KELAS :D
HARI/TANGGAL : 12 Mei 2020
RUANGAN : Daring
WAKTU : 16.00 – 17.50 wita
DOSEN : Ismail Alrip, S.H., M.Kn
MATERI : XII. PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Peradilan Agama diatur dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama UU No. 50 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Peradilan
Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang. Peradilan agama berwenang memeriksa, mengadili,
memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1. Pengertian Eksekusi.
Eksekusi adalah hal menjalankan putusan Pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan Pengadilan yang dieksekusi
1
yaitu putusan Pengadilan yang mengandung perintah kepada salah satu
pihak untuk membayar sejumlah uang, atau juga pelaksanaan putusan hakim
yang memerintahkan pengosongan benda tetap, sedangkan pihak yang kalah
tidak mau menerima putusan itu secara sukarela sehingga memerlukan
upaya paksa dari Pengadilan untuk melaksanakannya.
2. Asas-Asas Eksekusi
Dalam Pelaksanaan eksekusi dikenal beberapa asas yang harus
dipegangi oleh pihak Pengadilan, yakni sebagai berikut :
2
Putusan yang tidak mengandung unsur penghukuman adalah non
eksekutorial (tidak dapat dieksekusi). Putusan yang bersifat condemnatoir
adalah putusan yang mengandung tindakan penghukuman terhadap pihak
yang kalah berdasarkan putusan hakim. Oleh karena itu, putusan hakim
yang memerlukan pelaksanaan putusan (eksekusi) ialah putusan yang
bersifat menghukum (condemnatoir).
Ada pun ciri putusan yang bersifat condemnatoir mengandung
salah satu amar yang menyatakan :
1. Menghukum atau memerintahkan untuk “menyerahkan”.
2. Menghukum atau memerintahkan untuk “pengosongan”.
3. Menghukum atau memerintahkan untuk “membagi”.
4. Menghukum atau memerintahkan untuk “melakukan sesuatu”.
5. Menghukum atau memerintahkan untuk “menghentikan”.
6. Menghukum atau memerintahkan untuk “membayar”.
7. Menghukum atau memerintahkan untuk “membongkar”.
8. Menghukum atau memerintahkan untuk “tidak melakukan
sesuatu”.
d. Eksekusi di bawah pimpinan ketua Pengadilan.
Menurut pasal 195 ayat (1) HIR dan pasal 206 ayat (1) R.Bg. yang
berwenang melakukan eksekusi adalah Pengadilan yang memutus
perkara yang di minta eksekusi tersebut sesuai dengan kompetensi
relative. Pengadilan tingkat banding tidak diperkenankan melaksanakan
eksekusi.
Sebelum melaksanakan eksekusi, Ketua Pengadilan Agama
terlebih dahulu mengeluarkan penetapan yang ditujukan kepada
Panitera/Jurusita untuk melaksanakan eksekusi dan pelaksanaan
eksekusi tersebut dilaksanakan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan
Agama.
3. Macam-Macam Eksekusi
3
bergerak, jikalau barangbarang bergerak tidak cukup atau tidak ada
barulh dilakukan terhadap barang-barang tidak bergerak.
b. Eksekusi Menghukum Melakukan Perbuatan.
Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 225 HIR/259 RBg
(1) Apabila seseorang yang dihukum akan melakukan suatu perbuatan,
tidak melakukan perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan oleh
hakim, maka pihk yang dimenangkan dalam putusan itu dapat
meminta kepada Pengadilan Negeri, supaya jumlah untung yang akan
didapatnya, jika putusan itu dipenuhi, dinilai dengan uang yang
banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti.
(2) (R.Bg) : Tentang permintaaan itu berlaku peraturan pada Pasal 142,
143, 144, 145, dan 146, tetapi dengan perbedaan bahwa Ketua hanya
memanggil orang yang berhutang itu akan menghadap ke persidangan
pengadilan yang pertama akan dating, supaya diperiksa tentang
permintaan itu.
(3) (R.Bg)/2 (HIR) : Sesudah diperiksa orang berhutang itu atau kalau ia
tidak hadir, sesudah nyata bahwa ia ada dipanggil dengan patut, maka
pengadilan menolak permintaan itu menurut pendapatnya, atau
menilai harga perbuatan, yang diperintahkan tetapi tidak dilakukan
sebesar jumlah yang dikehendaki oleh si peminta atau sebesar suatu
jumlah yang kurang dari pada itu dan orang berhutang itu pun dihukum
akan membayar jumlah uang itu.
c. Eksekusi Riil.
Eksekusi riil yaitu eksekusi dengan memerintahkan pengosongan
(penyerahan) benda tetap.
Eksekusi riil diatur dalam Pasal 1033 Rv, yang menentukan jika putusan
pengadilan yang memerintahkan pengosongan barang tidak bergerak
tidak dipenuhi oleh orang yang dihukum, Ketua PN memerintahkan
dengan surat kepada juru sita supaya dengan bantuan alat Negara,
barang tidak bergerak itu dan segala barang kepunyaannya dikosongkkan
oleh orang yang dihukum serta keluarganya. Bentuk eksekusi riil ialah
pengosongan, yang dapat berupa pengosongan tanah (sawah), kebun,
tanah perumahan, atau pengosongan bangunan (gudang rumah tempat
tinggal, perkantoran, dll). Eksekusi pengosongan didasarkan atas salil
atau posita hak milik bahwa tanah terperkara yang dikuasai tergugat
adalah milik penggugat. Oleh karena itu penggugat dalam petitum
gugatan, mengatakan agar tergugat dihukum meninggalkan dan
mengosongkan tanah terperkara.
d. Parate Eksekusi.
Parate eksekusi adalah eksekusi langsung dalam hal kreditur menjual
barang-barang tertentu milik debitur tanpa mempuyai title eksekutorial,
misalnya soal-soal pajak. Suatu putusan dapat dieksekusi atas dasar
“salinan resmi putusan”. Putusan hakim yang resmi ini disebut minnut,
sedang salinan resminya yang asli disebut ”Grosse Putusan”. Putusan yang
disamakan dengan putusan hakim dan dapat dieksekusi adalah akta hipotik
dan akta notaris, salinan resmi grosse akta hipotik dan akta notaris yang
4
berkepala: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
tentang pengakuan hutang sepihak dengan kewajiban membayar sejumlah
uang yang sudah pasti jumlahnya tanpa klausula.
5
masyarakat atau penguasa yang bermaksud barangnya dilelang, atau
juga kepada peserta lelang lainnya.
b. Memberikan pelayanan penjualan barang yang bersifat paksa atau
eksekusi baik menyangkut bidang pidana, perdata, atau pun perpajakan
dalam rangka mendukung terwujudnya keadilan dalam masyarakat.
c. Memberikan pelayanan penjualan dalam rangka mengamankan barang-
barang yang dimiliki atau dikuasai oleh Negara termasuk barang-barang
milik BUMN atau BUMD.
d. Mengumpulkan penerimaan Negara yaitu dalam bentuk bea lelang dan
uang miskin.
Lembaga lelang merupakn lembaga penjualan di muka umum yang
dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka
atau lisan dan atau tertutup/tertulis yang didahului dengan pengumuman
lelang kepada seluruh masyarakat.
6
d. Untuk dapat turut serta dalam pelelangan, para peserta lelang diwajibkan
menyetor uang jaminan yang jumlahnya dicantumkan pejabat lelang, uang
mana akan diperhitingkan dengan harga pembelian jika peserta lelang
yang bersangkutan ditunjuk sebagai pembeli.
e. Penjual lelang dilakukan dengan penawaran lisan dengan harga naik-naik.
f. Penawaran/pembeli dianggap bersungguh-sungguh telah mengetahui apa
yang telah ditawar/dibeli olehnya. Apabila terdapat kekurangan atau
kerusakan baik yang terlihat atau tidak terlihat atau terdapat cacat lainnya
terhadap barang yang telah dibelinya itu maka ia tidak berhak menolak
menarik diri kembali setelah pembeliannya disahkan dan melepaskan
semua hak untuk meminta ganti kerugian berupa apapun juga.
g. Pembeli lelang adalah penawar tertinggi yang mencapai dan/atau
melampaui harga limit yang disahkan oleh Pejabat Lelang.
h. Pembayaran dilaksanakan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah
pelaksanaan lelang.
i. Pembeli tidak diperkenankan untuk menguasai barang yang telah
dibelinya itu sebelum uang pembelian dipenuhi/dilunasi seluruhnya, jadi
harga pokok, bea lelang dan uang miskin. Kepada pembeli lelang
diserahkan tanda terima.
j. Dalam setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah lelang.
k. Barang terjual pada saat itu juga menjadi hak dan tanggungan pembeli
dan apabila barang itu berupa tanah dan rumah, pembeli harus segera
mengurus/membalik nama hak tersebut atas namanya.
l. Apabila yang dilelang itu adalah tanah/tanah dan rumah yang sedang
ditempati/dikuasai oleh tersita lelang dan tersita lelang tidak bersedia
menyerahkan tanah/tanah dan rumah itu secara kosong maka terlelang
beserta keluarganya akan dikeluarkan dengan paksa apabil perlu dengan
bantuan yang berwajib dari tanah/tanah dan rumah tersebut.
m. Termasuk orang-orang yang dikeluarkan dari tanah/tanah dan rumah
adalah para penyewa, pembeli, orang yang mendapat hibah, yang
memperoleh tanah/tanah dan rumah tersebut setelah tanah/tanah dan
rumah tersebut disita dan sita telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan
undang-undang.
n. Mereka yang menyewa, menerima sebagai jaminan, membeli atau
memperoleh tanah/tanah dan rumah tersebut sebelum dilakukan
penyitaan, baik sita jaminan atau sita eksekutorial tidak dapat dikeluarkan
secara paksa dari tanah/tanah dan rumah. Pembeli lelang harus
menempuh jalan damai dengan mereka atau mengajukan gugatan ke
pengadilan dengan prosedur biasa.
o. Hipotek atau hak tanggungan yang didaftarkan di kantor pertanahan
setelah tanah disita maka tidak mempunyai kekuatanhukum.
p. Suatu pelelangan yang telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang
berlaku tidak dapat dibatalkan.
q. Dalam hal terjadi kecurangan atau pelelangan dilaksanakan dengan
ceroboh dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, pelelangan
7
tersebut dapat dibatalakan melalui gugatann yang diajukan kepada
pengadilan negeri.
6. TUGAS
Silakan baca dengan teliti materi kemudian cari putusan pengadilan agama
yang sudah berkekuatan hukum tetap yang sifatnya Putusan Condemnatoir,
sebagai berikut:
1. Putusan harus dilampirkan.
2. Jelaskan syarat-syarat sebuah putusan dapat dieksekusi
3. Jelaskan isi sifat Condemnatoir dari Putusan yang anda pilih!