan dalam putusan pengadilan maka masih diperlukan adanya
tahapan eksekusi.
Pertanyaan:
a. apakah yang dimaksud dengan eksekusi? serta apakah eksekusi itu wajib untuk
dilaksankan?
b. jelaskan dengan merujuk dasar hukumnya, apakah yang dimaksud riil? serta jelaskan
mekanisme pelaksanaannya?
Jawab:

4. dalam rangka pelaksanaan putusan (eksekusi) kadangkala terjadi putusan yang dinyatakan
non executable. jelaskan dan sebutkan contohnya, apakah yang dimaksud dengan putusan
yang dinyatakan non executable
Jawab:

5. pelaksanaan peletakkan ekseksui kadangkala menimbulkan kerugian bagi pihak lain, untuk
itu hukum acara perdata mengatur tentang upaya hukum yang dapat digunakan oleh
pihak-pihak yang merasa dirugikan tsb.
pertanyaan:
a. sebutkan upaya hukum apakah yang dapat dilakukan bagi pihak-pihak yang merasa
dirugikan atas adanya peletakkan sita eksekusi?
b. sebutkan siapakah pihak-pihak yang dapat mengajukan upaya hukum tsb! serta
sebutkan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar pengajuannya!
Jawab:

6. Sandy menggugat Paul yang dianggap telah melakukan wanprestasi dalam sebuah
perjanjian sewa menyewa atas sebuah gudang miliknya. gugatan itu diajukan kepada
pengadilan negeri di tempat tinggal PAUL. dalam petitum gugatannya, SANDY mohon
kepada majelis hakim pemeriksa perkara agar berkenaan menjatuhkan putusan yang
amarnya sebagai berikut:

UAS TAHUN INI — Uraian fakta


Bagus mengajukan gugatan terhadap chandra karena menganggap bahwa Chandra mengingkari isi
perjanjian sewa menyewa atas sebuah rumah miliknya. Fakta hukum menunjukkan bahwa masa
sewa telah berakhir, tetapi Chandra sebagai penyewa menolak mengosongkan rumah sewa milik
bagus. chandra berdalih bahwa dirinya tidak segera keluar dari rumah sewa karena masih harus
mencari tempat tinggal baru. selain tidak segera meninggalkan rumah sewa milik bagus, chandra juga
belum memenuhi kewajiban membayar kekurangan uang sewa selama 2 tahun sebesar 600 juta.
gugatan bagus itu diajukan kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal
candra, yaitu di pengadilan negeri surabaya. adapun petitum gugatan bagus itu diuraikan sebagai
berikut:
1. mengabulkan seluruh gugatan penggugat
2. menyatakan bahwa tergugat wanprestasi
3. menghukum tergugat membayar kekurangan uang sewa sebesar Rp600 juta kepada
penggugat
4. menghukum tergugat membayar kerugian sebesar Rp. 200 juta terhadap tergugat
5. menghukum tergugat mengosongkan rumah sewa
6. menghukum tergugat membayar denda keterlambatan pembayaran kekurangan uang sewa
kepada penggugat sebesar Rp. 3 juta tiap hari keterlambatan terhitung sejak putusan
berkekuatan hukum tetap
7. menghukum tergugat membayar denda keterlambatan pembayaran ganti kerugian kepada
penggugat sebesar Rp. 2 juta tiap hari keterlambatan terhitung sejak putusan berkekuatan
hukum tetap

14
GODSPEED amen

8. menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara

SOAL
1. Berdasarkan fakta di atas, uraikan 3 (tiga) posita utama yang mendasari petitum gugatan
BAGUS terhadap CHANDRA!
Jawab:
Uraikan 3 posita utama yg mendasari petitum gugatan Bagus terhadap Chandra! Bahwa
tergugat telah melakukan wanprestasi dengan:
1) TIDAK MEMBAYAR UANG SEWA
2) TIDAK MENINGGALKAN DAN MENGOSONGKAN OBJEK SEWA
3) pihak-pihak

ISI PERJANJIAN
1) Bahwa akibat dari wanprestasi yang dilakukan oleh tergugat maka penggugat
mengalami kerugian sebesar 200 juta Bahwa penggugat juga mengalami kerugian
sebesar 600 juta karena tergugat tidak membayar sewa selama 2 tahun
2) Bahwa penggugat menuntut tergugat untuk segera mengosongkan rumah penggugat
Bahwa karena telah terbukti melakukan wanprestasi maka tergugat harus dihukum
membayar biaya perkara.

2. Dalam upaya mendapatkan keberhasilan atau kemenangan secara nyata (bukan sekadar
"kemenangan di atas kertas" putusan pengadilan belaka), BAGUS dapat mengajukan
permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) kepada pengadilan. Sebutkan benda yang
menjadi obyek permohonan sita jaminan dan alasan yang menjadi dasar permohonan sita
jaminan agar dikabulkan?
Jawab:
- sita → didahulukan benda bergerak milik Bagus

3. Putusan pengadilan memiliki tujuan dan mana yang penting bagi para pinak yang
bersengketa. Uraikan tujuan dan mana putusan dalam perkara perdata antara BAGUS &
CHANDRA!
Jawab:

4. Berdasarkan petitum gugatan BAGUS di atas. Uraikan pertimbangan hukum putusan


pengadilan dalam hal amar putusan itu mengabulkan petitum angka 2 (dua)!
Jawab:

5. Berdasarkan sifat amar putusan, putusan pengadilan dapat dibedakan dalam putusan yang
bersifat declaratoir dan condemnatoir. Apa pengertian kedua jenis putusan itu?Berikan
contohnya bila dikaitkan dengan petitum gugatan BAGUS di atas!
Jawab:
- putusan declatoir → contoh: bahwa bagus dinyatakan telah wanprestasi yang
menyebabkan penggugat mengalami kerugian
- putusan condemnatoir → contoh: membayar kerugian dan diusir dari rumah

6. Andaikata majelis hakim yang memeriksa gugatan BAGUS menjatuhkan putusan yang
amarnya menghukum CHANDRA membayar ganti kerugian sebesar Rp. 250 juta. Apakah
dalam hal ini ada pelanggaran asas atau prinsip hukum dalam putusan pengadilan?
Jawab:
ultra petitum, 178 ayat 3 HIR, Pasal tersebut menyebutkan bahwa, “Hakim dilarang
menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan lebih daripada
yang dituntut”.

7. Apabila BAGUS dan CHANDRA merasa tidak puas atas putusan Pengadilan Negeri
Surabaya maka dapat mengajukan upaya hukum banding. Uraikan tujuan keberadaan
lembaga upaya hukum banding!
Jawab:
Upaya hukum yang dilakukan untuk melawan atau memperbaiki putusan PN. Pengajuan
permohonan banding yang dilakukan para pihak menimbulkan konsekuensi bahwa perkara

15
GODSPEED amen

perdata yang telah diputus PN menjadi mentah kembali dan belum dapat dilaksanakan
karena harus diperiksa dan diputus oleh pengadilan banding (Pengadilan Tinggi). PT
memeriksa permohonan banding yang lazimnya hanya memeriksa surat (berkas) dan jarang
dilakukan pemeriksaan langsung terhadap para pihak, kecuali bila pengadilan banding
menganggap pemeriksaan belum sempurna.

hakim (kekeliruan) → diperlukan lembaga: upaya hukum banding → agar kekeliruannya


dapat diperbaiki

8. Apabila CHANDRA tidak puas atas putusan Pengadilan Tinggi Surabaya maka dapat
mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung. Bagaimanakah ketentuan
hukum mengenai alasan permohonan kasasi? Uraikan jawaban Saudara dengan merujuk
ketentuan hukum dalam Undang-Undang Mahkamah Agung!
Jawab:

9. Dalam hukum acara perdata berlaku prinsip hukum bahwa permohonan upaya hukum
peninjauan kembali tidak menghentikan atau menunda pelaksanaan putusan pengadilan.
Uraikan makna dan maksud prinsip ini!
Jawab:

10. Apakah pemenang dalam suatu putusan pengadilan harus mendayagunakan lembaga
eksekusi untuk memenuhi isi putusan itu? Uraikan jawaban Saudara apbila dihubungkan
tujuan eksistensi lembaga eksekusi dalam hukum acara perdata!
Jawab:

16

Anda mungkin juga menyukai