Anda di halaman 1dari 5

PUTUSAN PELAKSANAAN PENGADILAN

Bab I Pasal 1 angka 5 RancanganUndang-Undang Hukum Acara


Perdata Tahun 2006, yaitu:
"Putusan pengadilan adalah putusan hakim yang dituangkan
dalam bentuk tertulis dan diucapkan di persidangan yang terbuka
untuk umum serta bertujuan untuk menyelesaikan dan/atau
mengakhiri gugatan.
Disimpulkan bahwa putusan hakim adalah sebagai suatu akta
pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi
wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan
untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau
sengketa antara para pihak.
JENIS-JENIS PUTUSAN PENGADILAN
1. Dari segi kehadiran para pihak
 Putusan Gugatan Gugur
 Putusan Verstek
 Putusan Contradictoir
2. Dari segi sifatnya
 Putusan Declaratoir
 Putusan Konstitutif
 Putusan Condemnatoir
3. Dari segi penjatuhanya
 Putusan Sela
 Putusan Akhir

BACK NEXT
PENGERTIAN EKSEKUSI,SUMBER HUKUMNYA,PENGERTIAN
PENYENDERAN,PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN,DAN PENINJAUAN
KEMBALI

Menurut M. Yahya Harahap eksekusi adalah tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak
yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan cara lanjutan dari proses tata pemeriksaan yang
berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata
Sumber hukum ekseskusi antara lain:
 Undang-undang Hukum Perdata
 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
 Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Asas-asas eksekusi antara lain:
1. Eksekusi dijalankan terhadap Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Disini jelas bahwa eksekusi
hanya boleh dilakukan terhadap Putussan yang telah mempunyai keputusan hukum yang tetap, akan tetapi
terhadap hal ini undang – undang ada mengatur pengecualiannya yang meliputi :
a) Pelaksanaan putusan terlebih dahulu (Uit voerbaar bij voorraad) dimana eksekusi dapat dijalankan terlebih
dahulu walau ada banding dan kasasi.
b) Pelaksanaan putusan Provisi, Putusan Provisi merupakan pengecualian dimana jika hakim mengabulkan
tuntutan provisi maka putusan provisi dapat dijalankan walau perkara pokok belum di putus.
2. Akta Perdamaian, akta perdamaian yang dibuat di persidangan mempunyai kekuatan eksekusi, seperti
putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. d. Eksekusi terhadap Grosse Akta, baik
Grosse akta Hipotik maupun grosse akta pengakuan hutang.
3. Eksekusi dijalankan terhadap Putusan yang tidak mau dijalankan secara sukarela. Pada prinsipnya eksekusi
merupakan tindakan paksa yang dijalankan oleh pengadilan, jika pihak yang kalah mau menjalankan
sendiri putusan Pengadilan maka tindakan eksekusi harus disingkirkan. Putusan yang dapat di eksekusi
adalah putusan yang bersifat Comdemnatoir. Artinya pada putusan itu mengandung dictum yang bersifat
penghukuman.
 Penyandraan (gijzeling) adalah memasukan kedalam penjara orang yang telah
dihukum oleh putusan pengadilan untuk membayar sejumlah uang, tetapi tidak
melaksanakan putusan tersebut dan tidak ada atau tidak cukup mempunyai
barang yang dapat disita eksekusi.
 Penyanderaan dalam perkara perdata ini diatur dalam Pasal 209 s/d Pasal 224
HIR/Pasal 242 s/d Pasal 257 RBg. Karena penyanderaan itu dirasa tidak adil
maka MA dengan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1964 tanggal 22 Januari 1964
mengintruksikan kepada semua Ketua PT dan PN seluruh Indonesia untuk
tidak mempergunakan lagi peraturan-peraturan mengenai sandera (gijzeling).
Kemudian dengan Surat Edaran Nomor 04 Tahun 1975 tanggal 1 Desember 1975
MA menegaskan kembali isi Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1964 tanggal 22
Januari 1964 untuk tidak menggunakan lembaga gijzeling, mengingat Pasal 33
UndangUndang Kekuasaan Kehakiman yang menghendaki pelaksanaan
putusan dengan tidak meninggalkan peri kemanusiaan.
 Perlawanan (verzet) adalah upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan
pengadilan terhadap putusan tanpa hadirnya pihak tergugat (Putusan Verstek),
hal ini sejalan dengan ketentuan undang-undang, Pasal 125 ayat (3) jo pasal 129
HIR, pasal 149 ayat (3) jo 153 Rbg, pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi
pihak tergugat yang dikalahkan.
 Upaya hukum peninjauan kembali/PK (request civil) merupakan suatu
upaya agar putusan pengadilan baik dalam tingkat Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tinggi, maupun MA yang telah berkekuatan hukum tetap
(inracht van gewijsde), mentah kembali. Permohonan PK tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan
(eksekusi).
 Peninjauan kembali tidak diatur dalam HIR, melainkan diatur dalam Rv
(hukum acara perdata yang dahulu berlaku bagi golongan Eropa) Pasal 385
Rv dan seterusnya. Dalam perundang-undangan nasional, istilah
Peninjauan Kembali disebut dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman dan
Pasal 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang Pengadilan dalam
Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung.

Anda mungkin juga menyukai