Anda di halaman 1dari 65

HUKUM ACARA PERDATA

Oleh :
Dr. TRI ASTUTI HANDAYANI, S.H., M.HUM.

1
Putusan
Dasar hukum : pasal 178,182,183,185 HIR

Pengertian : pernyataan yang oleh


hakim,sebagai pejabat negara yang diberi
wewenang untuk itu ,diucapkan
dipersidangan dan bertujuan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu
perkara atau sengketa antara para pihak.

2
 Sifat putusan:
1. Tetap: apabila para pihak sudah menerima
putusan tersebut dan tidak ada yg
melakukan upaya hukum
2. Sementara

 Macam putusan :
1. Putusan sela/antara/tussen vonnis
2. Putusan akhir

3
Putusan sela
 Arti : putusan yang diucapkan sebelum
putusan akhir guna
memungkinkan/mempersiapkan kelnjutan
pemeriksaan perkara
 Putusan sela tidak dibuat secara terpisah dari
putusan akhir
 Putusan sela merupakan bagian dari proses
verbal
 Putusan sela diucapkan dalam sidang terbuka,
tidak dapat banding, kecuali dengan putusan
akhir (pasal 9 UU no 20 tahun 1947)
4
Macam-Macam Putusan Sela
1. Praeparatoir : putusan sela yang mempersiapkan
putusan akhir tanpa mempengaruhi putusan akhir
2. Interlokutoir: putusan dimana hakim memerintahkan
salah satu pihak untuk membuktikan
3. Insidentil: putusan yang berhubungan dengan adanya
insiden, yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur
peradilan biasa
4. Provisionil: putusan yang merupakan tindakan
pendahuluan atau tindakan yang bersifat sementara
guna kepentingan salah satu pihak sebelum dijatuhkan
putusan akhir
Contoh : gugatan cerai (pasal 106 (2) BW)
5
Putusan akhir
 Pengertian: putusan yang mengakhiri
sengketa
 Ciri ciri:
1. Harus mencukupi alasan alasan hukum
2. Harus diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum
3. Dibuat tersendiri
4. Mencukupi pertimbangan hakim

6
Macam-Macam Putusan Akhir
1. Contrdictoir dan verstek
2. Putusan perlawanan/verzet
3. Uitvoerbaar bij voorad/ubv
4. Putusa diterimanya eksepsi
 Semua putusan akhir dapat dilakukan upaya
hukum banding
 Putusan sela tidak dapat banding karena
tergantung pada putusan akhir

7
Sifat putusan akhir
1. Condemnatoir /menghukum
2. Constitutif/menetapkan
3. Declaratoir /pernyataan
 Dalam suatu putusan bisa terjadi
menghukum,menetapkan dan pernyataan saling
mengisi
 Pada hakekatnya senua putusan hakim baik yg
condemnatoir maupun constitutip bersifat
deklaratoir

8
Sistematika Putusan
 Isi minimum putusan:
1. Kepala putusan
2. Identitas para pihak
3. Duduknya perkara
4. Pertimbangan hakim
5. Dictum atau amar putusan
Dapat ditambah dengan;
 Biaya perkara
 Disebutkan apakah putusan tsb dihadiri atau tidak
oleh para pihak
 Setiap putusan harus ada Ttd hakim dan penitera
9
Lanjutan
1. Amar diterima seluruhnya:

a. Mengabulkan gugatan P seluruhnya


b. Menyatakan tanah sengketa adalah milikP
c. Dst..
d. Menghukum T untuk membayar biaya
perkara sejumlah Rp…

10
Lanjutan
2. Amar tidak diterima seluruhnya:
a. Mengabulkan gugatan untuk sebagian
b. Menyatakan tanah sengketa adalah milik
c. Menghukum T untuk menyerahkan tanah
sengketa dalam keadaan kosong kepada P
d. Menolak untuk gugatan selebihnya(tdk
perlu disebutkan satu persatu)
e. Menghukum T membayar biaya perkara
Rp…

11
Lanjutan
 Amar dalam Penggugat kalah:
a. Menolak gugatan penggugat
b. Menghukum Penggugat membayar biaya
perkara sebesar ….
(Langsung ditolak tidak perlu dirinci satu
persatu)

12
Kekuatan putusan
 Ada 3 kekuatan:
1. Kekuatan mengikat atau inkracht, putusan ini
mengikat para pihak, ahli waris dan orang yang
mendapatkan hak daripadanya apa yang
diputuskan bersifat benar (res yudicata pro
veritate habituur)
2. Kekuatan bukti: Putusan Pengadilan adalah
akta otentik
3. Kekuatan eksekutorial: hanya Putusan
pengadilan yang dapat dilaksanakan kekuatan
eksekutorial terletak pada Kepala putusan.
13
Uitvoerbaar bij voorraad
 Dasar hukum: pasal 180 HIR
 Prinsip : inkracht van gewijsde
 Ada 4 (empat syarat )
1. Ada surat otentik atau tulisan yang
menurut UU boleh diterima sebagai alat
bukti
2. Ada putusan yang inkracht
3. Ada gugatan provisionil yang telah
dikabulkan
4. Dalam sengketa hak milik
14
Lanjutan
Tidak bersifat kumulatif, melainkan alternatif
Apabila salah satu dari syarat sudah terpenuhi, sudah dapat
dijadikan das ar menjatuhkan UbV.

Perkembangan UbV:
Sema 13 /1964
Sema 05/1969
Sema 03/1971
Sema 06/1975
Sema 03/1978
Sema 03/2000
Sema 04/2001
15
Syarat utama UbV
 Syarat utama menjatuhkan putusan ubv
harus didukungbalat bukti yang memiliki
nilai :
1. Sempurna
2. Mengikat
3. Menentukan
 Apabila akte dibawah tangan:
1. Isi dan tandatangan diakui
2. Tidak diajukan bukti lawan
16
Isi Sema no 3 Tahun 2000
 Melarang putusan serta merta ,kecuali dalam hal
hal sebagai berikut:
1. Gugatan didasarkan pada bukti surat autentik
atau surat tulisan tangan yang tidak dibantah
kebenaran isi dan ttd nya
2. Gugatan hutang piutang yang jumlahnya sudah
pasti dan tidak dibantah
3. Gugatan ttg sewa menyewa
tanah,gudang,rumah ,dmn hub. Sewa menyewa
sudah habis, penyewa terbukti melalaikan
kew,sbag penyw.yg beritikad baik
17
Lanjutan
4. Dikabulkannya gugatan provisionil, dengan
pertimbanga hukum yang tegas dan jelas
5. Pokok gugatan mengenai harta perkawinan
(gono gini) setelah putusan cerai inkracht
6. Gugatan berdasarkan putusan yang telah
inkracht dan mempunyai hubungan dengan
pokok gugatan yang diajukan
7. Pokok perkara mengenai bezitsrecht. Adanya
pemberian jaminan yang nilainya sama dengan
nilai barang /obyek eksekusi

18
Kesimpulan SEMA 3 tahun 2000

Syarat apabila akan memutuskan


putusan serta merta :
1. Memenuhi syarat putusan serta merta
2. Harus minta ijin dahulu kepada ketua
Pengadilan Tinggi
3. Harus ada borgtocht (jaminan)

19
Pelaksanaan PUTUSAN (Eksekusi)
 Pengertian Eksekusi Adalah Melaksanakan secara
paksa (Upaya Hukum Paksa) Putusan Pengadilan
dengan Bantuan Kekuatan Hukum.
 Asas-Asas Ekseskusi:
 Menjalankan Putusan yang berkekuatan Hukum
Tetap, Pengecualian terhadap Asas Ini, Diantaranya:
a. Pelaksanaan Putusan lebih dulu (Uitvoerbaar bij
Voorraad, Pasal 180 ayat 1 HIR)
b. Pelaksanaan Putusan Provisi (Pasal 180 ayat 1 HIR)
c. Akta Perdamaian = Berdasarkan Akta Perdamaian,
Undang-undang menempatkan Akta perdamaian
yang di buat dipersidangan tak ubahnya seperti
Putusan yang berkekuatan Hukum tetap (Pasal
130 HIR)
d. Eksekusi terhadap Grosse Akta (Pasal 224 HIR)
20
 Putusan tidak dijalankan secara suka rela =Putusan tidak
dijalankan atau dipatuhi oleh pihak yang kalah baik sebagian
ataupun seluruhnya
 Putusan mengandung amar Comdemnatoir. Ciri” Indikator yang
menentukan suatu putusan bersifat Comdemnatoir, yaitu dalam
amar atau diktum putusan terdapat perintah yang menghukum
pihak yang kalah, yang dirumuskan dalam kalimat:
a. Menghukum atau memerintahkan “Menyerahkan” suatu
barang
b. Menghukum atau memerintahkan “Pengosongan” sebidang
tanah atau rumah
c. Menghukum atau memerintahkan “Melakukan” suatu
perbuatan tertuntu
d. Menghukum atau memerintahkan “Penghentian” suatu
perbuatan atau keadaan
e. Menghukum atau memerintahkan “Pembayaran” sejumlah
uang 21
 Eksekusi atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua
Pengadilan (Pasal 195 ayat 1 HIR)
a. Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan dan
memimpin jalannya Eksekusi
b. Kewenangan memerintahkan dan memimpin
eksekusi yang ada pada Ketua Pengadilan Negeri
adalah secara Ex Officio
c. Perintah Eksekusi dikeluarkan Ketua Pengadilan
Negeri berbentuk Surat Penetapan (Beschikkinng)
d. Yang diperintahkan menjalankan eksekusi adalah
Panitera atau Jurusita Pengadilan Negeri

22
Macam Ekseskusi menurut Sifatnya

1. Eksekusi Riil
 Penyerahan Barang
 Pengosongan
 Pembongkaran
 Melakukan Suatu Perbuatan
2. Pembayaran Sejumlah Uang

23
Perbedaan Eksekusi Riil dengan
Pembayaran Sejumlah Uang
1. Eksekusi Riil
 Sumber Hukum yang dipersengketakan lebih Kompleks
 Eksekusi Riil hanya mungkin terjadi berdasar putusan
Pengadilan:
 Yang telah memperoleh kekuatan Hukum Tetap
 Yang bersifat dijalankan lebih dulu (Uitvoerbaar Bij
Voorraad)
 Yang berberbentuk Provisi
 Yang berbentuk Akta Perdamaian di sidang Pengadilan.

24
Lanjutan
1. Eksekusi Pembayaran Sejumlah Uang :
Sumber Hukum yang dipersengketakan Terbatas
Eksekusi Pembayaran sejumlah uang tidak hanya
didasar atas Putusan Pengadilan, Tetapi dapat juga
didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh
Undang-undang disamakan Nilainya dengan Putusan
yang memperoleh kekuatan Hukum Tetap:
 Grosse Akta Pengakuan Hutang
 Sertifikat Hak Tanggungan
 Jaminan Fidusia
25
TataCaraPelaksanaanEksekusi

A. Eksekusi Riil terhadap putusan yang telah Berkekuatan


Hukum Tetap, Akta Perdamaian Pengadilan.
1. Adanya Permohonan dari Pemohon (Pihak yang
menang) dalam hal Putusan telah berkekuatan Hukum
Tetap baik putusan tingkat Pengadilan Negeri yang
diterima oleh kedua belah Pihak yang berperkara,
Putusan perdamaian, Putusan Verstek, yang
terhadapnya tidak diajukan Verzet atau Banding,
Putusan Pengadilan Tinggi yang diterima oleh kedua
belah pihak dan tidak dimohonkan Kasasi dan Putusan
Mahkamah Agung dalam hal Kasasi
2. Selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan
Penetapan Aanmaning atau Teguran terhadap pihak
yang kalah untuk melaksanakan isi Putusan yang
berkekuatan Hukum Tetap dalam Jangka Waktu 8 Hari
setelah pihak yang kalah dipanggil untuk ditegur (8 hari
adalah batas Maksimum (Pasal 196 HIR/ 207 RBG)) =
Dibuat berita Acara Aanmaning
26
Lanjutan
3. Apabila Pihak yang kalah setelah di tegur tidak mau
menjalankan Putusan, Ketua PN mengeluarkan
penetapan perintah Eksekusi Sesuai amar dalam
putusan, dimana perintah menjalankan eksekusi
ditujukan kepada Panitera atau Jurusita dan dalam
pelaksanaannya apabila diperlukan dapat meminta
bantuan Kekuatan Hukum = Dibuat Berita Acara
Pelaksanaan isi Putusan.

B. Eksekusi Riil Terhadapa Putusan Serta Merta


(Uitvoerbaar Bij Voorraad) dan Putusan Provisi
1. Adanya Permohonan kepada Ketua PN dari Pihak
yang menang dalam hal salah satu amar Putusan
Dinyatakan serta Merta (Uitvoerbaar Bij Voorraad),
Dimana Putusan/Perkara tersebut belum
berkekuatan Hukum Tetap.
27
Lanjutan
2. Selanjutnya Apabila Putusan/Perkara masih dalam upaya
Hukum Banding, Maka sebelum putusan Tersebut dijalankan,
dimohonkan terlebih dahulu izin kepada Ketua PT, apabila
Putusan/ Perkara masih dalam upaya Hukum Kasasi, Maka
Izin untuk pelaksanaan putusannya dimohonkan terlebih
dahulu kepada Ketua MA
3. Setelah Izin Keluar, Maka Proses Eksekusi mengikuti proses
seperti yang telah dibahas diatas
4. Dalam Pelakasanaan Eksekusi Putusan serta Merta ada
Syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya Pemberian Jaminan
yang nilainya sama dengan nilai Barang/Obyek Eksekusi
sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila
ternyata dikemudian hari dijatuhkan putusan yang
membatalkan Putusan Pengadilan sebelumnya (SEMA No. 3
tahun 2000 Jo. SEMA No. 4 tahun 2001). 28
C. Eksekusi Pembayaran Sejumlah Uang
Terhadapa Putusan Yang Telah Berkekuatan
Hukum Tetap, Akta Perdamaian Pengadilan.

29
UPAYA HUKUM
• Dalam Hukum Acara Perdata ada 2
Macam Upaya Hukum, yaitu:

1. Upaya Hukum Biasa


2. Upaya Hukum Luar Biasa

30
UPAYA HUKUM BIASA
1. BANDING
Dasar Hukum:
1. Pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa
dan Madura).
2. Pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan
Madura) dan dalam
3. Pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (UU-Darurat No.
1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak
berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947
tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan
Madura.
31
Syarat Mengajukan Banding
 Pasal 6 UU No 20 Tahun 1947 “perkara yang dapat
dimintakan banding adalah apabila besar nilai
gugatan yang diputus itu lebih dari 100, (seratus
rupiah).
 Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding
adalah 14 hari sejak putusan dibacakan bila para
pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan
apabila salah satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini
diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947
jo pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar
hukum yang biasa digunakan adalah pasal 46 UU
No. 14 tahun 1985.

32
PROSEDUR MENGAJUKAN
BANDING
1. Diajukan kepada Pengadilan setempat, bisa
secara lisan maupun tertulis dalam tenggang
waktu 14 hari. Dan 30 hari apabila pemohon
banding berdiam di luar daerah Hukum
pengadilan negeri yang bersidang
2. Untuk pengadilan Luar jawa Madura tenggang
waktunya adalah 6 bulan.
3. Permohonan banding disertai dengan
Pembayaran biaya banding yang di taksir oleh
penitera pengadilan berdasar jumlah pihak dan
jauh dekatnya jarak tempat tinggal para pihak
yang bersengketa.
33
PROSEDUR MENGAJUKAN
PERMOHONAN BANDING
1. Diajukan di Panitera PN dimana putusan
tersebut dijatuhkan, dengan terlebih dahulu
membayar lunas biaya permohonan banding.
2. Permohonan banding dapat diajukan tertulis
atau lisan (pasal 7 UU No. 20/1947) oleh ybs
maupun kuasanya.
3. Panitera PN akan membuat akte banding yang
memuat hari dan tanggal diterimanya
permohonan banding dan ditandatangani oleh
panitera dan pembanding. Permohonan banding
tersebut dicatat dalam Register Induk Perkara
Perdata dan Register Banding Perkara Perdata.
34
Lanjutan
4. Permohonan banding tersebut oleh panitera
diberitahukan kepada pihak lawan paling lambat 14 hari
setelah permohonan banding diterima.
5. Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta
berkas perkara di Pengadilan Negeri dalam waktu 14
hari.
6. Walau tidak harus tetapi pemohon banding berhak
mengajukan memori banding sedangkan pihak
Terbanding berhak mengajukan kontra memori
banding. Untuk kedua jenis surat ini tidak ada jangka
waktu pengajuannya sepanjang perkara tersebut belum
diputus oleh Pengadilan Tinggi. (Putusan MARI No. 39
k/Sip/1973, tanggal 11 September 1975).
7. Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam
undang-undang sepanjang belum diputuskan oleh
Pengadilan Tinggi pencabutan permohonan banding
masih diperbolehkan.
35
Bagaimanakah Proses Pemerikasaan
dalam tingkat Banding?

Pemeriksaan Ulang terhadap putusan


Pengadilan negeri (Judex facti)
Putusan Pengadilan Tinggi berupa:
Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri
Memperbaiki
Membatalkan

36
2.KASASI
ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN KASASI
Diatur dalam pasal 30 UU No. 14/1985 jo pasal 30
UU No.5 Tahun 2005 Tentang MA jo ps. 30 UU
No.4/2004 antara lain :

1. Tidak berwenang atau melampaui batas Wewenang.

2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang


berlaku.
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan
37
TENGGANG WAKTU KASASI
Di dalam UU NO 14 TAHUN 1985 TENTANG MA:
 Pasal 46 Ayat 1 & 2
1. 14 hari setelah putusan/penetapan diberitahukan
2. Lewat 14 hari untuk membuat memori kasasi
sejak pernyataan kasasi
 Pasal 47Ayat 1
1. 14 hari untuk membuat memori kasasi sejak
pernyataan kasasi

38
Lanjutan
 Di dalam PERMA NO 1 TAHUN 2001 TENTANG
PERMOHONAN KASASI PERKARA PERDATA:
 Pasal 1 Ayat (a)
1. Persyaratan formal adalah persyaratan yang wajib
dipenuhi oleh pemohon kasasi dalam mengajukan
permohonan kasasi (Pasal 46-47 UU NO 14/1985
 Pasal 2 Ayat (1)
1. Panitera pengadilan tingkat pertama yang memutus
perkara yang dimohon kasasi, tidak meneruskan kepada
MA permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat
formal.

39
PROSEDUR MENGAJUKAN
PERMOHONAN KASASI
1. Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak yang
berhak baik secara tertulis atau lisan kepada
Panitera Pengadilan Negeri yang memutus
perkara tersebut dengan melunasi biaya kasasi.
2. Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan
kasasi dalam buku daftar, dan hari itu juga
membuat akta permohonan kasasi yang
dilampirkan pada berkas (pasal 46 ayat (3) UU
No. 14/1985)
3. Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi
didaftarkan panitera Pengadilan Negeri
memberitahukan secara tertulis kepada pihak
lawan (pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985)
40
Lanjutan
4. Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan
kasasi dicatat dalam buku daftar pemohon kasasi
wajib membuat memori kasasi yang berisi alasan-
alasan permohonan kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No.
14/1985)
5. Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan
memori kasasi pada lawan paling lambat 30 hari
(pasal 47 ayat (2) UU No. 14/1985).
6. Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori
kasasi dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal
diterimanya salinan memori kasai (pasal 47 ayat (3)
UU No. 14/1985)
7. Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi
dalam jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan
Negeri harus mengirimkan semua berkas kepada
Mahkamah Agung (pasal 48 ayat (1) UU No. 14/1985)
41
Bentuk Putusan Kasasi
Permohonan Kasasi tidak dapat diterima
Permohonan Kasasi Di tolak
Permohonan Kasasi di Kabulkan atau
ditolak

42
3. VERZET
PENGERTIAN
Verzet merupakan salah satu upaya hukum biasa
yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua
belah pihak yang berperkara terhadap suatu
putusan Pengadilan Negeri yang diputus Verstek.
PROSEDUR MENGAJUKAN VERZET ,pasal 129
HIR/153 Rbg
Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek itu
diberitahukan kepada tergugat sendiri;
Bila memungkinkan di periksa oleh Majelis Hakim
yang sama.
Pembuktian berdasakan SEMA No.9/1964,
walaupun sebagai Pelawan bukan sbg Penggugat
tapi tetap Terlawan sehingga yang membuktikan
dulu adalah Terlawan atau Penggugat asal. 43
UPAYA HUKUM LUAR BIASA
1. PENINJAUN KEMBALI
Upaya hukum peninjauan kembali (request civil)
merupakan suatu upaya agar putusan pengadilan baik
dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi,
maupun Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum
tetap (inracht van gewijsde).

Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan


atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan
(eksekusi).

Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., merupakan


upaya hukum terhadap putusan tingkat akhir dan putusan
yang dijatuhkan di luar hadir tergugat (verstek), dan yang
tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan
perlawanan.
44
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
(Pasal 67 UU No. 14/1985, jo Per MA No. 1/1982).
1. Apabila putusan didasarkan pada suatu
kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan
yang diketahui setelah perkaranya diputus, atau
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian
oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan
surat-surat bukti yang bersifat menentukan
yang pada waktu perkara diperiksa tidak
ditemukan.
3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak
dituntut atau lebih daripada yang dituntut.

45
Lanjutan
4. Apabila antara pihak-pihak yang sama
mengenai suatu soal yang sama atas dasar
yang sama, oleh pengadilan yang sama
atau sama tingkatannya, telah diberikan
putusan yang bertentangan satu dengan
yang lain.
5. Apabila mengenai sesuatu bagian dari
tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya.
6. Apabila dalam suatu putusan terdapat
suatu kekhilafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
46
TENGGANG WAKTU PK
Tenggang Waktu (Pemohon PK) : 180 hr-ps.69
Ad.1: semenjak putusan Perdata diberitahukan.
Ad.2: dihitung sejak ditemukannya surat bukti baru
tsb dimana hari dan tgl. Dinyatakan dibawah sumpah
dan disahkan oleh pihak yang berwenang.
Ad.3,4,5 dan 6 sejak Putusan mempunyai kekuatan
hukum yang tetap dan diberitahukan kepada para
pihak.

Tenggang Waktu Termohon PK (ps.72 UU No.14/1985)


30 hari setelah ada pemberitahuan.
47
PROSEDUR PENGAJUAN PK
1. Permohonan kembali diajukan oleh pihak yang
berhak kepada Mahkamah Agung melalui Ketua
Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam
tingkat pertama.
2. Membayar biaya perkara.
3. Permohonan Pengajuan Kembali dapat diajukan
secara lisan maupun tertulis.
4. Bila permohonan diajukan secara tertluis maka
harus disebutkan dengan jelas alasan yang
menjadi dasar permohonannnya dan dimasukkan
ke kepaniteraan Pengadilan Negeri yang
memutus perkara dalam tingkat pertama (Pasal
71 ayat (1) UU No. 14/1985)
48
Lanjutan
5. Bila diajukan secara lisan maka ia dapat menguraikan
permohonannya secara lisan dihadapan Ketua
Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau
dihadapan hakim yang ditunjuk Ketua Pengadilan
Negeri tersebut, yang akan membuat catatan tentang
permohonan tersebut (Pasal 71 ayat (2) UU No.
14/1985)
6. Hendaknya surat permohonan peninjauan kembali
disusun secara lengkap dan jelas, karena
permohonan ini hanya dapat diajukan sekali.
7. Setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima
permohonan peninjauan kembali maka panitera
berkewajiban untuk memberikan atau mengirimkan
salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan
pemohon paling lambat 14 hari dengan tujuan agar
dapat diketahui dan dijawab oleh lawan (pasal 72 ayat
(1) UU No. 14/1985)
49
Lanjutan
7. Pihak lawan hanya punya waktu 30 hari setelah tanggal
diterima salinan permohonan untuk membuat Kontra
Memori PK bila lewat maka jawaban tidak akam
dipertimbangkan (pasal 72 ayat (2) UU No. 14/1985).
8. Kontra Memori PK diserahkan kepada Pengadilan Negeri
yang oleh panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal
diteimanya untuk selanjutnya salinan jawaban
disampaikan kepada pemohon untuk diketahui (pasal 72
ayat (3) UU No. 14/1985).
9. Permohonan peninjauan kembali lengkap dengan berkas
perkara beserta biayanya dikirimkan kepada Mahkamah
Agung paling lambat 30 hari (pasal 72 ayat (4) UU No.
14/1985).
10. Pencabutan permohona PK dapat dilakukan sebelum
putusan diberikan, tetapi permohonan peninjauan kembali
hanya dapat diajukan satu kali (pasal 66 UU No. 14/1985)
50
3.Derden Verzet
(Perlawanan Pihak Ketiga)
Mnrt ps. 1917 KUHPerdata : pts hakim hanya
mengikat para pihak yg berperkara.
Ps. 378 Rv: Pihak ke-3 yg merasa dirugikan oleh pts
aquo dapat mengajukan perlawanan.
Ps.382 Rv bila perlawanan dikabulkan maka pts tsb.
Direvisi sepanjang kerugian pihak ke-3 tsb.
Perlawanan thd CB, RB dan Sita Eksekusi hrs
diajukan Pemilik ke Pengadilan Negri yang secara
nyata menyita (ps. 195 (6) HIR, ps.206 (6) Rbg).
Perlawanan tidak menunda Eksekusi, namun bila
ada alasan yang essensil maka KPN harus menunda.
51
PENGADILAN NIAGA
PENGERTIAN PENGADILAN

 Kata Pengadilan secara etimologi berasal dari kata “adil” yang


menunjukkan kata sifat, namun apabila mendapat imbuhan
menjadi kata Pengadilan yang menunjukkan kata benda dan
menurut salah satu kamus berarti dewan atau majelis yang
mengadili perkara, mahkamah, proses mengadili, keputusan
Hakim, sidang Hakim ketika mengadili perkara, rumah
(bangunan) tempat mengadili perkara.

 Sedangkan niaga adalah segala bentuk kegiatan jual beli dan


sebagainya, untuk memperoleh untung dagang.
52
PENGERTIAN PENGADILAN NIAGA

 Menurut peraturan perundang-undangan tentang kepailitan,


pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan ke
Pengadilan Niaga. Permohonan tersebut adalah dalam bentuk
permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh pihak Kreditor
atau Debitor (Vide Pasal 2 ayat (1) UU.Kep), maupun permohonan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan
oleh Debitor maupun oleh Kreditor (Vide Pasal 212 UU.Kep).

 Dengan demikian permohonan pailit dan PKPU diajukan ke


Pengadilan Niaga sesuai dengan kompetensi absolut yang diatur
dalam Pasal 300 UU.Kep.

 Yang dimaksud dengan Pengadilan Niaga adalah merupakan


pengkhususan Pengadilan di bidang perniagaan yang terbentuk
dalam lingkungan Peradilan Umum.
53
KONSEP DASAR KEBERADAAN
PENGADILAN NIAGA
 Konsep dasar mengenai adanya Pengadilan Niaga ini telah ada
sejak tahun 1970 ketika diundangkannya UU No. 14 Tahun 1970
tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana Pasal 10 menentukan
pembagian kekuasan badan peradilan kepada 4 lingkungan
kekuasaan peradilan yang masing-masing memiliki lingkungan
wewenang mengadili tertentu dan meliputi badan-badan
peradilan tingkat pertama dan tingkat banding.
 Kekuasaan Badan Peradilan tersebut meliputi : a. Lingkungan
peradilan umum; b. Lingkungan peradilan agama; lingkungan
peradilan tata usaha negara; dan d. Lingkungan peradilan militer.
 Terhadap keempat lingkungan badan peradilan tersebut tidak
menutup kemungkina adanya pengkhususan dalam masing-
masing lingkungan, misanya dalam peradilan umum dapat
diadakan pengkhususan berupa pengadilan lalu lintas, pengadilan
anak, pengadilan ekonomi, dsbnya dengan undang-undang.
54
Lanjutan
 Pengadilan Niaga adalah Pengadilan dalam lingkungan
Badan Peradilan Umum dan bukan lingkungan badan
peradilan yang berdiri sendiri (Vide Pasal 1 ayat (7)
UU.Kep)

 Pengadilan Niaga memeriksa dan memutus perkara-


perkara perniagaan dan akan diberi wewenang memeriksa
dan memutus perkara-perkara perniagaan lainnya yang
akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Penetapan Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang
berwenang memeriksa dan memutus permohonan atau
perkara kepailitan semata-mata untuk mengefisiensikan
proses pemeriksaan permohonan Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) (dan
Perkara perniagaan tertentu lainnya).
55
PEMBENTUKAN PENGADILAN
NIAGA
 Pengadilan Niaga dibentuk berdasarkan Pasal 300 ayat (1) Undang Undang No.
37 tahun 2004 yang berbunyi :
“Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, selain memeriksa
dan memutus permohonan pernyataan pailit dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, berwenang pula memerika dan memutus perkara lain di
bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan undang-undang”.

 Pengadilan Niaga merupakan suatu Pengadilan khusus di bidang perniagaan


yang dibentuk di lingkungan Peradilan Umum yang didirikan pada tanggal 20
Agustus 1998.

 Pengadilan Niaga ini merupakan andalan khusus dari Undang Undang No. 37
tahun 2004, yaitu Pengadilan yang khusus memeriksa dan memutus perkara-
perkara dibidang perniagaan termasuk tetapi tidak terbatas pada pemeriksaan
perkara kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). 56
Lanjutan
Kewenangan Pengadilan Niaga adalah Pengadilan dalam
lingkungan Badan Peradilan Umum dan bukan
lingkungan badan peradilan yang berdiri sendiri.
Pengadilan Niaga memeriksa dan memutus perkara-
perkara perniagaan dan akan diberi wewenang memeriksa
dan memutus perkara-perkara perniagaan lainnya yang
akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Penetapan Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang
berwenang memeriksa dan memutus permohonan atau
perkara kepailitan semata-mata untuk mengefisiensikan
proses pemeriksaan permohonan Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) (dan
Perkara perniagaan tertentu lainnya).
57
PENGORGANISASIAN PENGADILAN

NIAGA
Mengenai pengorganisasian, sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku bagi peradilan umum. Untuk pertama kalinya Pengadilan Niaga
dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan kemudian dilakukan
secara bertahap dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

 Berdasarkan Keppres No. 97 tahun 1999, Pemerintah membentuk pengadilan


niaga pada 5 pengadilan negeri, yaitu Pengadilan Negeri Ujung Pandang,
Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri
Surabaya dan Pengadilan Negeri Semarang.

 Hakim pada Pengadilan Niaga adalah Hakim yang secara khusus ditugasi
untuk memeriksa dan memutus permohonan kepailitan atau perkara
komersil tertentu. Pada Pengadilan Niaga selain terdapat Hakim Niaga juga
dimungkinkan adanya Hakim Ad Hoc bila memang diperlukan, yang
diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Pengadilan Niaga
administrasinya di bawah Ketua Pengadilan Negeri karena berada di
lingkungan Peradilan Umum.
58
PEMBAGIAN KEWENANGAN MENGADILI
1. KEWENANGAN ABSOLUT

 Menurut Pasal 300 ayat (1) UU No 37 Tahun 2004, pengadilan niaga


memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan PKPU dan
berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain di bidang
perniagaanya yang penetapannya dilakukan dengan undang-undang.

 Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pengadilan niaga berwenang pula


mengadili perkara perniagaan lainnya. Seperti masalah yang berkaitan
dengan HAKI yang mengalokasikan proses beracara kepada pengadilan
niaga.

 Kewenangan yang dimiliki oleh Pengadilan Niaga merupakan kewenangan


absolut untuk memeriksa dan memutus permohonan pailit dan hal-hal
yang berkaitan dengan perniagaan, dimana wilayahnya meliputi tempat
tinggal atau kedudukan Debitor. Sehingga ketentuan Undang Undang No.
37 Tahun 2004 merupakan ketentuan yang bersifat lex specialis di bidang
kepailitan. 59
Lanjutan
 Perkara niaga yang dapat dimasukkan dalam kompetensi absolut
Pengadilan Niaga antara lain adalah : Permohonan pernyataan pailit
dalam kepailitan; Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; Sengketa
yang berkaitan dengan Perseroan Terbatas (PT) dan atau organnya; Hal-
hal lain yang diatur dalam Buku Kesatu dan Buku Kedua Kitab Undang-
undang Hukum Dagang, seperti mengenai Firma, C.V., Komissioner,
Expeditur, Pengangkut, Surat-surat Berharga (wesel, Cek, Surat Hak Atas
Kekayaan Intelektual, dan lain-lain.

 Perkara Niaga yang tidak termasuk kompetensi absolut Pengadilan Niaga


dapat juga diartikan sebagai berikut :
1. Sengketa yang tidak termasuk kompetensi absolut Pengadilan
Negeri, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha
Negara,Peradilan Anak-Anak, P4D, P4P dan BPSP.
2. Sengketa mengenai status perorangan (personen),termasuk warisan
yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
3.Sengketa yang berhubungan dengan perjanjian dimana para pihak telah
membuat perjanjian arbitrase tertulis, dimana para Pihak telah membuat
kesepakatan tentang cara penyelesaian sengketa perdata diluar Peradilan
umum.
60
2. KEWENANGAN RELATIF
 Mengenai kewenangan realtif pengadilan diatur dalam Pasal 118 HIR
yang mengatur pembagian kekuasan untuk mengadili antar
pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat atau
dikenal dengan asas Actor Secuitor Forum Rei.
 Berkaitan dengan kewenangan relatif sesuai dengan asas actor secuitor
forum rei, maka ketentuan Pasal 3 menentukan :
(1) Putusan pernyataan pailit diputus oleh pengadilan niaga yang
daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan debitor
(2) Dalam hal debitor meninggalkan wilayah Indonesia, pengadilan
yang berwenang adalah pengadilan niaga yang daerah hukumnya
meliputi daerah tempat kedudukan debitor
(3) dalam hal debitor adalah pesero suatu firma, pengadilan niaga
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan firma
berwenang memutuskan.
(4) dalam hal debitor tidak berkedudukan di Indonesia, namun
menjalankan profesinya atau usahanya di wilayah negara RI,
pengadilan niaga yang berwenang adalah pengadilan niaga yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat
debitor menjalankan profesinya atau usahanya di wilayah negara
RI.
(5) dalam hal debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan
hukumnya sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar. 61
Lanjutan
 Pada saat pengadilan niaga pertama kali terbentuk,
otomatis asas di atas tidak dapat diterapkan karena pada
saat ini hanya ada 1 pengadian niaga, yaitu pengadilan
niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sehingga
kewenangan relatif tersebut ada pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat untuk perkara kepailitan dan PKPU seluruh
Indonesia.

 Namun sejak berlakunya Perpres No. 97 tahun 1999


dimana dibentuk pengadilan niaga lain selain pengadilan
niaga yang beroperasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
yaitu Pengadilan Niaga Ujung Pandang, Medan, Surabaya
dan Semarang.
62
YURISDIKSI MENGADILI
PENGADILAN NIAGA
 DOMISILI HUKUM:
 5 domisili pengadilan niaga untuk seluruh Indonesia Kepres
No.97 tahun 1999:
1. P. Niaga Jakarta (P.Negeri Jak-Pus) Meliputi : DKI Jakarta, Jawa
Barat, Sumatera selatan, Lampung, Kalimantan barat.
2. P. Niaga Medan Meliputi : Provinsi Sumut, Riau, Sumbar,
Bengkulu, Jambi, Nangro Aceh.
3. P. Niaga Surabaya Meliputi: Provinsi Jatim, Kalsel, Kalteng,
Kaltim, Bali, NTB, NTT.
4. P. Niaga Ujung Pandang Meliputi: Provinsi Sulsel, Sul.
Tenggara, Sulteng, Sulut, Maluku, Papua.
5. P. Niaga Semarang Meliputi: Provisi Jawa tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta.
63
Kewenangan Pengadilan Niaga Terhadap Arbitrase
Pasal 303 UUK Baru
“Pengadilan tetap berwenang memberikan dan
menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari
para pihak yang terikat perjanjian yang memuat
klausula arbitrase, sepanjang utang yang menjadi
dasar permohonan pernyataan pailit telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 ayat 1UU ini”

64
65

Anda mungkin juga menyukai