8 Nov 2023 – SITA (BESLAG) → pasal 227 jo. pasal 197 HIR
- pengertian:
● menempatkan atau memposisikan barang objek sengketa berada dalam
pengawasan pengadilan selama proses pemeriksaan perkara perdata.
● tindakan persiapan untuk menyimpan (menahan/menaruh) barang objek sengketa
dalam pengawasan pengadilan demi menjamin pelaksanaan putusan pengadilan.
● tindakan paksa penjagaan dan resmi berdasarkan perintah pengadilan terhadap
barang objek sengketa atau barang sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang
debitur selama proses pemeriksaan perkara berlangsung sampai dengan ada
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
● menempatkan benda milik penggugat dan/atau tergugat yang menjadi objek
sengketa atau pelunasan hutang tergugat agar berada dalam pengawasan
pengadilan dan untuk menjamin gugatan penggugat atau pelaksanaan putusan
selama proses pemeriksaan perkara berlangsung hingga pengadilan menjatuhkan
putusan yang berkekuatan hukum tetap.
- tujuan sita
● menjamin pemulihan hak penggugat
● mencegah timbulnya kerugian penggugat
● menjamin pelaksanaan putusan pengadilan
● mengamankan objek atau barang sengketa
● mencegah itikad buruk perbuatan tergugat terhadap objek atau barang sengketa
- TUJUAN SITA (YAHYA HARAHAP hal. 340)
● agar gugatan tidak illusoir
● tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual-beli atau penghibahan, dsb
● tidak dibebani dengan sewa-menyewa atau diagunkan kepada pihak ketiga
- apabila penyitaan telah diumumkan melalui pendaftaran pada buku register kantor yang
berwenang untuk itu sesuai dengan Pasal 198 HIR dan Pasal 213 RBG, pada tindakan itu
melekat sebagai berikut:
(1) larangan Pasal 199 HIR dan Pasal 215 HIR = melarang tergugat menjual,
menghibahkan, atau memindahkan barang itu dalam bentuk apapun dan kepada
siapa pun
(2) pelanggaran atas larangan itu, menimbulkan dua sisi akibat hukum:
● akibat hukum dari segi perdata
- jual beli atau pemindahan batal demi hukum (null and void)
- oleh karena itu, status barang kembali kepada keadaan semula
(status quo) sebagai barang sitaan, dan pemindahan dianggap tidak
pernah terjadi (never existed)
● akibat hukum dari segi pidana
- dapat diancam melakukan tindakan pidana Pasal 231 BW, berupa
kejahatan dengan sengaja melepaskan barang yang telah disita
menurut puu yang berlaku
- perbuatan itu diancam dengan pidana penjara max. 4 tahun → pada
dasarnya ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 231 Ayat (1) BW,
meliputi:
(1) melepaskan barang yang disita
(2) melepaskan barang yang disimpan atas perintah hakim
(3) menyembunyikan barang yang dilepaskan dari sitaan
- dengan demikian, tujuan penyitaan dengan ketentuan Pasal 199 HIR dan Pasal 231 BW,
terjamin perlindungan yang kuat bagi penggugat atas terpenuhinya pelaksanaan
putusan pengadilan pada saat eksekusi dijalankan.
- OBJEK EKSEKUSI SUDAH PASTI
● pada saat permohonan sita diajukan (penggugat harus menjelaskan dan
menunjukkan identitas barang yang hendak disita, → letak, jenis, ukuran, dan
batas-batasnya) → hal ini memberikan kepastian atas objek eksekusi, apabila
putusan telah berkekuatan hukum tetap
● kepastian objek eksekusi atas barang sitaan semakin sempurna sesuai dengan
penegasan MA (Himpunan Tanya Jawab Rakerda MA RI 1987 – 1993, hlm. 177),
kalau putusan telah berkekuatan hukum tetap maka barang yang disita, demi hukum
langsung menjadi sita eksekusi:
1
GODSPEED amen
(1) dapat langsung diserahkan kepada pihak penggugat, jika perara yang terjadi
mengenai sengketa milik
(2) atau barang yang disita dapat langsung dieksekusi melalui penjualan lelang,
apabila perkara yang terjadi sengketa utang-piutang atau tuntutan ganti rugi
berdasarkan wanprestasi atau PMH
- prinsip-prinsip sita:
● tindakan hukum bersifat eksepsional (Pasal 227 HIR jo. Pasal 197 HIR, Pasal 720
Rv, dan Pasal 1131 BW) → mengabaikan kebenaran dalil gugatan untuk sementara
waktu dan membenarkan putusan yang belum dijatuhkan pengadilan → penyitaan
termasuk salah satu acara mengadili yang bersifat istimewa dan eksepsional
(hal. 337)
● diajukan berdasarkan permohonan (pasal 226 dan pasal 227 HIR atau pasal 720
Rv maupun SEMA No. 5 Tahun 1975) para pihak yang berperkara → berarti untuk
melakukan penyitaan itu harus ada surat penetapan (harus melalui proses beracara)
→ kalau ga melalui itu penyitaan ga sah → … (kalau di pidana kan bisa diajukan pra
peradilan, klo di perdata apa = perlawanan penyitaan????) → berarti langsung ambil
alih oleh tergugat langsung lapor ke pihak kpn = bentuk surat klarifikasi (kata rey),
juru sita ga mungkin melakukan penyitaan tanpa penetapan
(1) permintaan disatukan dengan surat gugatan
permintaan sita, dapat diajukan bersama-sama dengan surat gugatan.
dicantumkan pada bagian akhir uraian dalil dan peristiwa guatan sehingga
penempatannya dalam gugatan dikemukakan sebelum petitum gugatan.
(2) diajukan dalam surat tersendiri – Pasal 227 ayat (1) HIR
● penggugat wajib menunjukkan barang objek sita (rinci dan jelas) hal. 346
● memperhatikan keseimbangan dan proporsionalitas antara besarnya tuntutan
penggugat dengan nilai barang yang dimohonkan sita
● pengadilan harus memperhatikan dengan cermat alasan dan urgensi permohonan
sita dalam mengabulkan atau menolak permohonan sita. alasan sita di antaranya
(Pasal 227 HIR maupun 729 Rv):
(1) ada kekhawatiran atau persangkaan bahwa tergugat:
- mencari akal untuk menggelapkan atau mengasingkan harta
kekayaan
- hal itu akan dilakukannya selama proses pemeriksaan perkara
berlangsung
(2) kekhawatiran atau persangkaan itu harus nyata dan beralasan secara
objektif:
- penggugat harus dapat menunjukkan fakta tentang adanya
langkah-langka tergugat untuk menggelapkan atau mengasingkan
hartanya selama proses pemeriksaan berlangsung
- paling tidak penggugat dapat menunjukkan indikasi objektif tentang
adanya daya upaya tergugat untuk menghilangkan atau
mengasingkan barang-barangnya guna menghindari gugatan
(3) sedemikian rupa eratnya isi gugatan dengan penyitaan, yang apabila
penyitaan tidak dilakukan dan tergugat menggelapkan harta kekayaan,
mengakibatkan kerugian kepada penggugat.
● dalam hal ini, penggugat tidak dibenarkan mengajukan alasan sita hanya didasarkan
kekhawatiran atau persangkaan secara subjektif tentang penggelapan atau
pengasingan harta kekayaan yang akan dilakukan tergugat.
● larangan menyita harta benda milik negara (Pasal 50 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun
2004) karena milik negara berfungsi sebagai fasilitas umum dan pelayanan publik
● larangan menyita barang pihak ketiga yang tidak terkait dengan pihak perkara (jika
pihak ketiga disita barangnya, dapat mengajukan derden verzet = perlawanan oleh
pihak ketiga terhadap barang yang disita) → Pasal 1340 BW yang menegaskan
perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya, berlaku juga dalam proses
penyelesaian perkara (hanya mengikat kepada para pihak penggugat dan tergugat)
→ Derde Verzet (Perlawanan Pihak Ketiga) merupakan upaya hukum atas penyitaan
milik pihak ketiga
● larangan menyita hewan atau perkakas yang digunakan sebagai alat pencari nafkah
sehari-hari
2
GODSPEED amen
3
GODSPEED amen
4
GODSPEED amen
5
GODSPEED amen
kekayaan tergugat, baik yang bergerak atau tidak bergerak. namun, dalam ketentuan pasal
itu sendiri dapat pengecualian, diantaranya:
(1) hewan, dan
(2) perkakas yang sungguh-sungguh digunakan sebagai salah satu pencari nafkah
sehari-hari
jadi, kalau fungsi dan sifat hewan dan perkakas itu sungguh-sungguh dipergunakan sebagai
alat mencari nafkah tergugat, barang itu dilarang untuk disita (Pasal 197 ayat (8) HIR).
NAMUN, kalau hewan atau perkakas itu berfungsi sebagai sarana jasa atau produksi, tidak
tergolong pada larangan tsb. misalnya: mobil penumpang atau pengangkat barang, tidak
dapat dikategorikan sbg alat pencari nafkah, tetapi termasuk saran jasa dalam bisnis untuk
mencari keuntungan.
- penjagaan sita tidak boleh diberikan kepada penggugat
mengenai penjagaan barang sitaan perpedoman kepada ketentuan Pasal 197 (9)
HIR atau Pasal 212 Rbg. Dalam ketentuan tersebut, ditegakkan prinsip, penjagaan barang
sitaan tetap berada di tangan tergugat atau tersita. prinsip ini ditegaskan juga dalam SEMA
No. 5 Tahun 1975 yang melarang penyerahan barang yang disita kepada penggugat atau
pemohon sita. Pada huruf (g) SEMA tsb ditegaskan:
(1) agar barang-barang yang disita tidak diserahkan kepada penggugat atau pemohon
sita;
(2) tindakan hakim yang demikian akan menimbulkan kesan seolah-olah penggugat
sudah pasti akan dimenangkan dan seolah-olah pula putusan uitvoerbaar bij
voorraad (serta merta)
penerapan atas larangan itu, dapat diikuti uraian sbg berikut:
(1) penjagaan sita atas barang bergerak (Pasal 197 (9) HIR dan 212 Rbg
- ditinggalkan untuk disimpan oleh pihak tersita atau tergugat di tempat barang
itu terletak
- atau sebagian barang itu dibawa ke tempat penyimpanan yang patut
penyimpanan atau penjagaan diserahkan kepada tersita sebagai pemilik dengan
cara:
a. tetap diletakkan pada tempat semula
selama putusan yang demikian belum diperoleh, tidak dibenarkan
menyerahkan barang sitaan kepada penggugat. segala tindakan yang
bersifat mengasingkan atau memisahkan hak kepemilikan atau penguasaan
barang sitaan dari tersita, tidak dibenarkan hukum, sampai putusan
mengenai perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. sebagian disimpan di tempat yang patut
tujuan memerintahkan penyimpanannya di tempat lain yang
dianggap lebih patut atau layak, demi menjaga keselamatan barang. oleh
karena itu, kebolehan atas penyimpanan di tempat lain tidak boleh
dimanipulasi dengan dengan jalan menyerahkan penjagaan kepada
penggugat. dimanapun barang sitaan disimpan, kewenangan penjagaan dan
penguasaan tetap di tangan tergugat. sekiranya tergugat tidak hadir pada
waktu penyitaan dilaksanakan, hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk
menyerahkan penjagaan barang kepada penggugat.
(2) penjagaan uang yang diblokir di bank
pada dasarnya penyitaan yang ada di bank disamakan dengan penyitaan
barang bergerak. oleh karena itu, prinsip penyimpanan dan penjagaannya tunduk
kepada ketentuan Pasal 197 (9) HIR:
- tetap disimpan pada rekening atau deposito tergugat di bank yang
bersangkutan
- penjagaan dan penguasaannya tetap berada di tangan tersita, oleh karena
itu boleh dipindahnamakan kepada orang lain, tetapi harus tetap atas nama
tersita
(3) penjagaan sita atas barang tidak bergerak
dalam hal ini Pasal 197 (9) HIR dan 212 Rbg hanya mengatur penjagaan sita
terhadap barang bergerak dan tidak menyinggung penjagaan atas barang tidak
bergerak. oleh sebab itu, sering ditemukan di dalam BAP bahwa yang menyerahkan
tergantung kebijaksanaan pengadilan, dalam hal ini hakim atau juru sita bebas
menentukan siapa penjagaannya. penjagaan barang tidak bergerak kepada
6
GODSPEED amen
7
GODSPEED amen
8
GODSPEED amen
dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
putusan tidak didasarkan dengan alasan yang tepat maka putusan tsb tidak
bisa dipastikan dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum (menyebut pasal
uu, hukum kebiasaan, yurisprudensi, atau doktrin).
(2) wajib mengadili seluruh bagian gugatan
berdasarkan Pasal 178 (2) HIR, Pasal 189 (2) Rbg, dan Pasal 50 Rv bahwa
putusan harus secara total dan menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi
gugatan yang diajukan. tidak boleh hanya memeriksa dan memutus sebagian saja,
dan mengabaikan gugatan selebihnya.
(3) tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan
berdasarkan Pasal 178 (3) HIR, Pasal 189 (3) Rbg dan Pasal 50 Rv bahwa
putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam
gugatan. larangan ini disebut ultra petitum partium. hakim yang mengabulkan posita
maupun petitum gugat, dianggap telah melampaui batas wewenang atau ultra vires
yakni bertindak melampaui wewenangnya.
oleh karena itu, hakim yang melanggar prinsip ultra petitum, sama dengan
pelanggaran terhadap prinsip rule of law:
- karena tindakan itu tidak sesuai dengan hukum, padahal sesuai
dengan prinsip rule of law, semua tindakan hakim mesti sesuai
dengan hukum
- tindakan hakim yang mengabulkan melebihi dari yang dituntut,
nyata-nyata melampaui batas wewenang yang diberikan Pasal 178
(3) HIR kepadanya, padahal sesuai dengan prinsip rule of law,
siapapun tidak boleh melakukan tindakan yang melampaui batas
wewenangnya.
hal ini ditegaskan dalam Putusan MA No. 1001 K/Sip/1972 yang melarang
hakim mengabulkan hal-hal yang tidak diminta atau melebihi dari apa yang diminta.
yang dapat dibenarkan paling tidak putusan yang dijatuhkan hakim, masih dalam
kerangka yang serasi dengan inti gugatan.
(4) diucapkan di muka umum
● prinsip keterbukaan untuk umum bersifat imperatif
● akibat hukum atas pelanggaran asas keterbukaan ialah putusan tersebut tidak
sah atau tidak mempunyai kekuatan hukum. berdasarkan UU No. 40 Tahun
2009 Pasal 13:
(1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum,
kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.
● dalam hal pemeriksaan secara tertutup, putusan tetap diucapkan dalam sidang
terbuka → misalnya dalam persidangan perkara perceraian, di mana menurut Pasal
39 ayat (3) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, tata cara perceraian di
depan sidang pengadilan diatur dalam Peraturan puu tersendiri. akan tetapi,
meskipun puu membenarkan perkara perceraian diperiksa secara tertutup, tetapi
Pasal 34 PP tsb menegaskan: putusan gugatan perceraian diucapkan dalam sidang
terbuka. oleh karena itu, sepanjang mengenai proses pengucapan putusan tetap
tunduk kepada ketentuan Pasal 18 UU No. 14 Tahun 1970, sebagaimana diubah
dengan UU No. 35 Tahun 1999, sekarang diatur dalam Pasal 20 UU No. 4 Tahun
2004, dan diubah dalam Pasal 13 UU No. 40 Tahun 2009.
● diucapkan di dalam sidang pengadilan → SEMA No. 4 Tahun 1974, bahwa selain
persidangan harus terbuka untuk umum, pemeriksaan dan pengucapan putusan
hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila dilakukan dalam sidang
pengadilan.
- isi dan sistematika putusan → suatu putusan hakim terdiri dari 4 bagian:
(1) kepala putusan
● setiap putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang
berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
9
GODSPEED amen
10
GODSPEED amen
11
GODSPEED amen
EKSEKUSI
12
GODSPEED amen
- suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak dapat dilaksanakan (dieksekusi).
oleh karena itu, putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk
dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara.
- adapun yang memberi kekuatan eksekutorial pada putusan hakim ialah kepada putusan yang
berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
- namun, dalam hal ini hanya putusan condemnatoir sajalah yang dapat dilaksanakan,
sedangkan putusan declaratoir dan constitutief tidaklah memerlukan sarana-sarana pemaksa
untuk melaksanakannya.
- selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 195 sampai dengan 208 HIR atau Pasal 206
sampai dengan Pasal 240 Rbg, dalam rangka pelaksanaan eksekusi putusan Pengadilan,
maka perlu diketahui bahwa terdapat beberapa prinsip, yaitu:
(1) putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang
dapat dieksekusi
dalam hal ini apabila terhadap putusan masih ada pihak yang mengajukan
upaya hukum berupa banding atau kasasi, putusan yang bersangkutan belum
berkekuatan hukum tetap, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1917 BW. oleh
karena itu, selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, putusan
belum dapat dijalankan.
namun, ada beberapa bentuk pengecualian yang diatur dalam peraturan puu
yang memperkenankan eksekusi dapat dijalankan terhadap putusan yang belum
memperoleh kekuatan hukum tetap, yaitu:
a. eksekusi terhadap putusan yang dapat dijalankan lebih dulu
b. eksekusi terhadap putusan provisioninoil
c. eksekusi terhadap putusan perdamaian
d. eksekusi terhadap grosse akta
e. eksekusi atas hak tanggungan dan jaminan fidusia
(2) putusan bersifat condemnatoir yang dapat dieksekusi
adapun ciri-ciri yang dapat dijadikan indikator menentukan suatu putusan
bersifat condemnatoir dalam amar atau diktum putusan terdapat perintah yang
menghukum pihak yang kalah, yang dirumuskan dalam kalimat:
a. menghukum atau memerintahkan “menyerahkan” suatu barang
b. menghukum atau memerintahkan “melakukan” suatu perbuatan tertentu
c. menghukum atau memerintahkan “penghentian” suatu perbuatan atau
keadaan
d. menghukum atau memerintahkan “pembayaran” sejumlah uang
(3) putusan tidak dijalankan secara sukarela
Pada prinsipnya, eksekusi sebagai tindakan paksa menjalankan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, baru merupakan pilihan hukum
apabila pihak yang kalah (tergugat) tidak mau menjalankan atau memenuhi isi
putusan secara sukarela. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa eksekusi dalam
suatu perkara baru dilaksanakan apabila pihak tergugat tidak bersedia mentaati dan
menjalankan putusan secara sukarela.
(4) eksekusi dilaksanakan atas perintah ketua pengadilan negeri
Pada prinsipnya, eksekusi dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri, yang dulu memeriksa dan memutuskan perkara itu dalam tingkat pertama,
sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 195 ayat (1) HIR atau Pasal 206 ayat (1)
Rbg 107.
13
GODSPEED amen
2. Upaya hukum adalah suatu upaya yang dapat dilakukan oleh para pihak, yang merasa
dirugikan, guna menciptakan suatu putusan yang benar-benar adil. Jelaskan dengan merujuk
dasar hukumnya, asas-asas dalam pengajuan upaya hukum peninjauan kembali, serta
sebutkan tenggang waktu dan alasan-alasan dalam pengajuannya.
Jawab:
3. setelah adanya penjatuhan putusan maka dalam rangka penegakan hak keperdataan bagi
penggugat yang dimenangkan dalam putusan pengadilan maka masih diperlukan adanya
tahapan eksekusi.
Pertanyaan:
a. apakah yang dimaksud dengan eksekusi? serta apakah eksekusi itu wajib untuk
dilaksankan?
b. jelaskan dengan merujuk dasar hukumnya, apakah yang dimaksud riil? serta jelaskan
mekanisme pelaksanaannya?
Jawab:
4. dalam rangka pelaksanaan putusan (eksekusi) kadangkala terjadi putusan yang dinyatakan
non executable. jelaskan dan sebutkan contohnya, apakah yang dimaksud dengan putusan
yang dinyatakan non executable
Jawab:
5. pelaksanaan peletakkan ekseksui kadangkala menimbulkan kerugian bagi pihak lain, untuk
itu hukum acara perdata mengatur tentang upaya hukum yang dapat digunakan oleh
pihak-pihak yang merasa dirugikan tsb.
pertanyaan:
a. sebutkan upaya hukum apakah yang dapat dilakukan bagi pihak-pihak yang merasa
dirugikan atas adanya peletakkan sita eksekusi?
b. sebutkan siapakah pihak-pihak yang dapat mengajukan upaya hukum tsb! serta
sebutkan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar pengajuannya!
Jawab:
6. Sandy menggugat Paul yang dianggap telah melakukan wanprestasi dalam sebuah
perjanjian sewa menyewa atas sebuah gudang miliknya. gugatan itu diajukan kepada
pengadilan negeri di tempat tinggal PAUL. dalam petitum gugatannya, SANDY mohon
kepada majelis hakim pemeriksa perkara agar berkenaan menjatuhkan putusan yang
amarnya sebagai berikut:
14
GODSPEED amen
SOAL
1. Berdasarkan fakta di atas, uraikan 3 (tiga) posita utama yang mendasari petitum gugatan
BAGUS terhadap CHANDRA!
Jawab:
Uraikan 3 posita utama yg mendasari petitum gugatan Bagus terhadap Chandra! Bahwa
tergugat telah melakukan wanprestasi dengan:
1) TIDAK MEMBAYAR UANG SEWA
2) TIDAK MENINGGALKAN DAN MENGOSONGKAN OBJEK SEWA
3) pihak-pihak
ISI PERJANJIAN
1) Bahwa akibat dari wanprestasi yang dilakukan oleh tergugat maka penggugat
mengalami kerugian sebesar 200 juta Bahwa penggugat juga mengalami kerugian
sebesar 600 juta karena tergugat tidak membayar sewa selama 2 tahun
2) Bahwa penggugat menuntut tergugat untuk segera mengosongkan rumah penggugat
Bahwa karena telah terbukti melakukan wanprestasi maka tergugat harus dihukum
membayar biaya perkara.
2. Dalam upaya mendapatkan keberhasilan atau kemenangan secara nyata (bukan sekadar
"kemenangan di atas kertas" putusan pengadilan belaka), BAGUS dapat mengajukan
permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) kepada pengadilan. Sebutkan benda yang
menjadi obyek permohonan sita jaminan dan alasan yang menjadi dasar permohonan sita
jaminan agar dikabulkan?
Jawab:
- sita → didahulukan benda bergerak milik Bagus
3. Putusan pengadilan memiliki tujuan dan mana yang penting bagi para pinak yang
bersengketa. Uraikan tujuan dan mana putusan dalam perkara perdata antara BAGUS &
CHANDRA!
Jawab:
5. Berdasarkan sifat amar putusan, putusan pengadilan dapat dibedakan dalam putusan yang
bersifat declaratoir dan condemnatoir. Apa pengertian kedua jenis putusan itu?Berikan
contohnya bila dikaitkan dengan petitum gugatan BAGUS di atas!
Jawab:
- putusan declatoir → contoh: bahwa bagus dinyatakan telah wanprestasi yang
menyebabkan penggugat mengalami kerugian
- putusan condemnatoir → contoh: membayar kerugian dan diusir dari rumah
6. Andaikata majelis hakim yang memeriksa gugatan BAGUS menjatuhkan putusan yang
amarnya menghukum CHANDRA membayar ganti kerugian sebesar Rp. 250 juta. Apakah
dalam hal ini ada pelanggaran asas atau prinsip hukum dalam putusan pengadilan?
Jawab:
ultra petitum, 178 ayat 3 HIR, Pasal tersebut menyebutkan bahwa, “Hakim dilarang
menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan lebih daripada
yang dituntut”.
7. Apabila BAGUS dan CHANDRA merasa tidak puas atas putusan Pengadilan Negeri
Surabaya maka dapat mengajukan upaya hukum banding. Uraikan tujuan keberadaan
lembaga upaya hukum banding!
Jawab:
Upaya hukum yang dilakukan untuk melawan atau memperbaiki putusan PN. Pengajuan
permohonan banding yang dilakukan para pihak menimbulkan konsekuensi bahwa perkara
15
GODSPEED amen
perdata yang telah diputus PN menjadi mentah kembali dan belum dapat dilaksanakan
karena harus diperiksa dan diputus oleh pengadilan banding (Pengadilan Tinggi). PT
memeriksa permohonan banding yang lazimnya hanya memeriksa surat (berkas) dan jarang
dilakukan pemeriksaan langsung terhadap para pihak, kecuali bila pengadilan banding
menganggap pemeriksaan belum sempurna.
8. Apabila CHANDRA tidak puas atas putusan Pengadilan Tinggi Surabaya maka dapat
mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung. Bagaimanakah ketentuan
hukum mengenai alasan permohonan kasasi? Uraikan jawaban Saudara dengan merujuk
ketentuan hukum dalam Undang-Undang Mahkamah Agung!
Jawab:
9. Dalam hukum acara perdata berlaku prinsip hukum bahwa permohonan upaya hukum
peninjauan kembali tidak menghentikan atau menunda pelaksanaan putusan pengadilan.
Uraikan makna dan maksud prinsip ini!
Jawab:
10. Apakah pemenang dalam suatu putusan pengadilan harus mendayagunakan lembaga
eksekusi untuk memenuhi isi putusan itu? Uraikan jawaban Saudara apbila dihubungkan
tujuan eksistensi lembaga eksekusi dalam hukum acara perdata!
Jawab:
16