Anda di halaman 1dari 18

Luas Eksekusi

BARANG YANG DAPAT

DIEKSEKUSI:

O Dalam eksekusi harus diingat tentang adanya asas

bahwa, "semua harta kekayaan debitur menjamin

semua hutang-hutangnya". Asas ini tertuang dalam

Pasal 1131 KUHPerd.

O Dengan demikian barang-barang yang dapat

dieksekusi berdasarkan asas ini adalah meliputi :

1. Barang bergerak maupun barang tetap.

2. Barang sudah ada maupun barang yang akan ada

dikemudian hari

Dalam melakukan eksekusi urutan yang disita

ditentukan bahwa:

1. Bahwa barang bergeraklah yang

harus

didahulukan untuk disita terlebih dahulu.

Baru setelah barang bergerak tidak cukup

maka dilakukan penyitaan terhadap barang-

barang tetap debitur (Pasal 197 (1) HIR).

2. Dalam penyitaan barang tetap, maka berita

acara penyitaan harus diumumkan

(diberitahukan pada Lurah untuk diumumkan)

sebagaimana diatur dalam Pasal 198 HIR.

Dalam pelaksanaannya, barang yang

ternyata dapat:

1. Dipersempit atau dikurangi.

dieksekusi
2. Dan dapat pula diperluas atau ditambah.

BARANG YANG DIEKSEKUSI

DIPERSEMPIT ATAU DIKURANGI

* Maksudnya adalah tidak semua barang milik debitur

dapat dieksekusi, ada barang-barang tertentu yang

tidak boleh dieksekusi, yaitu sebagaimana diatur dalam:

1. Pasal 197 (8) HIR, yaitu mengenai:

a.

Hewan yang dibutuhkan untuk sarana mencari

mata pencaharian sehari-hari (binatang itu

merupakan satu-satunya sarana untuk mencari

nafkah).

b. Perkakas yang diperlukan untuk menjalankan

usaha sendiri dari debitur.

2. Pasal 451 RV, yakni mengenai :

a. Bed / tempat tidur, bantal/guling, kasur

dan lain sebagainya.

b. Makan dan minum untuk keluarga selama

1 bulan.

3. Pasal 452 RV, yakni mengenai 2 ekor kerbau

atau sapi atau 1 ekor kuda atau 2 ekor babi.

BARANG YANG DIEKSEKUSI

DIPERLUAS ATAU DITAMBAH

* Maksudnya ada barang-barang yang bukan

milik debitur dapat "katut" atau ikut

tersita/disita. Barang-barang tersebut adalah:

1. Barang-barang milik orang lain yang

dipegang oleh debitur sebagai gadai dan

termasuk barang-barang yang dihipotikkan

(pasal 1133, 1150, dan 1154 KUHPerdata).


2. Debitur yang merupakan perusahaan

pelayaran dan menguasai kapal yang

dicarter milik perusahaan lain, dapat katut

pula disita (Pasal 347 dan 454 RV)

3. Juga meliputi borg atau jaminan.

- Borg atau jaminan ini baik jaminan

perorangan atau kebendaan milik pihak

ke-3 untuk penjamin debitur.

Prosedur Eksekusi

1. Ada permohonan eksekusi yang

diajukan oleh pihak yang

menang, baik secara lisan

maupun secara tertulis (pasal

196 HIR). Permohonan diajukan

Pada ketua PN yang memutus

perkara (Pasa 196-199 HIR).

* Diajukannya Permohonan eksekusi, hal

ini dilakukan apabila pihak yan kalah

tidak mau memenuhi atau melaksanakan

secara sukarela isi putusan. Permohona

eksekusi merupakan syarat untuk

bergeraknya eksekusi, tanpa ada

permohonan maka eksekusi tidak bias

dilaksanakan.

2. Kemudian pihak yang kalah

dipanggil oleh Ketua PN untuk

menghadap guna
diperingatkan/ditegur (aanmaning)

untuk melaksanakan putusan

sekurang-kurangnya dalam waktu 8

hari (Pasal 196 HIR).

3. Bila ternyata pihak yang kalah

tidak mau datang untuk ditegur

maka dibuat surat perintah

eksekusi dan barang-barang

debitur atau pihak yang kalah

dalam putusan disita (Pasal 197

dan 198 HIR).

4. Eksekusi dilakukan oleh panitera

dan juru sita dengan dipimpin

Ketua Pengadilan Negeri (pasal

197 HIR).

5. Kemudian dilakukan pelelangan

oleh Kantor Lelang (KPKNL) kecuali

ditentukan lain oleh Ketua

Pengadilan Negeri (Pasal 200 HIR).

6. Hasil lelang dibagi, diberikan

pada yang menang dan sisa

kelebihannya diserahkan kepada

debitur setelah dikurangi dengan

biaya-biaya (Pasal 205 HIR).

PIHAK YANG MELAKSANAKAN

EKSEKUSI

PEMOHON EKSEKUSI:

Pihak yang meminta/mohon eksekusi

adalah:

a. Diminta atas permintaan pihak yang


menang

b. Diminta atas permintaan ahli waris pihak

yang menang

c. Diminta atas permintaan pihak yang

mendapat hak dari mereka.

TERMOHON EKSEKUSI:

Pihak yang menjadi tereksekusi/ termohon

eksekusi adalah:

a. Pihak yang kalah.

b. Ahli waris dari pihak yang kalah.

C. Orang yang menerima hak dari mereka

(misal terhadap barang-barang yang

sedang disewakan)

1. Eksekusi dilaksanakan oleh panitera dibawah

pimpinan hakim, sebagaimana diatur dalam

Pasal 195 HIR.

* Menurut pasal 33 ayat (3) UU Nomor 14

tahun 1970 ditentukan bahwa,

pelaksanaan putusan perkara perdata

dilaksanakan oleh panitera dan juru sita

yang dipimpin oleh ketua PN.

* Kemudian menurut Pasal 57 UU

Nomor 13 tahun 1965

ditentukan bahwa, panitera

melaksanakan keputusan

pengadilan dan bertindak pula

sebagai juru sita.

2. Dalam melakukan eksekusi

panitera tersebut dibantu oleh 2


orang saksi sebagaimana diatur

dalam Pasal 197 ayat (2) dan (6)

HIR.

3.Pelaksanaan lelangnya dilakukan oleh kantor

lelang (KPKNL), kecuali ditetapkan lain oleh

ketua PN. Pelaksanaan eksekusi oleh kantor

lelang ini diatur dalam Pasal 200 HIR yang

menentukan bahwa, penjualan barang-barang

yang disita dilakukan dengan perantaraan kantor

4. Bila perlu dalam eksekusi dapat dimintakan

bantuan pada aparat penegak hukum yang

lain, misalnya minta bantuan pada lembaga

kepolisian. Dilakukannya eksekusi dengan

minta bantuan kepada aparat penegak

hukum karena eksekusi tersebut merupakan

salah satu cara untuk menegakkan

kewibawaan hukum/negara.

YANG MELAKUKAN

PENJUALAN BARANG SITAAN

1. Penjualan dengan perantaraan kantor

lelang (Pasal 200 HIR) yaitu apabila

penjualan itu berhubungan dengan

eksekusi putusan hakim yang isinya

menghukum membayar uang lebih dari

F. (Gulden) 300, diluar biaya perkara dan

harga barang lebih dari F. 300.

2. Penjualan oleh orang-orang yang

melakukan penyitaan atau orang

yang ditetapkan secara khusus oleh

Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 200


ayat (2)), yaitu bila berhubungan

dengan eksekusi untuk membayar

uang tidak lebih dari F. 300.

CARA PENJUALAN BARANG

SITAAN

1. Penjualan dilakukan sesudah diadakan

pengumuman lelang yakni sesudah hari

ke 8 dari penyitaan barang (barang

bergerak). Hal ini dimaksudkan untuk

memberikan para tereksekusi untuk

mengajukan verzet atau perlawanan

terhadap adanya eksekusi tersebut.

2. Bilamana barang bergerak dan

barang tetap akan dijual

bersama maka penjualannya

setelah diumumkan 2 kali yang

berselang 15 hari.

3. Bila mengenai barang tetap yang harganya lebih dari F.1000, maka paling sedikit 14 hari sebelum
penjualan harus diumumkan 1 kali tentang adanya penjualan itu dalam surat kabar dengan
mengindahkan poin poin tersebut diatas.

Macam-macam eksekusi

1. Eksekusi terhadap putusan hakim:

a. Eksekusi putusan untuk membayar sejumlah uang

b. Eksekusi putusan untuk melakukan suatu perbuatan

tertentu.

C.

Eksekusi riil.

2. Eksekusi terhadap akta otentik:

a.

Eksekusi parate.
b. Eksekusi terhadap Pasal 224 HIR yaitu:

1) Eksekusi grosse akta hipotik.

2) Eksekusi surat pengakuan hutang notariil

EKSEKUSI PUTUSAN MEMBAYAR

SEJUMLAH UANG:

Eksekusi ini dikenal dengan eksekusi yang biasa. Maksud

eksekusi membayar sejumlah uang adalah, eksekusi

putusan hakim yang menghukum pihak yang dikalahkan

untuk membayar sejumlah uang. Dalam hal ini prestasi

yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang.

O Eksekusi membayar sejumlah uang ini ada 2 macam,

yaitu :

- Eksekusi dengan conservatoir beslag (CB) atau sita

jaminan

- Eksekusi dengan tanpa adanya CB, eksekusi ini diatur

dalam Pasal 198 HIR dan Pasal 208 RBg.

EKSEKUSI PUTUSAN UNTUK

MELAKUKAN SUATU PERBUATAN

O Maksudnya adalah eksekusi putusan hakim yang

menghukum pihak yang dikalahkan untuk melakukan suatu

perbuatan tertentu. Eksekusi ini diatur dalam Pasal 225 HIR

yang menetukan bahwa, karena seseorang tidak dapat

dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa

perbuatan tertentu tersebut maka, pihak yang menang

dapat minta pada hakim agar kepentingan yang akan

diperolehnya dinilai dengan uang.

O Dan untuk itu, setelah ada permohonan pada Ketua PN,

maka kemudian Ketua PN mengadakan rapat pengadilan

atau vergadering. Dan setelah itu akhirnya pengadilan


melakukan penetapan atau beschikking (ini merupakan

bagian dari putusan pengadilan).

EKSEKUSI RIIL:

O Yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan

pengosongan benda tetap (Pasal 1033 RV). Walaupun

eksekusi ini diatur dalam RV, namun karena dibutuhkan dalam

praktek peradilan maka lazim dijalankan. Sedangkan dalam

HIR hanya dikenal eksekusi riil dalam penjualan lelang (pasal

200 ayat 11) dan pelaksanaan eksekusi tersebut nantinya akan

dilelang lewat kantor lelang berkaitan dengan penyitaan.

O Eksekusi ini terjadi karena orang yang dihukum untuk

mengosongkan barang tetap tidak mau memnuhi surat

perintah, maka hakim akan memerintahkan dengan surat

kepada juru sita supaya dengan bantuan panitera pengadilan

dan bila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara.

EKSEKUSI PARATE:

OEksekusi parate atau eksekusi langsung adalah,

eksekusi oleh si berpiutang dari pemegang gadai

dengan janji menjual sendiri. Hal ini terjadi apabila

seorang kreditur menjual barang – barang tertentu

milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial

(Pasal 1155 KUHPerd). Terhadap eksekusi ini tentu

saja para pihak telah memperjanjikannya untuk itu.

ODewasa ini eksekusi parate hanya ada pada kantor

pegadaian saja.

EKSEKUSI THD PASAL 224 HIR:

DEksekusi ini dikenal dengan eksekusi tidak langsung.

Eksekusi terhadap pasal 224 HIR ini ada 2 macam,


yakni sebagai berikut :

1. Eksekusi grosse akta hipotik.

2. Eksekusi surat pengakuan hutang notariil.

OEksekusi ini dapat dilakukan bilamana memenuhi

ketentuan :

- Dikeluarkan di Indonesia.

Berkepala "DKBKYME".

Sita Perkara Perdata

* Latar Belakang:

bahwa untuk menjamin kepentingan

/hak P agar terjamin haknya

sekiranya gugatannya dikabulkan

nanti, maka UU menyediakan

lembaga sita atau beslag.

> Penyitaan merupakan tindakan persiapan

untuk menjamin dapat dilaksanakan putusan,

karena ada kemungkinan pihak lawan atau T

selama sidang berjalan akan mengalihkan

harta kekayaanya kepada orang lain, sehingga

apabila gugatannya dikabulkan oleh

pengadilan maka putusan itu tidak dapat

dilaksanakan disebabkan T tidak memiliki

harta kekayaan lagi.

Pengertian Sita:

Sita adalah suatu tindakan

pengambilalihan hak seseorang atau

pihak tertentu atas barang-barang

tertentu yang dilakukan oleh

pengadilan berdasarkan perintah


pengadilan.

*Tujuan Penyitaan:

Tujuannya adalah sebagai upaya hukum

untuk menjamin hak dari kreditur atau

Penggugat. Atau sebagai upaya hukum

untuk menjamin kepentingan P agar

terjamin haknya sekiranya gugatannya

dikabulkan nanti atau agar dapat dijamin

bahwa putusannya dapat dilaksanakan.

*Sifat Penyitaan:

Sifat dari penyitaan: adalah in bezit

nemen yakni panitera atas nama

kreditur mengambil barang-barang

milik debitur dalam kekuasaannya

(mengambil dalam penguasaannya).

AKIBAT HUKUM PENYITAAN

1. Terhadap Barangnya.

- Barangnya terbeban hak kebendaan,

sehingga barangnya menjadi “blote

eigendom" atau milik lugu/telanjang.

Dengan demikian kalau barangnya

dipindah tangankan (oleh debitur)

kreditur dapat maka menuntut kembali.

2. Terhadap Tersita.

> Tersita menjadi pemilik lugu atau"blote

eigenaar".

Maksudnya tersita atau debitur hanya boleh memakai barang-2 yang disita, tetapi tidak boleh
memindah tangankan atau membebani barang tersebut. Tersita yang menjual barang sitaan
diancam pidana, yaitu melakukan tindak pidana melarikan barang sitaan (Ps. 231 KUHP).

3. Terhadap penyita.
> Bahwa penyita menguasai hak atas

barang yang tersita (hak revindikator),dan

penyita dapan memohon / menjual lelang.

BARANG YANG DAPAT

DISITA

O Dalam penyitaan ini harus diingat

tentang asas penyitaan yakni, "semua

harta kekayaan debitur menjamin

semua hutang-hutangnya".

Asas ini tertuang dalam Pasal 1131 KUHPerd).

O Dengan demikian barang-barang yang

dapat disita berdasarkan asas ini adalah

meliputi :

1. Barang bergerak maupun barang

tetap.

2. Barang sudah ada maupun barang

yang akan ada dikemudian hari.

O Dalam melakukan penyitaan menurut

Pasal 197 HIR ditentukan:

1. Bahwa barang bergeraklah yang harus

didahulukan untuk disita terlebih

dahulu.

2. Baru setelah barang bergerak tidak

cukup maka baru terhadap barang-

barang tetap debitur.

O Dalam pelaksanaannya barang yang

disita ternyata dapat:

1. Dipersempit atau dikurangi.

2. Dan dapat pula diperluas atau

ditambah.
SAAT MENGAJUKAN SITA:

1. Permohonan sita diajukan sebelum

mengajukan gugatan.

2. Permohonan sita diajukan bersama-sama

dengan surat gugatan (dicantumkan dalam

gugatan).

3. Permohonan sita diajukan selama proses berjalan (diajukan selama perkara masih

diperiksa oleh pengadilan.

YANG MELAKUKAN

PENYITAAN PS. 197 HIR (1)

1. Penyitaan dilakukan oleh Panitera PN.

Dalam hal ini jika panitera itu

berhalangan karena pekerjaannya atau

sebab lain maka dapat diganti ole

seseorang yanng cakap dan bisa

dipercaya yang ditunjuk oleh Ketua

Pengadilan.

2. Panitera itu melakukan dengan bantuan 2 orang saksi, dengan syarat:

a. Nama, pekerjaan, dan tempat tinggal saksi

disebutkan dalam berita acara.

b. Saksi harus penduduk Indonesia.

C. Umur saksi sudah 21 tahun.

d. Dikenal oleh yang melakukan penyitaan.

3. Panitera wajib membuat berita

acara tentang penyitaan itu, serta

memberi tahu kepada tersita jika ia

hadir. Panitera dan saksi semuanya

menandatangani berita acara.


MACAM-MACAM SITA (1)

1. Pasal 226 HIR yaitu sita revindikator.

> Adalah sita atas barang bergerak

milik pemohon sendiri

(kreditur/penggugat), yang

barangnya berada ditangan orang

lain.

2. Pasal 227 HIR yaitu sita conservatoir.

Adalah sita jaminan terhadap barang

milik debitur. Sita ini merupakan

tindakan persiapan dari pihak

penggugat untuk menjamin hak dan

tuntutan penggugat tersebut. Yang

dapat disita yaitu baik barang

bergerak ataupun barang tidak

bergerak.

3. Pasal 197 HIR yaitu sita eksekusi.

> Yaitu penyitaan sebagai tindakan

pendahuluan untuk pelaksanaan

putusan guna menjamin pihak

yang menang, untuk memperoleh

apa yang menjadi haknya sesuai

dengan putusan.

LELANG PENJUALAN BARANG

PENGERTIAN UMUM LELANG

LELANG/Vendu / Vendutie /

Auction:

Merupakan penjualan barang dimuka


umum dengan cara penawaran harga

secara lisan atau tertulis dengan cara

mengumpulkan peserta lelang.

Pengertian Lelang

Lelang (Pasal 1 Angka 1 Peraturan

Menteri Keuangan RI Nomor 27/PMK.06/

2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

(Ps 1 Angka 1 PMK No. 93/PMK.06/2010

jo PMK 106/PMK.06/ 2013) adalah:

Penjualan barang yang terbuka untuk

umum dengan penawaran harga secara

tertulis dan/atau lisan

yang semakin

meningkat atau menurun untuk mencapai

harga tertinggi yang didahului dengan

pengumuman lelang.

Pengertian Lelang

Lelang (Pasal 1 Vendu Reglement) "penjualan

dimuka umum" atau openbare verkopingen ialah:

"pelelangan dan penjualan barang yang diadakan

dimuka umum dengan penawaran harga yang

makin meningkat dengan persetujuan harga yang

makin meningkat atau dengan pendaftaran harga,

atau dimana orang-orang yang diundang atau sebelumnya sudah diberikan tahu tentang

pelelangan atau penjualan, atau kesempatan yangyang diberikan kepada orang-orang

berlelang atau yang membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau mendaftarkan.

DASAR HUKUM LELANG

1. Ketentuan Umum:
Peraturan perundang-undangan yang tidak

khusus mengatur tentang tata

sečara

cara/prosedur lelang.

II. Ketentuan Khusus:

Peraturan perundang-undangan yang secara

khusus mengatur tentang tata cara/prosedur

lelang.

DASAR HUKUM LELANG

BERUPA KETENTUAN UMUM:

1. KUHPER (Bugerlijk Wetboek) Stbl. 1847 / 23.

2. HIR (Herziene Indonesisch Reglement) atau RIB

(Reglemen Indonesia yang Diperbarui), yang dimuat

dalam S. 1848 No. 16 dan S. 1941 No. 44. HIR ini

berlaku untuk daerah Jawa dan Madura (Ps. 195-

208)

3. RBG (Rechtsreglemen Buitengewesten), dimuat

dalam S. 1927 No. 227. RBG ini berlaku untuk

daerah luar Jawa dan Madura (Ps. 206-228).

4. UU No. 49 Prp 1960 tentang PUPN (Ps. 10 & 13).

5. UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

6. UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fiducia.

7. Dan Peraturan lainnya

DASAR HUKUM LELANG

BERUPA KETENTUAN KHUSUS:

1. Vendu Reglement (Peraturan Lelang),

Ordonantie 28 Februari 1908, Stb. 1908

No. 189 yang mulai berlaku 1 April

1908, yang diubah dengan Staatblad


1940 No. 56.

2. Vendu Instructie (Instruksi Lelang), Stb.

1908 No. 190 yang diubah terakhir

dengan Stb. 1930 No. 85.

3. Peraturan Menteri Keuangan No. 27/PMK. 06/ 2016

Tgl 19 Februari 2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

Lelang (Pengganti: PMK No. 93/PMK.06/ 2010 Tgl

23 April 2010 Dan Perubahannya PMK No.

106/PMK.6/2013 Tgl 26 Juli 2013)

4. Peraturan Menteri Keuangan No. 94/PMK. 06/2019

Tgl 20 Juni 2019, Tentang Pejabat Lelang Kelas I,

(Pengganti: Peraturan Menteri Keuangan Nomor

174/PMK.06/2010 Tgl 30 September 2010, Tentang

Pejabat Lelang Kelas I dan Nomor 158/PMK.06/2013

Tgl 14 November 2013, Tentang Perubahan Atas

Permenkeu No. 174/PMK.06/ 2010 Tentang Pejabat

Lelang Kelas I)

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.

06/2017 Tanggal 8 Desember 2017, Tentang

Pejabat Lelang Kelas II (Pengganti PMK No

175/PMK. 06/2010 dan No. 159/PMK.06/2013)

6. Peraturan Menteri Keuangan No. 113/PMK.06/

2019, Tgl 5 Agustus 2019 Tentang Balai Lelang

(Penganti: Peraturan Menteri Keuangan No.

176/PMK.06/2010 Tgl 30 September 2010

Tentang Balai Lelang dan No. 160/PMK.06/

2013 Tgl 14 November 2013 Tentang Perubahan

Atas Permenkeu No. 176/PMK. 06/2010 Tentang

Balai Lelang)

7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

38/PMK.06/2017 Tanggal 3 Maret 2017, Tentang


Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pelelang.

8. Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara

No. 2/KN/ 2017, Tentang Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Lelang.

9. Dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan

lelang.

Anda mungkin juga menyukai