Anda di halaman 1dari 18

EKSEKUSI

Pengertian Eksekusi
Menurut R. Subekti, yang mengemukakan pengertian Eksekusi
adalah pelaksanaan suatu putusan yang sudah tidak dapat
diubah lagi itu, ditaati secara sukarela oleh pihak-pihak yang
bersengketa. Oleh karena itu, perkataan eksekusi bermakna
bahwa pihak yang kalah mau tidak mau harus menaati putusan
itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan
kepadanya dengan bantuan kekuatan umum.
Eksekusi merupakan suatu pelaksanaan putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap (in kracht van
gewisjsde), yang dilaksanakan secara paksa karena pihak yang
kalah dalam perkara tidak mau memenuhi pelaksanaan acara
putusan pengadilan. Pengaturan mengenai eksekusi diatur
dalam Pasal 195 HIR Juncto Pasal 207 RBg, yang dijelaskan
bahwa hal menjalankan putusan Pengadilan Negeri dalam
perkara pada tingkat pertama yang diperiksa oleh Pengadilan
Ngeri adalah atas perintah dan tugas pimpinan ketua pengadilan
negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu,
menurut cara yang diatur dalam ketentuan HIR.
Dan jika pihak yang kalah tidak mau atau lalai untuk memenuhi
amar putusan pengadilan dengan damai maka pihak yang
menang dalam perkara, mengajukan permohonan kepada
Pengadilan Negeri, untuk menjalankan PutusanPengadilan itu.
Atas permohonan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri,
memanggil atau aanmaning pihak yang kalah untuk memenuhi
putusan pengadilan dalam waktu paling lama 8 (delapan) hari.
Sumber Hukum Eksekusi
Terkait dengan sumber hukum eksekusi, maka terdapat
beberapa sumber hukum eksekusi antara lain;

1) Undang-Undang Hukum Acara Perdata.


Hukum acara perdata yang berlaku sekarang ini, diatur dalam
HIR dan RBg. Pengaturan mengenai eksekusi dalam HIR,
diatur pada bagian ke lima Pasal 195 – 224, sedangkan dalam
RBg diatur pada bagian keempat Pasal 206- 225
2) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung RI,
Nomor 1 Tahun 1969, dijelaskan bahwa Mahkamah Agung
dapat meninjau atau membatalkan suatu putusan perdata atas
dasar alasan sebagai berikut;
a) Jika putusan itu, dengan jelas memperlihatkan suatu
kehilafan hakim atau suatu kekeliruan yang mencolok.
b) Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau
lebih dari yang dituntut;
c) Jika mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
d) Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu hal
yang sama atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama
atau yang sama tingkatannya telah diberikan putusan yang satu
sama lain bertentangan;
e) Jika putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat dari pihak lawan yang diketahui setelahnya perkara
diputus atau pada suatu keterangan saksi atau surat-surat bukti
yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
f) Jika setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan, yang pada waktu perkara diperiksa surat-
surat bukti tersebut tidak diketemukan
Asas Hukum Eksekusi
Terkait dengan asas hukum eksekusi, maka terdapat beberapa
asas hukum dalam melakukan eksekusi putusan pengadilan
antara lain;
1) Menjalankan Putusan yang Telah Berkekuatan Hukum
Tetap; Pada dasarnya, tindakan eksekusi itu, dilakukan
terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap atau inkracht van gewijsde.
2) Pelaksanaan Putusan Lebih Dahulu; Pengaturan mengenai
pelaksanaan putusan lebih dahulu, ditegaskan dalam ketentuan
Pasal 180 Ayat (1) HIR, yang dijelaskan bahwa eksekusi dapat
dijalankan terhadap putusan pengadilan sekalipun putusan
pengadilan itu, belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
3) Pelaksanaan Putusan Provisi Putusan provisi diatur dalam
Pasal 180 Ayat (1) HIR, yaitu pelaksanaan tuntutan terlebih
dahulu yang bersifat sementara, mendahului putusan tentang
pokok perkara. Jika tuntutan provisi dikabulkan oleh hakim,
maka putusan provisi tersebut dapat dilaksanakan atau
dieksekusi, meskipun terkait materi pokok perkara belum
diputus.
4) Akta Perdamaian Eksekusi putusan, terhadap akta
perdamaian, sama nilainya dengan eksekusi putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Oleh
karena itu, sejak terbitnya akta perdamaian itu, maka sejak itu
pula, nilai kekuatan eksekutorialnya melekat pada akta
perdamaian tersebut.
5) Putusan Tidak Dilaksanakan Secara Sukarela;
Pada dasarnya, tindakan pelaksanaan putusan atau eksekusi itu,
dilakukan apabila pihak yang kalah tidak bersedia
melaksanakan putusan secara sukarela, setelah diperingati oleh
pihak pengadilan. Agar terjamin pelaksanaan isi putusan secara
sukarela, maka pihak pengadilan harus membuat berita acara
pemenuhan putusan secara sukarela dengan disaksikan oleh
dua orang saksi, yang kelak dijadikan pembuktian oleh hakim
untuk memastikan bahwa eksekusi itu telah dilakukan.
Putusan Yang Dapat Dieksekusi
Eksekusi hanya dapat dilaksanakan pada putusan yang bersifat
condemnatoir. Perlu diketahui bahwa dalam hukum acara perdata,
terdapat beberapa sifat putusan pengadilan, antara lain; a. Putusan
condemnatoir, yang bersifat penghukuman, yang berbunyi “
Menghukum dan seterusnya ...,;
b. Putusan declaratoir, yang bersifat menyatakan suatu keadaan
sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum;
c. Putusan constitutie, yang bersifat menciptakan suatu kedaan
hukum baru;
Wujud putusan yang bersifat condemnatoir, biasanya terjadi
pada perkara yang mengadung unsur sengketa, dengan ciri-ciri
sebagai berikut;
1. Berupa perkara yang melibatkan beberapa pihak
2. Para pihak itu, terdiri dari pihak penggugat dan tergugat
3. Proses pemeriksaan perkaranya berlangsung secara
kontradiktif atau contradiktoir yaitu pihak tergugat diberi
hak dan kesempatan untuk membantah dalil-dalil yang
disampaikan oleh penggugat dalam gugatannya dan
sebaliknya pihak penggugat juga diberi hak dan kesempatan
yang sama untuk mengajukan perlawanan untuk
menyanggah bantahan-bantahan yang diajukan tergugat.
Maksud dan Tujuan Aanmaning

Suatu proses eksekusi terhadap putusan pengadilan negeri yang


telah mempunyai kekuatan hukum tetap , harus dilakukan atas
dasar surat permohonan yang diajukan serta surat kuasa khusus
yang telah didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang
memeriksa dan memutus perkara yang dimohonkan eksekusi itu.
Atas surat permohonan tersebut, Pengadilan Negeri
mengeluarkan penetapan teguran dan peringatan atau
Aanmaning.
Menurut M. Yahyah Harahap, yang mengemukakan pendapatnya
tentang pengertian Aanmaning menyatakan bahwa Aanmaning,
merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan Ketua Pengadilan
Negeri berupa” Teguran “ kepada tergugat agar tergugat
menjalankan isi putusan pengadilan dalam tempo yang
ditentukan oleh Ketua Pengadilan Negeri.
Mengenai tenggang waktu peringatan, Pasal 196 HIR,
menentukan batas maksimum, yaitu delapan hari sejak debitur
dipanggil untuk menghadap peringatan, antara lain;
1. Dalam batas waktu yang diberikan diharapkan debitur dapat
menjalankan putusan secara sukarela;
2. Bila tidak dilaksanakan maka sejak itu, putusan sudah dapat
dieksekusi dengan paksa.

Anda mungkin juga menyukai